BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk yang terus meningkat dan sumber daya alam yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum, adatistiadat

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

I. PENDAHULUAN. Penduduk adalah salah satu aspek terpenting dalam suatu Negara. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan merupakan masalah yang cukup serius di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan Laporan Performance Monitoring and Accountability 2020 (PMA2020) gelombang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International

MATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB I PENDAHULUAN. maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk. wilayah terpadat ke dua se-diy setelah Sleman (BPS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( ) KAJIAN PERSEPSTIF GENDER PERAN PRIA DALAM PENGGUNAAN KONTRASEPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan. kepadatan penduduk (Hatta, 2012). Permasalahan lain yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

MATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN. cakupan pelayanan KB yang telah mencapai 60,3% pada tahun (Depkes RI,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN jiwa dengan kenaikan 1,49% per tahun. 1 Upaya pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individual maupun bagi negara. Manfaat-manfaat tersebut antara lain; dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, hal ini

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN. seimbang agar kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pula bersifat permanen (Prawirohardjo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

HUBUNGAN SIKAP SUAMI TERHADAP GENDER DENGAN KEIKUTSERTAAN SUAMI MENJADI AKSEPTOR KB DI RW II CANDISARI BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2009¹

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB VI PENUTUP. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau bisa disebut dengan unmet need KB di salah

BAB I PENDAHULUAN. berencana secara komprehensif (Saifuddin, 2006). mencapai kesejahteraan keluarga. Program KB merupakan bagian terpadu

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

PEMANTAUAN PASANGAN USIA SUBUR MELALUI MINI SURVEI DKI JAKARTA 2007 PUSLITBANG KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI 2007

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar di negara ini. Diketahui, pada 2012, Angka Kematian Ibu (AKI)

PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN KEIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PRIA. Darwel, Popi Triningsih (Poltekkes Kemenkes Padang )

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melalui kesepakatan International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 terjadi perubahan paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional (KBN). Pendekatan KBN yang lama, yaitu pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan keadilan gender (UNFPA, 2004). KB merupakan salah satu alat promosi dari pelaksanaan hak reproduksi. Menurut ICPD 1994 hak reproduksi merupakan hak asasi setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggungjawab jumlah, jarak waktu untuk mempunyai keturunan serta hak untuk mendapatkan informasi dan sarana untuk melaksanakannya selain itu hak untuk mendapatkan standar kesehatan seksual dan reproduksi yang tinggi (UNFPA, 2004). Salah satu upaya pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan yaitu penekanan pentingnya menggunakan alat kontrasepsi yang efektif (Sidhi, 1989). Tujuan program KB adalah untuk memudahkan pasangan ataupun individu untuk bisa memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab mengenai jumlah anak yang diinginkan maupun jarak kelahiran dan memperoleh kemudahan informasi dan alat yang sesuai serta memberikan berbagai pilihan metode kontrasepsi yang aman dan efektif. 1

2 Pada ICPD tahun 1994 di Kairo tersebut juga menyoroti pentingnya melibatkan laki-laki sebagai cara untuk mencapai tujuan bersama. Bab IV dari laporan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) tersebut berjudul 'Kesetaraan gender, kesetaraan dan pemberdayaan perempuan, dengan subjudul tentang 'tanggung jawab dan partisipasi laki-laki. Uraian dalam dokumen tersebut dijelaskan:... the objectve is to promote gender equality in all spheres of life, including family and community life, and to encourage and enable men to take responsibility for their sexual and reproductive behaviour and their social and family roles.' (Paragraph 4.25) Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kebijakan global terkait bidang kesehatan reproduksi khususnya KB tersebut. Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa suami dan/atau isteri mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan KB. Untuk membantu penyusunan perencanaan dan penganggaran KB yang responsif gender terdapat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomer 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana yang Responsif Gender. Dalam praktiknya di Program Keluarga Berencana (KB), kesertaan ber- KB 98% perempuan (SDKI, 1997). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan kesertaan KB laki-laki kurang dari 3%. Dari jumlah itu, sekitar 2% di antaranya ber-kb memakai kondom, sedangkan kurang dari 1% melalui vasektomi (BPS et.al, 2013). Perempuan masih tetap menjadi sasaran utama sosialisasi program KB. Hal itu tidak sejalan dengan upaya

3 pemerintah untuk meningkatkan peran pria dan kesetaraan gender dalam konteks KB. Pada awalnya, program KB Nasional merupakan upaya pengaturan ke lahiran dalam rangka peningkatan kesejahteraan ibu dan anak sehingga kebijakan dan pelaksanaannya lebih diarahkan pada keikutsertaan isteri dalam menggunakan kontrasepsi. Pemakai alat kontrasepsi di Indonesia mayoritas adalah perempuan. Alat-alat kontrasepsi lebih dirancang untuk perempuan karena pertimbangan ekonomis dan politis (Susilastuti, 1993b). Pilihan kontrasepsi bagi perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan kontrasepsi bagi laki-laki, sehingga kontrasepsi seringkali diidentikan dengan dunia perempuan. Kenyataannya, dari sembilan jenis kontrasepsi yang ada (pil, suntik, implan, IUD, tubektomi, spermicide, kondom perempuan, kondom laki-laki, dan vasektomi), hanya ada dua jenis yang diperuntukkan laki-laki. Pria diharapkan bisa partisipasi dengan cara berperan langsung melalui penggunaan alat/cara kontrasepsi. Kalaupun tidak, partisipasi pria dalam bentuk dukungan terhadap istri sudah bisa didefinisikan sebagai partisipasi, yaitu partisipasi tidak langsung. Selain praktek penggunaan kontrasepsi oleh laki-laki, definisi lain dari partisipasi laki-laki adalah dukungan mereka kepada istri mereka untuk menggunakan metode kontrasepsi (Helzner, 1996). 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Kontrasepsi merupakan suatu alat promosi untuk memenuhi pelaksanaan hak kesehatan reproduksi perempuan yang efektif bagi pasangan yang ingin

4 mengatur maupun membatasi kelahiran. Sementara, masih banyak pasangan usia subur yang tidak menginginkan anak lagi namun belum menggunaan metode yang efektif untuk mengatur kehamilan. Menurut Freedman dan Coombs (dalam Bongaarts, 1991) pasangan usia subur tersenut sebenarnya sangat berpotensi untuk menggunakan kontrasepsi ataupun metode lain sebagai alat untuk mengatur kelahiran. Pasangan usia subur inilah yang disebut sebagai unmet need. Unmet need KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang ingin menunda kehamilan atau tidak menginginkan tambahan anak tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Jika kondisi unmet need tidak cepat ditangani, ledakan penduduk akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke depan (Sumini, dkk, 2009). Penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Mereka (unmet need) masih terpapar untuk terjadinya kehamilan (BKKBN, 2009). Salah satu dampak meningkatnya unmet need adalah meningkatnya unwanted pregnancies (kehamilan yang tidak diinginkan) (Sukamdi, 2012). Hal ini memicu terjadinya aborsi tidak aman (unsafe abortion) (Bizuneh et al., 2008). Sementara itu, dari beberapa hal yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi, penolakan suami ikut berperan didalamnya. Hasil penelitian mengungkapkan hal-hal yang mempengaruhi istri dalam penggunaan kontrasepsi diantaranya, studi Casterline et al. (1997) yang menunjukkan bahwa hambatan niat untuk ber-kb sangat berhubungan dengan penolakan terhadap KB, pengetahuan tentang kontrasepsi, penerimaan dan sikap suami. Sita (2003) dalam

5 penelitiannya di perkotaan dan pinggiran kota di Awassa Etiopia Selatan menemukan bahwa penyebab utama unmet need pada wanita adalah penolakan suami. Kulczyki (2008) menemukan bila penggunaan kontrasepsi pada wanita berhubungan signifikan dengan kelemahan peran wanita dalam interaksi suami istri. Hubungan antara relasi kuasa suami istri dengan unmet need KB, Wattie (1996) mengatakan bahwa persoalan yang banyak muncul mengenai hak dan kesehatan reproduksi berakar pada persoalan ketimpangan status dan peran lakilaki dan perempuan dalam masyarakat. Hubungan suami istri, misalnya, telah dinilai sebagai hubungan yang timpang, khususnya pada tahap pengambilan keputusan dalam berbagai aspek (Abdullah, 2001). Di sisi lain, Bhushan (1997) menyebutkan bahwa keengganan wanita untuk menggunakan kontrasepsi dengan mengabaikan pertentangan dari suami maupun keluarganya merupakan penyebab kuat terjadinya unmet need. Selain itu, dalam Mini Survey tahun 2008 dikemukakan bahwa merasa tak subur dan telah mengalami menopause merupakan alasan utama wanita PUS tidak menggunakan alat/cara KB yang paling dominan. Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang mempunyai unmet need yang tinggi di Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta selalu mengalami tingkat unmet need tertinggi dibandingkan kabupaten lain di DIY. Jumlah unmet need atau PUS yang ingin menunda kehamilan atau tidak menginginkan tambahan anak tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi lebih banyak dibanding PUS yang memakai kontrasepsi. Tahun 2011 unmet need di

6 Kota Yogyakarta sebesar 13,22 % turun menjadi 12,09 % di tahun 2012, tahun 2013 turun lagi menjadi 10,67 %, dengan perincian PUS bukan peserta KB yang ingin anak ditunda (IAT) sebesar 2.137 dan tidak ingin anak lagi (TIAL) sebesar 2.868. Angka unmet need tersebut masih jauh dari standar yang ditetapkan DIY yaitu lima persen dari total pasangan usia subur yang ada di suatu wilayah. Grafik 1.1 Unmet Need DIY s/d Bulan Desember 2013 Kota Yogyakarta 10.67 Kulon Progo Gunungkidul Sleman 7.44 7.39 8.97 Unmet Need Bantul 5.8 0 5 10 15 Sumber : Rek.Kab F/I/DAL/10 Sementara, dari empat belas kecamatan di Kota Yogyakarta, Kecamatan Gondomanan yang tertinggi angka unmet neednya yang mencapai 15,36 % pada tahun 2013. Sedangkan Pasangan Usia Subur (PUS) yang terbanyak berada di Kelurahan Prawirodirjan dari dua kelurahan yang ada di Kecamatan Gondomanan. Untuk itu pengambilan sampel penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Prawirodirjan. Sedangkan, secara universal proporsi wanita kawin yang menggunakan kontrasepsi di perkotaan umumnya lebih tinggi dari perdesaan. Persentase terpenuhinya total kebutuhan kontrasepsi yang tinggi terdapat di perkotaan daripada di perdesaan karena kemudahan akses pelayanan keluarga berencana di

7 perkotaan, keinginan memiliki anak di perdesaan yang lebih tinggi, dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi di perkotaan (Westoff, 2006). Mengamati hal tersebut, tampak bahwa unmet need KB harus bisa dipahami secara lengkap dan menyeluruh, dan tidak bisa diperlakukan secara terpisah, khususnya dalam penelitian ini relasi kuasa antara antara suami dan istri. Sehingga, perumusan masalah yang mungkin tepat sebagai dasar penulisan tesis relasi kuasa unmet need dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana di Kota Yogyakarta ini adalah : 1) Bagaimana kondisi unmet need di Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta? 2) Bagaimana relasi kuasa unmet need dalam pengambilan keputusan KB di Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta? 1.1. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui relasi kuasa unmet need dalam pengambilan keputusan KB di Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kondisi unmet need di Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.

8 b. Untuk mengetahui relasi kuasa unmet need dalam pengambilan keputusan KB di Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. 1.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dimasa yang akan datang adalah : 1. Manfaat Teoritis Memberikan masukan informasi mengenai relasi kuasa unmet need dalam pengambilan keputusan KB sebagai alat untuk mengatur kehamilan yang efektif. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengelola program di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagai dasar penanganan terhadap unmet need di Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.