BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

dokumen-dokumen yang mirip
Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN Inez Amelinda 1, Aziz Djamal 2, Elly Usman 3

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

Pola bakteri aerob pada sputum penderita infeksi saluran pernapasan akut di Poliklinik Paru RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

Hasil Uji Kepekaan Bakteri Yang Diisolasi Dari Sputum Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Di Poliklinik BP 4 Medan

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Jaka Kurniawan 1, Erly 2, Rima Semiarty 3

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

25 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Umumnya, penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak yakni oleh karena infeksi virus dan bakteri (Depkes, 2005). Penyebab infeksi saluran napas bawah cukup beragam. Penelitian sebelumnya di RSUP DR M. Djamil Padang pada periode 1 Januari 31 Desember 2006 oleh Ramadhaniati, didapatkan bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis adalah Streptococcus pneumoniae diikuti oleh Klebsiella pneumonia, Staphylococcus aureus, Psedumonas sp.,dan Proteus sp. (Ramadhaniati, 2007). Penelitian lain di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (LMK FK UI) periode Februari April 2008 yang dilaporkan oleh Shirly Kumala,dkk tahun 2010, dari 124 sampel didapatkan bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae, diikuti oleh Pseudomonas sp. dan Acinetobacter anitratus (Kumala, dkk 2010). Data di Indonesia, menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003 dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi 1

saluran napas bagian bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian tertinggi di masyarakat. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001, infeksi juga merupakan penyakit paru utama, yang mana 11,6% dari 58% kasus rawat jalan di rumah sakit tersebut termasuk infeksi paru non tuberkulosis. Begitu juga di Di RSUP H. Adam Malik Medan, terdapat 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis (PDPI, 2003). Selain itu, berdasarkan data dari laporan seluruh Puskesmas di Kota Padang, pada tahun 2011 penyakit infeksi saluran pernapasan akut menduduki peringkat teratas 10 penyakit terbanyak dengan kasus sebanyak 115.361 atau sebesar 46,5%. Presentase tahun 2011 naik dimana pada tahun 2010 kejadian infeksi saluran napas akut hanya sebesar 43,57%. Selain itu, berdasarkan surveilans beberapa Rumah Sakit yang terdapat di Kota Padang tahun 2011 terhadap sepuluh penyakit rawat jalan di Puskesmas sekota Padang disebutkan bahwa penyakit terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan akut dengan jumlah kasus 9.044. Jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya, penyakit ISPA pada balita masih merupakan kasus yang terbanyak. Walaupun mengalami penurunan kasus, akan tetapi secara proporsi mengalami peningkatan 5,4%. Pada tahun 2010 kasus penyakit terendah adalah pneumonia (780 kasus). Pneumonia mengalami peningkatan pada tahun 2011 yaitu 1246 kasus. Berdasarkan hasil rekapan tahunan puskesmas diperoleh pola penyakit terbanyak adalah dengan kasus ISPA karena daerah Sumatera Barat adalah daerah dengan iklim tropis sehingga kemungkinan terkena ISPA itu sangat cukup tinggi. Jumlah kunjungan kasus ISPA bukan pneumonia tahun 2011 sebanyak 39.961 kasus, 2

turun dibanding tahun 2010 ( 43.160 kasus ). Sedangkan kasus ISPA pneumonia tahun 2011 sebanyak 587 kasus (6.6%), turun dibanding tahun 2010 sebanyak 803 kasus (10%), tetapi masih jauh dari target ( 70% ) pada tahun 2011 (DKK Padang, 2012). Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, untuk saat ini, penatalaksanaan infeksi saluran napas bawah masih menggunakan metode empirik, biasanya dengan menggunakan antibiotika spektrum luas. Pemberian antibiotika empirik tentu saja tidak dapat diberikan terus-menerus, apalagi jika secara klinis pasien tidak membaik bahkan cenderung memburuk. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang disesuaikan dengan bakteri penyebab sesuai hasil uji kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotika tertentu (PDPI, 2003). Dalam tatalaksana infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis, kotrimoksazol masih dijadikan pilihan pengobatan di pusat layanan primer. Kotrimoksazol merupakan salah satu broad spectrum dalam pengobatan infeksi saluran napas bawah. Antibiotika ini merupakan kombinasi dua obat antibiotika:: trimetoprim dan sulfametoksazol. Kombinasi obat ini juga dikenal sebagai TMP/SMX, dan termasuk golongan bakterisid (membunuh kuman) (Spiritia, 2012). Kombinasi kedua antibiotika ini TMP/SMX) atau kotrimoksazol dapat menghambat Staphylococcus aureus, Streptococcus hemoliticus, H.influenzae, bakteri gram negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp.), dan Enterobacter (Kemenkes, 2011). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shirly Kumala,dkk tahun 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (LMK 3

FKUI) periode Februari April 2008 menyebutkan bahwa dari 124 sampel yang berasal dari sputum, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae dan juga Escherichia coli mengalami resistensi yang tinggi terhadap kotrimoksazol (64, 24 %) (Kumala dkk, 2010). Penelitian lain oleh Darlington,dkk tahun 2010 yang dilakukan pada anak di Zambia juga menemukan bahwa 59% koloni spesimen dari S. pneumoniae dan 56% koloni spesimen dari H. influenzae, keduanya resisten terhadap kotrimoksazol (Darlington, 2010). Sebuah studi oleh Amin,dkk tahun 2007 yang dilakukan di rumah sakit anak-anak terbesar di Bangladesh juga menyimpulkan bahwa resistensi terhadap kotrimoksazol sangat umum (43,6%) dalam pengobatan infeksi saluran napas bawah untuk anak di bawah usia lima tahun (Amin, dkk 2009). Diperlukan kajian berkala terhadap spektrum bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis dan pola kepekaan isolat bakteri tersebut terhadap antibiotika khususnya golongan kotrimoksazol, sehingga dapat membantu klinisi dalam menentukan antibiotika empirik sebelum hasil pemeriksaan mikrobiologi diperoleh. Dalam tatalaksana infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis, kotrimoksazol masih dipakai di pusat layanan primer. Tambahan pula, ada kebijakan dari Departemen Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mengenai penyediaan dan pemberian kotrimoksazol di puskesmas untuk infeksi saluran napas bawah, salah satunya di Puskemas Andalas yang menerapkan pemberian kotrimoksazol sebagai salah satu pengobatan infeksi saluran napas bawah. Namun, saat ini mulai dipertanyakan keefektivitasannya. Jika ternyata tidak efektif, maka akan digantikan 4

dengan obat lainnya yang lebih efektif (Personal communication dengan Dr. Irene, MKM). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pola sensitivitas bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terhadap kotrimoksazol, di RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan : Bagaimana pola sensitivitas bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terhadap kotrimoksazol di Laboratorium Mikrobiologi RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pola sensitivitas bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terhadap kotrimoksazol di RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi diagnosis klinis infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012. 5

2. Mengetahui distribusi diagnosis klinis infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012 berdasarkan kelompok umur. 3. Mengetahui distribusi jenis bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis berdasarkan pola pertumbuhan kuman (tunggal/kombinasi). 4. Mengetahui distribusi frekuensi jenis bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis di RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012. 5. Mengetahui distribusi frekuensi kuman penyebab yang ditemukan pada pemeriksaan sputum penderita infeksi saluran nafas bawah non tuberkulosis di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012 berdasarkan diagnosis klinis. 6. Menentukan pola sensitivitas bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terhadap kotrimoksazol di Laboratorium Mikrobiologi RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2012 31 Desember 2012. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Bidang Akademik Sebagai sarana pendidikan dalam proses melakukan penelitian dan melatih cara berpikir analitik sistemik. 6

2. Bidang Pelayanan Masyarakat Hasil penelitian dapat menjadi data untuk mengetahui pola sensitivitas seluruh isolat bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terhadap kotrimoksazol sehingga dapat digunakan untuk dokter dan kalangan medis lainnya, sebagai salah satu rujukan dokter atau klinisi lain untuk pembaruan penggunaan antibiotika yang tepat sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan obat yang rasional dalam pengobatan infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis. 3. Bidang Penelitian Hasil penelitian dapat dijadikan dasar sebagai gambaran dan menambah referensi serta dapat dijadikan pembanding untuk penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang menyebabkan perubahan pola sensitivitas isolat bakteri penyebab infeksi saluran napas bawah non tuberkulosis terhadap antibiotika kotrimoksazol. 7