BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM 4.1. DKI Jakarta

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2015 PROYEKSI KEBUTUHAN AIR BERSIH PENDUDUK KECAMATAN INDRAMAYU KABUPATEN INDRAMAYU SAMPAI TAHUN

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

sedangkan untuk kategori usia tenaga kerja yang dimulai dari usia tahun

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI W I L A Y A H

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

Irfan Budi Pramono Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

KAJIAN TERHADAP KEBIJAKAN SUMUR RESAPAN UNTUK MENGATASI KRISIS AIR TANAH DI DKI JAKARTA TESIS. Oleh BENNY MARGA NIM :

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. prasarana dan sarana kota yang lengkap dan baik serta merupakan pusat utama

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB III TINJAUAN WILAYAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu,

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Jurnal APLIKASI ISSN X

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

Transkripsi:

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan air bersih, permintaan terhadap air tanah sebagai alternatif sumber air bersih juga ikut meningkat. Perubahan tersebut membawa konsekuensi terhadap keseimbangan sumberdaya lingkungan. Ketersediaan air tanah saat ini telah mengalami penurunan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif saat ini air tanah dan air permukaan telah mengalami penurunan mutu. Secara kuantitatif cadangan air tanah di DKI Jakarta semakin berkurang dari tahun ketahun. 3.1. Kondisi Geografis DKI Jakarta DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut. Terletak pada posisi 6 o 12 Lintang Selatan dan 106 o 48 Bujur Timur. Luas Wilayah DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km 2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km 2. Terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, terdapat 27 buah sungai/ saluran/ kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 sungai dan 2 buah kanal. Sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan wilayah Jawa Barat dan sebelah Barat dengan Provinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Iklim kota Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu maksimum udara berkisar 30,8 O C pada siang hari, dan suhu minimum udara berkisar 26,1 O C pada - 29 -

malam hari. Curah hujan sepanjang rata-rata mencapai 1.600 mm dengan tingkat kelembaban udara mencapai 77,1 % dan kecepatan angin rata-rata 2,8 m/detik. Daerah di sebelah Selatan dan Timur Jakarta terdapat rawa/ situ dengan total luas mencapai 96,5 Ha. Kedua wilayah ini cocok untuk digunakan sebagai kawasan resapan air. Dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal untuk dikembangkan sebagai wilayah permukiman. Kegiatan industri lebih banyak diarahkan di Utara dan Timur Jakarta sedangkan untuk kegiatan perkantoran lebih banyak di daerah Jakarta Pusat, Barat dan Selatan. 3.2. Kondisi Demografis DKI Jakarta Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2006 adalah 8,96 juta jiwa. Dengan luas wilayah 661,52 km 2 berarti kepadatan penduduknya mencapai 13,5 ribu/km 2, sehingga menjadikan provinsi terpadat penduduknya di Indonesia. Grafik 3.1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta dari tahun ketahun 1961 1971 1980 1990 2000 2006 Jumlah penduduk 2,906,533 4,576,018 6,480,654 8,227,746 8,347,083 8,965,673 Sumber : BPS 2007 3.3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di propinsi DKI Jakarta terdiri dari perumahan, Industri, perkantoran dan pergudangan dan taman dan lain-lain. Daerah di sebelah Selatan dan Timur Jakarta terdapat rawa/ situ dengan total luas mencapai 96,5 Ha. Kedua - 30 -

wilayah ini cocok untuk digunakan sebagai kawasan resapan air. Dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal untuk dikembangkan sebagai wilayah permukiman. Kegiatan industri lebih banyak diarahkan di Utara dan Timur Jakarta sedangkan untuk kegiatan perkantoran lebih banyak di daerah Jakarta Pusat, Barat dan Selatan. Tabel 3.2. Luas Tanah dan Penggunaannya di DKI Jakarta No. Penggunaan Luas (Ha) Persentase 1 Perumahan 44.196,11 66,8 2 Industri 3.559,00 5,3 3 Perkantoran/ Gudang 8.262,36 12,5 4 Taman 1.084,89 1,6 5 Lainnya 9.049,62 13,68 Luas Tanah 66.152,00 100 Sumber: Jakarta dalam Angka, BPS, 2006 3.4. Hidrogeologi Secara morfologi daerah Jakarta merupakan landaian dengan kemiringan bervariasi 0-3 % dan 40 persen luas daerah DKI Jakarta adalah berada di bawah permukaan laut. Lapisan tanah Jakarta dibentuk oleh satuan batuan endapan permukaan yang terdiri atas kipas aluvium yang tersusun dari tufa halus berlapis, tufa konglomerat, tufa konglomerat berselang-seling dengan tufa pasir dan tufa batuapung. Bagian permukaan dari endapan tersebut telah mengalami pelapukan dan umumnya menampakkan bentuk sebagai tanah merah halus berukuran lanau sampai lempung. Air tanah di Jakarta pada dasarnya termasuk dalam Cekungan Air tanah Jakarta (Groundwater of Jakarta Basin) yang meliputi daerah-daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Air tanah Jakarta terdapat dalam akuifer dari batuan yang berumur kwarter yang terdiri atas endapan laut, sungai, rawa dan endapan gunung api. Endapan laut dijumpai sepanjang pantai Jakarta, tersusun dari lempung dan pasir yang mempunyai ukuran butir pasir halus sampai pasir kasar dengan sifat lepas dan ketebalannya berkisar 2,0-5,0 meter. Endapan - 31 -

sungai merupakan endapan alur sungai lama yang penyebarannya relatif tegak lurus dengan garis pantai yang tersusun atas kerikil, pasir, lempung dan lanau. Proses pengendapan batuan-batuan tersebut terdapat di daerah Pantai Jakarta sampai Utara Depok. Ke arah Selatan Jakarta hingga Puncak Bogor daerahnya tersusun oleh endapan asal gunung api yang terdiri atas batuan lempung, tufaan, pasir dan kerikil. Secara umum sistem air tanah di daerah Cekungan Air tanah Jakarta dibagi menjadi 3 yaitu: daerah peresapan (recharge), daerah aliran (transmition) dan daerah pelepasan (discharge). Daerah peresapan terletak di bagian selatan yaitu antara Depok sampai Puncak-Bogor merupakan daerah yang berperanan penting dalam berlangsungnya proses pengisian air tanah. Daerah pelepasan terletak di sekitar pantai, sedangkan daerah aliran terletak di antara keduanya. 3.5 Visi Misi Kota DKI Jakarta 3.5.1. Visi Pembangunan Kota Jakarta diarahkan dengan visi mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang sejajar dengan kota-kota besar negara maju, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berbudaya dalam lingkungan kehidupan yang berkelanjutan. 3.5.2. Misi Untuk mewujudkan visi, maka arahan penataan ruang wilayah akan ditujukan untuk melaksanakan 3 (tiga) misi utama, yaitu: a. membangun Jakarta yang berbasis pada masyarakat; b. mengembangkan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan; c. mengembangkan Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional. 3.6 Potensi dan Daya Dukung Air Tanah DKI Jakarta Potensi air tanah adalah jumlah air keseluruhan yang terdapat dalam tanah, baik yang terdapat di dalam air tanah dangkal (akuifer bebas) maupun di dalam air tanah dalam (akuifer tertekan). Perhitungan tingkat ketersediaan air tanah sangat penting dilakukan dalam rangka kegiatan pengelolaan sumberdaya air. Air tanah - 32 -

merupakan salah satu unsur dalam siklus hidrologi yang terjadi secara alamiah. Apabila pemanfaatan air tanah sampai memutuskan salah satu mata rantai siklus hidrologi, misalnya air yang diturap melebihi besarnya pengisian kembali (natural recharge), maka akan terjadi pengurangan volume air tanah. Pengurangan volume air tanah akan terlihat pada penurunan muka air tanah atau penurunan tekanan air tanah secara terus-menerus, sehingga sisa air tanah yang tertinggal tidak dapat dikeluarkan lagi. Akhirnya sumber air tanah akan mengering dan akan menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi lingkungan. Namun demikian, hasil perhitungan tersebut apabila dibandingkan dengan dampak yang terjadi akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, diyakini tidak mencerminkan pengambilan air tanah yang nyata di DKI Jakarta. Hal ini disebabkan untuk mengetahui jumlah pasti pengambilan air tanah dari suatu daerah bukanlah merupakan hal yang mudah. Kesulitan-kesulitan di lapangan yang terjadi antara lain adalah tidak semua sumur yang diambil air tanah terdaftar, dari sumur yang terdaftar tidak semuanya terpasang meter air, dan tidak semua angka yang tercantum dalam meter air menunjukkan jumlah pengambilan sebenarnya, serta tidak semua melaporkan secara rutin jumlah pengambilan air tanahnya. Total cadangan sumber daya air tahun 2006 tercatat sebesar 6.619,25 juta m 3 terdiri dari sumber air hujan sebanyak 2.885,37 juta m 3, air permukaan sebanyak 3.472,48 juta m 3 dan air tanah sebanyak 281,67 m 3. Sedangkan sumber daya air yang dapat dimanfaatkan sebesar 728,30 juta m 3. Secara nasional, pemanfaatan air tanah menunjukkan hampir 70 % kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dan perdesaan berasal dari air tanah. Sedangkan untuk dunia industri, angka tersebut lebih besar lagi, yaitu sekitar 90 %. Khusus untuk DKI Jakarta, berdasarkan Surver Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2000 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, diketahui bahwa 44,56 % rumah tangga di seluruh DKI Jakarta menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih. Bahkan untuk daerah Jakarta Selatan sebesar 83,88 % menggunakan air tanah sebagai sumber air bersihnya, angka yang paling kecil dimiliki oleh derah Jakarta Utara, - 33 -

yaitu hanya sebesar 1,81 %. Secara terperinci data penggunaan air tanah oleh masyarakat di DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Berdasarkan angka-angka di atas, peranan air tanah sangat signifikan dalam mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan, khususnya di DKI Jakarta. Dari data kenaikan pemakaian air tanah dan berkurangnya daya dukung lingkungan terhadap pengisian dan penggantian kembali (recharge/ replenishment) air tanah, dapat diprediksi bahwa kondisi air tanah DKI Jakarta telah berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Karena itu, upaya pengelolaan dan pelestariannya menjadi penting dan memiliki skala prioritas utama. 3.7. Penggunaan Air Tanah di DKI Jakarta Berdasarkan angka-angka pada Tabel 3.4 tersebut, peranan air tanah sangat signifikan dalam mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan, khususnya di DKI Jakarta. Tabel 3.3 Persentase Cara Memperoleh Air Minum Di DKI Jakarta Kotamadya PAM/aqua/pedagang Air Tanah Jumlah keliling Jakarta Selatan 16.12 83.88 100 Jakarta Timur 32.57 67.43 100 Jakarta Barat 72.78 27.22 100 Jakarta Pusat 82.55 17.45 100 Jakarta Utara 98.19 1.81 100 DKI Jakarta 55.44 44.56 100 Sumber: BPS 2006 3.8. Kondisi Air Tanah Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang sangat esensial bagi kehidupan umat manusia. Ketersediaan sumberdaya air di bumi tidak merata, dinamis dari waktu ke waktu, dan berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. - 34 -

Kota Jakarta (dulu Batavia) pada tahun 1880 komunitas penduduk hanya ratusan ribu orang. Pada saat itu, untuk memnuhi kebutuhan air bagi warga DKI Jakarta cukup disediakan 10 buah sumur artesis. Semua sumur itu mengalirkan sendiri air tanah (free flowing) tanpa dipompa sekalipun. Ini terjadi karena muka air tanah berada di atas permukaan tanah sekitar 8-10 meter dari daerah Tanjung Priok. Namun seiring dengan kondisi, maka sejak tahun 1922 Pengelolaan air minum dilakukan oleh PAM Jaya dan air yang digunakan sebagai sumber airnya sebagian besar adalah dari waduk Jatiluhur. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan kota Jakarta berdampak pada peningkatan kebutuhan air bersih. Bahkan saat ini kebutuhan air bersih di DKI Jakarta pertahun mencapai 547,5 juta meter kubik sementara kemampuan pasokan air oleh PAM Jaya adalah 295,65 juta meter kubik atau hanya dapat memenuhi 54 persen dari kebutuhan air bersih DKI Jakarta. Hal ini berdampak pada peningkatan eksploitasi air tanah (Grafik 3.5). Eksploitasi air tanah yang begitu besar mengakibatkan ketidakseimbangan antara pengambilan dengan pemulihan air tanah kembali akibat degradasi lingkungan, karena secara fisiografis, wilayah DKI Jakarta merupakan bagian dari sub-sistem kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) hulu hilir, yang mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi oleh proses-proses alamiah yang berlangsung di dalam DAS. Grafik 3.4. Eksploitasi Air Tanah di DKI Jakarta 300 250 200 150 100 50 Eksploitasi air tanah (juta meter kubik) 0 1965 1975 1985 1995 2005 7 15.7 24.1 34.5 251.8-35 -

Sumber Dinas Pertambangan DKI Jakarta tahun 2005 Penyedotan air tanah di DKI Jakarta diperkirakan mencapai 251,8 juta meter kubik. Angka tersebut belum termasuk air bawah tanah yang disedot untuk proyek pembangunan dan industri. Sedangkan batas aman penyedotan air bawah tanah di Jakarta adalah sekitar 186,2 juta meter kubik. Artinya, analisa keseluruhan pada tahun 2005 menunjukkan adanya "defisit" air bawah tanah sebesar 66,6 juta meter kubik (belum termasuk eksploitasi air bawah tanah untuk proyek pembangunan dan industri, yang berjumlah besar). Bahkan pengambilan air tanah pada musim kemarau semakin besar, Pengambilan air tanah secara besar-besaran tersebut jelas berdampak pada kekosongan air di dalam tanah. Akibatnya, air laut merembes masuk dan mengisi kekosongan air tanah tersebut hingga jauh ke dalam (intrusi air laut). Dan memang, rembesan air asin dari Teluk Jakarta kini telah menjangkau Monas. Menurut Hasil penelitian Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan menyebutkan, intrusi air laut kini hampir merata di seluruh wilayah Jakarta. Wilayah dalam radius 10-15 kilometer di Ibu Kota pada umumnya telah dilanda intrusi air laut. Misalnya, air laut telah merasuk ke daerah Kebun Jeruk (Jakarta Barat) dan wilayah Segi Tiga Emas Setiabudi, Kebayoran Baru, Cengkareng, dan Senen (Jakarta Pusat). Padahal, 20 tahun lalu luas daratan yang terkena intrusi air laut baru sekitar dua kilometer dari garis pantai. Grafik 3.5. Kondisi air tanah pada 48 sumur pantau di DKI Jakarta Jumlah 18 sumur pantau 12 9 9 Baik Cemar ringan Cemar sedang Cemar berat Sumber Hasil penelitian BPLHD DKI Jakarta 2004-36 -

Selain terjadinya penurunan kuantitas, air tanah juga mengalami penurunan kualitasnya, dari hasil pemantauan yang dilakukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta terhadap 48 sumur yang tersebar di lima wilayah kota Jakarta pada Oktober 2004 menunjukkan bahwa air tanah di Jakarta memiliki kandungan pencemar organik dan anorganik yang tinggi. Akibatnya, air tanah di wilayah Jakarta tidak sesuai lagi dengan baku mutu peruntukannya, terutama air minum. Saat ini kualitas air tanah Jakarta semakin memburuk, bahkan beberapa daerah di Jakarta sudah tidak layak dikonsumsi. Hasil pemantauan BPLHD DKI Jakarta terhadap 48 sumur dilakukan di Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan 27 sumur tercatat cemar berat dan cemar sedang dan 21 sumur lainnya terindikasi cemar ringan dan dalam kondisi baik (grafik 4.5). Wilayah yang memiliki kualitas air paling buruk adalah Jakarta Utara karena wilayah ini umumnya digunakan untuk kawasan industri dan pemukiman padat, sedangkan untuk wilayah dengan kualitas air masih cukup baik adalah Jakarta Selatan. Hasil pemantauan juga menunjukkan 15 persen sumur melebihi baku mutu untuk parameter besi (Fe) dan 27 persen melebihi baku mutu untuk parameter Mangan (Mn).dan 46 persen melebihi baku mutu untuk parameter Detergen (MBAS). Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat Jakarta tidak dapat lagi memanfaatkan air tanah dangkal sebagai pemenuhan kebutuhan air bersihnya oleh karena kondisi air tanah dangkal yang tidak memungkinkan untuk dikonsumsi. Bahkan daerah dengan kondisi air tanah yang tidak dapat dikonsumsi tersebut semakin meluas. - 37 -