PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Sebagai bagian dari pembangunan nasionai, pembangunan subsektor. perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tidak terlepas dari struktur perekonomian Indonesia yang merupakan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor yang menjadi. andalan lndonesia untuk rnengail devisa dari luar dalam rangka

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SISTEM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

l. PENDAHULUAN Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. tanah yang mampu menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

2014 TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH SADAP KARET PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VIII WANGUNREJA DI KECAMATAN DAWUAN KABUPATEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama krisis, usaha di sektor pertanian menunjukkan kinerjanya sebagai

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

Bab 1 PENDAHULUAN. pengolahan hasil perkebunan, juga dapat menyerap banyak tenaga kerja karena pada

RANCANGAN PROGRAM DITJEN PERKEBUNAN PERIODE MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN ANDALAN

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. para stakeholdernya. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan perusahaan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

X. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

PEMBANGUNAN DI BIDANG PERTANIAN ADALAH SUATU HAL YANG TIDAK BISA DI TAWAR-TAWAR LAGI, KARENA SEBAGIAN BESAR RAKYAT INDONESIA MENGKONSUMSI BERAS DAN

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

Transkripsi:

BA B PENDAHULUAN I 1. Latar Belakang Kegiatan Pertanian (agribisnis) mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam hal penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa, maupun sebagai penghasil bahan bakulbahan olah industri hulu yang mengolah hasil pertanian. Disamping itu, sektor pertanian, terutama sub sektor perkebunan, sangat bermanfaat karena usaha perkebunan ikut menjaga pelestarian sumber daya alam berupa pengawetan tanah dan air. Dari tahun ke tahun konstribusi export pertanian dan olahannya mengalami peningkatan, walaupundemikian belum dapat di imbangi dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Peningkatan konstribusi export pertanian didukung oleh peningkatan sub sektor Perkebunan. Sub sektor inilah yang menempati posisi cukup penting dalam Pembangunan Nasional. Hal ini terlihat pada Lampiran 1 dan 2. Pengembangan perkebunan pertama dilakukan dalam bentuk Perkebunan Rakyat (PR), yaitu perkebunan yang diusahakan oleh rakyat yang sebahagian besar masih secara tradisional, dengan luasan yang kecil dan tidak memenuhi skala ekonomis. Selain itu bibit yang digunakan masih bibit asalan atau bibit sapuan, pemberian pupuk seadanya, perawatan kurang dan penanganan teknologi pasca panen belum memadai sehingga kualitas dan kuantitas produksi rendah. Dengan kondisi perkebunan rakyat demikian, belum mampu secara optimal meningkatkan pendapatan petani seperti yang diharapkan. 1

2 Komoditi yang diusahakan antara lain, karet, kopi, kelapa sawit, tembakau, kakao, kelapa, cengkeh dan lain -lain. Perkembangan luas tanaman dan produksi perkebunan rakyat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Seperti terlihat pada Lampiran 3. Komoditi yang banyak diusahakan pada tahun 1993 meliputi kelapa, yang menduduki posisi pertama dengan luas tanaman 3.474.500 Ha dan produksinya 2.467.900 metrik ton, karet pada urutan kedua dengan luas tanaman 2.698.200 Ha dan produksinya 1.009.800 metrik ton; kopi pada urutan ketiga dengan luas tanaman 1.104.900 Ha dan produksinya 1.118.500 metrik ton, cengkeh pada urutan keempat dengan luas tanaman 555.200 Ha dan produksinya sekitar 64.500 metrik ton dan kelapa sawit menduduki urutan kelima dengan luas tanaman 534.900 Ha dan produksinya 833.700 metrik ton. Bentuk kedua pengembangan perkebunan adalah perkebunan besar. Perkebunan besar mulai diusahakan sejak jaman penjajahan Belanda yang diusahakan oleh perusahaan asing, dan pada tahun lima puluhan perkebunan milik asing diambil alih oieh Pemerintah, sehingga lahir Perusahaan Perkebunan Milik Negara yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUNN) dalam bentuk Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) yang sekarang dirubah namanya menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). Pada tahun tujuh puluhan sub sektor perkebunan mulai dilirik oleh swasta, sehingga lahir Perusahaan Perkebunan Besar yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang dikenal dengan nama Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN). Komoditi yang diusahakan oleh BUMN dan BUMS ini sebagian besar sarna dengan komoditi yang diusahakan oleh perkebunan rakyat. Bedanya perkebunan besar dikelola secara profesional dengan menerapkan prinsip-prinsip agrobisnis, pemilihan bibit yang unggul, input saprotan yang cukup, penanganan pasca panen yang baik, kualitas dan

3 kuantitas hasilnya sesuai dengan permintaan pasar dengan luas yang cukup besar dan memenuhi skala ekonomis sehingga mendapatkan harga yang relatif stabil dan tinggi. Produksi perhektarnya sudah cukup tinggi, namun yang menikmati pada dasamya adalah pemilik BUMN dan BUMS, karena rakyat hanya menjadi buruh sehingga tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Perkembangan perkebunan besar baik luas tanaman maupun produksinya dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengembangan perkebunan besar, baik yang dilakukan oleh BUMN maupun oleh BUMS yang bergerak dengan prinsip agrobisnis dan teknologi maju dengan produksi/pendapatan yang tinggi, dihadapkan pada Perkebunan Rakyat (PR) yang masih tradisional dan berproduksi/pendapatan rendah mengundang adanya kesenjangan dan keresahan sosial. Tingginya produksi perkebunan besar dibandingkan dengan produksi perkebunan rakyat pada tahun 1993 adalah 2.998,32 kgiha untuk perkebunan besar dibanding 537,80 kgiha untuk produksi perkebunan rakyat atau 5,5 untuk perkebunan besar dibanding 1 untuk perkebunan rakyat. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut dan untuk memperkuat pijakan pengembangan perkebunan, maka pemerintah membantu pengembangan perkebunan rakyat dengan terobosan-terobosan, diantaranya dengan pola Unit Pengembangan Perkebunan (UPP), proyek pengembangan tanaman ekspor (PRPTE) dan Perkebunan Inti Rakyat yang kemudian diubah menjadi Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Dari berbagai pola yang dikembangkan untuk membantu pengembangan Perkebunan Rakyat tersebut, Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang paling banyak dikembangkan, karena Pola PIR dapat membantu petani-petani menjadi petani keluarga yang modem dan dikelola melalui penerapan kiatkiat agrobisnis dengan memasukkan unsur-unsur teknologi, modal, manajemen dan jaminan pasar. Pola PIR mulai dikembangkan sejak tahun

4 1977 dan sampai bulan Oesember 1995, pembangunan perkebunan Pola PlR telah dikembangkan di 132 lokasi dengan luas tanaman 923.218 hektar yang terdiri dari kebun inti seluas 296.180 hektar dan kebun plasma seluas 627.038 hektar, komoditi yang dikembangkan adalah karet, kelapa hibrida, kelapa sawit, kakao dan teh. Jenis-jenis Perusahaan Inti Perkebunan Rakyat dapat dilihat pada Lampiran 5. Salah satu pengembangan PIR tersebut adalah PlR OPHIR di lokasi Pasaman Barat, kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Perusahaan Inti Rakyat (PIR) perkebunan Ophir Pasaman Sumatera Barat adalah merupakan proyek kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Republik Federal Jerman, yang mulai dibangun tahun 1981/1982 dengan komoditi yang dikembangkan kelapa sawit dan Perusahaan Inti adalah Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara I dahulu Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) VI dan selesai pembangunan fisiknya tahun 1986. Pemerintah Jerman memberikan kredit sebesar OM. 65 juta dengan kurs OM. 1 sebesar Rp. 600,- atau Rp. 39 milyar (83,76 %) untuk kegiatan produksi dan OM. 12,6 juta atau Rp. 7,56 milyar (16,24 %) yang disalurkan melalui GlZ GmbH, khusus untuk pembinaan dan pengembangan petani dan kelembagaan / organisasi petani plasma. Oilain pihak Pemerintah Indonesia menyediakan dana kredit Rp. 19 milyar (97,4 %) untuk komponen kebun dan Rp. 500 juta (2,6 %) untuk pembinaan petani plasma. Pembinaan dan pengembangan petani plasma dan kelembagaan/organisasinya dilakukan oleh GlZ GmbH suatu organisasi semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jerman. Kebun yang telah dibangun seluas 6.000 Ha yang terdiri dari Kebun Inti seluas 1.200 Ha dan kebun plasma seluas 4.800 Ha dengan jumlah plasma sebanyak 2.400 kepala keluarga.

5 Pembinaan petani plasma yang dilakukan oleh GTZ di PIR Ophir ditekankan pada pembinaan kelembagaan kelompok petani plasma, Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Jasa Usaha (KJUB) sehingga PIR Ophir dapat berhasil dengan baik, bahkan menjadi percontohan pembinaan kelembagaan petani plasma dalam pengembangan Pola PIR diberbagai lokasi (Tondok, 1996). Keberhasilan PIR Ophir tersebut diperagakan oleh sejumlah indikator antara lain pendapatan petani plasma rata-rata per kepala keluarga sebesar Rp.4.571.394,- (tahun 1992) atau lebih kurang US $ 2.000 per tahun. Pengembalian atau pelunasan kredit lebih cepat dari yang direncanakan. Adanya model pembinaan kelembagaan petani plasma di PIR Ophir Pasaman, Sumatera Barat yang telah dinilai berhasil tersebut, perlu diteliti untuk penyempurnaan penerapan pembinaan kelembagaan petani plasma pada Perusahaan Inti Rakyat lainnya, khususnya yang mengembangkan komoditi kelapa sawit. 2. Identifikasi Masalah Dari monitoring yang dilaksanakan oleh Direktorat Usaha Ekonomi Ditjen. Bimastrans Transmigrasi dan PPH (1995) ternyata pada umumnya kondisi di sebagian besar Perkebunan Inti Rakyat (PIR) terutama pola PIR Trans. kurang berhasil seperti apa yang diharapkan, baik produksi, kelembagaan, tingkat pengembaliankredit, maupun tingkat kesejahteraan petani plasma peserta PIR yang belum memadai. Dari segi kelembagaan, masih banyak kelemahan yang menyebabkan kurang berfungsinya lembaga-lembaga tertentu untuk tugas-tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Kondisi ini mengakibatkan antara lain: a. Kurang lancarnya pengadaan input sarana produksi.

6 b. Kurang terorganisirnya perawatan kebun, sehingga produksi rendah. c. Rendahnya kekuatan tawar menawar dalam penentuan rendemen dan harga. d. Kondisi diatas mengakibatkan pendapatan petani rendah. Pada PIR Ophir kondisi seperti yang digambarkan diatas relatif tidak ditemui. Hal ini banyak ditentukan oleh Model Pembinaan Kelembagaan (organisasi) petani yang dilaksanakan oleh pihak manajemen projek dengan dampingan dari GlZ yang mengembangkan kelembagaan petani, sejak dari Kelompok Tani, Koperasi Unit Desa, hingga Koperasi Jasa Usaha Bersarna. Keberhasilan PIR Ophir dengan kelembagaan petaninya yang andal memerlukan waktu, biaya dan orang-orang yang memiliki idealisme sekaligus keyakinan bahwa kelembagaan petani yang mewadahi mereka akan membantu petani plasma mencapal cita -cita untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Pengembangan kelembagaan petani Ophir yang paling awal yaitu pembentukan kelompok tani. GlZ sebagai unsur dampingan pembinaan kelembagaan yang sudah berpengalaman amat yakin bahwa dari tahapan inilah keberhasijan pengembangan kelembagaan selanjutnya dapat diharapkan berhasij. Kekuatan pembinaan dan pengembangan kelembagaan petani sepeni inijah yang tidak dijumpai di lokasi PIR lainnya. Umumnya pembentukan kelembagaan, terutama tahapan paling awal yaitu pembentukan kelompok tani, diserahkan kepada Unit Pemukiman atau lembaga konvensional desa lainnya. Padahal kelompok tani merupakan ujung tombak keberhasilan gerak lembaga berikutnya. Apabila masing-masing petani anggota dan memahami fungsi dan kegunaan kelompok tani sebagai organisasi yang mewadahi aspirasi, kepentingan dan kebutuhan anggota kelompoknya seperti yang terjadi di PIR

7 Ophir, maka dapat diharapkan keberhasilan yang diperoleh PIR Ophir dapat ditemukan di lokasi PIR Jainnya. Selain adanya pembinaan dampingan dari GTZ, unsur keikut sertaan Pemerintah daerah, baik tingkat I maupun tingkat II memainkan peranan yang penting. Pemda Sumatera Barat merasa bahwa pembinaan kelembagaan merupakan bagian penting untuk keberhasilan pembangunan PIR Ophir, dan keberhasilan pembangunan PIR merupakan bagian pengkembangan dan pembangunan wilayah Pasaman. Peran serta Pemerintah Daerah seperti ini tidak seluruhnya dapat ditemui di lokasi PIR lainnya. Adanya kerjasama yang baik antara kelembagaan petani di PIR dengan Pemerintah Daerah merupakan iklim yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya sikap kemandirian dari para petani plasma baik sebagai individu maupun sebagai anggota dari kelembagaan lainnya. Sikap kemandirian inilah yang merupakan kajian penting pembinaan kelembagaan petani pada proyek-proyek PIR. 3. Perumusan Masalah Secara spesifik masalah dapat dirumuskan sebagai berukut : a. Bagaimana kondisi umum PIR Ophir. b. Sejauh mana Pembinaan Kelompok Tani, Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Jasa Usaha Bersama (KJUB) di PIR Ophir sehingga mampu menjadikan kelembagaan petani tersebut berfungsi dengan baik mejayani, mengorganisir petani plasma dan berkoordinasi dengan masing-masing pihak yang terkait dengan keberhasilan PIR Ophir. c. Bagaimana mekanisme kerjasama kemitraan di PIR Ophir. d. Bagaimana kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan petani plasma di PIR Ophir.

8 e. Apakah model Pembinaan kelembagaan petani plasma PlR Ophir dapat dikembangkan unluk dijadikan model pembinaan kelembagaan petani plasma di perusahaan Inti Rakyat perkebunan. f. Bagaimana rekruitmen pelani plasma di PlR Ophir. g. Bagaimana proses pembenlukan kelembagaan petani plasma. h. Siapa saja yang melakukan pembinaan kelembagaan petani plasma. 1. Metodeapa yang dipakai dalam pembinaan kelembagaan petani J. Bagairnana mekanisme keterkaitan antara lembaga pelani plasma. 4. Tujuan Penelitian Tujuan penelilian adalah unluk mengidenlifikasi model pembinaan kelembagaan petani plasma di PIR Ophir Pasaman Sumatera Barat dalam upaya penyempurnaan pengembangan Pola Perusahaan Inti Rakyat, khususnya PIR perkebunan dengan komodili kelapa sawit. penelilian adalah sebagai berikut untuk : Secara spesifik tujuan a. Menggambarkan kondisi umum PIR Ophir. b. Mengkaji model pembinaan kelembagaan kelompok lani, Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Jasa Usaha Bersama (KJUB). c. Mengindentifikasi mekanisme kerjasama kemitraan Inti- Plasma di PIR Ophir. d. Menganalisa tingkat keberhasilan di PIR Ophir. e. Memberikan model pengembangan pembinaan kelembagaan petani plasma untuk PIR Perkebunan lainnya.