portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009)

dokumen-dokumen yang mirip
sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

SIROSIS HEPATIS R E J O

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB. Diasuh oleh para Apoteker Dosen Fakultas Farmasi Unand. Pertanyaan:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal

KAJIAN PENATALAKSANAAN TERAPI PADA PASIEN GASTRITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF DR. R.D. KANDOU MANADO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

Thera Rolavina S,S.Farm.,Apt

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

OBAT GASTROINTESTINAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

STUDI PENGGUNAAN OMEPRAZOLE PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN HEMATEMESIS MELENA RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO I MADE WIRANATA

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT TUKAK PEPTIK PADA PASIEN TUKAK PEPTIK (Peptic Ulcer Disease) DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BRIMOB TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. merasakan sakit atau tidak enak badan pasti akan melakukan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang normal menjadi nodul-nodul yang abnormal (Dipiro et al., 2015). Perubahan tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati. Selanjutnya, distorsi arsitektur hepar dan peningkatan vaskularisasi ke hati menyebabkan varises atau pelebaran pembuluh darah di daerah gaster maupun esofagus (Widjaja, F. F. & Karjadi, T., 2011). Pada tahun 2012, sirosis menjadi penyebab ke-9 dari kematian di Amerika Serikat. Jumlah kematian akibat sirosis di Amerika Serikat per tahun meningkat menjadi sekitar 35.000 kematian, dan bertanggung jawab terhadap sekitar 1,2% dari total kematian di Amerika Serikat (Lagadinou et al., 2012). Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia 2005, tercatat bahwa pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian ke-21 dari 50 penyebab kematian dengan jumlah kematian 1.336 orang (Depkes, 2005). Sirosis hati ditandai dengan peradangan, nekrosis sel hati, fibrosis difus dan nodul-nodul regenerasi sel hati (Tasnif dan Hebert, 2013). Sirosis menghasilkan peningkatan tekanan darah portal karena perubahan fibrotik dalam sinusoid hati, perubahan dalam tingkat vasodilator dan vasokonstriktor mediator, serta peningkatan aliran darah ke pembuluh darah splanchnic (Dipiro et al., 2015). Ketika sel-sel hati sudah mengalami sirosis, maka akan timbul berbagai kemungkinan komplikasi antara lain hipertensi 1

portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009) penatalaksanaan pasien sirosis hati sangat tergantung dengan etiologi maupun keadaan klinis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Manifestasi klinis stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada lakilaki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma (Sudoyo, 2007). Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe ganggguan fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal sel hati adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, faktor hepatikum dan ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain (Price, 2006). Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan gusi, hidung, menstruasi berat dan mudah memar. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan darah. Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya 2

membesar tetapi juga aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga menimbulkan anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi. Faktor utama terjadinya ascites ialah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia (Price, 2006). Edema terjadi ketika konsentrasi albumin plasma menurun. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut kamus kedokteran Dorland peritonitis adalah radang peritonium, pada membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan pelvis serta melapisi visera, kedua lapisan tersebut menutupi ruang potensial, rongga peritonium, yang disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi bakteri (Kamus Saku Kedokteran Dorland, 2012). Gastritis akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa. Gastritis merupakan peradangan (inflamasi) dari mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi (Saydam, 2011). Pada diagnosa pertama, sekitar 30-40% pada pasien sirosis dekompesata oleh hati dan 60% pasien mengalami komplikasi ascites dan varises esofagus. Perdarahan pada varises menyebabkan kematian yang signifikan dengan persentase 7% - 15%. (Biecker, E., 2011). Ada tiga hal yang membuat risiko perdarahan varises esofagus, yaitu peningkatan hipertensi porta menyebabkan kerusakan hati yang ditimbulkan penyakit, asupan makanan, asupan etanol, irama sirkadian, olahraga fisik dan peningkatan tekanan intraabdomen, faktor yang melemahnya dinding varises, seperti penggunaan obat obatan dalam jangka panjang (asam asetilsalisilat dan NSAID), infeksi bakteri yang dapat membuat perdarahan awal dan berulang (Widjaja, F. F. & Karjadi, T., 2011). 3

H. Pylori dan penggunaan NSAID merupakan dua hal umum terjadinya Peptic Ulcer Disease (PUD) dan mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Penyebab PUD antara lain hipersekresi, infeksi virus, penggunaan obat obatan, alkohol, adanya penyakit kronis,dll. Penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis, sirosis hati, penyakit paru kronis, dan Crohn s disease juga dapat menyebabkan tukak ulkus (Ilse, T., 2009). Dalam pengobatan gastritis ialah menghilangkan nyeri, menghilangkan inflamasi dan mencegah terjadinya ulkus peptikum dan komplikasi. Berdasarkan patofisiologisnya terapi farmakologi gastritis ditujukan untuk menekan faktor agresif (asam lambung) dan memperkuat faktor defensif (ketahanan mukosa). Sampai saat ini pengobatan ditujukan untuk mengurangi asam lambung dengan cara menetralkan asam lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Selain itu, pengobatan gastritis juga dilakukan dengan memperkuat mekanisme defensif mukosa lambung dengan obat-obat sitoproteksi (Dipiro et. al, 2015). Terapi penekanan asam untuk terapi terhadap pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan translokasi bakteri. Selain itu, kecuali untuk studi farmakologi, beberapa studi telah meneliti keamanan dan utilitas terapi acid suppressive pada populasi sirosis (Goel et al., 2012). Obat saluran pencernaan sering diberikan kepada pasien sirosis hati, bertujuan untuk mencegah komplikasi pada pasien dengan varises lambung atau perdarahan lambung. Sirosis hati dengan tukak lambung dapat meningkatkan prevalensi risiko ulkus peptikum dan lambung. Obat pendarahan lambung, seperti antasida, cimetidin, ranitidin, dan Proton Pump Inhibitor (PPI) efektif dalam mengurangi asam lambung, namun pada pasien tertentu seperti pasien sirosis hati dapat menyebabkan penurunan metabolisme presistemik (Guillaume & Seres, 2012). Proton Pump Inhibitor (PPI) dan H 2 -receptor 4

antagonists (H 2 RAs) yang paling sering digunakan sebagai obat untuk penekanan asam. Namun, penekanan asam lambung dengan obat-obat ini dikaitkan dengan beberapa efek samping potensial, termasuk infeksi enterik lainnya (Clostridium difficile, Klebsiella spp., Salmonella spp.) (Deshpande et al., 2012). Pasien gastritis yang mengalami peningkatan sekresi asam lambung, digunakan obat antiulcer dengan tujuan menghambat atau menurunkan sekresi asam lambung. Ranitidin dan antasida merupakan obat antiulcer yang paling banyak digunakan dalam terapi gastritis, ranitidin diberikan sebelum makan dengan tujuan memaksimalkan penghambatan sekresi asam lambung sebelum adanya rangsangan sekresi asam lambung dari makanan sedangkan antasida bertujuan untuk menetralkan asam lambung (Tjay dan Rahardja, 2013). Penelitian 5 tahun terakhir, terkait gangguan hati dengan terapi cimetidin telah menjadi keprihatinan besar dalam mengobati pasien dengan penyakit ulkus peptikum. Penelitian terbaru, pada ranitidin iharapkan memiliki agen H 2 -blocker lebih kuat dan menghasilkan efek samping yang lebih sedikit, terutama hepatotoksisitas (Kanashima et al., 1985). Dalam penelitian (I Hsu, P., et. al., 2004) membandingkan penggunaan ranitidin dengan pantoprazol sebagai terapi perdarahan berulang pada komplikasi peptic ulcer di dapatkan hasil dari 102 pasien yang terdaftar dalam uji coba prospektif ini, perdarahan terulang pada 2 pasien (4%) pada kelompok pantoprazol, dibandingkan dengan 8 pasien (16%) pada kelompok ranitidin. Menurut (Gisbert et. al.,) bahwa penggunaan PPI (omeprazol, lansoprazol) lebih efektif daripada antagonis reseptor H 2 (ranitidin, famotidin) dalam mencegah perdarahan persisten atau berulang dari tukak lambung. Namun, dalam percobaannya memiliki beberapa keterbatasan antara lain : variasi 5

dosis penggunaan PPI dan antagnoists H 2 -reseptor, skema pemberian terapi obat, pembagian klasifikasi perdarahan ulkus dan terapi endoskopi bersamaan. Namun, penggunaan infus kontinu ranitidin lebih efektif untuk meningkatkan ph intragastrik dari intermiten bolus injeksi. Selain itu, penggunaan dosis tinggi ranitidin infus (300 mg/24 jam) dibandingkan dengan infus konvensional dosis (150 mg/24 jam) lebih efektif untuk mencegah berulang perdarahan ulkus karena terapinya mirip dengan pantoprazole. (I Hsu, P., et. al., 2004). Mekanisme Kerja antagonis reseptor H 2 yang paling penting adalah mengurangi sekresi asam lambung. Obat ini menghambat sekresi asam yang dirangsang histamin, gastrin, obat-obat kolinomimetik dan rangsangan vagal. Volume sekresi asam lambung dan konsentrasi pepsin juga berkurang. Simetidin, ranitidin dan famotidin kecil pengaruhnya terhadap fungsi otot polos lambung dan tekanan sfingter esofagus yang lebih bawah (Katzung, 2012). Pengobatan dengan ranitidin digunakan dosis 150 300 mg secara IV 2 kali sehari menjelang tidur (Glaxo Smith Kline, 2015). Dari latar belakang tersebut peran seorang farmasis sangat penting dalam membantu para rekan sejawat medis dalam menjalankan terapi ranitidin, dengan target terapi penurunan penyakit sirosis hati. Dengan alasan tersebut, maka dilakukan sebuah penelitian yang berjudul pola penggunaan ranitidin terhadap pasien sirosis hati di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo. Untuk mengetahui pola penggunaan ranitidin pada pasien sirosis hati, yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo, demi meningkatkan pelayanan rumah sakit dan berguna untuk klinis. 6

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka yang akan diangkat sebagai permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimana pola penggunaan ranitidin terhadap pasien sirosis hati di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola penggunaan ranitidin terhadap pasien sirosis hati di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo yang meliputi: data pasien, nama obat, waktu penggunaan obat, dan data laboratorium. 1.4. Manfaat Penelitian 1 Penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola penggunaan obat ranitidin pada pasien sirosis hati sehingga dimanfaatkan sebagai sarana evaluasi dan pengawasan penggunaan obat pada pasien. 2 Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya Drug Related Problem (DRP) terkait dengan pemberian ranitidin pada pasien sirosis hati rawat inap di RSUD Kabupaten Sidoarjo. 3 Sebagai sumbangan pengetahuan dan pemikiran kepada para farmasis dalam upaya meningkatkan perannya dalam Pharmaceutical Care. 7