PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN NAMA NAMA JALAN DI WILAYAH KOTA SERANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

P E R A T U R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENAMAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MEHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG DENDA PEMAKAIAN JALAN BUKAN UNTUK KEPERLUAN LALU LINTAS DALAM KOTA PANGKALPINANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN GEDUNG PEMERINTAH DAERAH

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN DAN FASILITAS UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PEDAGANG KAKI LIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2008

P E R A T U R A N D A E R A H

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sektor telah mendorong peningkatan arus mobilisasi ekonomi dan sosial yang memerlukan prasarana fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar pemanfaatannya lebih berdaya guna dan berhasil guna; b. bahwa upaya pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaan dan perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan terganggunya ruang pengawasan jalan serta posisinya kurang menjamin pengembangan pembangunan jalan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Garis Sempadan Jalan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 1

Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4737); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Selayar Menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4889); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 21 Tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2006 Nomor 21); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 5 Tahun 2007 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2007 Nomor 5); 16. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2008 Nomor 2); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2008 Nomor 3); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR dan BUPATI KEPULAUAN SELAYAR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 3

1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Selayar; 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah SKPD yang menangani fungsi pengawasan jalan; 5. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Kepala SKPD adalah Kepala SKPD yang menangani fungsi pengawasan jalan; 6. Garis Sempadan Jalan adalah Garis Sempadan Jalan Kabupaten, Jalan Desa dan Jalan Lingkungan ; 7. Garis Sempadan Jalan Kabupaten, Jalan Desa dan Jalan Lingkungan adalah Garis batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar di kanan dan di kiri jalan pada ruang pengawasan ruas Jalan Kabupaten, Jalan Desa dan Jalan Lingkungan; 8. Penyelenggaraan Jalan adalah Kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya; 9. Penyelenggara Jalan adalah Pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya; 10. Jalan adalah Prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel; 11. Jalan Umum adalah Jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum; 12. Jalan Kabupaten adalah Jalan yang menghubungkan antara ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan atau jalan antara ibukota kecamatan dengan ibukota kecamatan lainnya; 13. Jalan Desa adalah Jalan yang menghubungkan antara ibukota kecamatan dengan ibukota Desa atau antara ibukota Desa dengan ibukota Desa lainnya; 14. Jalan Lingkungan adalah Jalan yang menghubungkan antara ibukota Desa ke kawasan permukiman atau jalan yang menghubungkan antara kawasan permukiman yang satu dengan kawasan permukiman lainnya; 15. Ruang Jalan adalah meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, ruang pengawasan jalan denga batasan vertikal ke atas, horizontal dan vertikal ke bawah; 16. Ruang Manfaat Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang 4

ditetapkan oleh penyeleggara jalan dan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya; 17. Ruang Milik Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran jalan merupakan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan; 18. Ruang Pengawasan Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan diperuntukkan bagi jarak pandang pengguna jalan dan pengamanan konstruksi jalan; 19. Ruang Sempadan Jalan adalah Ruang antara garis sempadan jalan dari tepi badan jalan paling rendah; 20. Bangunan-Bangunan adalah Ruang, rupa, perawakan, wujud (bangunan arsitektur) dan diantaranya terdapat sesuatu yang didirikan (rumah, gedung, jembatan dan sebagainya); BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 2 (1) Maksud dan tujuan ditetapkannya pengaturan garis sempadan jalan adalah untuk tetap tercapainya kelestarian fisik jalan dan fungsi jalan serta dalam rangka menunjang terciptanya lingkungan yang serasi, seimbang, tertib dan teratur serta merupakan upaya-upaya pengamanan dan penertiban dalam pemanfaatan jalan dari kegiatan mendirikan bangunan-bangunan di atas persil/tanah di pinggir jalan. (2) Manfaat penerapan ketentuan garis sempadan jalan adalah guna menjamin fungsi ruang pengawasan jalan dari gangguan keberadaan bangunanbangunan yang dapat menghalangi jarak pandang pengguna jalan, di samping untuk terciptanya bangunan-bangunan yang teratur serta pengamanan konstruksi jalan. BAB III FUNGSI DAN PERANAN GARIS SEMPADAN JALAN DAN RUANG JALAN Pasal 3 5

(1) Fungsi Garis Sempadan Jalan adalah untuk melindungi Ruang Pengawasan Jalan dari Bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan. (2) Peranan Garis Sempadan Jalan adalah untuk menentukan sampai batas tertentu para pemilik tanah (persil) yang berada pada ruang pengawasan jalan dapat menggunakan haknya untuk mendirikan bangunan-bangunan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 4 (1) Fungsi Ruang Jalan adalah untuk mengawasi, melindungi dan membatasi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan dari bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan; (2) Peranan Ruang Jalan yang meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan adalah untuk kepentingan pelayanan dan kenyamanan arus lalu lintas umum dan masyarakat pengguna ruang jalan. BAB IV JARAK GARIS DAN RUANG SEMPADAN JALAN Pasal 5 (1) Jarak Garis Sempadan Jalan yang harus dipedomani oleh perorangan, Badan Hukum, Badan Usaha, Badan Sosial dan Dinas/Instansi penerbit Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perencana bangunan-bangunan maupun pemilik bangunan adalah sebagai berikut : a. Jalan Kabupaten 1,5 meter; b. Jalan Desa 1 meter; c. Jalan lingkungan 0,75 meter; (2) Penetapan Garis Sempadan Jalan ditetapkan oleh penyelenggara jalan sebagai batas luar daerah pengawasan jalan, yang diukur dari batas tepi badan jalan terendah. Pasal 6 (1) Ruang Sempadan Jalan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat /instansi/ lembaga/badan setelah mendapat izin dari penyelenggara jalan. (2) Tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB V WEWENANG PENANGANAN Pasal 7 6

(1) Ruas jalan kabupaten, jalan desa dan jalan lingkungan ditetapkan oleh Bupati, serta pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan ruang jalan dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (2) Penetapan lebar jalan untuk masing-masing ruas jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Bupati BAB VI PEMBINAAN, PEMANFAATAN DAN PENGAWASAN Pasal 8 (1) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan pelaksanaan ketentuanketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati. (2) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara teknis dilaksanakan oleh SKPD. BAB VII LARANGAN Pasal 9 Setiap orang atau Badan Hukum dilarang menempatkan, mendirikan dan merenovasi sesuatu bangunan dan atau pagar pekarangan, baik secara keseluruhan atau sebagian dengan jarak kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Daerah ini. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 10 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam penyelenggaraan jalan. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. menerima, mencari dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan; c. meminta keterangan dan bahan bukti orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana tersebut; 7

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 11 (1) Setiap orang atau Badan Hukum yang melanggar ketentuan Pasal 5, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimaa dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 12 Bangunan di atas persil tanah masyarakat yang telah berdiri dan memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan sebelum Peraturan Daerah ini diberlakukan, dikecualikan dari Peraturan Daerah ini. BAB XI 8

KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 14 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Ditetapkan di Benteng pada tanggal 15 April 2009 BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Ttd H. SYAHRIR WAHAB Diundangkan di Benteng pada tanggal 15 April 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR, ttd H. ZUBAIR SUYUTHI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2009 NOMOR 8 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG 9

GARIS SEMPADAN JALAN I. UMUM Dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sektor telah mendorong peningkatan arus mobilisasi ekonomi dan sosial yang memerlukan prasarana fisik jalan yang memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar pemanfaatannya lebih berdayaguna dan berhasilguna. Upaya pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaan dan perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan terganggunya pengembangan pembangunan jalan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 ayat (1) huruf a : Jarak 1,5 meter diukur dari batas tepi badan jalan terendah ayat (1) huruf b : Jarak 1 meter diukur dari batas tepi badan jalan terendah. ayat (1) huruf c : Jarak 0,75 meter diukur dari batas tepi badan jalan terendah. Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 10

Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 11

Untuk mendukung penyelenggaraan Otonomi Desa diperlukan sumber pembiayaan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah menganggap perlu memberikan bantuan dana kepada desa dalam bentuk Alokasi Dana Desa yang tujuan pokoknya antara lain : a. memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian desa. b. menciptakan sistem pembiayaan desa yang adil, proporsional, rasional transparan, partisipatif, bertanggungjawab dan pasti. c. menjadi acuan dalam alokasi penerimaan daerah bagi desa. d. menjadi pedoman pokok tentang keuangan desa. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 : Cukup jelas : Cukup jelas Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 12

Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 : Cukup jelas : Cukup jelas : Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sektor telah mendorong peningkatan arus mobilisasi ekonomi dan sosial yang memerlukan prasarana fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar pemanfaatannya lebih berdaya guna dan berhasil guna; b. bahwa upaya pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaan dan perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan 13

terganggunya ruang pengawasan jalan serta posisinya kurang menjamin pengembangan pembangunan jalan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas, maka perlu dibentuk Peraturan Daerah tentang Garis Sempadan Jalan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan Undang- 14

Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15

16. Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4655); 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 20. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Selayar sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2003 Nomor 9); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELAYAR dan BUPATI SELAYAR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Selayar. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 3. Bupati adalah Bupati Selayar. 4. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Selayar 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Selayar 16

6. Garis Sempadan Jalan adalah garis batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar di kanan dan kiri jalan pada ruang pengawasan jalan. 7. Garis Sempadan adalah Garis Sempadan Jalan Kabupaten. 8. Garis Sempadan Jalan Kabupaten adalah garis batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar di kanan dan kiri jalan pada ruang pengawasan ruas jalan kabupaten. 9. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. 10. Penyelenggara Jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya. 11. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 12. Jaringan Jalan Primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat Kabupaten. 13. Jaringan Jalan Sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. 14. Jalan Arteri adalah merupakan jalan yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdayaguna. 15. Jalan Kolektor adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 16. Jalan kolektor Primer adalah jalan umum yang menghubungkan secara berdayaguna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antara pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal; 17. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasa sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga; 18. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi; 19. Jalan Lokal Primer adalah jalan umum yang menghubungkan secara berdayaguna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan 17

dengan pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antara pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar pusat kegiatan lingkungan; 20. Jalan Lokal Sekunder adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan; 21. Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah; 22. Jalan Lingkungan primer adalah jalan umum yang menghubungkan antara pusat kegiatan di dalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan pedesaan; 23. Jalan Lingkungan sekunder adalah jalan umum yang menghubungkan antar versi/dalam kawasan perkotaan; 24. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 25. Jalan Nasional adalah merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 26. Jalan Provinsi adalah merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. 27. Jalan Kabupaten adalah merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten; 28. Ruang Jalan adalah meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, ruang pengawasan jalan dengan batasan vertikal ke atas, horizontal dan vertikal ke bawah. 29. Ruang Manfaat Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. 18

30. Ruang Milik Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, dan pelebaran jalan merupakan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. 31. Ruang Pengawasan Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan diperuntukkan bagi jarak pandang pengguna jalan dan pengamanan konstruksi jalan. 32. Ruang Sempadan Jalan adalah ruang antara garis sempadan jalan dan tepi badan jalan paling rendah. 33. Bangunan-bangunan adalah ruang, rupa, perawakan, wujud (bangunan arsitektur) dan diantaranya terdapat sesuatu yang didirikan (rumah, gedung, jembatan dan sebagainya). 34. Fungsi Garis Sempadan Jalan adalah untuk melindungi Ruang Pengawasan Jalan dan Bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan. 35. Peranan Garis Sempadan Jalan adalah untuk menentukan sampai batas tertentu para pemilik tanah (persil) yang berada pada ruang pengawasan jalan dapat menggunakan haknya untuk mendirikan bangunan-bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 36. Fungsi ruang jalan adalah untuk mengawasi, melindungi dan membatasi ruang Manfaat Jalan, Ruang Milik Jalan dan Ruang Pengawasan Jalan dari bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan. 37. Peranan ruang yang meliputi Ruang Manfaat Jalan, Ruang Milik Jalan dan Ruang Pengawasan Jalan adalah untuk kepentingan pelayanan dan kenyamanan arus lalu lintas umum dan masyarakat pengguna ruang jalan. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 2 (1) Maksud dan tujuan ditetapkannya pengaturan garis sempadan jalan adalah untuk tetap tercapainya kelestarian fisik jalan dan fungsi jalan serta dalam rangka menunjang terciptanya lingkungan yang serasi, seimbang, tertib dan teratur serta merupakan upaya-upaya pengamanan dan penertiban dalam pemanfaatan jalan dari kegiatan mendirikan bangunan-bangunan di atas persil/tanah di pinggir jalan. 19

(2) Manfaat penerapan ketentuan garis sempadan jalan adalah guna menjamin fungsi Ruang Pengawasan Jalan dari gangguan keberadaan bangunanbangunan yang dapat menghalangi jarak pandang pengguna jalan, di samping untuk terciptanya bangunan-bangunan yang teratur serta pengamanan konstruksi jalan. BAB III JARAK GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 3 (1) Jarak Garis Sempadan Jalan yang harus dipedomani oleh Perorangan, Badan Hukum, Badan Usaha, Badan Sosial dan Dinas/Instansi Penerbit Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perencana bangunan-bangunan maupun pemilik bangunan adalah sebagai berikut : a. Jalan kolektor primer 10 meter; b. Jalan kolektor sekunder 5 meter c. Jalan lokal primer 7 meter d. Jalan lokal sekunder 3 meter e. Jalan lingkungan primer 5 meter f. Jalan lingkungan sekunder 2 meter g. Jembatan 100 meter ke arah hilir atau hulu; (2) Penetapan Garis Sempadan Jalan ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan sebagai batas luar daerah pengawasan jalan, yang diukur dari batas tepi badan jalan paling rendah. (3) Ruang Sempadan Jalan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat/instansi/lembaga/ badan setelah mendapat izin dari penyelenggara jalan. (4) Tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat 4, ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB IV WEWENANG PENANGANAN Pasal 4 Ruas-ruas Jalan Kabupaten ditetapkan oleh Gubernur, tetapi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan ruang jalan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten. BAB V PEMBINAAN, PEMANFAATAN DAN PENGAWASAN Pasal 5 20

(1) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan pelaksanaan ketentuanketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati. (2) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara teknis dilaksanakan oleh dinas teknis terkait. BAB VI L A R A N G A N Pasal 6 Setiap orang perorangan, Badan Hukum, Badan Usaha dan Badan Sosial dilarang menempatkan, mendirikan dan merenovasi sesuatu bangunan dan atau pagar pekarangan, baik secara keseluruhan atau sebagian dengan jarak kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Peraturan Daerah ini. PENYIDIKAN BAB VII Pasal 7 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Selayar, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang sempadan jalan. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang sempadan jalan, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang sempadan jalan; c. Menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang sempadan jalan; d. Memeriksa buku buku, catatan catatan dan dokumen dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang sempadan jalan; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan pembukuan, pencatatan dan dokumen dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang sempadan jalan; g. Menyuruh berhenti, dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; 21

h. Mencatat seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang sempadan jalan; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang sempadan jalan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 8 (1) Pelanggaran atas ketentuan dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran. Pasal 9 Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, tindak pidana yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 Bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah berdiri dan memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan serta tanah milik masyarakat sebelum Peraturan Daerah ini diberlakukan dikecualikan pada Peraturan Daerah ini. Pasal 11 BAB X KETENTUAN PENUTUP Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. 22

Pasal 12 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Selayar. Ditetapkan di pada tanggal Benteng BUPATI SELAYAR, H. SYAHRIR WAHAB Diundangkan di Benteng pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SELAYAR, H. ZUBAIR SUYUTHI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR TAHUN 2007 NOMOR PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN 23

I. UMUM Dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sektor telah mendorong peningkatan arus mobilisasi ekonomi dan sosial yang memerlukan prasarana fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar pemanfaatannya lebih berdaya guna dan berhasil guna. Upaya pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaan dan perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan terganggunya pengembangan pembangunan jalan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : cukup jelas Pasal 2 : cukup jelas Pasal 3 : cukup jelas Pasal 4 : cukup jelas Pasal 5 : cukup jelas Pasal 6 : cukup jelas Pasal 7 : cukup jelas Pasal 8 : cukup jelas Pasal 9 : cukup jelas Pasal 10 : cukup jelas Pasal 11 : cukup jelas Pasal 12 : cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 24

25