I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. penyidik maupun pemeriksaan di sidang pengadilan oleh hakim. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam

I. PENDAHULUAN. formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara khusus banyak diatur di peraturan perundang-undangan yang mencantumkan ketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia, diatur secara umum di dalam Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (Selanjutnya disebut KUHAP), dan secara khusus ada yang diatur di Undang-undang yang mencantumkan ketentuan pidana serta memberikan pedoman dalam proses peradilan bagaimana seharusnya peradilan itu dilaksanakan oleh aparat hukum yang dimulai dari polisi, jaksa, dan hakim serta penasihat hukum maupun oleh petugas pemasyarakatan dan pencari keadilan yaitu terdakwa bahkan korban maupun masyarakat. 1 Berdasarkan pada kedua aturan hukum positif di atas, penegakan hukum pidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara diferensiasi fungsional dan Intregated Criminal Justice System. Karena pada strukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditangani lembaga yang berdiri sendiri secara terpisah 1 Kadri Husin, Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Lembaga Penelitian Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2012, hlm 3

2 dan mempunyai tugas serta wewenangnya masing-masing. Misalnya penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh kepolisian, penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, dan pemeriksaan persidangan beserta putusan menjadi tanggung jawab dari hakim yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung. Hal tersebut yang menjadi sebab Indonesia dikatakan menganut sistem diferensiasi fungsional. KUHAP sebagai induk hukum acara pidana Indonesia sendiri secara eksplisit menyatakan bahwa Indonesia menganut kedua asas tersebut, yakni bisa kita temukan dalam ketentuan penjelasan umum, angka 3 huruf c dan angka 3 huruf e. Walaupun terkesan mencampur adukkan, namun penerapan kedua asas ini secara bersamaan sebenarnya merupakan hal yang bisa ditoleransi, hal ini dikarenakan adanya perbedaan tugas dari tiap aparat penegak hukum. Sebenarnya dapat terlihat jelas bahwa meskipun KUHAP menerapkan kedua asas tersebut, namun pada praktiknya tetap lebih condong kepada asas praduga tak bersalah atau Presumption of Innocence. Hal ini juga disebabkan karena penegakan hukum pidana pada era KUHAP, lebih menitik beratkan pada perlindungan hak asasi warga negara, dari kesewenang-wenangan negara yang mana juga didukung oleh aturan dalam Penjelasan Umum KUHAP, yakni pada angka 3 huruf c. Tujuan diadakannya suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan sesuatu yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan dan mengakhiri perkara.

3 Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.157/Pid.B/2014/PN.TK menyatakan terdakwa Rusmini Binti Rubimin terbukti melanggar Pasal 378 KUHP yaitu tindak pidana penipuan. Rusmini dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Rusmini merupakan salah satu anggota Kepolisian Wanita di Bandar Lampung telah terbukti melakukan tindak pidana penipuan sebesar 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) yang korban nya adalah Zainudin. Awal nya Rusmini datang kerumah Zainudin bersama temannya yaitu saksi Desi dan Centia untuk meminjam uang sebesar 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah). Zainudin dan terdakwa sudah saling kenal dan juga suami terdakwa masih satu kampung dan Rusmini meminjam uang kepada Zainudin sebesar Rp 100.000.000,-(Seratus Juta Rupiah) dengan alasan untuk modal usaha untuk membeli solar dan pupuk. Rusmini meyakinkan korban, dengan cara membuat surat tanda terima yang isinya terdakwa berjanji akan mengembalikan uang milik korban pada tanggal 26 April 2013, Rusmini mengatakan kepada Zainudin bahwa keuntungan jual solar dan pupuk itu nanti akan Rusmini berikan kepada Zainudin sebesar 10 persen. Karena Zainudin merasa percaya, atas apa-apa yang dikatakan, lalu dirinya meminjamkan kepada terdakwa sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah). Keuntungan yang dijanjikan oleh Rusmini dan uang yang dipinjam oleh Rusmini kepada Zainudin ternyata tidak dikembalikan. Maka pada tanggal 9 Mei 2013 Zainudin menagih uang miliknya Rusmini, dan Rusmini mengatakan kepada Zainudin akan mengembalikan uang tersebut pada tanggal 17 Mei 2013. Karena untuk memastikan apakah benar terdakwa mempunyai usaha dibidang pupuk dan solar, maka Zainudin menemui terdakwa. Namun ketika ditemui ternyata

4 terdakwa tidak mempunyai usaha tersebut dan terdakwa mengalihkan pengakuan dengan mengatakan, jika dirinya memiliki usaha lain yang tidak bisa terdakwa perlihatkan kepada Zainudin. Karena terdakwa tidak juga mengembalikan uang milik korban, maka saksi Zainudin mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp 100 juta. Akibat perbuatan terdakwa, lalu Zainudin melaporkan perbuatan terdakwa kepada pihak yang berwajib untuk diproses lebih lanjut. Praktik penegakan hukum terdapat perbedaan implikasi apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan, pertama adalah permasalahan tersebut merupakan wanprestasi, sedangkan yang kedua menyatakan bahwa persoalan tersebut merupakan penipuan, yang pertama mendasarkan pada suatu argumentasi bahwa tidak dipenuhinya prestasi dilandasi adanya perjanjian sehingga akibat hukumnya wanprestasi, dan pihak yang ingin memperjuangkan haknya yaitu dengan gugatan perdata. Sedangkan yang kedua, yang lebih penting untuk dicermati yaitu perihal sebelum para pihak menutup suatu perjanjian. Jika salah satu pihak mempunyai niat kepalsuan atau kebohongan sebelum perjanjian tersebut ditutup, maka tidak dipenuhinya suatu prestasi tetap dianggap sebagai penipuan, walupun perjanjian tersebut masih berlangsung. 2 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan bentuk skripsi yang berjudul Penerapan Prinsip Pembuktian dalam Perkara Pidana yang Bersifat Keperdataan (Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK) 2 Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan, Kencana Prenada Media Group, Surabaya, 2014, hlm 15

5 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : a. Bagaimanakah Penerapan Prinsip Pembuktian dalam Perkara Pidana yang Bersifat Keperdataan (Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK)? b. Apakah Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhan Pidana Penjara pada Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK? 2. Ruang Lingkup Untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini agar tidak terlalu meluas dan salah penafsiran maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian terhadap kajian hukum pidana dan hukum acara pidana, khususnya tentang Penerapan Prinsip Pembuktian dalam Perkara Pidana yang Bersifat Keperdataan (Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK). Adapun ruang lingkup kajian dalam penulisan ini adalah mengenai sistem pembuktian dalam perkara pidana dan mekanisme penjatuhan pidana yang dilakukan, penelitian ini dilakukan pada tahun 2015.

6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui dan memahami secara jelas mengenai penerapan prinsip pembuktian dalam perkara pidana yang bersifat keperdataan pada Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK. b. Mengetahui dan memahami dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK. 2. Kegunaan Penelitian Bertitik tolak dari tujuan penelitian atau penulisan skripsi itu sendiri, penelitian ini mempunyai dua kegunaan yaitu dari sisi teoritis dan praktis, adapun kegunaan keduanya dalam penelitian ini adalah : a. Kegunaan Teoritis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperluas cakrawala serta dapat menjadi bahan referensi dan dapat memberikan masukan-masukan disamping undangundang dan peraturan perundang-undangan terkait bagi penegak hukum, lembaga permasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan serta masyarakat umumnya atas hasil analisis Penerapan Prinsip Pembuktian dalam Perkara Pidana yang Bersifat Keperdataan (Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK).

7 b. Kegunaan Praktis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis dan rujukan bagi penegak hukum, masyarakat, dan pihak-pihak terkait dalam menangani permasalahan tindak pidana pencurian, selain itu sebagai informasi dan pengembangan teori dan tambahan kepustakaan bagi praktisi maupun akademisi. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 3 Penegakan hukum pidana merupakan tugas komponen-komponen aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga ketertiban masyarakat. Sistem peradilan pidana dapat dikaji melalui tiga pendekatan, yaitu : a. Pendekatan normatif, memandang komponen-komponen aparatur penegak hukum dalam sistem peradilan pidana merupakan institusi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang beraku, sehingga komponen-komponen ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum. b. Pendekatan administrasi, memandang komponen-komponen aparatur penegak hukum sebagai suatu management yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horisontal maupun hubungan yang bersifat vertikal sesuai struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. 3 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1986,hlm 124.

8 c. Pendekatan sosial, memandang memandang komponen-komponen aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial, hal ini memberi pengertian bahwa seluruh masyarakat ikut bertanggungjawab atas keberhasilan atau tidak terlaksananya tugas dari komponen-komponen aparatur penegak hukum tersebut. 4 Sistem pembuktian perkara pidana diatur dalam Pasal 183 KUHAP yang menentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada orang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya. Alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal mungkin dapat menjamin tegaknya kebenaran sejati serta tegaknya keadilan dan kepastian hukum, dari penjelasan Pasal 183 KUHAP pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegak hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif demi tegaknya keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum. 5 Adapun jenis- jenis sistem pembuktian menurut KUHP adalah sebagai berikut : a) Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata (Conviction In Time) Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian "keyakinan" hakim semata, jadi bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada, sekalipun alat 4 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice, System Perspektif, Eksistensialisme, dan Abolisinisme), Alumni, Bandung, 1996, hlm 17. 5 M. Yahya Harahap, Pembahasan Pemarsalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm 259.

9 bukti sudah cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah, akibatnya dalam memutuskan perkara hakim menjadi subyektif sekali. 6 b) Sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction In Raisone) Sistem pembuktian Conviction In Ralsone masih juga mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan, meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undangundang tetapi hakim bisa menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang, sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas. 7 c) Teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (Positive Wettelijk Bewijs Theorie) Sistem atau teori pembuktian ini juga sering disebut dengan teori pembuktian formal (formele bewijstheorie), teori pembuktian ini dikatakan secara positif karena didasarkan kepada alat-alat pembuktian yang berupa undang-undang atau peraturan tertulis yang artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti tersebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim sudah tidak diperlukan lagi. Walau hakim tidak yakin dengan kesalahan terdakwa tetapi perbuatannya sudah memenuhi syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang maka sudah cukup untuk menentukan kesalahan terdakwa. 8 d) Teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (Negatief wettelijk) Sistem pembuktian negatif ini merupakan gabungan dari sistem pembuktian menurut undang-undang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in time yang kemudian menimbulkan rumusan salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen yaitu : a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang; 6 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Ghana Indonesia, 1985, hlm 241 7 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata, Citra Aditya, Bandung, 2006 hlm 56 8 M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm 257

10 b. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dengan demikian, sistem ini memadukan unsur obyektif dan subyektif dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan di antara kedua unsur tersebu. Jika salah satu diantara dua unsur itu tidak ada, tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa. 9 Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut 10 : a. Teori Keseimbangan Yang dimaksud keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syaratsyarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa, dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan tergugat; b. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukum yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh intuisi daripada pengetahuan hakim; c. Teori Pendekatan Keilmuan Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputusnya; d. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya, karena dengan pengalaman tersebut, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana 9 M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm 279 10 Ahmad Rifai,Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,Jakarta,2010,hlm 105-112.

11 dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat; e. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang relevan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangn hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara f. Teori Kebijaksanaan Teori ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya, sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat jera, sebagai upaya preventif agar masyarakat tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya, mempersiap mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut. 2. Konseptual Kerangka konseptual adalah merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti atau di inginkan. 11 Kerangka konseptual yang diketengahkan akan dibatasi pada konsepsi pemakaian istilah-istilah dalam penulisan ini yaitu Penerapan Prinsip Pembuktian dalam Perkara Pidana yang Bersifat Keperdataan (Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK).Adapun pengertian dari istilah tersebut adalah : a. Penerapan adalah pemakaian suatu cara atau metode atau suatu teori atau sistem. 12 11 Soerjono Soekanto, Op.Cit,hlm 132.

12 b. Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berikir atau bertindak. 13 c. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa. 14 E. Sistematika Penulisan Guna mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan penulisan sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan skripsi, permasalahan dan ruang lingkup penulisan skripsi, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab tinjauan pustaka sebagai pengantar dalam memahami pengertianpengertian umum tentang pokok-pokok bahasan yang merupakan tinjauan yang 12 Kamus Besar Bahasa Indonesia.web.id diakses pada tanggal 14 April 2015 13 Wikipedia.org diakses pada tanggal 21 Oktober 2015 14 M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm 252.

13 besifat teoritis yang nantinya akan dipergunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori dan praktek III. METODE PENELITIAN Merupakan bab yang memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah serta uraian tentang sumber-sumber data, pengolahan data dan analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Merupakan jawaban atas pembahasan dari pokok masalah yang akan dibahas yaitu Penerapan Prinsip Pembuktian dalam Perkara Pidana yang Bersifat Keperdataan (Perkara Nomor 157/Pid.B/2014/PN.TK). V. PENUTUP Bab ini merupakan hasil dari pokok permasalahan yang diteliti yaitu merupakan kesimpulan dan saran-saran dari penulis yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.