PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

REKOMENDASI SEGERA. Nomor : KNKT/ 001/7/XII/REK.KJ/13

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

PAPARANPENJAGAAN PERLINTASAN SEBIDANG DALAM RANGKA BINTEK KESELAMATAN PERLINTASAN DANG DI WILAYAH BREGASLANG

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian teknologi yang terdapat dalam sistem perkereta apian. Perlintasan kereta api di bagi dalam dua macam, yaitu perlintasan

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

Peneliti / Perekayasa : Dra. Siti Rahayu Arif Anwar, S.T., M.Sc. Ir. Kusmanto Sirait, MBA-T. Ir. Bahal M.L. Gaol Fadjar Lestari, SAP.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. kereta api, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang penyebab kecelakaan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survai Pendahuluan (Observasi) Pengumpulan Data

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

pemasangannya. Hal tersebut telah dicantumkan dalam ketentuan Pasal 25 ayat ketentuan Undang-Undang tersebut berisi tentang bagaimana aturan dan tata

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 hingga 2011, total kecelakaan Kereta Api mencapai 757 kasus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN FLY OVER PERLINTASAN JALAN RAYA DAN JALAN REL DI BENDAN PEKALONGAN

BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Survei. 1. Kelengkapan Infrastruktur Perlintasan Sebidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB III METODOLOGI III - 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

Kata kunci : Jalan Sorowajan Baru, Inspeksi Keselamatan, Perlintasan Sebidang, Geometrik jalan, dan Metode Pavement Condition Index

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas maka penggunaan moda kereta api masih dapat menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API Se- JAWA TENGAH Tim Peneliti Balitbang Prov. Jateng Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp. 0243540025 RINGKASAN Pendahuluan Kereta api merupakan salah satu moda angkutan massal yang sangat diminati oleh masyarakat. Jaringan jalan rel antar kota, terutama di Pulau Jawa, sangat mendukung keberadaan kereta api sebagai salah satu jenis angkutan yang efektif dan efisien. Dengan kereta api orang dapat bergerak dengan mudah dari satu kota ke kota lain di Pulau Jawa, bahkan di kota besar seperti di Jakarta, Semarang, dan kota lainnya kereta api menjadi andalan bagi penduduk di wilayah hiterland sebagai kereta komuter. Kereta api juga diperlukan untuk mengangkut pupuk, bahan bakar minyak, hewan ternak dan barangbarang lainnya. Saat ini, angkutan kereta api di Indonesia masih diselenggarakan oleh operator tunggal, yakni PT. Kereta Api. Dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna kereta api, maka PT Kereta Api dituntut untuk lebih meningkatkan keselamatan, ketepatan waktu, kemudahan pelayanan dan kenyamanan. Gangguan terhadap penumpang maupun barang yang diangkut kereta api sangat mempengaruhi kredibilitas operator. Gangguan perjalanan kereta api dapat disebabkan kereta api keluar dari rel maupun kecelakaan pada pintu perlintasan sebidang, yaitu kecelakaan antara kecelakaan kereta api dengan kendaraan yang melalui jalan umum yang melintasi rel kereta api. Jika dicermati, jumlah kecelakaan pada perlintasan sebidang di Provinsi Jawa Tengah cukup signifikan untuk menjadi perhatian dan dicarikan solusinya, Kecelakaan pada perlintasan sebidang di wilayah Daerah Operasi (DAOP) IV Semarang dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 rata-rata terjadi 13 kali kecelakaan per tahun yang

melibatkan kereta api dengan kendaraan umum/pribadi, dan sepeda motor. Sedangkan di wilayah Daerah Operasi (DAOP) V Purwokerto terjadi rata-rata 5 kali kecelakaan per tahun, juga melibatkan kereta api dan kendaraan umum. Kecelakaan terjadi baik di perlintasan yang dijaga maupun tidak dijaga. Permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya Kecelakaan yang terjadi pada perlintasan kereta api antara kereta api dengan pengguna jalan umum pada beberapa tahun terakhir cukup signifikan untuk menjadi perhatian bersama antar institusi terkait. Dari data yang ada diperoleh gambaran, bahwa jumlah korban jiwa akibat kecelakaan kereta api dengan kendaraan dan pejalan kaki yang melintas di persimpangan sebidang di wilayah Provinsi Jawa Tengah cukup besar. Maksud diadakannya kegiatan penelitian tentang keselamatan dan keamanan di lintasan kereta api se Jawa Tengah ini adalah untuk mengetahui tingkat keselamatan dan keamanan pengguna perlintasan kereta api di 23 wilayah Kabupaten/Kota se Jawa Tengah. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tingkat keselamatan dan keamanan di perlintasan kereta api serta mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur keselamatan dan keamanan di perlintasan kereta api di 23 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Hasil dan Pembahasan Secara sederhana kerangka pikir untuk Penelitian Tentang Keselamatan dan Keamanan di Lintasan Kereta Api se Jawa Tengah dikembalikan berdasarkan pemikiran pada dasarnya perlintasan tidak sebidang. Namun karena tidak memungkinkan untuk membuat pintu perlintasan menjadi tidak sebidang di seluruh perlintasan, karena mahalnya biaya yang dibutuhkan, maka memberikan toleransi untuk dibuat perlintasan sebidang. Pintu perlintasan sebidang ini dikategorikan dengan pintu perlintasan dan tanpa pintu perlintasan.

Banyaknya pintu perlintasan sebidang yang ada, menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Bertolak dari kondisi itu penelitian ini dilakukan sebagai landasan pemikiran Penelitian Tentang Keselamatan dan Keamanan di Lintasan Kereta Api Se Jawa Tengah. Untuk menyikapi penelitian ini menyimpang dari tujuan dan sesuai dengan hasil atau keluaran yang diinginkan, maka perlu sebuah kerangka pikir/alur pikir sebagai rangkaian pemikiran yang merupakan bagian dari input dan proses dari penelitian ini. Kerangka pemikiran tersebut diberikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di lapangan di dapat jumlah perlintasan sebidang baik resmi dijaga, resmi tak dijaga dan tidak resmi untuk masing-masing Daerah Operasi sebagai berikut: Jumlah perlintasan sebidang Se Jawa Tengah hasil survei NO JUMLAH STATUS PERLINTASAN DAOP DAOP DAOP DAOP III IV V VI TOTAL 1 RESMI DIJAGA 8 71 53 64 196 2 RESMI TAK DIJAGA 23 180 50 46 299 3 TIDAK RESMI 11 245 177 108 541 TOTAL KESELURUHAN 1036 Sumber: survey (2007) Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah perlintasan tidak resmi lebih banyak daripada perlintasan resmi yang ada, terutama di wilayah Daop IV Semarang. Dari analisis data didapat perbedaan data jumlah perlintasan tidak resmi di Daop IV Semarang, pada data sekunder yang di dapat dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah dan PT. KA Daop IV Semarang, jumlah perlintasan tidak resmi adalah sebanyak 59 perlintasan namun dari hasil survei primer yang dilakukan langsung di lapangan menunjukkan bahwa jumlah perlintasan tidak resmi di Daop IV Semarang saat ini mencapai 245 perlintasan Data sekunder dari Daop V dan VI tidak mencantumkan

jumlah perlintasan tidak resmi, padahal dari survei di lapangan menemukan banyak perlintasan tidak resmi di wilayah Daop V dan VI. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perlintasan sebidang di Jawa Tengah memiliki tingkat keamanan yang rendah, dilihat dari jumlah perlintasan dengan tingkat keamanan rendah yang sangat banyak, mencapai 398 buah. Sedangkan perlintasan dengan tingkat keamanan tinggi hanya terdapat 3 buah. Perlintasan dengan tingkat keamanan rendah mempunyai arti bahwa terdapat banyak kekurangan pada perlintasan tersebut, kekurangan tersebut antara lain rambu yang sangat minim, jarak pandang yang sangat tidak mencukupi karena berada di lingkungan yang sangat padat, jarak dari perlintasan sebelumnya terlalu dekat, dan kondisi geometrik perlintasan yang sangat buruk. Analisa permasalahan yang menjadi penyebab kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang 1. Perilaku pengguna jalan Rendahnya disiplin pengguna jalan (pengemudi) banyak sekali ragamnya. Salah satunya menerobos pintu perlintasan yang sedang bekerja disaat kereta api akan lewat. 2. Kondisi perlintasan sebidang yang kurang mendukung Kondisi perlintasan sebidang dan aspek geometri jalan juga akan berdampak pada kecelakaan di perlintasan sebidang 3. Penataan ruang Banyak tanah PT kereta api yang sudah dimanfaatkan oleh segelintir orang. Persoalan ini lebih rumit lagi sebagian sudah ada yang disewakan oleh oknum dan bahkan ada yang bersertifikat. Hal ini akan menimbulkan persoalan dikemudian hari di dalam melakukan penataan karena mengganggu keamanan pandangan melihat yang menjadi salah satu permasalahan keselamatan di perlintasan kereta api. 4. Faktor lain

kelalaian penjaga, kelelahan masinis, sistem, kurangnya fasilitas dan perlintasan sebidang tidak Kekurang-lengkapan fasilitas pada perlintasan sebidang misalnya rambu, marka, kelengkapan prasarana yang hilang akibat pencurian ataupun perusakan. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan 1. Jumlah perlintasan sebidang se Jawa Tengah hasil survei adalah sebanyak 1036 perlintasan dengan perincian sebagai berikut: NO JUMLAH STATUS PERLINTASAN DAOP DAOP DAOP DAOP III IV V VI TOTAL 1 RESMI DIJAGA 8 71 53 64 196 RESMI TAK 2 DIJAGA 23 180 50 46 299 3 TIDAK RESMI 11 245 177 108 541 TOTAL KESELURUHAN 1036 Jumlah terbanyak adalah perlintasan tidak resmi terutama pada wilayah Daop IV Semarang. 2. Terdapat peningkatan jumlah perlintasan tidak resmi yang terdapat di wilayah Daop IV, dapat dilihat dari perbedaan jumlah perlintasan tidak resmi pada data sekunder yang diperoleh dari PT. KA Daop IV Semarang dan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah dengan data primer yang didapat dari survei langsung di lapangan, jumlah perlintasan tidak resmi pada data sekunder sebanyak 59 perlintasan (Tabel 4.6) sedangkan dari hasil survei primer ditemukan 245 perlintasan (Tabel 5.1) 3. Dari hasil analisa penilaian terhadap perlintasan sebidang yang resmi se Jawa Tengah maka didapat hasil sebagai berikut:

NO TINGKAT KEAMANAN DAOP III JUMLAH DAOP IV DAOP V DAOP VI TOTAL 1 RENDAH 29 215 81 73 398 2 SEDANG 2 36 22 41 101 3 TINGGI - - 1 2 3 TOTAL 502 Hasil analisa ini menunjukkan bahwa perlintasan sebidang di Jawa Tengah banyak yang tidak memenuhi standart aturan perlintasan sebidang yang berlaku yaitu sesuai dengan Pedoman Teknis Perlintasan Antara Jalan dengan Jalur Kereta Api (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, 2005) hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah perlintasan yang memiliki tingkat keamanan rendah. 4. Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang antara lain: - Rendahnya disiplin pengguna jalan - Kontruksi di perlintasan yang kurang mendukung - Penataan ruang - Faktor lain Saran Rekomendasi tata ruang Dilihat dari sudut pandang penataan ruang, terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang adalah dampak konflik pemanfaatan ruang, yaitu antara kepentingan jalan rel dan jalan umum. Cara yang paling efektif untuk menghilangkan konflik adalah dengan membuat jalan rel tidak lagi bersinggungan dengan jalan umum. Ini bisa dicapai melalui pendekatan fisik yaitu dengan membuat flyover atau underpass untuk menggantikan perlintasan sebidang. Tentu saja ini tidak bisa sekaligus dilakukan tapi secara bertahap dengan prioritas perlintasan sebidang yang paling padat dan rawan kecelakaan.

Sementara itu, ketentuan yang melarang perlintasan sebidang dalam jarak kurang dari 800 meter harus ditegakkan. Akan tetapi, harus diingat bahwa konflik pemanfaatan lahan antara jalan rel dan jalan umum tidak bisa hanya dilihat secara mikro sebagai persoalan di lokasi perlintasan sebidang saja. Konflik pemanfaatan lahan di perlintasan sebidang hanyalah bagian dari persoalan yang lebih luas dan kompleks, yaitu ketidakserasian dan ketidakseimbangan pemanfaatan ruang yang muncul akibat pertumbuhan permukiman yang pesat dan tidak terkendali. Karena itu pertumbuhan kawasan-kawasan yang tumbuh pesat perlu diatur melalui satuan aturan, kelembagaan, dan prosedur berdasarkan kesepakatan semua pemangku kepentingan yang terkait sehingga tidak terjadi benturan kepentingankepentingan. Dalam hal ini upaya untuk mengatasi masalah di perlintasan sebidang tidak dilihat sebagai suatu upaya yang berdiri sendiri tapi merupakan bagian uipaya mengatasi persoalan-persoalan yang lebih luas. Rekomendasi sosial 1. Solusi dari aspek ketaatan mematuhi tata car berlalu lintas karena persoalannya adalah dari sisi pengendara kendaraan maka yang dibutuhkan adalah penegakkan aturan agar pihak pengemudi taat mengikuti tata cara berlalu lintas di perlintasan sebidang. Salah satunya, dengan penempatan pos polisi yang dekat dengan perlintasan sebidang dengan wilayah sekitarnya padat penduduk dan atau menjadi pusat aktifitas 2. Solusi aspek kemacetan lalu lintas mencakup beberapa pihak seperti pemerintah, pemerintah daerah, Kepolisian RI dan manajemen kereta api untuk membahas dan bertanggung bersama perihal problem yang ditimbulkan dan ada di sekitar perlintasan sebidang. 3. Solusi dari aspek Perkembangan Masyarakat Sekitar: mencakup dua sisi. Pertama, melakukan dialog dan sosialisasi perihal perlintasan sebidang dan kerugian bila

masyarakat sekitar mengabaikan aturan yang ada. Kedua, dari sisi pemerintah daerah. Seharusnya mengkaji ulang aturan tata ruang kota/kabupaten agar menghindarkan kebijakan yang memberikan kesempatan bagi pengembangan permukiman dan aktifitas perekonomian yang berada di sisi dan atau dekat dengan perlintasan sebidang. 4. diperlukan ruang dialog dan sosialisasi kepada masyarakat perihal perlintasan sebidang dari sisi kecelakan apabila tidak dipatuhinya tata cara berlalu lintas serta dilakukan usaha penggalian model partisipasi masyarakat yang kaitan dengan perlintasan sebidang. seperti misal, pengadaan pos ronda pemukiman padat yang dekat dengan perlintasan sebidang. 5. Solusi aspek penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas, karena kaitan dengan status jalan maka koordinasi dan tanggung jawb penyelenggaran manajemen dan rekayasa lalu litas perlu diperhatikan secara serius. Rekomendasi Teknis 1. Perbaikan pintu perlintasan Upaya melakukan perbaikan pintu perlintasan harus terus dilakukan oleh pemerintah. Perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah baik dalam upaya perbaikan fasilitas/prasarana yang rusak juga dilakukan peningkatan fasilitas yang ada di perlintasan. Hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan perlintasan dengan tingkat keamanan rendah menjadi perlintasan dengan tingkat keamanan sedang. Peningkatan yang dikembangkan baik meningkatkan perlintasan tidak berpalang pintu ditingkatan dengan perlintasan berpalang pintu, penambahan rambu dan marka, ada juga yang diberikan tanda peringatan dengan suara otomatis early warning system seperti yang sudah ada di wilayah Mangunharjo (Mangkang).Sebagai langkah awal yang termurah, pembuatan lampu dan sirine peringatan dengan alat deteksi membutuhkan biaya 95 juta untuk tiap perlintasan. Selain itu perlu juga peningkatan fasilitas gardu jaga. Peningkatan yang paling ideal dilakukan adalah dengan membangun perlintasan yang tidak sebidang

antara rel dengan jalan. Perlintasan sebidang yang berada di jalan nasional wajib diubah menjadi perlintasan tidak sebidang, misalnya dibuat fly over. Beberapa perlintasan pada jalan lokal yang dianggap berbahayapun saat ini sudah dilakukan peningkatannya untuk menjadi perlintasan tidak sebidang. Bentuk perlintasan ini antara lain seperti yang telah dikembangkan di wilayah Pemalang maupun di perlintasan Karangayu (Kota Semarang). 2. Penutupan perlintasan Semua perlintasan tidak resmi yang ada harus ditutup, agar tidak tumbuh semakin banyak. Diperlukan juga upaya menyatukan perlintasan yang berdekatan dan membuat jalan kolektor sesuai dengan KM 53 Tahun 2000. Untuk perlintasan sebidang yang jaraknya kurang dari 800 m apabila memungkinkan dapat disatukan, namun perlu ada kajian yang mendalam dari aspek traffic management, pengembangan kota dan juga sesuai dengan hirarki jalan. Pada kondisi tertentu dimungkinkan untuk menutup pintu perlintasan yang dianggap rawan dan tidak memungkinkan untuk dibangun perlintasan tidak sebidang maupun memperketat penjagaan. Hal ini biasanya dikarenakan kondisi tertentu, sehingga perlintasan ini perlu dilakukan penutupan. Penutupan ini juga bersifat semi permanen sehingga sewaktu-waktu dapat dibuka. 3. Rekomendasi di bidang peraturan dan kelembagaan 1). Penjagaan pada pintu perlintasan sesuai dengan ketentuan. 2). Melakukan revisi peraturan perundang-undangan terkait masalah pembangunan yang melintasi jalur kereta api serta peraturan yang sanksi bagi pelanggaran lalu lintas di JPL dan rambu-rambu yang jelas (merah berkedip bukan merupakan rambu larangan) 3). Menyusun peraturan/prosedur yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur yang melintas di jalur kereta. 4). Pemberian sanksi yang tegas bagi pelanggaran di pintu perlintasan.

5). Peningkatan koordinasi/koordinasi antar lembaga dalam pembangunan jalan di perlintasan 6). Peningkatkan peran Pemda setempat dalam pembangunan pintu perlintasan. 7). Kerjasama dengan Polri untuk pemberian kewenangan kepolisian terbatas. 4 Rekomendasi Bidang Manajemen Lalu lintas di Perlintasan 1). Pemasangan rambu-rambu lalu lintas agar sesuai dengan ketentuan. 2). Pembersihan sekitar rambu-rambu perlintasan agar terlihat dengan jelas oleh pengendara. 3). Pembangunan hambatan kecepatan (garis kejut/pita penggaduh) pada pintu perlintasan, untuk wilayah Jawa Tengah ketinggian pita penggaduh 2-2.5 cm. 4). Pengaturan lokasi pintu perlintasan agar terlihat jelas pada jarak yang ditentukan. 5). Pemasangan Early Warning System sebagai tanda peringatan bagi pengguna perlintasan sebidang di semua perlintasan sebidang. 5. Rekomendasi terhadap SDM Pintu Perlintasan, Pengemudi Kendaraan dan Massinis 1). Peningkatan disiplin dan ketrampilan penjaga perlintasan. 2). Pemeriksaan medis bagi penjaga agar memenuhi prosedur untuk kesiapan fisik penjaga. 3). Peningkatan performansi penjaga perlintasan. 4). Menjadikan pengetahuan tentang rambu lalu lintas kereta api sebagai bahan ujian untuk memperoleh SIM. 5). Peningkatan kepedulian dan kepatuhan massinis terhadap rambu-rambu kereta api. 6. Sosialisasi Sosialisasi keselamatan di pintu perlintasan menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk menekan terjadinya pelanggaran yang berakibat pada kerawanan

terhadap kecelakaan di pintu perlintasan. Bentuk sosialisasi dapat berupa sebagai berikut: 1). Penyusunan kurikulum/penyisipan pengetahuan pentingnya keselamatan berkendaraan di pintu perlintasan pada lembaga pendidikan mulai dari usia dini. 2). Penyadaran dan pembelajaran kepada masyarakat di sekitar jalur kereta/ perlintasan. 3). Perlunya keterlibatan masyarakat dan pengusaha untuk peningkatan keselamatan di perlintasan. 4). Peningkatan kerjasama dengan Pemda untuk meningkatkan keselamatan di JPL dan membangun pintu perlintasan. 5). Peningkatan keselamatan dengan belajar dari pengalaman perlintasan di luar negeri. 6). Peningkatan anggaran dari Pemerintah maupun PT. KAI dalam rangka menekan jumlah kecelakaan di JPL. 7). Sosialisasi UU Perkeretaapian dan Peraturan Menteri Perhubungan RI kepada masyarakat luas oleh Dinas Perhubungan dan PT. KA. 7. Inpeksi dan pengecekan secara berkala Inpeksi maupun pengecekan secara berkala yang dilakukan baik jajaran PT. Kereta Api maupun Departemen Perhubungan atau Dinas Perhubungan di wilayah kewenangannya sudah lama dilakukan. Namun kadang kala hal ini tidak menjamin terjadinya kecelakaan akibat konstruksi rel yang sudah tua. Hak Cipta 2007 Balitbang Prov. Jateng Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang 50132 Telp : (024) 3540025, Fax : (024) 3560505 Email : sekretariat@balitbangjateng.go.id