BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Wahyuningsih (2005), terapi Intravena adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

SKRIPSI SULASTRI J

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menyangga tubuh. Bisa dibayangkan apabila tidak jeli untuk menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM DENGAN PERILAKU KOMPRES DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan jaringan

FIRMAN FARADISI J

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan data World Health Organization (2010) setiap

CHARISA CHAQ ( S) RIZKA YUNI FARCHATI ( S)

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOMPRES HANGAT ATASI NYERI PADA PETANI PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH DI KELURAHAN CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI

BAB I. tahun dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. deformitas sendi progresif yang menyebabkan disabilitas dan kematian dini

BAB I PENDAHULUAN. diatasi. Bagi anak usia prasekolah (3-5 tahun) menjalani hospitalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). dapat menimbulkan komplikasi apabila dibiarkan tanpa

PENGARUH KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP NYERI PADA PENDERITA FLEBITIS DI RS DKT JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

PERBEDAAN EFEKTIVITAS KOMPRES HANGAT DAN KOMPRES ALKOHOL TERHADAP PENURUNAN NYERI PLEBITIS PADA PEMASANGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan lunak untuk. memperbaiki kerusakan yang dideritanya disebut menua aging

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan keperawatan (Depkes

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kolonoskopi saat ini merupakan salah satu alat diagnostik dan

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

PERBEDAAN TINGKATAN NYERI DISMENORE DENGAN PERLAKUAN KOMPRES HANGAT PADA MAHASISWI DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN. Fifi Hartaningsih, Lilin Turlina

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB I PENDAHULUAN. IGD hendaknya berdasarkan dengan sistem triage. Triage adalah cara

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan telah bergeser kearah yang lebih bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pengguna jasa pelayanan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut, dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya disetiap tatanan pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam ruangan yang berdekatan atau antara satu tempat tidur dengan tempat tidur lainnya. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang dirawat di Rumah Sakit dengan menggunakan infus. Penggunaan infus terjadi disemua lingkungan keperawatan kesehatan seperti perawatan akut, perawatan emergensi, perawatan ambulatory dan perawatan kesehatan di rumah. Infus atau terapi intravena merupakan salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin kedalam tubuh pasien (Darmawan, 2008). Terapi intra vena digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita disemua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi utama. Sistem terapi ini berefek langsung, lebih cepat, lebih efektif, dapat dilakukan secara kontinu dan penderita pun merasa 1

2 lebih nyaman jika dibandingkan dengan cara yang lainnya. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah phlebitis. Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik dari iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. Phlebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri seperti, kemerahan, bengkak, indurasi, dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (Darmawan, 2008). Phlebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi trombophlebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan menimbulkan kematian. (Sylvia, 2005). Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (phlebitis) bagi pasien menimbulkan dampak yang nyata yaitu ketidaknyamanan pasien, pergantian kateter baru, menambah lama perawatan, dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Angka kejadian infeksi dengan jarum infus merupakan salah satu indikator pelayanan non-bedah yang digunakan sebagai indikator mutu pelayanan Rumah Sakit. Bagi mutu pelayanan rumah sakit akan menyebabkan izin operasional sebuah rumah sakit dicabut dikarenakan tingginya angka kejadian infeksi phlebitis, beban kerja atau tugas bertambah bagi tenaga kesehatan, dapat menimbulkan

3 terjadinya tuntutan (malpraktek), menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah sakit (Darmawan, 2008). Jumlah kejadian phlebitis menurut distribusi penyakit sirkulasi pasien rawat inap Indonesia tahun 2006 berjumlah 744 orang (17,11%). Menurut Depkes RI (2006) Nassaji-Zavareh M dan Ghorbani.R mengkaji kekerapan phlebitis pada 300 pasien yang dirawat di bangsal interna dan bedah hasilnya adalah: berdasarkan usia, usia <60 tahun dari 169 sampel terdapat 47 pasien yang plebitis(27,8%), usia 60 tahun dari 131 sampel terdapat 31 pasien yang plebitis(23,7%). Berdasarkan ukuran kateter ukuran 20 G dari 109 sampel terdapat 30 pasien yang plebitis(27,5 %), kateter ukuran 18 G dari 190 terdapat 47 pasien yang plebitis(24,7%) (Darmawan, 2008). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2012 di ruang bedah RSUD Dr. Soedomo Trenggalek, didapatkan hasil dari 20 pasien yang terpasang infus 6 diantaranya menunjukkan tandatanda phlebitis dan ini merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari petugas kesehatan mengingat angka kejadian yang masih sangat tinggi. Data diatas menunjukkan bahwa phlebitis pada pasien menjadi faktor penghambat dalam proses penyembuhan. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan data dari 6 pasien, seluruhnya belum pernah dilakukan tindakan kompres dingin untuk mengatasi penyembuhan phlebitis yang dirasakan. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, phlebitis mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan, eritema, hangat dan terbanyak vena seperti tali. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan trombosis. Peradangan atau inflamasi adalah respon normal, pelindung terhadap cedera jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia

4 berbahaya, atau agen mikrobiologi. Inflamasi adalah upaya tubuh untuk menonaktifkan atau menghancurkan organisme yang menyerang, menghilangkan iritasi, dan mengatur tahap untuk memperbaiki jaringan. Ketika penyembuhan selesai, proses peradangan biasanya berkurang. Gambaran tertentu dari proses inflamasi yang umumnya disepakati menjadi ciri khas. Ini termasuk fenestration dari microvasculature, kebocoran unsur-unsur dari darah ke dalam ruang interstisial, dan migrasi leukosit ke jaringan yang meradang. Pada tingkat makroskopik, ini biasanya disertai oleh tanda-tanda klinis seperti eritema, edema, hiperalgesia, dan nyeri. Inflamasi dipicu oleh pelepasan mediator kimia dari jaringan yang terluka dan sel yang bermigrasi. Termasuk diantaranya adalah amina (histamin, 5-hidroksitriptamin (5-HT)), lipid (prostaglandin, leukotrien, PAF), peptida kecil (bradikinin) dan peptida yang lebih besar (sitokin). Varietas besar mediator kimia dapat menjelaskan mengapa obat yang berbeda efektif dalam mengobati satu dari bentuk inflamasi tetapi tidak untuk yang lainnya (Lisiane, 2008). Walaupun inflamasi membantu membersihkan infeksi dan bersamasama dengan proses perbaikan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka, baik inflamasi maupun proses perbaikan sangat potensial menimbulkan bahaya. Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulasit

5 dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi. Kenyataan untuk pelaksanaan mengatasi phlebitis, tindakan yang pertama kali dilakukan yaitu pemberian kompres alkohol. Kompres alkohol memberikan rangsangan dingin sementara, efek ini dicapai melalui penguapan larutan alkohol. Alkohol sebagai kompres mempunyai kerja bakterisid yang cepat, dan digunakan sebagai antiseptik kulit. Pada penggunaan antiseptik setempat, alkohol kadang menyebabkan iritasi kulit dan alergi. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk mencari suatu alternatif terapi dalam mengatasi nyeri phlebitis. Perawat berperan dalam mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manajemen phlebitis (Husni, 1997). Manajemen phlebitis dengan melakukan tehnik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu. Manajemen phlebitis dengan tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma, tehnik relaksasi progresif, guide imagery, terapi musik, stimulasi kulit (kompres panas dan dingin) dan meditasi. Pada penatalaksanaan phlebitis, bisa menggunakan kompres hangat dan kompres dingin. Pemberian kompres dingin pada tempat tertentu,membawa akibat penyempitan pembuluh darah, dengan cara ini terjadi pengentalan darah dan dapat menghalangi atau membatasi penyebaran darah

6 keluar dari pembuluh darah bila terjadi suatu bekuan, dan sebagai akibat dingin rasa sakit berkurang (Steven.J.M, 2000). Salah satu tindakan pengobatan tanpa obat untuk bisa membantu mengurangi inflamasi pada phlebitis ini adalah dengan diberikan kompres dingin. Terapi ini dapat menurunkan prostaglandin, dengan menghambat proses inflamasi (Luqman, 2008). Kompres dingin merupakan tindakan untuk menurunkan inflamasi dengan memberikan energi dingin melalui proses konduksi, dimana energi tersebut dapat menyebabkan vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah) sehingga menambah pemasukkan oksigen, nutrisi dan leukosit darah yang menuju ke jaringan tubuh. Akibat positif yang ditimbulkan adalah memperkecil inflamasi, menurunkan kekakuan otot serta mempercepat penyembuhan jaringan lunak. Dengan demikian ingin diketahui sejauh mana pengaruh dari pemberian kompres dingin tersebut terhadap penurunan inflamasi phlebitis akibat pemasangan intravena line. Berdasarkan dari masalah yang dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh aplikasi kompres dingin menggunakan NIC (Nursing Intervenstion Classification) terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) pada pasien yang mengalami phlebitis. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh aplikasi kompres dingin menggunakan NIC (Nursing Intervenstion Classification) terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) pada pasien yang mengalami phlebitis

7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi kompres dingin menggunakan NIC (Nursing Intervention Classification) terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden yang mengalami phlebitis 1.3.2.2 Mengidentifikasi karakteristik nyeri pada responden yang mengalami phlebitis 1.3.2.3 Mengidentifikasi VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) pasien sebelum dilakukan aplikasi kompres dingin 1.3.2.4 Mengidentifikasi VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) pasien setelah dilakukan aplikasi kompres dingin 1.3.2.5 Mengidentifikasi pengaruh aplikasi kompres dingin menggunakan NIC (Nursing Intervention Classification) sebagai alternatif intervensi keperawatan dalam upaya VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score). 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta peneliti dapat mengaplikasikan teori yang didapat serta sinergi antara teori dan kenyataan di lapang tentang aplikasi kompres dingin menggunakan NIC (Nursing Interventions

8 Classification) terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score). 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan untuk bisa dijadikan suatu referensi dan pengambilan kebijakan dalam memilih kurikulum dan penggunaan NIC (Nursing Interventions Classification) untuk disosialisasikan sehingga dapat diterapkan oleh Institusi pendidikan. 1.4.3 Bagi Perawat RSUD Dr. Soedomo Trenggalek Sebagai bahan referensi penunjang bagi perawatan RSUD Dr. Soedomo Trenggalek yang berkaitan dengan masalah-masalah mengenai manajemen nyeri, sehingga dapat ditindak lanjuti dengan pemberian aplikasi kompres dingin menggunakan NIC (Nursing Interventions Classifications) yang mampu memberikan informasi kepada institusi tentang cara dan manfaat dari terapi kompres dingin dalam upaya penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score). 1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan dasar atau rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya secara berkesinambungan terhadap permasalahan dalam pengurangan inflamasi. Kompres dingin dapat digunakan sebagai tehnik alternatif dalam pelaksanaan penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score).

9 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian dari berbagai metode yang digunakan untuk mengetahui tentang pengaruh pengaplikasian terapi dingin sudah banyak di lakukan oleh peneliti sebelumnya. Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah: Dari penelitian yang dilakukan oleh Istichomah, 2007 Pengaruh Tehnik Pemberian Kompres Terhadap Perubahan Skala Nyeri Pada Klien Kontusio Di RSUD Sleman menggunakan jenis penelitian dengan eksperimental yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres hangat dan kompres dingin terhadap perubahan skala nyeri pada klien kontusio, dengan menggunakan desain Eksperimen Quasi, pre-post test tanpa kelompok kontrol. Dari hasil pengujian hipotesis dengan uji statistik non parametric Mann- Whitney dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan signifikan antara pemberian kompres hangat dan kompres dingin terhadap perubahan skala nyeri pada klien dengan kontusio. Secara deskriptif, rata-rata perubahan skala nyeri pada kelompok yang diberikan kompres dingin (4,79) lebih dari kelompok yang diberikan kompres hangat (4,15). Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian kompres baik hangat ataupun dingin sama-sama efektif untuk mengurangi nyeri pada klien yang mengalami kontusio. Secara deskriptif, pemberian dengan kompres dingin memberikan lebih banyak perubahan skala nyeri dari pada kompres hangat. Dari penelitian sebelumnya membahas tentang pengaruh kompres panas dan dingin dalam menurunkan skala nyeri pada klien kontusio. Dimana terapi tersebut dapat dibuktikan bahwa dapat menurunkan intensitas nyeri pada kontusio. Namun secara deskriptif dengan menggunakan kompres

10 dingin memberikan lebih banyak perubahan skala nyeri daripada kompres hangat. Sedangkan peneliti saat ini ingin mengembangkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh aplikasi dingin terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) yang disesuaikan dengan standar NOC (Nursing Outcomes Classification). Sedangkan rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan One Group Pretest-Postest without Control Group Design. Pada penelitian kedua yang dilakukan oleh Wahyuni dan Nurhidayat, 2008 Efektifitas Pemberian Kompres Panas terhadap Penurunan Nyeri Phlebitis Akibat Pemasangan Intravena Line menggunakan desain penelitian yaitu desain penelitian Quasi Eksperimental (eksperimen semu) : One Group Pre Pos eksperimental. Peneltian ini dilakukan di RSU Aisyiyah Ponorogo dengan sampel terdiri dari 20 responden yang didapatkan dengan cara consecutive sampling. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 responden yang mengalami nyeri phlebitis akibat pemasangan intravena line dan dilakukan pemberian kompres panas dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Tingkat nyeri responden sebelum perlakuan (pretest) didapatkan 18 responden (90%) nyeri sedang, 2 responden (10%) nyeri berat. Sedangkan tingkat nyeri responden setelah perlakuan (posttest) didapatkan 7 responden (35%) nyeri sedang dan 13 responden (35%) nyeri ringan; b) Pemberian kompres panas efektif terhadap penurunan nyeri phlebitis akibat pemasangan intravena line, dimana dapat ditujukan dengan harga signifikan asimtotis dwiekor P = 0.000, didukung dengan data sebanyak 18 responden (90%) terjadi penurunan tingkat nyeri, 2 responden (10%) tidak terjadi penurunan tingkat nyeri dan tidak ada responden yang menyatakan terjadi penurunan tingkat

11 nyeri dan tidak ada responden yang menyatakan terjadi peningkatan tingkat nyeri setelah perlakuan (posttest). Untuk penelitian berikutnya perlu di upayakan suatu media atau alat yang dapat menjaga stabilitas suhu kompres panas tersebut selama waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat akurasi hasil yang lebih optimal. Perlu juga dilakukan penelitian terhadap nyeri-nyeri lain selain nyeri phlebitis. Dari penelitian sebelumnya membahas tentang pengaruh kompres panas dalam menurunkan nyeri phlebitis akibat pemasangan intravena line. Dimana terapi tersebut dapat dibuktikan bahwa efektif menurunkan intensitas nyeri pada phlebitis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi Eksperimental (eksperimen semu) dengan pendekatan One Group Pre Post eksperimental. Sedangkan peneliti saat ini ingin mengembangkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh aplikasi dingin terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) yang disesuaikan dengan standar NOC (Nursing Outcomes Classification). Sedangkan rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan One Group Pretest-Postest without Control Group Design. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Triyanto, Handoyo dan Pramana, 2007 Upaya Menurunkan Skala Phlebitis Dengan Pemberian Kompres Hangat Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto menggunakan desain penelitian yaitu desain penelitian Ekperimental dengan jumlah sampel penelitian yaitu 30 pasien. Penelitian ini didapatkan responden pasien 30 responden yang terdiri dari pasien yang sesuai kriteria inklusi yang dirawat di bangsal penyakit dalam (Mawar) Rumah Sakit Prof. Dr.Margono Soekardjo Purwokerto. Dari penelitian tersebut dapat diketahui hasil analisis

12 penanganan phlebitis dengan menggunakan kompres hangat selama dua hari berturut-turut. Hasil analisis menggunakan Paired T Test pada hari 1 di dapatkan nilai p = 0.000 yang berarti ada penurunan yang signifikan terhadap penurunan skala phlebitis setelah dilakukan kompres hangat pada area yang mengalami phlebitis. Sementara itu pada hari kedua juga dilakukan tindakan pengukuran derajat phlebitis pada pretest dan postest. Hasil analisisnya menunjukan penurunan yang signifikan dengan nilai p = 0.003. Hasil penelitian terdapat penurunan skala phlebitis dengan menggunakan tehnik kompres hangat Ada pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skala phlebitis dengan kompres hangat. Dari hasil penelitian tesebut perlu adanya protap untuk menangani pasien yang sudah mengalami phlebitis dengan tindakan non drug misalnya kompres hangat. Dari penelitian sebelumnya membahas tentang penggunaan kompres hangat dalam penurunan skala phlebitis. Dimana terapi tersebut dapat dibuktikan dapat menurunkan intensitas nyeri pada phlebitis. Sedangkan peneliti saat ini ingin mengembangkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh aplikasi dingin terhadap penurunan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) yang disesuaikan dengan standar NOC (Nursing Outcomes Classification). Sedangkan rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan One Group Pretest-Postest without Control Group Design.