BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan. bahwa:

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permendikbud nomor 58 tahun 2014 matematika merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN. diberikan setiap jenjang pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. keilmuan lainnya. Manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk berargumentasi atau mengemukakan ide-ide.pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan di Indonesia sesungguhnya sudah mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

a. Kemampuan komunikasi matematika siswa dikatakan meningkat jika >60% siswa mengalami peningkatan dari pertemuan I dan pertemuan II.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2 menguasai bidang ilmu lainnya. Abdurahman (2009:253) mengatakan bahwa ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan: (1) s

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Dalam matematika terdapat banyak rumus-rumus

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. dasar sampai pendidikan menengah,bahkan hingga perguruan tinggi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. dengan semboyan learning by doing. Berbuat untuk mengubah tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama (Daryanto, 2012:240). Oleh karena itu, matematika menjadi perhatian utama dari berbagai kalangan. Sebagaimana tujuan pembelajaran matematika pada Standar Isi Mata Pelajaran Matematika Tahun 2006 untuk semua jenjang pendidikan dinyatakan bahwa mata pelajaran matematika dipelajari dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah 2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. mengomunikasikan gagasan dengan tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2 (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah) Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika tersebut, tentunya akan timbul beberapa masalah dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia N0. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah, bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kenyataannya masih jauh dari harapan, kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih rendah. Rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika ini disebabkan masih banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, kurang berminat dalam mempelajari matematika, dan selalu menganggap matematika sebagai ilmu yang sulit, sehingga menimbulkan rasa takut untuk belajar matematika. Pada saat ini, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan. Kemampuan pemecahan masalah bagi siswa perlu diupayakan agar siswa mampu mencari solusi berbagai permasalahan, baik pada bidang matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks (Ulya, 2015). Sumiati (2013:89) mengemukakan bahwa : Kemampuan pemecahan masalah banyak menunjang kreativitas seseorang, yaitu kemampuan menciptakan ide baru, baik yang bersifat asli ciptaanya sendiri, maupun merupakan suatu modifikasi (perubahan) dari berbagai ide yang telah ada sebelumnya. Pada kenyataannya banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika, terutama dalam menyelesaikan soal yang memerlukan kemampuan pemecahan masalah matematika yang cukup kompleks. Mengajarkan pemecahan masalah kepada siswa, merupakan kegiatan dari seorang guru di mana guru itu membangkitkan siswa-siswanya agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan kemudian ia membimbing siswa-siswanya untuk sampai pada penyelesaian masalah. Bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu

3 mengambil keputusan, sebab siswa itu mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya (Hudojo, 2005:129-130). Melihat pentingnya kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh setiap siswa, maka peneliti melakukan survey (tanggal 19 Desember 2015) berupa pemberian test atau soal untuk menguji sejauh mana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi kubus dan balok. Tes ini ditujukan kepada beberapa siswa di kelas IX-5 SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A. 2015/2016, sebagai salah satu kelas yang telah mempelajari materi Kubus dan Balok ketika di kelas VIII. Berikut adalah soal atau tes yang digunakan untuk menguji sejauh mana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pokok bahasan Kubus dan Balok: 1. Pak Andi ingin menutup permukaan bak sampah berbentuk kubus tanpa tutup menggunakan seng tipis (ketebalan seng diabaikan). Panjang rusuk bak sampah kubus tersebut adalah 90 cm. Berapakah luas minimal seng tipis yang dibutuhkan Pak Andi? Serta tentukan diagonal bidang dari seng tersebut. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya. Siswa tidak menuliskan rumus dengan lengkap. Siswa menyelesaikan soal dengan langkah yang tidak tepat. Gambar 1.1 Jawaban Tes Siswa No.1 Siswa hanya ingin cepat meyelesaikan soal dengan menggunakan kalkulator tanpa mengecek kembali jawaban yang diperoleh.

4 Berdasarkan hasil jawaban siswa tersebut, dapat kita nyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal no.1 masih rendah. Karena siswa masih belum menyelesaikan masalah sesuai dengan tahapan pemecahan masalah. 2. Perusahaan pasta gigi Tirta akan mengemas hasil produksinya ke dalam kemasan yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 10 cm, lebar 6 cm, dan tinggi 4 cm tiap kemasan. Kemasan-kemasan tersebut akan dimasukkan ke dalam kardus besar. Sebuah kardus besar dapat diisi penuh oleh 30 buah kemasan. Tentukan: a. Tentukan volume kardus jika, ukuran panjang kardus besar sama dengan 3 kali lebar kemasan, lebarnya sama dengan 4 kali tinggi kemasan dan tingginya sama dengan 2 kali panjang kemasan. b. Luas kertas yang diperlukan untuk membungkus 1 buah kardus besar m 2. Pada lembar jawaban siswa berikut terlihat kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan permasalahan soal no.2. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanya. Siswa tidak menuliskan rumus yang relevan dengan masalah yang akan diselesaikan. Siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan benar karena menggunakan rumus yang tidak relevan Siswa tidak melakukan pengoreksian kembali akan rumus yang digunakan Gambar 1.2 Jawaban Tes Siswa No.2

5 Jika dilihat dari jawaban siswa pada soal no.2 tersebut, kemampuan pemecahan masalah siswa masih sangat rendah. Hal tersebut terlihat dari, siswa tidak dapat menyelesaikan soal sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah dan siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan benar. Berdasarkan hasil jawaban siswa pada soal no.1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa khususnya pada materi kubus dan balok masih rendah. Karena siswa tidak mampu mengerjakan soal yang diberikan, sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah. Rendahnya kemampuan matematika tersebut menyebabkan munculnya sikap ketidaksenangan siswa terhadap pelajaran matematika. Demikian juga sebaliknya, ketidaksenangan siswa terhadap mata pelajaran matematika menyebabkan rendahnya kemampuan matematika tersebut (Ulya, 2015). Dari beberapa uraian di atas terlihat bahwa siswa yang kurang atau tidak mampu menyelesaikan soal dikarenakan sikap ketidak senangan terhadap mata pelajaran matematika serta proses belajar yang kurang bermakna, sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang guru matematika di SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Guru matematika SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan (Ibu R. Gultom) mengatakan: Pada umumnya pembelajaran masih berpusat pada guru. Dalam proses pembelajaran matematika siswa banyak menemukan kesulitan, bahkan mereka tidak mengetahui pada bagian mana yang mereka tidak paham. Selain itu siswa sering tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran matematika, sehingga berakibat pembelajaran menjadi tidak bermakna. Selanjutnya, jika siswa diberikan soal penerapan dalam bentuk soal cerita, siswa sering kesulitan dalam menentukan apa yang diketahui dan ditanya pada soal, siswa juga kesulitan dalam mengaitkan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan, serta siswa juga sering tidak teliti dalam mengerjakan perhitungan. Dapat disimpulkan bahwa, penyebab utama rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah sikap ketidaksenangan siswa terhadap mata pelajaran matematika dan proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru, akibatnya siswa hanya menggunakan informasi dari guru saja dalam

6 menyelesaikan soal atau permasalahan matematika. Siswa hanya mampu mengerjakan soal yang sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru tanpa memahami setiap langkah-langkah atau proses dalam menyelesaikan soal tersebut. Ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang sedikit berbeda dari contoh yang diberikan, siswa langsung merasa kesulitan. Jika ini berkelanjutan, lama-kelamaan siswa akan merasa bosan, jenuh dan merasa bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat menyulitkan dan membosankan. Hingga pada akhirnya tujuan dari pembelajaran matematika yang sesungguhnya tidak tercapai. Untuk mengatasi masalah dalam proses pembelajaran matematika seperti yang telah dikemukakan di atas, diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dan mampu untuk menarik minat belajar dari siswa terhadap matematika. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih model pembelajaran yang bersifat pembelajaran kooperatif atau diskusi kelompok.. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Hosnan (2014:240) yang menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif atau pembelajaran melalui kerjasama adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama anggota dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Di mana pada masing-masing kelompok terdiri atas siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan, tetapi juga untuk membantu rekan yang lain belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan nantinya diskusi yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan antara ide-ide yang dimiliki siswa dan mengorganisasikan pengetahuannya kembali. Melalui diskusi, keterkaitan skema siswa akan menjadi lebih kuat sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika menjadi lebih baik.

7 Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, dalam hal ini peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang dirasa sesuai untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Metode pembelajaran investigasi kelompok merupakan metode pembelajaran dimana siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topic/sub topic maupun cara untuk pembelajaran secara investigasi dan metode ini menuntut para siswa memiliki kemampuan komunikasi dengan baik dalam arti bahwa metode pembelajaran investigasi kelompok itu metode yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informan) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran, masyarakat, internet. Metode ini dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran (Arifin, 2015:13). Hal ini didukung oleh Hosnan yang menyatakan beberapa kegunaan dari model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Sebagaimana menurut Hosnan (2014:258): Tipe investigasi kelompok dapat digunakan untuk membimbing siswa agar mampu berpikir sistematis, kritis, analitik, berpartisipasi aktif dalam belajar dan berbudaya kreatif melalui kegiatan pemecahan masalah. Dalam proses belajar melalui group investigasi, siswa akan belajar aktif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri. Dengan jalan itulah siswa dapat menyadari potensi dirinya. Sehingga peneliti, ingin lebih lanjut meneliti mengenai pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, Upaya meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Di Kelas VIII SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A. 2015/2016.

8 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu : 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan terhadap materi Kubus dan Balok masih rendah. 2. Siswa SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit. 3. Guru Matematika SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan belum melakukan pembelajaran yang inovatif, khususnya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dalam mengajarkan matematika kepada siswa. 4. Siswa SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan matematika pada materi kubus dan balok. 1.3 Batasan Masalah Untuk mengarahkan penelitian ini sehingga lebih spesifik dan terfokus, melihat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori serta mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan pada materi kubus dan balok T.A. 2015/2016. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok di kelas VIII SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan pada materi Kubus dan Balok T.A. 2015/2016?

9 2. Bagaimana keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VIII SMP Negeri 3 Percut T.A. 2015/2016? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok di kelas VIII SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan pada materi Kubus dan Balok T.A. 2015/2016. 2. Untuk mengetahui bagaimana keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VIII SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan T.A. 2015/2016. 1.6 Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan hasil penelitian ini memberi manfaat antara lain : 1. Bagi guru, sebagai bahan masukan khususnya guru matematika untuk menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok dalam pengajaran matematika. 2. Bagi saya, sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan pegangan bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon tenaga pengajar di masa yang akan datang. 3. Bagi siswa, dapat menjadi pengalaman belajar yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pokok bahasan lainnya, guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan memberikan hasil belajar yang memuaskan. 4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini akan menambah informasi dan masukan guna penelitian atau pengkajian lebih lanjut.