BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

2014 PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Amam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan bidang ilmu yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap insan karena manfaatnya berdampak langsung dalam kehidupan manusia sehari-hari. Matematika adalah bidang ilmu yang seringkali disebut-sebut sebagai ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya. Karenanya matematika berpengaruh besar dalam bidang ilmu lainnya seperti fisika, kimia, biologi, bahkan dalam hukum islam sekalipun, salah satunya perhitungan pada ilmu waris. Matematika juga membantu siswa agar mampu menyelesaikan pelbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Hal di atas sejalan dengan pendapat Kline (Tim MKPBM, 2001) bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri. Tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Maka dari itu, pembelajaran matematika sangatlah penting bagi kehidupan setiap manusia. Pembelajaran matematika dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi perlu untuk dipelajari dan dikuasai karena tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam hidupnya, seseorang akan senantiasa berjumpa dengan matematika. Oleh karena itu matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. 1

2 Berdasarkan data dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. NCTM (2000) juga merumuskan bahwa tujuan umum pembelajaran matematika yaitu belajar untuk bernalar, belajar untuk memecahkan masalah, belajar untuk mengaitkan ide, dan pembentukan sikap positif terhadap matematika. Sejalan dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh NCTM dan kelima tujuan pembelajaran matematika dari BSNP, jelas bahwa beberapa dari tujuan pembelajaran matematika yang diberikan pada siswa sekolah menengah pertama adalah agar siswa memiliki kemampuan penalaran matematis dan kebiasaan berpikir (habits of mind) siswa dalam pembelajaran matematika. Walle (2007) mengungkapkan bahwa matematika adalah ilmu tentang pola dan urutan. Definisi ini menantang pandangan popular masyarakat terhadap matematika sebagai ilmu yang didominasi oleh perhitungan dan tanpa alasanalasan. Ilmu pengetahuan adalah proses menggambarkan sesuatu atau memberi

3 arti tentang sesuatu. Ilmu pengetahuan berawal dengan soal pada suatu situasi. Meskipun mungkin anda tidak pernah memikirkannya, matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis. Menemukan dan mengungkap keteraturan atau urutan ini dan kemudian memberikan arti merupakan makna dari mengerjakan matematika. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di kelas diharapkan mampu mengasah kemampuan penalaran mereka. Hal tersebut karena matematika dan penalaran adalah dua hal yang saling terkait dan keduanya sulit terpisahkan. Pada akhirnya matematika merupakan sebuah wadah bagi para peserta didik untuk lebih mengeksplorasi kemampuan yang mereka miliki agar dapat mengintegrasi berbagai hal yang mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis mereka. Pada dasarnya setiap individu harus melakukan penalaran untuk menghasilkan keputusan yang akurat. Kesulitan mereka dalam memutuskan suatu permasalahan adalah karena kemampuan penalaran mereka yang masih lemah. Sementara Sawyer menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa kurang meningkatkan kemampuan bernalar mereka. Sawyer menyebutnya hanya meningkatkan kemampuan untuk mengingat saja (dalam Prabawa, 2009). Dari kutipan tersebut jelas bahwa kemampuan penalaran matematis sangat dibutuhkan oleh setiap manusia karenanya selalu menjadi kebutuhan dasar untuk menyelesaikan setiap masalah yang sedang dijumpai dan kemampuan penalaran tersebut akan digunakan setiap manusia untuk mencari kemungkinan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Berdasarkan hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 dalam matematika menempatkan siswa Indonesia pada peringkat 38 dari 63 negara dan 14 negara bagian yang disurvei (Kompas, 14 Desember 2012). Adapun aspek yang dinilai dalam matematika adalah tentang fakta, prosedur, konsep, penerapan pengetahuan, dan pemahaman konsep.

4 Selanjutnya pada tahun 2007 TIMSS mengungkap hanya 17% (dari sampel yang diambil) anak Indonesia yang dapat menjawab soal penalaran matematis (Armiati, 2010). Kemudian berdasarkan hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) 2009 tentang matematika menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 61 dari 65 negara (OECD, 2010). Adapun aspek yang dinilai adalah kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, dan kemampuan komunikasi. Dilihat dari hasil tersebut dapat dikemukakan bahwa kemampuan siswa belum mencapai tingkat yang diharapkan. Artinya, siswa masih harus mendapat perbekalan pembelajaran yang mampu mendorong bekerjanya kemampuan penalaran mereka. Jika kemampuan penalaran mereka baik, maka siswa akan lebih baik lagi untuk memecahkan persoalan-persoalan yang diberikan. Hasil penelitian Wahyudin dalam Yuniati (2010) yang menyatakan bahwa terdapat lima kelemahan siswa antara lain: (1) kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik; (2) kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan; (3) kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu; (4) kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak); dan (5) kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. Wahyudin juga menemukan bahwa guru matematika pada umumnya mengajar dengan metode ceramah dan ekspositori. Pembelajaran yang terjadi di berbagai kalangan sekolah juga belum bisa mengangkat kemampuan siswa dalam bernalar. Pembelajaran di kelas yang masih berpusat pada guru membuat siswa hanya menerima materi pelajaran secara informatif, akibat dari pasifnya siswa dalam kelas membuat kemampuan penalaran siswa juga sulit berkembang. Hal ini juga dipaparkan dalam video study

5 yang menunjukkan bahwa ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan selama mengajar, dan guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa (Shadiq, 2007). Kurang optimalnya kemampuan bernalar siswa dalam pembelajaran di kelas masih selalu menggunakan metode konvensional yang cenderung tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidak termotivasi untuk mengikuti aktivitas pembelajaran. Kemampuan penalaran matematis sangat perlu untuk ditingkatkan oleh para siswa, selain itu penting juga untuk memperhatikan kemampuan kebiasaan berpikir (habits of mind) siswa. Costa dan Kallick (2012) menyebutkan bahwa kebiasaan bukanlah perilaku yang kita gunakan atau letakkan secara seenaknya atau semau kita. Kebiasaan ialah perilaku yang kita tunjukkan dengan baik di saatsaat yang tepat dan bekerja begitu saja tanpa kita repot-repot berusaha. Pada akhirnya pembiasaan pengaturan proses berpikir ialah sebuah cara untuk membuka ruang pikiran sebagai tempat proses tersebut berlangsung. Memandang pernyataan Costa dan Kallick sebelumnya, habits of mind siswa benar-benar menjadi landasan siswa dalam berlangsungnya sebuah pembelajaran. Siswa perlu memiliki kebiasaan berpikir yang baik agar mampu merespon setiap masalah yang muncul dalam pembelajaran. Kebiasaan berpikir peserta didik pada saat pembelajaran menjadi hal yang fundamental ketika mereka mendapat sekelumit permasalahan dan mereka harus mencari solusi penyelesaiannya seperti apa. Seperti halnya kemampuan penalaran matematis, habits of mind juga sangat mendukung penampilan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan berpikir (habits of mind) merupakan akar kekuatan siswa dalam melatih kemampuan mereka dalam menentukan solusi penyelesaian dalam suatu permasalahan. Kelas merupakan sebuah kondisi atau lingkungan yang mereka tempati pada saat mereka belajar. Oleh karena itu, guru benar-benar harus bisa melihat kebiasaan berpikir siswa tersebut ketika terjadi proses pembelajaran dan guru memiliki peranan penting minimal untuk mengingatkan siswa akan

6 pentingnya kebiasaan berpikir, sehingga mereka terbantu dalam menyelesaikan berbagai tugas. Costa dan Kallick (2012) mengemukakan bahwa terdapat 16 karakteristik habits of mind yaitu: (1) berteguh hati; (2) mengendalikan impulsivitas; (3) mendengarkan dengan pengertian dan empati; (4) berpikir fleksibel; (5) berpikir tentang berpikir (metakognitif); (6) memeriksa akurasi; (7) mempertanyakan dan menemukan permasalahan; (8) menerapkan pengetahuan masa lalu di situasi baru; (9) berpikir dan berkomunikasi dengan jelas dan cermat; (10) mencari data dengan semua indra; (11) berkarya, berimajinasi, berinovasi; (12) menanggapi dengan kekaguman dan keheranan; (13) mengambil resiko yang bertanggung jawab; (14) melihat humor; (15) berpikir secara interdependen; dan (16) bersedia terus belajar. Nurmaulita (2012) menyampaikan bahwa Habits of mind dapat juga dikatakan sebagai suatu perilaku positif yang ditunjukkan oleh siswa yang dilakukan secara berulang-ulang dari waktu ke waktu secara otomatis. Habits of mind bukan merupakan bakat alamiah atau faktor bawaan melainkan suatu kebiasaan perilaku yang dipelajari dengan secara sengaja dan sadar selama beberapa waktu. Habits of mind dapat juga digunakan sebagai respon terhadap pertanyaan dan jawaban sebuah masalah yang tidak segera diketahui sehingga guru dapat mengamati bagaimana siswa menghasilkan sebuah pengetahuan dari pada hanya mengingat pengetahuan tersebut. Intel Education dalam Rustaman (2008) juga menyebutkan bahwa kebiasaan berpikir penting untuk dikembangkan karena memberikan bekal belajar sepanjang hayat atau long life. Rustaman menambahkan bahwa pembiasaan bepikir perlu untuk ditekankan di berbagai level dan ditanamkan sejak dini serta dapat dilaksanakan melalui pembelajaran bidang studi. Dengan begitu, sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rustaman, peneliti menilai kebiasaan berpikir (Habits of mind) dapat dilaksanakan dalam pembelajaran matematika, selain itu pembelajaran matematika yang menekankan pada aspek habits of mind juga belum banyak dikembangkan, maka sesuai dengan hal tersebut diperlukan adanya

7 sebuah penelitian terhadap habits of mind siswa untuk pengembangan dalam sebuah pendidikan. Costa dan Kallick (2012) yang mengemukakan bahwa diskusi terarah selalu bermanfaat bagi guru untuk memberikan pemahaman tentang kebiasaan berpikir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saul (dalam Leager, 2005) bahwa kelas harus menjadi tempat dimana para guru dan siswa bekerja seperti layaknya komunitas pemikir yang unik. Diskusi juga memberikan siswa kesempatan untuk memproses materi pembelajarannyadengan begitu pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam bernalar dan mampu merangsang kebiasaan berpikir siswa adalah melalui pembelajaran quick on the draw. Pembelajaran quick on the draw merupakan pembelajaran berkelompok yang dikemas secara lebih bervariasi. Pembelajaran ini akan menitikberatkan pada diskusi terarah yang dibimbing oleh guru agar kemampuan penalaran matematis dan habits of mind siswa semakin berkembang. Kemampuan penalaran matematis yang diasah dalam pembelajaran quick on the draw merupakan kemampuan penalaran matematis yang dibentuk dalam aktivitas pembelajaran berkelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Herman (2007) bahwa belajar kelompok merupakan strategi yang cocok untuk meningkatkan penalaran siswa. Leager (2005) juga mengemukaan bahwa rasa saling memiliki dari sebuah kelompok merupakan hal yang penting dalam membangun perkembangan habits of mind siswa. Selain itu alasan memilih pembelajaran berkelompok adalah untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, sehingga metode pembelajaran matematika di kelas perlu dikembangkan, tidak lagi bersifat teacher-centered tetapi sudah beralih ke student-centered. Ginnis (2008) menyampaikan bahwa Quick on the draw merupakan sebuah pembelajaran untuk kerja tim dan kecepatan. Pembelajaran ini juga tidak rumit untuk diaplikasikan di kelas. Tujuannya adalah menjadi kelompok pertama yang menyelesaikan satu set pertanyaan, jadi mereka tidak bersaing melawan

8 kelompok lain, melainkan sebagai acuan melawan waktu. Kegiatan pembelajaran quick on the draw di dalamnya dapat membantu siswa untuk membiasakan diri belajar pada sumber selain guru dan sesuai dengan siswa yang memiliki karakteristik tidak dapat duduk dengan tenang pada saat belajar. Pembelajaran quick on the draw akan memberikan pengalaman mengenai berbagai macam keterampilan yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran quick on the draw dapat membuat peserta didik terlibat secara aktif dalam kelas karena mereka dituntut untuk menguasai konsep-konsep materi yang sedang dipelajari baik secara individu maupun berdiskusi dengan teman-teman dari kelompoknya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses yang menyebutkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran harus dilaksanakan sebagai berikut: Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis perserta didik (Permendiknas, 2007). Pembelajaran quick on the draw yang ditempuh oleh peserta didik, juga terkait dengan kemampuan penalaran mereka untuk memecahkan berbagai permasalahan yang diberikan untuk membuat mereka betul-betul memahami konsep, karena menurut hasil penelitian Wahyudin, kelemahan peserta didik juga dalam kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan (Yuniati, 2010). Pembelajaran quick on the draw memiliki beberapa tahap. Aktivitas penalaran akan terlihat pada tahap kedua pada saat siswa bekerja bersama kelompoknya untuk menyelesaikan beberapa permasalahan, masing-masing dari mereka dituntut untuk berpikir logis agar setiap permasalahan yang ada dapat

9 segera teratasi secara bersama-sama. Guru juga membimbing agar siswa mampu mengasah kemampuan penalaran mereka melalui diskusi dalam pembelajaran. Ada keterkaitan antara kemampuan habits of mind dan pembelajaran quick on the draw dalam penelitian ini. Dalam habits of mind Costa dan Kallick (2012) menjelaskan bahwa penting untuk mempertimbangkan penggunaan pujian dan imbalan di dalam kelas. Sementara dalam pembelajaran quick on the draw, pada tahap kelima guru akan memberikan penghargaan yang berupa pujian dan imbalan, baik bersifat individu maupun kelompok. Penelitian ini dilaksanakan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (usia 11 tahun keatas) diharapkan siswa yang sudah masuk pada awal formal operation ini mereka sudah berpikir secara abstrak dan kompleks sehingga mampu untuk mengikuti instruksi yang disampaikan oleh guru mengenai proses pembelajaran quick on the draw dan mereka tidak akan mengalami banyak kesulitan selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pemaparan mengenai pembelajaran quick on the draw yang erat sekali dengan aktivitas penalaran matematis dan habits of mind siswa, peneliti melakukan sebuah penelitian di sekolah mengenai pembelajaran quick on the draw untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan habits of mind siswa sekolah menengah pertama. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah apakah pembelajaran quick on the draw dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan habits of mind siswa SMP. Selanjutnya berdasarkan rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran quick on the draw lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

10 2. Apakah habits of mind siswa yang mendapatkan pembelajaran quick on the draw lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran quick on the draw dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Mengkaji habits of mind siswa yang memperoleh pembelajaran quick on the draw dan pembelajaran konvensional. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut. 1. Bagi guru, pembelajaran quick on the draw dapat menjadi salah satu pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan habits of mind siswa. 2. Bagi siwa, belajar matematika dengan menggunakan pembelajaran quick on the draw diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan matematis siswa. 3. Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk pengembangan bahan ajar, model atau aktivitas pembelajaran tertentu yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan dan habits of mind siswa SMP. E. Definisi Operasional

11 Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut: 1. Kemampuan Penalaran Matematis Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan penarikan kesimpulan berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar. Kemampuan penalaran matematis yang diteliti adalah penalaran induktif dan deduktif. Penalaran induktif yaitu proses penarikan kesimpulan berdasarkan beberapa pernyataan khusus yang sudah diketahui sebelumnya. Penalaran deduktif yaitu proses penarikan kesimpulan yang berdasarkan teori, sifat, rumus dalam matematika yang sudah dibuktikan kebenaran sebelumnya. 2. Habits of Mind Habits of mind adalah kebiasaan berpikir sebagai kecenderungan untuk berperilaku secara intelektual atau cerdas ketika menghadapi masalah, khususnya masalah yang tidak dengan segera diketahui solusinya. Kebiasaan berpikir tersebut meliputi: (1) berteguh hati; (2) mengendalikan impulsivitas; (3) mendengarkan dengan pengertian dan empati; (4) berpikir fleksibel; (5) berpikir tentang berpikir (metakognitif); (6) memeriksa akurasi; (7) mempertanyakan dan menemukan permasalahan; (8) menerapkan pengetahuan masa lalu di situasi baru; (9) berpikir dan berkomunikasi dengan jelas dan cermat; (10) mencari data dengan semua indra; (11) berkarya, berimajinasi, berinovasi; (12) menanggapi dengan kekaguman dan keheranan; (13) mengambil resiko yang bertanggung jawab; (14) melihat humor; (15) berpikir secara interdependen; dan (16) bersedia terus belajar. 3. Pembelajaran Quick on the Draw Pembelajaran quick on the draw adalah sebuah kegiatan pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan (tim kecil), yaitu antara empat sampai enam orang yang heterogen untuk bersaing antara tiap kelompok agar

12 menjadi pemenang dalam waktu yang cepat. Tahap pembelajarannya yaitu: tahap 1 (Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok); tahap 2 (menyajikan masalah melalui kartu soal); tahap 3 (membimbing kelompok belajar dan bersaing); tahap 4 (penyimpulan); dan tahap 5 (penghargaan).