BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN 1: AUDIT DAN STANDAR AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. Auditor dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Tahun 2008 disebut

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

Lampiran I: Daftar Kuesioner

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BABl PENDAHULUAN. Auditing internal adalah sebuah fungsi penilaian independen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena yang dihadapi dunia pengauditan global beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standards

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN. memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh objek

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman pemeriksa serta kualitas hasil penelitian. pendidikan dan jenjang pendidikan. Sumber daya manusia merupakan pilar

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien (Deangelo, 1981).

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

Standar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

STANDAR PELAPORAN AUDIT KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, profesi akuntan publik menjadi sorotan dan perhatian di masyarakat. Profesi ini memang

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik atas auditor internal di sebuah perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. Untuk auditor, kualitas kerja dilihat dari kualitas yang dihasilkan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, ada dua

BAB I PENDAHULUAN. yang lainnya. Salah satunya dilakukan dalam penyajian laporan keuangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL. Bab I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Tujuan

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang dianggap sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diaudit dapat dihandalkan dan manajemen juga akan mendapat keyakinan dan. melaporkan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien.

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ke depan (Yustrianthe, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan berbagai pihak, meliputi kepentingan perusahaan (klien) dan

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: Batubara (2008) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, dan independensi pemeriksa terhadap kualitas hasil pemeriksaan (studi empiris pada Bawasko Medan). Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, dan independensi pemeriksa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada Bawasko Medan. b. Secara parsial hanya latar belakang pendidikan yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada Bawasko Medan. Persamaan penelitian Batubara dengan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh independensi pemeriksa terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Perbedaannya adalah variabel lain yang diteliti (variabel keahlian audit yang mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan), tempat, waktu, populasi dan sampel penelitian.

II.2 Teori Keahlian Audit Menurut Agung (2007), keahlian adalah kemampuan seseorang dalam mengerjakan sebuah pekerjaan tertentu yang menjadi bidang kerjanya. American Accounting Association dalam Guy, Alderman dan Winters (2002), mendefenisikan audit sebagai suatu proses sistematis yang secara objektif memperoleh dan mengevaluasi bukti yang terkait dengan pernyataan mengenai tindakan atau kejadian ekonomi untuk menilai tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Griffin (2004), audit adalah pengujian independen atas sistem akuntansi, sistem keuangan, dan sistem operasional perusahaan. Menurut Bastian (2007), auditing atau pemeriksaan merupakan proses investigasi independen terhadap beberapa aktivitas khusus. Menurut Simamora (2002), audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Auditor independen diharapkan mahir dalam bidang akuntansi dan auditing. Menurut Jaafar dan Sumiyati (2005), pengertian keahlian audit meliputi keahlian mengenai pemeriksaan maupun penguasaan masalah yang diperiksanya ataupun pengetahuan yang dapat menunjang tugas pemeriksaan. Keahlian tersebut mencakup: merencanakan pemeriksaan, menyusun Program Kerja Pemeriksaan (PKP), melaksanakan Program Kerja Pemeriksaan, menyusun Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), mendistribusikan Laporan Hasil Pemeriksaan, memonitor Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menyatakan Auditor/pemeriksa harus mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pimpinan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor dilingkungan APIP. Auditor APIP harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata-1 atau yang setara. Agar tercipta kinerja audit yang baik maka APIP harus mempunyai kriteria tertentu dari pemeriksa yang diperlukan untuk merencanakan audit, mengidentifikasi kebutuhan profesional auditor dan untuk mengembangkan teknik dan metodologi audit agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP. Untuk itu APIP juga harus mengidentifikasi keahlian yang belum tersedia dan mengusulkannya sebagai bagian dari proses rekrutmen. Aturan tentang tingkatan pendidikan formal minimal dan pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani oleh APIP. Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa adalah auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi. Disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, metodologi, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik

audit, pemeriksa harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam hal pemeriksa melakukan audit terhadap sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan keuangan, maka pemeriksa wajib mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas auditi. APIP pada dasarnya berfungsi melakukan audit di bidang pemerintahan, sehingga pemeriksa harus memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan. Pemeriksa juga harus memiliki pengetahuan yang memadai di bidang hukum dan pengetahuan lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi indikasi adanya kecurangan (fraud). Pimpinan APIP dan pemeriksa wajib memiliki keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain dan mampu berkomunikasi secara efektif, terutama dengan auditi. Mereka wajib memiliki kemampuan dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan, sehingga mereka dapat dengan jelas dan efektif menyampaikan hal-hal seperti tujuan kegiatan, kesimpulan, rekomendasi dan lain sebagainya. Menurut Simamora (2002), keahlian auditor ditentukan oleh: pendidikan kesarjanaan formal; pelatihan dan pengalaman dalam auditing dan akuntansi publik; partisipasi dalam program edukasi yang berkelanjutan selama karir profesi. Fauzi (1999), menyatakan bahwa keahlian seorang auditor ditentukan melalui pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam bidang akuntansi dan audit.

II.3 Teori Independensi Pemeriksa II.3.1 Pengertian Independensi Pemeriksa Mulyadi (2002) mendefinisikan independensi adalah sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independen juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Al-Amin (2006) menyatakan, independensi dalam pengawasan berarti didalam proses dan praktek pengawasan tidak terjadi pemihakan atau pengaruh lain yang disebabkan adanya hubungan saudara, teman, kerabat, status jabatan dan lain-lain. Menurut Simamora (2002), independen berarti bahwa auditor harus tidak memihak dan tidak bias terhadap informasi keuangan yang di auditnya maupun terhadap penyusun dan pemakai laporan keuangan. Oleh sebab itu, auditor harus independen dalam kenyataan (in fact) dan dalam penampilan (in appearance). Fauzi (1999), independensi berarti bebas dan tidak terikat agar pendapatnya dapat diterima oleh semua pihak. Konsep independensi secara ekstrem adalah penting bagi pemeriksa yang memiliki tanggung jawab luas terhadap pihak ketiga. Menurut Tunggal (2000), agar fungsi pemeriksaan dapat berjalan efektif, pemeriksa harus independen dari aktivitas yang diperiksa. Independensi yang lengkap secara tidak langsung menyatakan kebebasan dari semua dependensi (keterikatan), termasuk dependensi keuangan. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan

pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Zulfan (2007) menyatakan, independen dalam audit mencakup: a. Dalam perencanaan audit yang berarti bebas dari pengaruh manajemen dalam menetapkan prosedur audit, menentukan sasaran dan ruang lingkup; b. Dalam pelaksanaan yang berarti bebas dalam mengakses aktivitas yang akan di audit; c. Dalam pelaporan yang berarti bebas dari usaha untuk menghilangkan mempengaruhi makna laporan serta bebas untuk mengungkapkan fakta. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, menyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya. Independensi APIP serta obyektifitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil pekerjaan APIP meningkat. Penilaian Independensi dan obyektifitas mencakup dua komponen berikut: a. Status APIP dalam organisasi; b. Kebijakan untuk menjaga obyektifitas auditor terhadap obyek audit. Pimpinan APIP bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi organisasi agar tanggung jawab pelaksanaan audit dapat terpenuhi. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerja sama dengan auditi dan

melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling memahami diantara peranan masing-masing lembaga. Auditor/Pemeriksa harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Auditor harus obyektif dalam melaksanakan audit. Prinsip obyektifitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Jika independensi atau obyektifitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya dan atau interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidak independenan atau bias. Pimpinan APIP harus menggantikan auditor yang menyampaikan situasinya dengan auditor lainnya yang bebas dari situasi tersebut. Auditor yang mempunyai hubungan yang dekat dengan auditi seperti hubungan sosial, kekeluargaan atau hubungan lainnya yang dapat mengurangi obyektifitasnya, harus tidak ditugaskan untuk melakukan audit terhadap entitas tersebut. Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor auditi guna membantu me-reviu kegiatan, program atau aktivitas auditi, maka auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan atau menyetujui hal-hal yang merupakan tanggung jawab auditi.

Menurut Bastian (2007), apabila terdapat kekurangan dalam perilaku auditor maupun perilaku yang tidak benar dalam kehidupan pribadinya, maka hal yang demikian akan menempatkan integritas auditor, lembaga tempat ia bekerja, kualitas, dan validitas tugas pemeriksaannya pada situasi yang tidak menguntungkan dan dapat menimbulkan keraguan terhadap keandalan serta kompetensi lembaga tersebut. Menurut Tunggal (2000), pemeriksa harus melakukan pendekatan pekerjaannya dalam keadaan yang konstruktif, menyadari bahwa kesalahan adalah penunjuk untuk perbaikan. Pemeriksa harus mempertimbangkan diri sendiri sebagai mitra (partner) dengan mereka yang terlibat dalam audit. Kemampuan untuk berurusan secara efektif dengan orang lain menciptakan hubungan yang menyenangkan. Independensi pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara sangat berbeda dengan independensi yang dimiliki oleh BPK, BPKP, atau Akuntan Publik. Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Kabupaten Tapanuli Utara. Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara hanya dapat memberikan saran kepada Kepala Daerah melalui laporan hasil pemeriksaan untuk memberikan sanksi dari temuan penyalahgunaan wewenang pada SKPD-SKPD yang di Pemerintah Kabupaten. Tindakan yang dilakukan merupakan hak mutlak Kepala Daerah. Berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atau BPKP, kedua lembaga ini berhak melakukan ekspose kepada pusat atas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Perbedaan ini menyebabkan masih kurangnya independensi Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara.

II.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Independensi Pemeriksa Menurut Jaafar dan Sumiyati (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi independensi dalam audit yang sedang dilakukannya adalah: a. Faktor Pribadi yang meliputi hubungan pribadi yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan audit; hubungan kerja dengan auditan sebelum dan sesudah audit; keberpihakan terhadap golongan, kelompok, organisasi atau program Pemerintah; kepentingan politik dan sosial tertentu. b. Faktor Eksternal meliputi hal-hal yang dapat mengganggu pemeriksa dalam menggunakan kemampuannya untuk menghasilkan pendapat atau simpulan audit yang objektif. Faktor eksternal ini dapat berasal dari hubungan kelembagaan yang terjadi antara pemeriksa dengan auditan. II.4 Teori Kualitas Hasil Pemeriksaan II.4.1 Pengertian Kualitas Hasil Pemeriksaan Laporan hasil pemeriksaan mempunyai peran yang penting dalam suatu proses pemeriksaan, karena laporan hasil pemeriksaan merupakan produk akhir dari suatu proses pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan adalah dokumen kepada pihakpihak yang berkepentingan di organisasi auditan yang memuat hasil pemeriksaan dan rekomendasi dari pemeriksa. Hasil pemeriksaan berupa hasil penilaian pemeriksa terhadap kesesuaian antara kondisi yang ada pada auditan dibandingkan dengan kriterianya dan hasil analisis pemeriksa bila terdapat perbedaan antara kondisi dengan kriterianya. Sedangkan rekomendasi berisi saran-saran dari pemeriksa kepada

manajemen mengenai perbaikan atas kelemahan sistem pengendalian manajemen. BPKP (2004). Kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang menjadi indikator dalam kualitas pemeriksaan, yaitu kelemahan pengendalian intern, penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan, kerahasiaan informasi, dan tindak lanjut dari rekomendasi. Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat komentar pejabat dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa.

Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan. Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan, atau rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidak setujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidak setujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. II.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan Christiawan (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit adalah keahlian dan independensi. Keahlian berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki auditor dalam bidang auditing dan akuntansi. Sedangkan independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh auditor. Berbagai penelitian tentang kualitas audit pernah dilakukan, salah satunya oleh Deis dan Giroux (1992), dimana mereka meneliti faktor penentu kualitas audit di sektor publik dengan menggunakan sampel Kantor Akuntan Publik yang mengaudit

institusi sektor publik. Studi ini menganalisis temuan-temuan Quality Control Review. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama hubungan dengan klien (audit tenure), jumlah klien, telaah dari rekan auditor (peer review), ukuran dan kesehatan keuangan klien serta jam kerja audit secara signifikan berhubungan dengan kualitas audit. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas audit adalah pendidikan, struktur audit, kemampuan pengawasan (supervisor), profesionalisme dan beban kerja. Semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Sedangkan kualitas audit akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah klien, reputasi auditor, kemampuan teknis dan keahlian yang meningkat.