BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Melati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman post modern manusia cenderung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya berada pada rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak adalah amanat dari Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

Perkembangan Sepanjang Hayat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003:pasal 1 ayat 1). Sukmadinata (2007:13) menyatakan bahwa untuk tercapainya pribadi yang berkembang kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh. Kegiatan pendidikan tidak hanya mencakup kegiatan instruksional (pengajaran), melainkan meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat pelayanan sehingga dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan tersebut adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses pengajaran yang memadai, dan pelayanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan. Bimbingan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pengembangan kualitas manusia Indonesia yang telah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional (Undang-Undang No 20 tahun 2003) yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dengan demikian pendidikan yang bermutu adalah sesuatu

2 proses yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian perkembangan diri yang optimal. Hal ini karena peserta didik sedang berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Peserta didik sebagian besar adalah remaja yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Masa remaja, menurut batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. (Desmita, 2008:190). Tetapi Monks, Knoers 7 Haditono (Desmita, 2008:190) membedakan masa remaja atas empat bagian, yaitu: (1) masa pra- remaja atau pra-pubertas (10-12 tahun), (2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan (4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) umumnya anak sedang duduk dibangku sekolah menengah. Remaja adalah sosok individu yang menarik karena pada usia ini individu belajar menampikan diri sebagai orang dewasa dengan modal dasar puncak potensi perkembangan. Dalam keremajaannya individu dihadapkan pada sejumlah tantangan baik yang datang dari diri sendiri, keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lingkungan sekitar, negara maupun dunia secara global. Untuk dapat menghadapi tantangan tersebut individu perlu memiliki kemampuan dan keterampilan pribadi, sehingga secara fisik, mental, maupun sosial remaja tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang bijaksana secara sehat. (Yustiana, 2002:1). Remaja mengembangkan konsep diri sesuai dengan cara pandang diri terhadap diri dan bagaimana lingkungan memandang dan menempatkan dirinya. Kemampuan remaja untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan dimaknai oleh remaja sebagai upaya remaja untuk bergaul. Menurut Yusuf (2006:10) pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Dalam pencapaian tugas perkembangan remaja yaitu

3 mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik dengan pria maupun wanita mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap lingkungannya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Kondisi demikian menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri. Schneiders (1964:429) mengemukakan penyesuaian (adjustment) adalah suatu proses yang melibatkan respon- respon mental dan perbuatan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Selanjutnya dia menjelaskan ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu mampu merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Seorang remaja dikatakan memiliki penyesuaian yang baik (well adjustment) apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma. Penyesuaian diri ini merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri. Menurut Kartono (Citaripah, 2011:2), semua tingkah laku manusia pada hakikatnya merupakan respon penyesuaian diri. Dengan demikian penyesuaian diri mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hurlock (1992:213) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Dikatakan tersulit dalam penyesuaian diri, menurut Elizabeth B. Hurlock kerena meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam memilih pemimpin. Di samping itu, untuk

4 mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan masalah dan dilema bagi remaja. Hurlock mengemukakan bahwa di satu sisi remaja dituntut untuk patuh pada orang tua dan guru, di sisi lain mereka dituntut untuk berlaku konform dengan teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya. Padahal di antara kedua tuntutan tersebut seringkali tidak sejalan, akibatnya seringkali timbul konflik antara remaja dengan orang tua atau otoritas yang ada. Dengan demikian, tampaknya penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dicapai remaja. Fenomena kenakalan remaja yang mengindikasikan adanya penyesuaian diri yang salah yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabukmabukan, pencurian, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti narkotika dan perilaku seksual yang tidak sah atau menyimpang menjadi fenomena mengerikan di kalangan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh majalah Sabili Tahun 2004 (dalam Yusuf, 2004:98) tentang penyimpangan seksual di kalangan remaja, yaitu: (1) hasil penelitian Yayasan Priangan Jawa Barat di tujuh kota besar di Jabar menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir telah melakukan homo seksual; (2) hasil survey Pelajar Islam Indonesia (PII) dengan menyebar angket 400 responden yang berusia antara 12-24 tahun yang berdomisili di berbagai kota di Jawa Barat menunjukkan bahwa 75% pelajar dan mahasiswa telah melakukan penyimpangan perilaku, seperti tawuran, dan narkoba; 45% melakukan penyimpangan seksual, dan diantaranya 25% pelajar pria melakukan homoseksual. Data mutakhir koran Pikiran Rakyat (13/8/08) melaporkan 52% remaja laki- laki- perempuan usia 15-24 tahun mengaku pernah berhubungan seks. Selain itu Makmun (Solehuddin, 2008:15) menjelaskan masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan perkembangan remaja, diantaranya: berkenanaan dengan segi perkembangan fisik dan psikomotorik, masalah remaja

5 dapat berupa kecanggungan dalam bergaul, penolakan diri (self rejection) perasaan malu- malu, atau melakukan penyimpangan perilaku seksual; sedangkan berkenaan dengan segi perkembangan bahasa dan perilaku kognitif permasalahannya dapat berupa bersikap negatif terhadap guru dan pelajaran, merasa rendah diri (inferiority complex), merasa kesulitan dalam memilih bidang pendidikan (jurusan, program studi, atau jenis sekolah) yang cocok. Tawuran remaja, konflik dengan orang tua, minum obat-obat terlarang, dan bentuk- bentuk kenakalan remaja lainnya adalah masalah-masalah remaja yang terutama berkenaan dengan segi perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan religius; sedangkan ikut-ikutan dalam kegiatan destruktif spontan untuk melampiaskan ketegangan emosinya, dan dialaminya adolesentisme adalah masalah remaja yang berkaitan dengan perkembangan perilaku afektif, konatif dan kepribadian. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari guru BK dan hasil observasi langsung selama melaksanakan program latihan profesi di lapangan, banyak sekali ditemukan siswa bermasalah. Adapun masalah tersebut, yaitu pelanggaran tata tertib, kecenderungan masuk ke kelas terlambat, membolos, perkelahian, rendahnya prestasi yang dicapai siswa, menurunnya semangat belajar yang disebabkan dari masalah-masalah pribadi, bahkan ada beberapa siswa yang acuh tak acuh dalam menerima pelajaran. Perilaku tersebut dapat dijadikan indikator bahwa mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apabila hal ini dibiarkan, akan menghambat proses perkembangan diri dan perwujudan diri yang bermakna sesuai dengan tujuan pendidikan. Upaya untuk mengembangkan penyesuaian diri yang telah dipaparkan di atas dapat dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi siswa karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri.

6 Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang merupakan masalah (Nugraha, 2009:13). Alasan menggunakan permainan dalam kelompok (Rusmana, 2009:22) adalah sebagai berikut. 1. Mengembangkan diskusi dan partisipasi. Penggunaan permainan dalam kelompok seringkali dapat meningkatkan partisipasi anggota kelompok dengan cara memberikan mereka pengalaman umum. Permainan dapat menjadi cara untuk menstimulasi minat dan energi anggota kelompok. 2. Memfokuskan kelompok. Suatu permainan dapat digunakan untuk memfokuskan anggota pada suatu isu atau topik yang umum. 3. Mengangkat suatu fokus. Konselor bisa juga menggunakan permainan untuk mengangkat suatu fokus. 4. Memberi kesempatan untuk pembelajaran eksperiensial. Permainan untuk memberikan suatu pendekatan alternatif dalam mengeksplorasi persoalanpersoalan, hal ini dapat dilakukan melalui diskusi sederhana. 5. Memberi konselor informasi yang berguna. Permainan berguna juga untuk mendapatkan informasi dari anggota kelompok dalam diskusi. 6. Memberikan kesenangan dan relaksasi. Permainan tertentu dapat melonggarkan suasana dalam kelompok melalui canda tawa dan relaksasi. 7. Meningkatkan level kenyamanan. Permainan dapat digunakan untuk meningkatkan level kenyamanan dalam kelompok. Permaian untuk meningkatkan keakraban sehingga menambah rasa nyaman diantara anggota kelompok.

7 Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta didik, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Upaya menangkal dan mencegah perilakuperilaku yang tidak diharapkan tersebut dapat ditempuh dengan cara mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Hal tersebut senada dengan tujuan bimbingan dan konseling secara umum, yakni membantu peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal. Dengan latar belakang penelitian tersebut peneliti mencoba menguji seberapa besar efektivitas permainan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri siswa SMP. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan fakta empiris mengenai temuan penyesuaian diri di atas, maka diperlukan bimbingan dan konseling sekolah sebagai salah satu layanan interpersonal yang memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik dalam memfasilitasi perkembangan potensi yang mereka miliki. Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu membantu individu memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, serta dapat menyesuaikan dalam merealisasikan fungsi-fungsi kehidupan dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. Individu sejak lahir telah dihadapkan dengan lingkungan yang menjadi sumber stress. Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stress) beranekaragam, dan keberhasilannya juga beranekaragam. Bagi individu yang gagal akan mengalami maladjusment yang ditandai dengan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan atau gangguan yang lain (psikotik, neurotik, psikopatik). Stress terjadi apabila individu

8 mengalami tekanan (pressure) dari lingkungan atau ia mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustrasi dan ia tidak mampu mengatasinya. Dalam menghadapi stress ini akan sangat dipengaruhi oleh individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya, persepsinya, dan kemampuannya dalam menyelesaiakan masalah (Haeny, 2010:16). Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mempunyai kemampuan untuk mereaksi kebutuhan atau tuntutan lingkungannya secara matang, sehat dan efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental, frustrasi, dan kesulitan-kesullitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan tingkah laku simtomatik (seperti rasa cemas, takut, khawatir, obsesi, pobia atau psikosomatik). Dia adalah orang yang berupaya menciptakan hubungan interpersonal dan suasana yang saling menyenangkan yang berkontribusi kepada perkembangan kepribadian yang sehat. (Yusuf, 2004:29). Semiun (2006:37) berpendapat bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik. Karena itu individu tersebut bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan pribadi. Dalam konteks pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik mengembangkan penyesuaian diri dikemas dalam suatu bentuk kegiatan layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi siswa karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk saling berbagi pengalaman, kebutuhan untuk menemukan nilai-nilai yang ada di sekitar sebagai pedoman, serta kebutuhan lebih demokratis dan mandiri. Sukmadinata (2007:31) menjelaskan bahwa bimbingan yang mendorong kegiatan umumnya dilakukan secara kelompok dan berfungsi bukan saja memberi informasi tetapi juga

9 mendorong peserta didik untuk saling menyesuaikan diri, menyalurkan dorongandorongan mereka, mengembangkan kemampuan tertentu, mengadakan katarsis, sublimasi, kompensasi, tukar menukar pengalaman dan ide-ide serta menangani ketegangan-ketegangan. Salah satu bentuk metode bimbingan kelompok yang dapat diberikan pada siswa SMP untuk mengembangkan penyesuaian diri adalah dengan permainan kelompok. Permainan kelompok sangat mungkin diberikan pada siswa SMP karena sesuai dengan karakteristik perkembangan yang berada pada taraf operasional formal. Maka bentuk kegiatan permainan kelompok dipandang dapat membantu mengembangkan penyesuaian diri. Selain itu permainan kelompok memiliki unsur terapeutik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang merangsang dan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuannya pada hal-hal tertentu yang tidak dimilikinya dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang merupakan masalah (Nugraha, 2009:13). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka masalah utama yang akan diteliti adalah Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa SMP? Dari identifikasi masalah tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013? 2. Bagaimana rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013? 3. Apakah permainan kelompok efektif dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik mengenai efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa. Tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut.

10 1. Memperoleh gambaran kemampuan penyesuaian diri siswa SMP VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013 secara umum, per aspek dan pada kelas eksperimen. 2. Merumuskan rancangan permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013. 3. Menguji efektivitas permainan kelompok dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2012/2013. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin dicapai antara lain: 1. Konselor dan pihak lainnya. Diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa yang tidak baik di sekolah sehingga hasil penelitian ini dapat dikembangkan kembali oleh konselor dalam melakukan intervensi dalam berbagai setting pendidikan. 2. Bagi Pihak Sekolah Penelitian ini diharapkan menjadi pedoman praktis dalam memberikan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa melalui permainan kelompok. E. Struktur Organisasi Bab I berisikan Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II Kajian Pustaka. Kajian pustaka mencakup karakteristik siswa SMP sebagai remaja, konsep dasar kemampuan penyesuaian diri siswa, dan konsep dasar permainan kelompok. Bab III memaparkan metode penelitian yang meliputi lokasi dan subjek populasi penelitian, desain penelitian, metode penelitian, operasional variabel,

11 instrumen penelitian, proses pengujian instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari dua hal utama, yakni: (a) pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan penelitian; (b) pembahasan dan analisis hasil temuan. Bab V meliputi Kesimpulan dan Saran. Bab kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.