REKONSTRUKSI SPIRITUALITAS NASIONAL MASA KINI DALAM PERSPEKTIF KAJIAN BUDAYA Saortua Marbun Nida Dwi Karya Publishing
REKONSTRUKSI SPIRITUALITAS NASIONAL MASA KINI DALAM PERSPEKTIF KAJIAN BUDAYA Oleh: Saortua Marbun Copyright 2015 by Saortua Marbun ISBN 978-602-368-067-2 Penerbit: Nida Dwi Karya Publishing Jl. Peneleh 9 No. 60 Surabaya 60274 Desain Sampul/Ilustrator: I Made Marthana Yusa 2
#1 TUHANKU Relasi personal dengan Tuhan, energi inti dan tonggak Spiritualitas nasional 3
Kepalsuan Agamawi, Waspadalah! PALSU, sebuah kata yang mengemuka belakangan ini. Kata itu menimbulkan perasaan khawatir, rasa takut yang mengharuskan konsumen ekstra waspada agar tidak menjadi korban produk dan jasa palsu. Khawatir terhadap produk-produk palsu. Was-was terhadap penyedia jasa layanan palsu. Beras palsu, susu palsu, dokter palsu dan berbagai kepalsuan lainnya. Tidak perlu kaget, bila ada orang yang berkelakar 'di negeri ini apa sih yang tidak bisa dipalsukan?' Dugaan peredaran beras palsu belum usai, kini perguruan tinggi pun diduga mengeluarkan ijazah palsu. Di balik isu produk dan jasa palsu, sebenarnya ada isu yang jauh lebih serius. Sekali pun, tidak berbicara secara eksplisit perihal produk-produk palsu, akan tetapi Kitab Suci Alkitab berulang kali memperingatkan umat Tuhan agar waspada terhadap kepalsuan agamawi. Alkitab berkali-kali menggunakan istilah seperti nabi palsu, mesias palsu, rasul palsu, pengajar palsu, ajaran palsu, saudara palsu, mujizat palsu, sumpah palsu, neraca palsu itu semua berkaitan dengan kepalsuan agamawi. 4
Kepalsuan produk dan jasa tidak boleh diabaikan, kita memerlukan standar nasional yang jelas dengan sertifikat dan mekanisme pengawasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun, perlu disadari bahwa kepalsuan agamawi tentu berdampak jauh lebih luas dan permanen. Seperti pohon, produk dan jasa palsu adalah buah dari ketidakmurnian, aktualisasi dari kepalsuan agamawi oleh orang-orang yang tidak bersungguhsungguh menjalankan ajaran agama. Agama hanya dikenakan sebagai casing, kemasan - ilmu agama sebatas kognisi, sebatas pelengkap kolom data kartu identitas. Tidak heran bila kita bisa dengan mudah menemukan orang-orang yang tampil alim namun yang bersangkutan menempati ruang tahanan. Orang yang demikian, menjalankan perintah agama tanpa roh takut akan Tuhan. Belum ada badan atau asesor yang melakukan uji kepatutan spiritualitas, melakukan sertifikasi hidup keagamaan seseorang. Jangan sampai anda tertipu. Oleh sebab itu umat yang beriman perlu diingatkan agar waspada terhadap kepalsuan agamawi. Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang menyesatkan. Firman Allah dalam Injil Matius berkata, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka 5
adalah serigala yang buas dan menyesatkan banyak orang."(matius 7:15;24:11) Waspadalah terhadap "rasulrasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar"(2 Korintus 11:13) Waspadalah terhadap mesias-mesias palsu yang "akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat dengan maksud menyesatkan."(markus 13:22) Waspadalah terhadap guruguru palsu yang "akan memasukkan pengajaranpengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa."(2 Petrus 2:1) Waspadalah terhadap ajaran palsu yang "berusaha menarik muridmurid dari jalan yang benar."(kisah Para Rasul 20:30) Waspadalah terhadap saudara-saudara palsu, "yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam untuk menghadang kebebasan kita yang kita miliki di dalam Kristus Yesus." (Galatia 2:4) Waspadalah terhadap mujizat palsu yang dilakukan "pekerjaan Iblis disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu."(2 Tesalonika 2:9) Produk dan layanan palsu dapat diusut, mungkin dengan cara menyampaikan keluhan pelanggan. Berbeda dengan spiritualitas, belum ada kata sepakat di tengah masyarakat. Jadi, potensi kepalsuan tetap ada. Beberapa produk dan jasa dewasa ini telah disertifikasi dan 6
distandarisasi, ini tentu memudahkan konsumen dalam membuat keputusan pembelian; tidak demikian halnya dengan spiritualitas dan religiositas seseorang. Apakah pemerintah akan menangani standarisasi dan sertifikasi hidup keagamaan semua warga? Boleh jadi. Namun begitu, selagi pertanyaan ini belum terjawab, tetaplah waspada terhadap kepalsuan agamawi. 7
Memburu Uang, Menyimpang dari Iman Pekerjaan Rumah Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan pencegahan, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi tampaknya semakin panjang. Entah sampai kapan PR itu dapat dituntaskan? Para pelaku tampaknya semakin licik dan semakin canggih, membuat tugas berat itu semakin tidak ringan. Banyak kalangan berkomentar; mungkin dengan maksud menolong agar negeri ini bersih dari tindak pidana korupsi. Hal ini kontradiktif dengan banyaknya kasus politik uang, suap dan berbagai bentuk penyebaran rejeki yang tidak halal di negeri ini. Bagaimana menangani masalah korupsi menurut pandangan kristiani? Perilaku korup atau busuk berakar dari dalam hati seseorang, hati yang berdosa, hati yang mencintai uang melebihi rasa cinta kepada Tuhan. Firman Tuhan berkata, Karena cinta akan uang adalah langkah pertama menuju kepada segala jenis dosa. Bahkan beberapa orang berpaling dari Tuhan, menyimpang dari iman karena memburu uang. Akibatnya, mereka mencelakakan diri 8
sendiri. (1 Timotius 6:10) Dengan memahami dasar masalah, maka upaya mengurus koruptor harus melibatkan restorasi bathin, melakukan pertobatan, hukuman penjara tidak memadai. Para koruptor harus dibimbing kembali ke jalan Tuhan, ke jalan yang benar. Yakinlah, korupsi tidak dapat dihentikan sekali pun para koruptor diberi uang yang berlimpah -- karena akar masalahnya bukan pada uang itu sendiri. Pengkhotbah berkata, Mereka yang mencintai uang tidak akan pernah puas dengan uang yang mereka miliki. Mereka yang mencintai kekayaan tidak akan puas apabila mereka mendapat lebih banyak lagi. (Pengkhotbah 5:9 AYT) Lalu, dengan apa mereka akan dipuaskan? Kembali kepada Tuhan dengan cinta sejati. Firman Tuhan berkata, suap itu dapat membutakan mata orang-orang bijak dan orang jujur hingga mereka membuat keputusan yang tidak adil. Itu sebabnya, Firman Tuhan berkata, Dalam mengambil keputusan, mereka tak boleh bertindak sewenangwenang, memutarbalikkan keadilan atau berat sebelah. Mereka tak boleh juga menerima suap, karena suap itu membutakan orang, membuat buta mata orang-orang, bahkan orang bijaksana dan jujur, sehingga mengambil keputusan yang tidak adil. (Ulangan 16:19 BIS) Para 9
oknum perlu digembalakan agar dalam menjalankan tupoksinya tetap berpegang pada surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang pernah ditandatangani, surat keterangan sehat jasmani dan rohani, dan berperilaku setia pada sumpah jabatan. Patut diusulkan agar kesehatan iman oknum yang akan dilantik, perlu diperiksa sebelum Kitab Suci diangkat, dijunjung di atas kepala. Keterlibatan para rohaniwan sebagai wakil Tuhan pada upacara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan perlu dimaknai secara benar. Sudah tentu, oknum-oknum yang bersih dari korupsi masih banyak di negeri ini. Para abdi masyarakat dan abdi negara yang berbakti kepada Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak memburu uang, mereka tidak menyimpang dari iman. Mereka berpegang pada pesan Firman Tuhan, Berhati-hatilah terhadap yang kamu kerjakan karena Tuhan Allah kita adil, Ia tidak pernah memperlakukan seseorang lebih penting daripada yang lain. Dia tidak menerima uang suap untuk mengubah keputusan-nya. (2 Tawarikh 19:7 AYT) Tunjukkanlah dengan perbuatanmu bahwa kamu sudah bertobat dari dosa-dosamu. (Matius 3:8 BIS) Tuhan memberkati Indonesia. 10