BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS


BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN. INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic Bath,

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

LUBRICATING SYSTEM. Fungsi Pelumas Pada Engine: 1. Sebagai Pelumas ( Lubricant )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TURBOCHARGER BEBERAPA CARA UNTUK MENAMBAH TENAGA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN DEGRADASI MINYAK PELUMAS PADA MESIN ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (SATUAN ACUAN PERKULIAHAN) : Teknologi Bahan Bakar dan Pelumasan Kode MK/SKS : TM 333/2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS. Daniel Parenden Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

PENGARUH PENYETELAN CELAH KATUP DAN PENYETELAN TIMING INJECTION PUMP TERHADAP HASIL GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

BAB II TINJAUAN LITERATUR

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA KAJI BANDING DATA PENGUJIAN

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Mesin Diesel. Mesin Diesel

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

Pemeriksaan & Penggantian Oli Mesin

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

Created by Training Department Edition : April 2007

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N.

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

Efisiensi Suhu Kerja Mesin Antara Pemakaian Water Pump Dan Tanpa Water Pump Pada Mesin Diesel Satu Silinder Merk Dong Feng S195

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis.

Dua orang berkebangsaan Jerman mempatenkan engine pembakaran dalam pertama di tahun 1875.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB IV MENGOPRASIKANKAN GENERATOR SET

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

BAB II LANDASAN TEORI

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VII PENDINGINAN MOTOR

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II ISOLASI CAIR. Bahan isolasi cair digunakan pada peralatan-peralatan listrik seperti

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Langkah Hisap (Intake)

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Motor Bakar Dalam mesin terdapat siklus pembakaran yang disebut dengan istilah motor bakar. Motor bakar sendiri mempunyai arti yaitu salah satu jenis kalor dalam kinerjanya terdapat dalam ruang bakar (silinder) dengan menggunakan bahan bakar setelah mengalami pembakaran dalam ruang bakar maka akan dihasilkan perubahan tenaga, menjadi tenaga gerak melalui mekanisme yang telah ditentukan. Dilihat dari cara memperoleh energi thermal tersebut, mesin kalor ini dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu Mesin Pembakaran Dalam (Internal Combustion Engine) dan Mesin Pembakaran Luar (External Combustion Engine). Tujuan dari motor bakar itu sendiri adalah untuk menghasilkan energi mekanik dari energi kimia yang terkandung didalam bahan bakar. Dalam internal combustion engine, energi dilepas oleh pembakaran atau oksidasi bahan bakar didalam mesin. Campuran bahan bakar dan udara sebelum pembakaran dan seseudah pembakaran merupakan fluida kerja aktual. Output tenaga inilah yang nantinya diubah menjadi tenaga penggerak. Proses Kerja dalam motor bakar torak mempunyai arti, yaitu mengisi silinder dengan udara murni atau dengan campuran udara dan bahan bakar, pembakaran bahan bakar, expansi gas pembakaran, dan pembuangan gas bekas. Menurut langkah kerjanya motor bakar torak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 6

2.2 Klasifikasi Motor Diesel 2.2.1 Motor Empat Langkah Pada motor bakar torak empat langkah terdapat katup katup (valve) yang berfungsi sebagai pintu masuknya campuran bahan bakar dan udara kedalam silinder dan sebagai pintu keluarnya gas sisa pembakaran. Sebagai gambaran mengenai motor empat langkah dapat dilihat pada gambar 2-1 dibawah ini. Gambar 2.1. Langkah Piston Pada Motor Bakar Empat Langkah (Sumber: Klaus Mollenhaur, Handbook of Diesel Engine, Berlin, 2010) Pada motor bakar torak empat langkah, untuk terjadinya suatu proses pembakaran bahan bakar dalam ruang bakar dibutuhkan empat kali langkah pengerjaan. Atau proses kerja pada motor empat langkah diperoleh dalam empat langkah berturut-turut atau dalam dua putaran poros engkol. 2.2.2 Motor Dua Langkah Pada motor bakar torak dua langkah tidak mempunyai katup pada silinder, pemasukan gas baru dan pembuangan gas sisa pembakaran berlangsung melalui lubang-lubang pada dinding silinder. 7

Untuk motor bakar torak dua langkah ini siklus kerjanya adalah torak harus melakukan dua kali langkah torak atau satu kali putaran poros engkol guna mendapatkan terjadinya satu kali usaha. Sebagai gambaran mengenai motor dua langkah dapat dilihat pada gambar 2-2 dibawah ini. Gambar 2.2. Langkah Pistion Pada Motor Bakar Dua Langkah (Sumber:Klaus Mollenhaur, Handbook of Diesel Engine, Berlin, 2010) 2.3 Prinsip Kerja Mesin Diesel Empat Langkah Mesin diesel empat langkah adalah mesin yang menyelesaikan empat kali langkah piston (hisap, kompresi, kerja, buang) atau dua kali putaran poros engkol, guna mendapatkan terjadinya satu kali usaha, dimana langkah piston tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Langkah Hisap Pada langkah hisap, udara dimasukkan ke dalam silinder. Piston membentuk kevakuman di dalam silinder, piston bergerak ke bawah dari titik mati atas ke titik mati bawah. Terjadinya vakum ini menyebabkan udara segar masuk kedalam silinder karena katup hisap terbuka. Katup buang tertutup selama langkah hisap. 8

Gambar 2.3. Langkah Hisap (Sumber : Klaus Mollenhaur, Handbook of Diesel Engine, Berlin, 2010) 2. Langkah Kompresi Pada langkah kompresi, piston bergerak dari titik mati bawah menuju titik mati atas. Pada saat ini kedua katup tertutup. Udara yang dihisap selama langkah hisap ditekan sampai tekanannya naik sekitar 30 kg/cm² (427 psi, 2,942 kpa) dengan temperatur sekitar 500-800ºC (932 1472ºF). Gambar 2.4. Langkah Kompresi (Sumber: Klaus Mollenhaur, Handbook of Diesel Engine, Berlin, 2010) 3. Langkah Kerja (Pembakaran) Udara yang terdapat di dalam silinder didorong ke ruang bakar pendahuluan (precombustion chamber) yang terdapat pada bagian atas masing 9

masing ruang bakar. Pada akhir langkah pembakaran, injection nozzle terbuka dan menyemprotkan kabut bahan bakar ke dalam ruang bakar pendahuluan dan campuran udara bahan bakar selanjutnya terbakar oleh panas yang dibangkitkan oleh tekanan. Kejadian ini menyebabkan bahan bakar terurai menjadi partikel partikel kecil dan bercampur dengan udara pada ruang bakar utama (main combustion) dan terbakar dengan cepat. Energi pembakaran mengekspansikan gas dengan sangat cepat dan piston terdorong ke bawah. Gambar 2.5. Langkah Kerja (Sumber: Klaus Mollenhaur, Handbook of Diesel Engine, Berlin, 2010) 4. Langkah Buang Pada saat piston menuju titik mati bawah, katup buang terbuka dan gas pembakaran dikeluarkan melalui katup buang pada saat piston bergerak ke atas lagi. Gas akan terbuang habis pada saat piston mencapai titik mati atas, dan setelah itu proses mulai lagi dengan langkah hisap. 10

Gambar 2.6. Langkah Buang (Sumber: Klaus Mollenhaur, Handbook of Diesel Engine, Berlin, 2010) 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel Proses pembakaran yang terjadi dalam mesin diesel diperlihatkan dalam hubungan tekanan dan waktu dalam grafik dibawah ini dan dapat dibagi ke dalam 4 proses (phase). Gambar 2.7. Grafik Proses Pembakaran Mesin Diesel (Sumber : Training Manual Intermediate, Isuzu Training Centre) 11

a. Phase Pertama : Saat Tertundanya Pembakaran (Ignition Delay) (A-B). Tahap ini adalah persiapan pembakaran dimana partikel partikel yang sempurna dari bahan bakar yang diinjeksikan bercampur dengan udara dalam silinder untuk dibentuk menjadi campuran yang mudah terbakar. Peningkatan tekanan secara konstan terjadi sesuai dengan sudut poros engkol. b. Phase kedua : Saat Perambatan Api (Flame Propagation) (B-C). Dengan berakhirnya tahap pertama, campuran yang mudah terbakar telah dibentuk dalam bermacam macam bagian dalam silinder, dengan awal pembakaran dalam beberapa tempat. Api ini akan merambat pada kecepatan yang sangat tinggi sehingga campuran terbakar secara explosive (letupan) dan menyebabkan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Saat ini disebut phase pembakaran explosive (letupan). Naiknya tekanan dalam tahap ini merupakan persiapan untuk membentuk banyaknya campuran yang mudah terbakar dalam tahap ke tiga. c. Phase ketiga : Saat Pembakaran Langsung (Direct Combustion) (C-D) Pembakaran langsung dari bahan bakar yang sedang diinjeksikan dalam suatu tempat selama tahap ini sesuai dengan terbakarnya bahan bakar dengan adanya api dalam silinder. Pembakaran dapat dikontrol oleh jumlah bahan bakar yang diinjeksikan dalam tahap ini, dan ini disebut sebagai pengontrolan periode pembakaran. d. Phase keempat : Pembakaran Lanjut (After Burning) (D-E) Akhir penginjeksian pada titik D, tetapi sebagian bahan bakar masih ada dalam ruang bakar untuk dibakar secara kontinyu. Apabila tahap ini terlalu 12

panjang, maka suhu gas buang bekas akan naik yang akan menyebabkan efisiensi menurun. - Referensi: 1. Dengan tertundanya proses pembakaran melalui perambatan api ini sebagai tahap persiapan untuk tahap pembakaran langsung. 2. Tekanan yang terjadi selama tahap perambatan api harus dipertahankan ke efisiensi maksimum, phase pembakaran langsung ini adalah ciri khas dari mesin diesel. 2.4.1 Knocking pada Diesel Apabila pembakaran tertunda diperpanjang atau terlalu banyak bahan bakar yang dinjeksikan selama periode tertunda, maka banyaknya campuran yang sedang terbakar akan berlebihan, terlalu lamanya tahap kedua ini (perambatan api), akan menyebabkan terlalu cepat naiknya tekanan dalam silinder, sehingga akan menimbulkan getaran dan bunyi. Ini disebut disel knock. Untuk mencegah diesel knock, maka perlu dihindari meningkatnya tekanan secara tiba tiba dengan adanya terbentuknya campuran yang mudah terbakar saat temperatur rendah. Dengan pembakaran diperpendek atau mengurangi bahan bakar yang diinjeksikan selama pembakaran tertunda. Metoda berikut ini adalah cara mengatasinya a. Gunakan bahan bakar dengan nilai cetane yang tinggi b. Menaikkan temperatur udara dan tekanannya saat mulai injeksi. c. Mengurangi volume injeksi saat mulai menginjeksikan bahan bakar. d. Menaikkan temperature ruang bakar. 13

2.5 Mesin Isuzu Elf 4JB1-TC EURO 2 Mesin Isuzu Elf 4JB1-TC EURO 2 adalah mesin yang sudah memenuhi standar emisi gas buang yang ditetapkan oleh European Union yang harus diterapkan terhadap seluruh kendaraan baru. Mesin diesel Euro 2 menggunakan bahan bakar diesel berkualitas baik (kandungan sulfur 500 Ppm) sehingga mampu mengurangi penggunaan (efisien) dari bahan bakar tersebut karena mesin diesel Euro 2 dilengkapi dengan Turbo intercooler yang rendah emisi. Gambar 2.8. Skema Mesin Diesel Euro 2 (Sumber : Training Manual Isuzu Engine Group, Isuzu Training Centre) 2.5.1 Turbocharger dan Intercooler Turbocharger adalah sebuah mekanisme untuk menambah jumlah udara yang masuk kedalam ruang bakar mesin, tekanan udara yang masuk lebih tinggi dari tekanan normal yaitu dengan bantuan tenaga turbin yang didorong oleh gas 14

buang. Turbocharger dapat meningkatkan efisiensi pengisian ruang bakar, pembakaran dan meningkatkan tenaga yang dihasilkan. Intercooler adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mendinginkan udara yang disuply, dimana panas timbul karena temperature yang tinggi akibat kompresi dari turbocharger. Kemudian, udara tersebut setelah didinginkan di intercooler akan dikirimkan ke ruang bakar. Gambar 2.9. Aliran Udara Turbocharger dan Intercooler (Sumber : Training Manual Isuzu Engine Group, Isuzu Training Centre) 2.6 Bahan Bakar Mesin Diesel Pengelompokan bahan bakar mesin diesel yaitu petroleum diesel (minyaksolar) dikategorikan dalam kelompok A1, A2, A3 dan seterusnya. Hal tersebutlah yang menjadi acuan dalam pemilihan jenis bahan bakar untuk mesin diesel. Semakin rendah nomor maka semakin rendah pula berat molekul dan viskositasnya, dan ini biasa digunakan dalam mesin diesel untuk mesin mobil 15

ataupun mesin diesel lainnya. Sedangkan semakin besar nomornya maka akan semakin besar viskositasnya. Setiap nomor yang dikenakan mempunyai karakteristik yang berlainan, yaitu antara lain : viskositas, flash point, cetane number, kandungan sulfur dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan bakar yang baik untuk motor diesel adalah bahan bakar yang memiliki bilangan setana tinggi; viskositas yang rendah untuk mengurangi tekanan penyemprotan; sifat melumas yang baik supaya tidak merusak pompa tekanan tinggi; bulk modulus yang tinggi untuk memudahkan penyemprotan; dan titik didih supaya tidak mudah menguap. Selain itu, diusahakan agar kadar belerang dan aromatiknya rendah serta adanya aditif untuk meningkatkan mutu bahan bakar. Secara umum karakteristik yang penting dari bahan bakar diesel adalah : a. Angka Setana (Cetane) Angka setana merupakan indikator seberapa siapkah bahan bakar untuk terbakar. Semakin tinggi angka setana, semakin bagus pula kualitas dari bahan bakar tersebut. b. Viskositas Viskositas atau kekentalan dalam bahan bakar motor diesel merupakan hal yang penting, terutama untuk bahan bakar yang bermutu rendah yang biasa digunakan pada mesin diesel yang besar. c. Flash Point Angka ini merupakan temperatur dari bahan bakar mesin diesel yang diperlukan untuk membentuk campuran bahan bakar dengan udara 16

dan siap bakar pada tekanan atmosfir. Titik nyala bahan bakar mesin diesel berada pada kisaran 55ºC. d. Cloud Point Adalah angka yang menunjukkan temperatur bahan bakar untuk kondisi mesin diesel yang dioperasikan pada musim dingin. e. Pour Point Pour point adalah angka yang menunjukkan temperatur terendah dari bahan bakar dimana masih dapat dipompakan ke sistem bahan bakar. Angka titik tuang rata-rata berkisar 10ºF dibawah cloud point. 2.6.1 Biodiesel (Biosolar) Biodiesel (biosolar) adalah minyak diesel alternative yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari minyak tanaman, lemak hewan, lemak nabati, CPO dan minyak jelantah. Lemak nabati diperoleh melalui ekstraksi dari biji-biji buah tertentu, seprti biji jarak pagar. Untuk kemudian dilakukan esterifikasi lebih lanjut untuk pemisahan ekstrak berupa minyak dengan produk samping berupa gliserin dan kemudian minyak tersebut dapat dijadikan bahan bakar. Biodiesel diperoleh dari hasil reaksi trans-esterifikasi antara minyak dengan alkohol monohidrat dalam suatu katalis KOH atau NaOH. Reaksi transesterifikasi berlangsung sekitar 0,5-1 jam pada suhu 40ºC hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah adalah gliserol dan lapisan atas adalah metal ester. Metal ester kemudian dicuci dengan air dan disaring untuk menghilangkan sisa katalis dan mestanol sehingga biodiesel siap digunakan. 17

Proses pembuatannya dilakukan dengan komposisi nabati 87 persen, katalis satu persen dan alkohol dua belas persen. Komposisi ini akan menghasilkan biodiesel minyak nabati delapan puluh enam persen, gliserin sembilan persen dan fertilizer satu persen. Senyawa gliserin yang dihasilkan akan memberi keuntungan, yaitu mengurangi pembentukan deposit pada mesin. Tabel 2.1. Spesifikasi bahan bakar bio solar No. Karakteristik Satuan Nilai Metode Uji 1 Massa jenis pada 40º C Kg/m 3 850-890 ASTM D 1298 2 Viskositas kinematik pada 40 ºC Mm 2 /s 2,3-6,0 ASTM D 445 3 Angka setana Min. 51 ASTM D 613 4 Titik nyala (mangkok tertutup) ºC Min. 100 ASTM D 93 5 Titik kabut ºC Maks. 18 ASTM D 2500 6 Korosi lempeng tembaga (3 jam Maks. No.3 ASTM D 130 pada 50 ºC) 7 Residu karbon - dalam contoh asli, atau - dalam 10% amplas distalasi %-massa Maks. 0,05 Maks. 0,30 ASTM D 4500 8 Air dan sedimen %-vol. Maks. 0,05 ASTM D 2709 ASTM D 1796 9 Temperatur distalasi 90% ºC Maks. 360 ASTM D 1160 10 Abu tersulfatkan %-massa Maks. 0,02 ASTM D 874 11 Belerang Mg/kg Maks. 100 ASTM D 5453 ASTM D 1266 12 Fosfor Mg/kg Maks. 10 AOCS Ca. 12-55 13 Angka asam Mg KOH/g Maks. 0,8 AOCS Cd. 3d-63 ASTM D 664 14 Gliserol bebas %-massa Maks. 0,02 AOCS Ca. 14-56 ASTM D 6584 15 Gliserol total %-massa Maks. 0,24 AOCS ca. 14-56 ASTM D 6584 16 Kadar ester alkil %-massa Min. 96,5 Dihitung 17 Angka Iodium %-massa Maks. 115 AOCS Cd. 1-25 18 Uji Halphen Negatif AOCS Cb. 1-25 (Sumber : Surat Keputusan Dirjen Migas No. 13483/24/DJM/2006) 18

2.6.2 Solar Dex (Pertamina Dex) Solar dex (Pertamina dex) merupakan bahan bakar mesin diesel yang telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO2 - Keunggulan dari perta dex, yaitu : a. Memberikan tingkat performa tinggi pada mesin dengan angka setana lebih dari 53. b. Memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur dibawah 300 ppm. c. Memenuhi unjuk kerja untuk mesin diesel teknologi terbaru (Diesel Common Rail System). d. Pemakaian bahan bakar lebih irit. e. Dikembangkan dengan menggunakan additive terbaru, sehingga membuat mesin maksimal, ekonomis, dan menghasilkan tenaga yang lebih besar. Tabel 2.2. Spesifikasi bahan bakar Perta Dex Karakteristik Satuan Batasan Metode Berat jenis pada 15ºC g/cm 3 0,820 0,850 ASTM D-1298 Angka setana - Min 53 ASTM D-613 Penampilan - Jernih dan Terang Visual Titik tuang ºC Max 18 ASTM D-97 Kandungan sulfur Ppm Max 300 ASTM D-2622 Kandungan air Ppm Max 200 ASTM D-203 End point ºC Max 365 - Lubrisitas (HFRR) Micron Max 400 ASTM D-6079 (Sumber : Dirjen Minyak dan Gas Bumi, No 3675K/24/DJM/2006) 19

2.7 Pelumasan pada Motor Diesel 2.7.1 Sistem Pelumasan dan Fungsinya Pada mesin diesel, besarnya gesekan dikurangi dengan menggunakan minyak pelumas yang salah satu fungsinya adalah memisahkan dua permukaan yang bersentuhan. Dalam kenyataannya tidak ada gerakan tanpa gesekan karena tidak mudah untuk memperoleh pemisahaan yang sempurna. Selain itu, gesekan juga terjadi pada permukaan yang dilumasi karena adanya tegangan geser pada pelumas itu sendiri. Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin, yaitu suatu rangkaian alat-alat mulai dari tempat penyimpanan minyak pelumas, pompa oli (oil pump), pipa-pipa saluran minyak, dan pengaturan tekanan minyak pelumas agar sampai kepada bagian-bagian yang memerlukan pelumasan. Fungsi pelumasan pada motor diesel tidak hanya sebagai pemisah dua permukaan yang bersentuhan. Sistem pelumasan ini memiliki beberapa fungsi dan tujuan, antara lain: a. Mengurangi gesekan serta mencegah keausan dan panas, dengan cara membentuk lapisan tipis (oil film) untuk mencegah kontak langsung permukaan logam dengan logam. b. Melindungi komponen mesin dari keausan c. Mencegah korosi pada bagian-bagian mesin yang dilumasi d. Sebagai perantara oksidasi e. Sebagia media pendingin, yaitu dengan menyerap panas dari bagianbagian yang mendapat pelumasan dan kemudian membawa serta memindahkannya pada sistem pendingin. 20

f. Sebagai bahan pembersih, yaitu dengan mengeluarkan kotoran pada bagian-bagian mesin. g. Membantu menyekat kebocoran dari ruang bakar. Siklus pelumasan pada motor diesel dimulai dari bak minyak pelumas (oil pan), minyak pelumas dihisap pompa didorong ke pendingin pelumas diteruskan ke saringan pelumas, dan selanjutnya minyak pelumas dialirkan ke bagian-bagian mesin yang hendak dilumasi. Gambar 2.10 Aliran Pelumas pada Mesin 4JB1-TC (Sumber : Training Manual Isuzu Engine Group, Isuzu Training Centre) 21

2.8 Karekteristik Minyak Pelumas Setiap jenis minyak pelumas memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kegunaannya. Pada mesin diesel, beberapa sifat minyak pelumas perlu diperhatikan juga memenuhi fungsinya adalah viskositas, indeks viskositas, titik ruang, titik nyala, bilangan basa total (total base number), pencegah korosi, ketahanan terhadap oksidasi, pencegah keausan, ditergensi dan dispersansi. 2.8.1 Viskositas (kekentalan) Viscosity atau kekentalan suatu minyak pelumas adalah pengukuran dari mengalirnya bahan cair dari minyak pelumas, dihitung dalam ukuran standar. Makin besar perlawanannya untuk mengalir, berarti makin tinggi viskositasnya, begitu juga sebaliknya. Secara fisik minyak pelumas mempunyai sifat kental, kekentalan minyak pelumas harus sesuai dengan fungsinya untuk mencegah keausan bagian permukaan bergesekkan. Makin besar viskositas suatu pelumas, makin besar kemampuannya untuk memisahkan dua permukaan, namun pelumas akan makin sulit dialirkan dan gaya geser antara pelumas dan permukaan makin besar. Biasanya viskositas minyak pelumas motor bakar dinyatakan dengan bilangan SAE, misalnya : SAE 5W, SAE 10W, SAE 20W, SAE 20, SAE 30, SAE 40 dan SAE 50, makin tinggi bilangan tersebut maka makin tinggi pula viskositas pelumas. Bilangan SAE yang diikuti dengan huruf W (singkatan dari winter) menandakan pelumasan tersebut dikhususkan untuk cuaca dingin dan viskositasnya diuji pada temperatur 99ºC (210ºF). Viskositas pelumas biasanya dinyatakan dalam viskositas kinematik dengan satuan centistoke (cst). Viskositas 22

kinematik diukur berdasarkan waktu yang dibutuhkan fluida dengan volume tertentu untuk melewati saluran sempit tabung kapiler. 2.8.2 Indeks Viskositas (Viscosity Index) Kekentalan minyak pelumas berubah seiring perubahan temperatur. Setiap jenis pelumas memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap perubahan temperatur. Beberapa minyak pelumas memiliki kemampuan untuk mempertahankan viskositasnya terhadap perubahan temperatur, sifat ini disebut dengan indeks viskositas (viscosity index, VI) minyak pelumas. Tinggi rendahnya indeks ini menunjukkan ketahanan kekentalan minyak pelumas terhadap perubahan suhu. Makin tinggi angka indeks minyak pelumas, makin kecil perubahan viskositasnya pada penurunannya atau kenaikan suhu. Nilai viscosity index ini dibagi dalam 3 golongan, yaitu: a. HVI (High Viscosity Index) diatas 80 b. MVI (Medium Viscosity Index) 40 ~ 80 c. LVI (Low Viscosity Index) dibawah 40 Tabel 2.3. Rentang Temperatur Kerja Minyak Pelumas SAE Rentang Temperatur Minimum Maksimum 20-7ºC (20ºF) 27ºC (80ºF) 30 0ºC (32ºF) 38ºC (100ºF) 40 5ºC (41ºF) 50ºC (120ºF) (Sumber : Sukoco, Teknologi Motor Diesel. 2008. Bandung) 23

Dari tabel 2.3. terlihat bahwa batas bawah temperatur kerja dari pelumas SAE 30 adalah 0ºC. di daerah yang mengalami musim dingin, temperatur pada musim dingin dapat mencapai di bawah -10ºC. Pada kondisi tersebut, SAE 30 akan menjadi terlalu kental sehingga tidak bekerja dengan baik. Dengan demikian pelumas untuk cuaca panas hanya dapat digunakan pada musim panas, kecuali jika digunakan pemanas pelumas. Pelumas untuk cuaca dingin (winter mano-grade) hanya baik digunakan pada musim dingin. Penggunaan SAE 5W atau 10W pad cuaca panas akan mengakibatkan pelumas menjadi terlalu encer sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Tabel 2.4. Rentang Temperatur Kerja Minyak Pelumas Banyak Tingkatan SAE Rentang Temperatur Minimum Maksimum 0W/30-40 ºC (-40 ºF) 21 ºC (70 ºF) 5W/20-35 ºC (-25 ºF) 16 ºC (60 ºF) 5W/30-35 ºC (-25 ºF) 5 ºC (40 ºF) 10W/30-29 ºC (-20 ºF) 32 º (90 ºF) 10W/40-24 ºC (-11 ºF) 38 ºC (100 ºF) 15W/40-15 ºC (6 ºF) 43 ºC (110 ºF) 15W/50-10 ºC (-14 ºF) 49 ºC (120 ºF) 20W/50 0 ºC (32 ºF) 55 ºC (130 ºF) (Sumber : Sukoco, Teknologi Motor Diesel. 2008. Bandung) 24

Pelumas multi-grade dibuat dengan mencampurkan pelumas viskositas rendah dengan adiktif penambahan indeks viskositas (Viscosoty index improver). Contohnya, pada pelumas SAE 10W yang dicampurkan dengan aditif penambahan indeks viskositas, pelumas bekerja seperti pelumas SAE 10W pada temperatur rendah dan bekerja seperti pelumas SAE 30 pada temperatur tinggi. Campuran tersebut menghasilkan pelumas SAE 10W/30 yang memiliki rentang temperatur kerja yang lebih panjang. Penggunaan pelumas multi-grade pada daerah yang memiliki musim panas dan dingin dapat menghemat biaya perawatan motor, karena satu macam minyak pelumas dapat digunakan sepanjang tahun. Keuntungan lain dari pelumas multigrade adalah menghasilkan pelumas yang lebih baik dari pelumas mono-grade pada penyalaan dingin. 2.8.3 Titik tuang (pour point) Titik tuang pelumas adalah temperatur terendah dimana pelumas mulai tidak bisa mengalir dan kemudian menjadi beku. Titik tuang dapat menjadi indikator sifat pelumas pada temperatur rendah. Pour point mengurangi ukuran kristal wax (lilin) dalam pelumas, dengan demikian maka titik tuang pelumas akan turun ke tingkat yang serendah mungkin, didasarkan pada viskositas bukan pada kandungan wax. Pour point perlu diketahui untuk minyak pelumas yang dalam pemakainnya mencapai suhu yang dingin atau bekerja pada lingkungan udara yang dingin. 25

2.8.4 Titik Nyala (flash point) Titik nyala pelumas adalah temperatur terendah dimana sebagian pelumas mulai menguap dan terbakar ketika terdapat api disekitarnya. Titik nyala pelumas mengindikasikan tingkat kemungkinan pelumasan tersebut dapat terbakar atau meledak. Jika titik nyala terlalu rendah dapat menimbulkan masalah dengan banyaknya pelumas yang ikut terbakar (terbuang) dan adanya bahaya kebakaran. Pengukuran titik nyala ini menggunakan alat-alat yang standar, tetapi metodenya tergantung dari produk yang diukur titik nyalanya. 2.8.5 Bilangan Basa Total (total base number,tbn) Bilangan basa total (TBN) merupakan angka kadar basa yang dinyatakan dalam mgkoh/gram. TBN merupakan ukuran kemampuan minyak pelumas untuk menetralkan asam kuat yang terjadi dari proses pembakaran dalam silinder, sehingga gas hasil pembakaran tersebut tidak menyebabkan korosi di dinding atau permukaan silinder, cincin torak dan lainnya. Bilangan basa total menunjukkan tinggi rendahnya ketahanan minyak pelumas terhadap pengaruh pengasaman, biasanya pada minyak pelumas baru (fresh oil). Setelah minyak pelumas tersebut dipakai dalam jangka waktu tertentu, maka nilai TBN ini akan mennurun. Untuk mesin bensin atau diesel, penurunan TBN ini tidak boleh sedimikan rupa hingga kurang dari 1, lebih baik diganti dengan minyak pelumas baru, karena ketahanan dari minyak pelumas tersebut sudah tidak ada. Bahan aditif yang biasa digunakan untuk memperbaiki TBN antara lain senyawa Calsium, Barium atau Magnesium. Secara praktis untuk operasi motor diesel, nilai bilangan basa total (TBN) sering kali dikaitkan dengan kandungan sulfur dalam bahan bakar. Hal tersebut 26

karena kandungan sulfur merupakan penyebab utama adanya asam kuat, yaitu Asam Sulfat (H 2 SO 4 ), dari gas hasil pembakaran. Contoh penentuan nilai TBN adalah: TBN minimum = 5 + 6 x (% berat sulfur dalam bahan bakar) Penggunaan minyak pelumas dengan TBN terlalu tinggi akan berakibat timbulnya kerak hitam pada dinding sebelah dalam bak minyak pelumas, karena senyawa Calsium, Barium atau Magnesium akan menempel pada dinding. 2.8.6 Pencegah Korosi Minyak pelumas harus mampu mencegah atau mengurangi proses timbulnya korosi, proses korosi atau melindungi permukaan yang dilumasi dari terbentuknya korosi. Untuk meningkatkan kemampuan pencegahan timbulnya korosi ditambahkan bahan aditif anti korosi. bahan tersebut melindungi permukaan logam dari air atau kontaminan lain yang korosif. 2.8.7 Ketahanan Terhadap Oksidasi (oxidation stability) Minyak pelumas harus mempunyai sifat atau kemampuan anti oksidasi guna melindungi diri dari proses kerusakannya. Adanya oksigen di udara yang terdapat dalam baik pelumas yang diaduk /diagitasi aliran pelumas dari torak yang bergerak naik turun pada temperatur tinggi akan berakibat terjadinya reaksi kimia antara oksigen dengan komponen minyak. Hal ini akan menimbulkan kotoran yang menyebabkan naiknya viskositas. Proses oksidasi dipercepat oleh temperatur tinggi, adanya kandungan air, dan logam katalis, contohnya : tembaga. 27

Untuk mencegah minyak pelumas cepat beroksidasi dengan uap air yang pasti ada di dalam karter, yang pada waktu suhu mesin menjadi dingin akan berubah menjadi embun dan bercampur dengan minyak pelumas. Oksidasi ini akan mengakibatkan minyak pelumas menjadi lebih kental dari yang diharapkan, serta dengan adanya air dan belerang sisa pembakaran maka akan beraksi menjadi H 2 SO 4 yang bersifat sangat korosif. 2.8.8 Pencegah Keausan (anti-wear) Salah satu karakteristik pelumas yang harus diperhatikan adalah kemampuan minyak untuk beraksi secara kimia dengan permukaan logam untuk mencegah keausan secara pasif dengan membentuk lapisan tipis yang kuat di permukaan yang dilumasi. Hal ini dibutuhkan pada pelumasan permukaan dengan pembebanan kontak antara bidang yang relatif tinggi, sehingga mampu mengurangi permukaan sentuh logam yang dilumasi dan secara aktif bereaksi dengan permukaan logam untuk mencegah terjadinya proses pengelasan setempat akibat beban yang tinggi (extreme pressure). 2.8.9 Defoaman (defoamer) Defoaman adalah kemampuan minyak pelumas untuk mengurangi kecenderungan terjadinya foaming (busa) pada pelumas. Biasanya tidak begitu larut dalam pelumas, dengan demikian membantu keefektipan pelumas dalam mempercepat pembentukan gelembung gelembung yang lebih besar dari gelembung gelembung yang lebih kecil. Gelembung ini akan naik dengan cepat ke permukaan dan kemudian pecah. 28

2.8.10 Detergensi Detergensi adalah kemampuan minyak pelumas untuk membersihkan dinding, permukaan, saluran-saluran maupun bagian-bagian dari mesin yang dilalui minyak pelumas dari kotoran yang timbul dari hasil pembakaran pada silinder, torak serta pembersihan komponen-komponen lain, sehingga tidak terjadi penyumbatan. 2.8.11 Dispersansi Dispersansi adalah kemampuan minyak pelumas untuk mengurai atau memisahkan kotoran hasil pembakaran menjadi butiran bebas, dengan maksud agar tidak terjadi penggumpalan jelaga atau lumpur yang dapat merusak mesin, selanjutnya kotoran dalam bentuk butiran bebas dapat dipisahkan dengan penyaringan. Untuk menjadikan kotoran kotoran yang dibawa oleh minyak pelumas tidak mengendap, yang lama-kelamaan dapat menjadi semacam lumpur (sludge). Dengan sifat dispersancy ini, kotoran-kotoran tadi dipecah menjadi partikel-partikel yang cukup bebas serta diikat sedemikan rupa sehingga pertikelpartikel tadi tetap mengambang di dalam minyak pelumas dan dapat dibawa di dalam peredarannya melalui sistem penyaringan. Partikel yang bisa tersaring oleh saringan oli, akan tertahan dan dapat dibuang sewaktu diadakan pembersihan atau penggantian saringan oli. 29

2.9 Analisis Pelumas pada Mesin Diesel Analisis pelumas pada mesin diesel merupakan cara yang efektif untuk memantau kondisi mesin, komponen-komponennya, serta kondisi pelumas itu sendiri. Analisis pelumas dilakukan dengan mengambil sampel dari pelumas yang sedang digunakan untuk dianalisis sifat-sifat dan kandungannya dengan pengujian di laboratorium. Tujuan utama dari analisis pelumasan adalah untuk memperoleh informasi tentang: a. Deteksi dari keausan yang abnormal pada tingkat pertama, memberikan koreksi pada saat yang lebih dini sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah. b. Deteksi dari jumlah abnormal dari kecepatan pembentukan kontaminasi sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah, dengan demikian biaya perawatan diusahakan serendah mungkin. c. Kondisi pelumas atau kelaikan untuk pemakaian pelumas yang lebih lama (perpanjangan pemakaian pelumas). Beberapa parameter yang umumnya digunakan dalam analisis pelumas antara lain : Kinematic Viscosity, Soot Content, Nitrasi, Oksidasi, Total Acid Number (TAN) atau Total Base Number (TBN). Parameter parameter ini semuanya berhubungan dengan sifat sifat fisik pelumas. Selain itu dianalisa juga logam logam yang merupakan keausan, kontaminan dan additive pelumas. 30

Adapun rincian masing masing analisa akan diuraikan dibawah ini : Logam logam dalam pelumas pada umumnya dikategorikan dalam tiga kelompok : Logam logam keausan Hasil gesekan dua permukaan, korosi dari komponen pada unit yang bersangkutan. Logam logam kontaminasi Hasil abrasi, debu, contaminasi pada penyimpanan pelumas, pasir casting dari pabrik, logam bahan pendingin. Logam logam additive Logam logam yang dicampurkan sebagai additive untuk meningkatkan daya tahan pelumas. Sangat penting untuk memonitor jenis jenis logam ini untuk mengevaluasi sistem secara menyeluruh. Pengelompokan logam yang umum adalah sbb : Keausan Contaminan Additive Kromium Silikon (debu) Magnesium Aluminium Sodium (pendingin) Calsium Tembaga Boron (pendingin) Barium Timbal Timah Perak Pospor Seng Molybdenum Nikel Dalam kenyataannya tidak sesederhana itu, karena tiap logam dapat masuk paling sedikit kedalam dua kategori, malah beberapa logam dapat masuk kedalam tiga kategori. Bukan hanya mesin saja yang jadi pertimbangan, tetapi juga gear, 31

hidraulik, compressor, dan logam yang sama mempunyai arti berbeda dalam tiap tiap kategori. Demikian juga additive bahan pendingin mempunyai bahan yang berbeda satu sama lain. Parameter parameter umum yang terdapat pada analisa pelumasan, antara lain : a. Logam aus (wear metarl) : umumnya dinyatakan dalam ppm (part per million), kenaikan yang tajam pada jumlah logam aus menandakan adanya permasalahan pada sistem pelumasan. b. Silikon (Si) dan Sodium (Na) : Debu atau kotoran dari udara yang terdapat pada pelumasan biasanya adalah Silikon. Silikon juga biasanya terkandung pada aditif anti busa pada pelumas. Kontaminasi garam pada pelumas ditandakan dengan adanya kandungan Sodium (Na). namun Sodium juga bisa terkandung pada aditif anti beku pada pelumas. c. Bahan bakar terlarut : adalah kandungan dari bahan bakar yang tidak terbakar dan terlarut pada pelumas. Adanya bahan bakar yang terlarut pada pelumas dapat menjadi indikasi adanya tetesan dari penyemprotan bahan bakar, atau kesalahan pengesetan pada sistem pompa penyemprot bahan bakar. Umumnya nilai maksimum kandungan bahan bakar terlarut pada pelumas adalah 5%. d. Kontaminasi air : kontaminasi air pada minyak pelumas dapat disebabkan oleh pengembunan uap air di udara dan kebocoran sistem pendingin. Kontaminasi air dapat menyebabkan terjadinya busa (gelembung udara) yang menghalangi pelumasan, serta potensial untuk menimbulkan korosi pada logam. Kandungan air yang mencapai 0,1%-0,2%, harus diperhatikan dengan serius. 32

e. Viskositas : biasanya diukur pada temperatur 40ºC atau 100ºC. kenaikan viskositas pelumas biasanya terjadi karena kontaminasi, oksidasi pelumasan dan kerusakan aditif. Penanganan yang serius perlu dilakukan jika terjadi kenaikan atau penurunan viskositas 10% atau lebih dari kondisi awal pelumas. Faktor yang menyebabkan perubahan viskositas pelumas : Penurunan Viskositas Kontaminasi bahan bakar cair Kontaminasi air yang membentuk emulsi Kesalahan penambahan pelumas Kenaikan Viscositas Kontaminasi padatan seperti jelaga Emulsi dengan air yang membentuk emulsi Kesalahan penambahan pelumas f. Bilangan basa total (TBN) : menandakan kemampuan pelumas untuk menetralkan asam. TBN yang menurun tajam dari nilai awalnya menandakan bahwa pelumas harus segera diganti. Batas penurunan TBN adalah 50% dari angka awalnya. g. Jelaga (soot) : menjadi petunjuk adanya kotoran hasil pembakaran atau kotoran lain yang tidak larut. h. Oksidasi/Nitrasi : menyebabkan terjadinya perubahan secara kimia pada pelumas. Oksidasi/Nitrasi menyebabkan pengentalan, timbulnya kotoran dan endapan pada pelumas. Temperatur yang tinggi akan mempercepat terjadinya oksidasi pada pelumas. i. Addtive pelumas : additive yang ditambahkan kedalam pelumas utama biasanya kurang dari 20% dari pelumas utama (base oil). Kualitas pelumas terutama ditunjukan oleh kinerjanya bukan oleh jumlah additivenya. 33

Pelumas utama biasanya sama pentingnya dalam hal menunjukan kinerja. Struktur kimia, daya tahan terhadap oksidasi, kandungan wax dll, merupakan faktor yang penting termasuk kompatibilitas dengan additive. Tabel 2.5. Spesifikasi Pelumas pada Mesin Diesel Batch test result Method Result Specification Density, g/cm 3 @ 15ºC ASTM D1298 0.8681 Viscosity cst @ 40ºC cst @ 100ºC ASTM D 445 ASTM D 445 65.8 9.7 Report. 9.5-12.0 Viscosity index ASTM D 2270 1 95 Min. 28.3 Flash Point, ºC ASTM D 92 238 210 Min. Color ASTM D 1500 30. 5 Max. Ca, ppm ASTM D 5185 4,024 3,600-4,200 Mg, ppm ASTM D 5185 0 0 Zn, ppm ASTM D 5185 1,283 1,000-1,400 P, ppm ASTM D 5185 938 800-1,200 TBN, mg KOH/g ASTM D 2896 11,.25 10-12 (Sumber : Quality Control Analysis PT. Dirga Buana Sarana 21 Agustus 2010) 2.10 Kontaminasi Bahan Bakar Diesel dengan Pelumas Kontaminasi bahan bakar diukur dalam % volume dari bahan bakar yang tidak terbakar yang terdapat dalam crankshaft. Bahan bakar diesel hanya terdapat dalam pelumas mesin diesel. Pada setiap mesin diesel akan terdapat bahan bakar dalam keadaan normal. Biasanya panas dari mesin akan menguapkan bagian yang mudah menguap dari bahan bakar dalam kecepatan seimbang. Jika keseimbangan 34

tidak tercapai disitu mungkin ada masalah misalnya : injektor bocor, kegagalan karburasi, fuel pump, saluran yang bocor, ring cacat dll. Pada kendaraan dengan kecepatan tinggi, kadar bahan bakar 1,5 s/d 2,0 % dianggap normal. Pada kendaraan yang banyak berhenti seperti bus atau mesin bensin, kadar bahan bakar 3 s/d 4 % mungkin yang paling rendah. Untuk mesin mesin yang tidak terlalu sering dioperasikan sehingga mesin tidak cukup panas untuk menguapkan bahan bakar, kontaminasi bahan bakar bisa lebih tinggi lagi. Kontaminasi bahan bakar harus dikontrol karena akan menurunkan viskositas pelumas secara berlebihan dan akan menyebabkan rendahnya film strength dan resiko tingginya keausan, terutama pada daerah ring atau silinder, bushing dan bearing. Hasilnya akan menyebabkan rendahnya umur pakai mesin. 35