QANUN PROVINSI NANGGROE ACEII DARUSSALAM NOMOR 19 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI PASAR GROSIR PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelelangan ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 3 Tahun 1989 perlu disempurnakan menjadi Qanun. b. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002, serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka penyelenggaraan pelelangan ikan termasuk lingkup retribusi pasar grosir dan atau pertokoan dengan segala aktivitasnya merupakan jenis retribusi Provinsi. c. bahwa untuk memungut retribusi sebagaimana d i m a k s u d p a d a huruf b perlu diatur dengan Qanun. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1956 Nomor 64, Tambahan lembaran Negara Nomor I 103)); 2. Undang-undang Nomor 49 Tahun 1900 tentang P anit ia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70, Tambahan Lembaran, Negara Nomor 3448); 7. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893); 8. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 9. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 1] 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4134); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksana Undang-undang Nomor 8 "Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Nomor 3692); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Perundang undangan dan bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN Menetapkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN.
B A B I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beserta para Menteri. 2. Provinsi adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Bandar Eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 5. Qanun adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan Undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe A c e h D a r u s s a l a m d a l a m r a n g k a penyelenggaraan Otonomi Khusus. 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 7. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan perkumpulan, Firma, Kongsi, Yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk Badan usaha lainnya. 8. Pasar Grosir Penyelenggaraan Pelelangan Ikan adalah tempat pelelangan ikan yang merupakan fasilitas pasar yang disediakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. 9. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah Pangkalan Pendaratan Ikan yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten./Kota. 10. Pelabuhan Perikanan (PP) adalah Pelabuhan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah. 11. Tempat pelelangan Ikan adalah tempat penjualan dan pembelian melakukan transaksi jual beli Ikan secara lelang. 12. Penyelenggaraan Pelelangan Ikan adalah kegiatan untuk melaksanakan pelelangan ikan ditempat pelelangan ikan mulai dari penerimaan, penimbangan, pelelangan sampai dengan pembayaran; 13. Koperasi adalah Koperasi Nelayan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalarn. 14. Retribusi jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 15. Retribusi pasar Grosir penyelenggaraan pelelangan Ikan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan fasilitas
pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi, tidak termasuk yang dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) pasar dan pihak swasta. 16. Wajib retribusi adalah orang pribadi yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 17. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan fasilitas jasa dan atau pertokoan. 18. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SHORD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib retribusi untuk melaporkan objek retribusi dan Wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi Daerah. 19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang. 20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 22. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. 23. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi. 24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan mengelola data dan atau keterangan lainnya, dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundangundangan retribusi Daerah. 25. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari atau mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II NAMA OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi pasar Grosir penyelenggaraan pelelangan ikan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan Fasilitas tempat penyelenggaraan pelelangan ikan dan Fasilitas pasar yang disediakan untuk penyelenggaraan pelelangan ikan. Pasal 3 (1) Objek retribusi adalah penyediaan Fasilitas penyelenggaraan pelelangan Ikan oleh Pemerintah Provinsi yang berupa PPI, PP dan TPI baik yang dibangun Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Tidak termasuk objek retribusi adalah penyediaan Fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan yang dimiliki dan atau dikelola oleh swasta dan PD pasar. Pasal 4 Subjek retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan Fasilitas berupa tempat pelelangan ikan (TPI), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Pelabuhan Perikanan (PP). B A B I I I MAKSUD DAN TUJUAN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Pasal 5 Maksud dan tujuan penyelenggaraan pelelangan ikan ditempat pelelangan ikan adalah : a. mendapatkan kepastian pasar dan mengusahakan stabilitas harga ikan yang layak bagi Nelayan/Petani ikan maupun konsumen; b. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan; c. meningkatkan pendapatan daerah; d. memberdayakan Koperasi Nelayan/Petani ikan; e. meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Nelayan/Petani ikan; f. sebagai sarana pengumpulan data statistik perikanan; g. pusat pembinaan nelayan/petani ikan; h. mengembangkan usaha perikanan; i. menjaga kontrol baku mute basil perikanan.
B A B I V PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Pasal 6 (1) Penanggung jawab penyelenggaraan pelelangan i k a n d i t e m p a t pelelangan adalah Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (2) Penyelenggaraan pelelangan ikan dapat dilakukan oleh: a. pemerintah daerah; b. BUMD/BUMN yang ditunjuk oleh Gubernur; c. koperasi perikanan (KOPKAN); d. organisasi nelayan/petani ikan yang berbadan hukum; e. koperasi lainnya yang mempunyai unit usaha perikanan; f. badan hukum lainnya yang bergerak di bidang perikanan. (3) Koordinator Penyelenggaraan Pelelangan Pasal 7 (1) Semua ikan basil tangkapan yang didaratkan dilingkungan kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pelabuhan perikanan (PP) harus jual secara lelang. (2) Penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan juga terhadap ikan hasil Budidaya. (3) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dilakukan atas izin Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 8 Penyelenggara pelelangan ikan harus menolak untuk menjual ikan yang ternyata beracun dan berbahaya untuk dimakan. B A B V TEMPAT PELELANGAN IKAN Pasal 9 (1) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) disediakan oleh Pemerintah Pusat dan atau P e m e r i n t a h P r o v i n s i d a n a t a u Pemerintah Kabupaten /Kota dilengkapi dengan fasilitas pelelangan ikan dan perlengkapan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. (2) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang baru dikawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan atau kawasan Pelabuhan Perikanan (PP) harus mendapat persetujuan Gubernur.
BAB VI IZIN PENYELENGGARAANTELELANGAN IKAN Pasal 10 (1) Untuk menyelenggarakan pelelangan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, penyelenggara lelang harus mendapat izin dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan atas permohonan penyelenggara lelang ikan. (3) Tatacara dan syarat-syarat permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 11 (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berlaku untuk paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui atas permohonan penyelenggara Mang. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat dicabut oleh Gubernur, apabila ternyata penyelenggara lelang melanggar ketentuan dalam Pasal 7, 8, 15, 17. BAB VIII GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 12 Retribusi pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan digolongkan sebagai retribusi jasa usaha. BAB VIII CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 13 Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan penyeienggaraan pelelangan di tempat pelelangan ikan dihitung berdasarkan prosentase dari nilai harga jual ikan hasil lelang pada waktu tersebut. B A B I X PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN SRTUKTUR DAN BESARNYA TARIP Pasal 14 Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorentasi pada harga pasar.
B A B X SRTUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 15 (1) Struktur dan besarnya tarif untuk pelayanan penyelenggaraan pelelangan ikan ditempat pelelangan ikan ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari harga transaksi penjualan ikan hasil lelang pada saat itu dengan ketentuan : a. sebesar 2 % (dua persen) dipungut dari nelayan/petani ikan/penjual; b. sebesar 3 % (tiga persen) dipungut dari pedagang/bakul/pembeli ikan. (2) Retribusi penyelenggaraan pelelangan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibayar tunai. (3) Rincian penggunaan dan tatacara retribusi pasar grosir penyelenggaraan pelelangan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. B A B X I WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 16 Retribusi dipungut diwilayah daerah tempat fasilitas p a s a r g r o s i r penyelenggaraan pelelangan ikan. BAB XII T ATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 17 (1) Pemungutan retribusi tidak- dapat diborongkan. (2) Tata cara pemungutan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur. BAB XIII SAAT RETRIBUSI TFRUTANO Pasal 18 Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
BAB XIV SANKSI ADMINISTRASl Pasal 19 Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua person) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. BAB XV TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 20 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus. (2) Retribusi yang terutang.; selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tatacara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Gubernur. BAB XVI TATA CARA PENAGI I IAN Pasal 21 (1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (3) Surat teguran, surat peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. BAB XVII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 22 (1) Gubernur dapat memberikan pengurangan, keringanan,dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan dan keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Tatacara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Gubernur.
BAB XVIII KADALUARSA Pasal 23 (1) Penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi. (2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) tertangguh apabila. a. diterbitkannya Surat teguran dan Surat paksa atau; b. ada pengakuan utang Retribusi dari wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. B A B X I X TATACARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUARSA Pasal 24 (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa dapat dihapus. (2) Kepala Daerah menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi Daerah yang sudah kadaluarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) B A B X X BIMBINGAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25 (1) Penyelenggaraan pelelangan ikan berada dibawah bimbingan, pembinaan dan pengawasan Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Untuk melaksanakan bimbingan, pembinaan dan pengawasan dimaksud pada ayat (1) Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk, dibantu oleh Bupati/Walikota setempat. Pasal 26 (1) Koordinator penyelenggara pelelangan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), wajib melaporkan mengenai pelaksanaan tugasnya, baik yang menyangkut bidang teknik maupun administrasi penyelenggara pelelangan ikan. (2) Tatacara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal 27 (1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau Benda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. B A B X X I I PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pajak Daerah dan retribusi Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. menerima, mencari,mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan b a h a n b u k t i pembukuan, pencatatan dan dokumendokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; g. menyuruh berhenti dan atau melaran g seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi; j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tabun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. B A B X X I I I KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Selama belum ditetapkan Peraturan pelaksanaan dari Qanun ini, semua ketentuan yang ada dinyatakan t e t a p b e r l a k u s e p a n j a n g t i d a k bertantangan dengan Qanun ini. B A B X X I V KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Dengan berlakunya Qanun ini tentang ketentuan yang telah ada sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Nomor 3 Tahun 1989, tentang pelelangan ikan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pasal 31 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur.
Pasal 32 Qanun ini Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Disahkan di Banda Aceh pada tanggal 14 Oktober 2002 M 7 Sya'ban1423 H ' G U B E RNUR PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Diundangkan di Banda Aceh pada tanggal 15 Oktober 2002 M 8 Sya'ban 1423 H ABDULLAH PUTEH SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM THANTHAWI ISHAK LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2002 NOMOR 62 SERI C NOMOR 2
PENJELASAN A T A S QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan dimaksudkan untuk dapat lebih meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Nelayan/Petani ikan melalui pencapaian harga ikan yang wajar yang dapat melindungi Nelayan/Petani ikan dari persaingan yang tidak sehat dan banyak dilakukan oleh para pedagang. Adanya pembelian ikan secara terbuka dengan cara lelang akan melepaskan Nelayan/Petani ikan dari cara-cara pembelian yang tidak sehat serta ikatan dari para pengijon atau pelepas uang yang selama ini telah banyak mengikat dan merugikan mereka. Langkah langkah pembinaan, bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah memantapkan pelaksanaan penyelengaraan pelelangan ikan disamping sebagai upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan Nelayan/Petani ikan dan keluarganya dalam mengatasi keadaan yang sulit seperti pertanggungan resiko kerja, musim panceklik, pendidikan dan sebagainya, menjaga kelestarian sumber perikanan dan memberikan perlindungan kepada produsen dan konsumen ikan dengan meningkatkan mutu ikan sebagai bahan makanan rakyat banyak, juga dalam upaya pemberdayaan Koperasi unit Desa Mina sebagai Organisasi Masyarakat Perikanan agar semakin mampu berperan aktif serta dapat mencerminkan bahwa pelelangan ikan diselenggarakan dari, oleh dan untuk Nelayan/Petani ikan itu sendiri. Upaya Pemerintah dalam melakukan pembinaan, bimbingan dan pengawasan tersebut dilakukan dengan sebaik baiknya dan berkesinambungan dan ditujukan bagi pengembangan dunia usaha dibidang Perikanan, untuk itu maka retribusi penyelenggaraan pelelangan ikan hasilnya lebih banyak diarahkan disamping bagi kesejahteraan Nelayan/Petani ikan dan keluarganya, memantapkan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan juga untuk kepentingan memantapkan pelaksanaan kemampuan Daerah dalam melaksanakan Pembangunan Perikanan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, junto Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang retribusi Daerah serta Undang undang Nomor 18Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ikan adalah komoditi yang mudah busuk sehingga menempatkan Nelayan/Petani ikan dalam posisi yang sulit terutama untuk pengembangan usahanya melalui penyelenggaraan pelelangan ikan, ikan tersebut dapat dijual dalam waktu yang tepat dengan harga yang wajar dan dapat menerima pembayaran secara tunai, pembayaran tunai ini merupakan syarat utama bagi nelayan/petani ikan untuk segera membiayai perbaikan alat-alat tangkap yang rusak selama mengadakan operasi penangkapan disamping itu, mereka terhindar dari persaingan yang tidak sehat yang dilakukan oleh pengusaha Perikanan. Pasal 6 Ayat (1) Gubernur bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggara pelelangan ikan, wujud dari pada tanggung jawab tersebut adalah selalu memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasannya. Pasal 6 Ayat (2) Dalam penyelenggaraan pelelangan ikan Pusat Koperasi Perikanan (Puskokan NAD) bertindak selaku Koordinator. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Terhadap ikan-ikan jenis tertentu yang beracun petugas pelelangan harus menolak untuk diikutsertakan dalam pelelangan ikan. Pelelangan ikan jenis beracun tersebut hanya dapat dilakukankan setelah mendapat izin Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk. Jenis ikan beracun ini seperti ikan Buntek lain. Pasal 9 Ayat (1) Tempat pelelangan ikan (TPI) disediakan oleh Pemerintah pusat dan atau Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II dengan segala keperluan per lengkapannya sesuai dengan kemampuan Daerah, sehingga penyelenggara pelelangan ikan hanya diwa jib kan menyelenggarakan pelelangan ikan di TPI
tersebut berikut perawatannya mengenai perlengkapan kerja (seperti meja tulis, Brankas, timbangan, Sound system, tempat duduk, sarana administrasi pelelangan ikan dan penyediaan air bersih) untuk kelancaran kerja penyelenggaraan pelelangan ikan dapat disediakan oleh Pemerintah pusat dan atau Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II sebatas kemampuan anggaran yang ada, sedang perawatan, kebersihan dan sarana kerja yang belum dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah dapat diadakan oleh penyelenggara pelelangan ikan. Ayat (2) Pembangunan TPI harus harus mendapat pertimbangan Gubernur Kepala Daerah, dimaksudkan agar dalam pembangunan TPI baru selalu memperhatikan faktor kelancaran pengusahaan pelelangan, faktor produksi yang dihasilkan dan keadaan ekonomi Desa Perikanan, serta faktor yang menyangkut jarak antara sate TPI dengan TPI yang lain. Pasal 10 Ayat (1) Izin penyelenggaraan pelelangan ikan dilakukan oleh Gubernur hanya kepada lembaga organisasi Koperasi dan Badan hukum lainnya yang memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan yang berlaku. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Batas waktu berlakunya izin tersebut paling lama 5 (lima) tahun cukup beralasan bagi Pemerintah Daerah untuk menilai kemampuan penyelenggara dalam menyelenggarakan pelelangan ikan lebih lanjut. Apabila izin tersebut habis masa berlakunya, maka penyelenggara lelang dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin dengan ketentuan sebagaimana permohonan pertama. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Pembebanan retribusi sebesar 5 % kepada Nelayan
dan pedagang dimaksudkan untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah karena keikutsertaan pedagang memanfaatkan yang disediakan Pemerintah. Disamping itu dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13