BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. innovator dan stabilisator pembangunan. Dalam pelaksanaan tugas tugas

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang lebih adil. pembiayaan kegiatan pembangunan karena pemasukan yang berasal dari pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

PENDAHULUAN. sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Indonesia pun

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bernegara demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera, baik dalam hal

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di bidang perpajakan dengan diberlakukannya self

BAB I PENDAHULUAN. setiap proyek pembangunan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara terutama di Indonesia. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi negara maju maupun di negara berkembang (Siti Kurnia,2010:140).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah

BAB I PENDAHULUAN. akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB 1 PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Setiap daerah tersebut mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari official assessment system menjadi self assessment system.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari dalam negeri, salah satunya berupa pajak.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pemerintah, pembangunan maupun

BAB I PENDAHULUAN. sektor perpajakan. Tiap tahunnya, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terus meningkat. Konstribusi pajak yang terus mengalami peningkatan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang paling besar sekitar

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya Indonesia mampu mewujudkan kemandirian bangsa dan Negara dalam. negeri yang cukup besar. Salahsatunya adalah Pajak.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari

Disusun Oleh: EINVRI ARDIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. dimana dengan penerimaan pajak ini negara dapat membiayai semua kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara (Munari,2005:120).

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2015 PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE (AR) TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. berlangsungnya pembangunan yang berkesinambungan. Pemerintah melalui Dirjen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak adalah pembayaran yang bersifat paksaan kepada negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tercapainya pembangunan nasional yang telah dicita-citakan

BAB I PENDAHULUAN. dan sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. Kepatuhan wajib pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam nya membutuhkan anggaran yang sangat besar. Anggaran-anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Bagi Indonesia penerimaan pajak sangat besar peranannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun, yang digunakan sebagai sumber dana bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Perkembangan penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Nasional Sumber Penerimaan 2009 2010 2011 2012 2013 Pajak Penghasilan 317615 357045 431122 465070 538760 PPN 193067 230605 277800 337584 423708 PBB 24270 28581 29893 28969 27344 BPHTB 6465 8026-1 0 0 Cukai 56719 66166 77010 95028 104730 Pajak Lainnya 3116 3969 3928 4211 5402 Bea Masuk 18105 20017 25266 28418 30812 Pajak Ekspor 565 8898 28856 21238 17609 Jumlah 619922 723307 873874 980518 1148365 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa penerimaan negara setiap tahunnya meningkat. Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 1

2 Pajak tidak hanya ada di Indonesia, dan sudah menjadi fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara di seluruh dunia (Liberti Pandiangan, 2008:65). Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa tingkat kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab, tetapi ditengah kebutuhan dana pembangunan yang lebih besar, masih banyak anggota masyarakat/warga negara yang mampu tetapi belum membayar pajak atau membayar pajak belum sesuai kondisi sebenarnya. Apabila ada Wajib Pajak tidak membayar pajak, siapapun dia (termasuk para pejabat ataupun keluarganya) akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut: Tahun Tabel 1.2 Jumlah Wajib Pajak yang Terdaftar dan Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT PPh Tahunan di Indonesia Wajib Pajak Terdaftar Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT Tahunan PPh Tingkat Kepatuhan (%) 2008 6.341.828 2.097.849 33,08% 2009 9.996.620 5.413.114 54,15% 2010 14.101.933 8.202.309 58,16% 2011 17.694.317 9.332.626 52,74% 2012 17.659.278 9.482.480 53,70% Sumber: Laporan Tahunan DJP, 2012 Berdasarkan Tabel 1.2 diatas rasio kepatuhan penyampaian SPT PPh setiap tahun mengalami peningkatan, namun pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 52,74%. Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar belum tentu menunjukkan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang menyampaikan SPT PPh

3 Tahunan. Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun negara berkembang (Siti Kurnia, 2010:140). Menurut Chaizi Nasucha (2005:45), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Namun saat ini masih banyak Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya masih rendah (Fuad Rahmany, 2011). Menurut John Brondolo & Carlos Silvani,2008 kepatuhan Wajib Pajak dilihat juga dari aspek penghindaran pajak dan penggelapan pajak. Kedua aktivitas itu dibedakan dari aspek legalitas, penghindaran pajak mengarah pada ukuran yang legal untuk mengurangi kewajiban perpajakan (menyangkut perbuatan yang masih dalam koridor hukum), dan penggelapan diukur secara ilegal (menyangkut perbuatan yang melanggar hukum). Kepatuhan Wajib Pajak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak (Siti Kurnia 2010:140). Menurut Fuad Rahmany (2014) yang dikutip dari Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Masih Rendah (http://finansial.bisnis.com) pada tanggal 16 Oktober 2014 menyatakan bahwa berdasarkan data Ditjen Pajak, Potensi Wajib Pajak Orang Pribadi dan karyawan di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 46 juta orang. Namun, hingga saat ini Wajib Pajak Orang Pribadi dan karyawan yang

4 terdaftar baru 28 juta. Bahkan, dari jumlah itu yang menyetorkan Surat Pemberitahuan (SPT) hanya 22 juta. Sementara itu menurut Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, Adjat Djatnika yang dikutip dari Tingkat Kepatuhan Warga Jabar Bayar Pajak Masih Rendah (http://bandung.bisnis.com) pada hari Kamis, 17 Desember 2013 menyatakan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak di Jawa Barat dalam membayar pajak masih sangat rendah. Dari 1,2 juta wajib pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan di wilayah Jabar 1, hanya 50% yang melaporkan SPT Pajak Tahunan. Ironisnya, dari 50% pembayar pajak aktif, tidak semua membayar pajak sesuai dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Masalah kepatuhan Wajib Pajak juga terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Tegallega, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.3 Rasio Kepatuhan pada KPP Pratama Bandung Tegallega Jumlah Wajib Pajak Jumlah SPT yang Tahun Orang Pribadi Wajib Rasio Kepatuhan masuk SPT 2009 33.082 30.922 93,47 % 2010 34.064 29.450 86,45 % 2011 34.964 30.250 86,51 % 2012 41.562 32.284 77,67 % 2013 48.719 32.285 66,26 % Sumber: Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Bandung Tegallega. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan pada KPP Pratama Bandung Tegallega dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 belum optimal bahkan terjadi penurunan. Pada tahun 2009 tingkat kepatuhan pada KPP Pratama

5 Bandung Tegallega mencapai 93,47 % sedangkan pada tahun 2013 tingkat kepatuhan di KPP Prataman Bandung Tegallega menjadi 66,26 %. Tuntutan akan peningkatan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak serta perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan tersebut dapat berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan. Reformasi kebijakan pajak berkaitan dengan regulasi atau peraturan perpajakan yang berupa undang-undang perpajakan, sedangkan reformasi administrasi perpajakan berkaitan dengan bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Abdul Rahman,2009). Reformasi pajak pertama kali dilakukan pada tahun 1983 yaitu perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system. Berbeda dengan official assessment system, dalam self assessment system Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya. (Mardiasmo, 2011:7). Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Yaitu, kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh Wajib Pajak, bukan fiskus selaku pemungut pajak. Menurut Rimsky K Judiseno yang dikutip oleh Siti Kurnia (2010:102) Self Assessment System diberlakukan guna meningkatkan kesadaran dan peran serta

6 masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Menurut Machfud Sidik yang dikemukakan kembali oleh Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu (2010:110) kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment. Dalam praktiknya self assessment system ini sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan disalahgunakan (Supadmi & Andriyani, 2011:5). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak patuh, kesadaran Wajib Pajak yang masih rendah, atau kombinasi keduanya, sehingga membuat Wajib Pajak enggan untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. Rendahnya kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak ini bisa terlihat dari sangat kecilnya jumlah mereka yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mereka yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya (Sadhani, 2004) Dapat dilihat dalam hal ini, Menteri Keuangan Agus Matowardojo (2012) yang dikutip dari (www.detik.com) mengatakan masih banyak Wajib Pajak yang belum terdaftar, bahkan terdapat Wajib Pajak yang tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan. Hal ini karena memang aturan Self Assessment dalam pembayaran pajak (Agus Martowardojo, 2012). Tata cara pemungutan dengan Self Assessment System berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai pengetahuan perpajakan dan disiplin pajak yang tinggi (Siti Kurnia, 2010:102). Konsekuensi dari self assessment system ini masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pemenuhan perpajakannya.

7 Pada hakekatnya kepatuhan Wajib Pajak juga dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan (Abdul Rahman, 2009). Tahun 2001 dilakukan reformasi administrasi perpajakan. Program reformasi administrasi perpajakan diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi yang dirancang berdasarkan fungsi, tidak lagi menurut seksi-seksi berdasarkan jenis pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan Wajib Pajak. Selain itu, sistem administrasi perpajakan modern juga merangkul kemajuan teknologi terbaru diantaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dan work flow system dengan berbagai pelayanan yang berbasis e-system, seperti e-spt, e-filling, e-payment, dan e-registration yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif ditunjang dengan penerapan kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas dan pelaksanaan good governance (Sri Rahayu, 2009:129). Direktorat Jenderal Pajak berasumsi bahwa jika tidak ada keluhan berarti sistem administrasi perpajakan modern ini dikatakan berhasil. Namun hingga saat ini, terdapat pengaduan masyarakat yang diterima Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Wawan salah seorang Wajib Pajak yang di kutip dari Warga Kabupaten Bandung Keluhkan Kantor Pelayanan Pajak (www.bandung.bisnis.com) pada tanggal 24 April 2014, warga Kabupaten Bandung keluhkan kantor pelayanan

8 pajak karena mereka sering kesulitan dalam mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru, pasalnya selama ini mereka yang mengurus NPWP harus pergi ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya di Palasari Kota Bandung atau Kantor Pajak Pratama Soreang di Padalarang yang harus ditempuh 3 jam dan belum lagi biaya transportasi dari kantornya ke kantor pajak jauh lebih mahal daripada biaya pembuatan NPWP. Menurutnya Sangat memberatkan bagi kami yang usaha kecil-kecilan. Kami keberatan diongkos, bukan membuat kartu NPWP-nya. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor kemungkinan semakin bagus sistem yang ada tidak menjamin kepatuhan Wajib Pajak, selain itu juga kemungkinan dikarenakan ketidaktahuan Wajib Pajak karena kurangnya sosialisasi petugas pajak dan kesibukan Wajib Pajak itu sendiri. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Penelitian pada KPP Pratama Bandung Tegallega) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan diatas, maka rumusan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Self Assessment System pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 2. Bagaimana pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada KPP

9 Pratama Bandung Tegallega. 3. Bagaimana pengaruh kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 4. Bagaimana pengaruh Self Assessment System dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Self Assessment System KPP Pratama Bandung Tegallega. 2. Untuk mengetahui Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 3. Untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Bandung Tegallega. 4. Untuk mengetahui pengaruh Self Assessment System dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Bandung Tegallega secara parsial dan simultan. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain:

10 a. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan tentang Self Assessment System dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern di kantor pelayanan pajak serta pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan sebagai syarat menempuh ujian sidang Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. b. Bagi pihak lainnya Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang pengaruh Self Assessment System dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak. c. Bagi kantor pelayanan pajak Sebagai bahan masukan dan bahan evaluasi bagi kantor pelayanan pajak atas pentingya Self Assessment System dan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Tegallega yang berlokasi di Jl. Soekarno Hatta No. 216 Bandung. Adapun waktu persiapan dan pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.