BAB I PENDAHULUAN. diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun Kebijkan otonomi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia diwujudkan dengan dihasilkannya Undang- Undang No 22

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. pihak. Seperti kita ketahui bersama Negara mempunyai tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Administrasi Perpajakan. Oleh karena itu Praktik Kerja Lapangan Mandiri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dan tersedianya dana yang memadai, baik dana yang bersumber dari

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, terjadi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dituntut kerjasama dari semua pihak khususnya masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan dalam penyelenggaraan suatu negara hal ini untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan pembanguanan nasional tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULIAN. dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak. Seperti kita ketahui bersama semua Negara mempunyai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dampak hampir pada semua aspek atau sektor kehidupan. Dampak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Desentralisasi telah menjadi topik yang popular di Indonesia terutama sejak pemerintah Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia diwujudkan dengan dihasilkannya Undang- Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Kebijkan otonomi daerah telah menempatkan Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi,telah membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintah di daerah. Salah satu perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan pengelolaan pemerintah di daerah. Hal tersebut membawa angin baru bagi perkembangan daerah di Indonesia. (UU Nomor 32 Tahun 2004). Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan Nasional. Pembangunan yang dilaksanakan bertujuan untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian salah satu tugas pokok pemerintah daerah adalah melaksanakan pembangunan daerah. Salah satu indikator yang biasanya digunakan untuk mengetahui secara nyata tentang kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD ini diharapkan menjadi salah satu komponen andalan penerimaan daerah di era otonomi daerah. Pendapatan asli daerah adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan indikator penting untuk menilai tingkat kemandirian pemerintah daerah di bidang keuangan. Semakin tinggi peran Pendapatan Asli Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mencerminkan keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan serta pemerintah. (Ekonomi Mikro, 2003). Adapun perkembangan PAD Kota Bukittinggi dalam 10 tahun terakhir adalah sebesar 20%. Dan pada tahun terakhir (2013) mencapai nilai Rp 42 Milyar. (Bukittinggi dalam angka). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berasal dari Pajak daerah, Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sedangkan Dana Perimbangan yaitu bagi hasil pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Serta lain-lain pendapatan daerah yang sah yaitu hibah dari pemerintah, dana darurat dari pemerintah, dana penyesuaian dan dana otonomi yang ditetapkan oleh pemerintah. Khusus untuk Pendapatan Asli Daerah Kota Bukittinggi untuk retribusi pada tahun 2013 mencapai Rp 11,76 Milyar. (BPS Kota Bukittinggi, 2013). Sebagai daerah otonom, Kota Bukittinggi diharapkan mempunyai pendapatan sendiri untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya, hal ini sejalan dengan pendapat Pamudji yang menyatakan: pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, keuangan inilah merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sejalan dengan tujuan yang dicapai dengan pembentukan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009, maka Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan sistem dan pengelolan umum perpajakan daerah dan retribusi daerah. Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 ditetapkan sistem dan pengelolaan pemungutan pajak dan retribusi. Dalam pemungutan iuran retribusi menganut prinsip komersial. Dalam azas ini besarnya pungutan ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Pendapatan asli daerah bertujuan untuk membiayai seluruh aktifitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat adil dan makmur. Jika pendapatan asli daerah tersebut menurun, pemerintah akan mengalami kesulitan dalam pembangunan daerah, maka dari itu pemerintah daerah perlu melakukan analisis potensi-potensi yang ada di daerah dan mengembangkan potensi tersebut sebagai pemasukan daerah. Pengembangan potensi akan menciptakan pendapatan asli daerah bagi yang berguna untuk melaksanakan tujuan pembangunan.

Kota Bukittinggi memiliki berbagai macam potensi pariwisata. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi memiliki peran yang besar terhadap pemungutan retribusi. Terdapatnya objek wisata yang dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapaan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata. Mengingat pentingnya pemungutan retribusi tempat rekreasi untuk meningkatkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah maka saya ingin mengetahui upaya meningkatan penerimaan retribusi serta kontribusi tempat wisata yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi. Hal inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan kegiatan magang di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi dan mengangkat sebuah topik ini yang penulis beri judul : PERANAN RETRIBUSI TEMPAT WISATA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BUKITTINGGI 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja jenis objek wisata yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi? 2. Bagaimana kontribusi jenis objek wisata? Khususnya Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMS-BK) dan Taman Panorama dan Lobang Jepang (TPLJ) 3. Apa upaya yang diperlukan untuk meningkatkan penerimaan retribusi objek wisata tersebut? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.3.1 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui objek wisata apa saja yang ada di Bukitinggi. 2. Untuk mengetahui bentuk kontribusi dari objek wisata tersebut khususnya Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMS-BK) dan Taman Panorama dan Lobang Jepang (TPLJ) 3. Untuk memahami upaya peningkatan retribusi pada objek wisata di Kota Bukittinggi. 1.3.2 Manfaat Pelaksanaan Magang a. Bagi Penulis Memberikan bekal pengalaman untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan selama duduk di bangku kuliah ke dalam dunia nyata. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Dinas Pariwisata Kota Bukittinggi. b. Bagi Instansi Dapat membina hubungan kerja sama dengan dunia pendidikan. Membantu instansi untuk menyelesaikan pekerjaan dan meringankan pekerjaan. Sebagai salah satu bahan masukan dan pertimbangan bagi pemegang kebijakan atau kekuasaan dalam upaya meningkatkan PAD melalui tempat rekreasi di Kota Bukittinggi.

c. Bagi Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi serta dapat menambah pengetahuan, menjadi sumber informasi dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 1.4 Tempat dan Waktu Magang Kegiatan magang dilakukan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi yang beralamat Jl. Perwira No. 10 Bukittinggi, Sumatera Barat Telp. (+62752) 21300 selama jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu selama 40 hari kerja dari tanggal 29 Juni 2015 sampai dengan 21 Agustus 2015. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I merupakan pendahuluan, berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan kegiatan, manfaat magang, rumusan masalah, sistematika penulisan. BAB II merupakan landasan teori yang menjelaskan tentang Tinjauan Pustaka, yang berisikan landasan teori, pendapatan asli daerah landasan hukum retribusi secara umum, retribusi daerah dan retribusi tempat rekreasi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi. BAB III merupakan gambaran umum Dinas Pariwisata, dan gambaran struktur organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bukittinggi.

BAB IV merupakan gambaran peranan retribusi tempat wisata terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kota Bukittinggi. Dalam bab ini mengemukakan tentang peranan retribusi tempat wisata terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kota Bukittinggi. BAB V merupakan penutup, berisikan tentang kesimpulan dan saran yang bermanfaat dalam kelangsungan aktifitas instansi yang bersangkutan.