KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.011/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana yang terjamin untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintah. Sumber

CATATAN MENGENAI PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH (DTP)

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO

Perekonomian Indonesia

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

Makalah Penerimaan Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

Perkembangan Penerimaan Pajak di Indonesia. Abstract

PENYERAPAN ANGGARAN DALAM APBN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi:

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Seiring berjalannya reformasi birokrasi pemerintahan maka seluruh hal-hal

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

Transkripsi:

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH Abstrak Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah. Namun dalam APBN terdapat istilah Pajak Ditanggung Pemerintah. Pajak Ditanggung Pemerintah merupakan kebijakan fiskal yang diberikan untuk stimulus perekonomian. Pada tahun 2009 dan 2010, Pajak DTP menjadi temuan hasil audit BPK. Belum adanya peraturan dan mekanisme dalam menentukan sektorsektor yang memperoleh intensif pajak DTP menjadi penyebab pajak DTP menjadi temuan BPK. Mekanisme DTP masih diperlukan dalam menjaga stabilitas perekonomian Negara, namun sektor-sektor yang mendapatkan intensif DTP sebaiknya bukan sektor konsumsi. A. Pendahuluan Penerimaan Negara adalah jumlah pendapatan suatu Negara yang berasal dari penerimaan pajak, penerimaan Negara bukan pajak dan hibah. Diantara ketiga sumber penerimaan Negara, pajak merupakan sumber penerimaan Negara terbesar di Indonesia. Di dalam APBN-P, 76,55 % dari penerimaan Negara berasal dari penerimaan pajak. Prof Dr Rochmat Soemitri, SH menyatakan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sommerfeld, Anderson dan Brock menyatakan Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Berdasarkan dua definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikenal istilah Pajak Ditanggung Pemerintah. Sedangkan dalam beberapa laporan hasil audit yang dilakukan oleh BPK, Pajak Ditanggung Pemerintah menjadi suatu temuan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 64

Sehingga perlu dilakukan penggalian lebih lanjut mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah ini. B. Pajak Ditanggung Pemerintah Pajak Ditangung Pemerintah (DTP) adalah pajak terhutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam UU APBN 1. Pajak DTP merupakan bentuk intensif fiskal yang diberikan pemerintah untuk tujuan tertentu. Intensif fiskal ini bertujuan untuk memberikan stimulus terhadap perkembangan perekonomian nasional. Pada saat terjadi krisis global, intensif fiskal ini diharapkan mampu melindungi masyarakat. 1. Perkembangan Pajak Ditanggung Pemerintah Pajak ditanggung pemerintah ada sejak tahun 2003. Selama tahun 2003 sampai 2009 penerimaan Negara dihitung tanpa memasukkan Pajak Ditanggung Pemerintah. Pemberian mekanisme DTP dimasukkan dalam belanja subsidi dan tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Tabel 1 Pagu Pendapatan Ditanggung Pemerintah Dalam UU APBN (dalam miliar rupiah) Sumber: UU APBN 1 Pasal 1 ayat 1 PMK 228/PMK.05/2010 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 65

PMK No 228/PMK 05/2010 mengatur mekanisme DTP. Dalam peraturan tersebut menyatakan besaran pajak DTP telah ditetapkan dalam pagu di APBN. Peraturan ini bertujuan untuk menciptakan transparansi anggaran khususnya pajak DTP. Berdasarkan UU APBN tahun 2008 Pajak DTP hanya diberikan pada PPN untuk sektor tertentu. Sektor yang dimaksud adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri terpilih, dan transportasi publik. Pemberian intensif pajak berupa mekanisme DTP pada tahun ini diharapkan mampu menstimulus perekonomian dan pembangunan nasional ditengah ketidakpastian perekonomian global. UU APBN tahun 2009 mentargetkan total pajak DTP sebesar Rp 15,63 triliun. Intensif pajak untuk pembayaran bunga Surat Berharga Negara menempati porsi yang paling besar dari sektor yang lain, sebesar Rp 1,5 triliun. Sektor-sektor yang memperoleh intensif pajak DTP adalah sektor migas, energy, pangan, industri terpilih, dan sektor publik. Sektorsektor ini memperoleh intensif karena dianggap mampu menangulangi dampak perlambatan ekonomi global dan pemulihan sektor riil. Tahun 2010 intensif pajak DTP paling besar diberikan pada pajak PPN bahan bakar nabati, bahan bakar minyak jenis tertentu, dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 5,9 triliun. Namun untuk masing-masing bahan bakar nabati, bahan bakar minak jenis tertentu dan LPG tabung 3 kg tidak diperinci lebih lanjut. Hal ini memberi peluang untuk terjadi manipulasi jumlah intensif di masing-masing sektor. Hampir seluruh intensif DTP yang diberikan pada tahun 2010 digunakan untuk membantu kegiatan konsumsi masyarakat. Hal ini dilakukan agar daya beli masyarakat terlindungi dari ketidakpastian perekonomian dunia. Namun hal ini kurang tepat untuk dilakukan, karena tidak memberikan multiplayer effect serta rawan untuk disalahgunakan oleh oknum yang memiliki kepentingan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 66

Gambar 1. Perkembangan Pajak DTP dalam APBN dan realisasinya (dalam miliar rupiah) 35000 30000 25000 20000 15000 10000 APBN-P Realisasi 5000 0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: UU APBN, Kementrian keuangan Pada tahun 2008 dan 2009 realisasi dari pajak DTP jauh melampaui jumlah yang sudah ditetapkan dalam UU APBN. Namun pada tahun 2010 realisasi dari pajak DTP dibawah target yang ditetapkan dalam APBN. Jumlah pemberian intensif pajak DTP pada tahun 2011 mengalami penurunan yang cukup signifikan daripada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi pemberian PPN DTP. Penghapusan PPN DTP dilakukan karena pemberian PPN DTP tidak sesuai dengan UU PPN pasal 16B yang menyatakan penyelesaian PPN melalui dibebaskan atau tidak dipungut sebagian/ seluruhnya. Tahun 2011 sampai tahun 2014, pagu pajak DTP cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena pagu pajak DTP untuk PPh pembayaran bunga surat berharga Negara juga semakin membesar. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan jumlah surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Yang berarti bahwa defisit yang harus dibiayai oleh Negara semakin besar. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 67

Gambar 2. Perkembangan Surplus (Defisit) Anggaran (dalam triliun rupiah) Surplus (Defisit) Anggaran TA 2009 TA 2010 TA 2011 TA 2012 TA 2013-46.85-88.62-84.4-153.30-211.67 Sumber: LKPP Sejak tahun 2009, APBN selalu mengalami defisit. Dari tahun 2010 sampai 2013 nilai defisit dalam APBN semakin membesar. Untuk menutupi defisit anggaran, maka pemerintah mengeluarkan surat berharga Negara. Defisit dalam APBN terjadi apabila seluruh belanja yang ditargetkan terealisasi. Namun dari tahun ke tahun realisasi belanja Negara cenderung kurang dari 100%. Hal ini dapat mengindikasikan kurang maksimalnya kinerja pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Sehingga pada akhir tahun anggaran, tidak semua anggaran dapat diserap dan komitmen pemerintah dapat terlaksana dengan baik. Gambar 3. Perkembangan SiLPA Tahun 2009-2013 (dalam triliun rupiah) 44.71 46.55 23.96 21.86 25.72 TA 2009 TA 2010 TA 2011 TA 2012 TA 2013 Sumber: LKPP Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 68

Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa di akhir tahun anggaran 2009 sampai 2013 selalu menghasilkan sisa anggaran. Sisa lebih anggaran pada akhir tahun sangat mungkin berasal dari hutang. Dari pola defisit yang ditentukan pemerintah dan Sisa lebih anggaran di akhir tahun realisasi menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam membuat komitmen kerja selama satu tahun. Sehingga pemeritah perlu meningkatkan perencanaan penyerapan anggaran di setiap bulannya dalam satu tahun anggaran, sehingga tidak terjadi penumpukan anggaran di akhir tahun. 2. Temuan BPK Tentang Pajak Ditanggung Pemerintah Pada tahun 2010 pajak DTP menjadi temuan BPK. Penyebabnya adalah pemerintah belum memiliki pengaturan yang jelas tentang mekanisme pajak DTP. Aturan mengenai jenis transaksi yang dapat dilunasi dengan mekanisme DTP, mekanisme pengendalian dan mekanisme pertanggungjawaban belum ada. Mekanisme pajak DTP merupakan pembayaran pajak yang ditanggung pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan mengakuinya sebagai penerimaan dalam jumlah yang sama. Akibatnya, mekanisme pajak DTP tersebut akan menambah penerimaan pajak tetapi sekaligus menambah pengeluaran negara, sehingga tidak ada penambahan kekayaan bersih karena penambahan uang kas akibat transaksi ini tidak ada. Dapat dikatakan mekanisme ini tidak memberikan penerimaan yang riil. Sejak tahun 2011 pagu anggaran yang memperoleh mekanisme pajak DTP hanya komoditas panas bumi dan PPh pembayaran bunga surat hutang Negara. Namun sampai saat ini masih belum ada suatu mekanisme yang mengatur sektor mana yang memperoleh intensif pajak DTP. Sektor yang akan memperoleh intensif langsung ditentukan oleh pemerintah dengan besaran juga ditentukan oleh pemerintah. Hal ini memberikan peluang untuk terjadi penyalahgunaan wewenang. Sehingga diperlukan suatu mekanisme yang jelas dalam menentukan sektor-sektor yang akan memperoleh intensif pajak DTP. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 69

C. Penutup Kebijakan fiskal berupa pemberian intensif Pajak Ditanggung Pemerintah masih diperlukan untuk menjaga kestabilan perekonomian Negara. Mekanisme yang jelas dan terkontrol sangat diperlukan dalam menentukkan sektor-sektor yang memperoleh intensif Pajak Ditanggung Pemerintah. Sektor-sektor yang memberikan stimulus dan memiliki multiplayer effect terhadap perekonomian Negara yang seharusnya mendapat prioritas dalam pemberian insentif Pajak DTP. Apabila intensif diberikan pada sektor industri, maka diperlukan suatu mekanisme yang jelas dalam menentukan jenis industri yang akan memperoleh intensif. Mekanisme ini diperlukan untuk memperkecil peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kinerja dalam penyerapan anggaran di setiap bulannya, sehingga tidak terjadi penumpukan sisa anggaran di akhir tahun anggaran. Sisa anggaran lebih yang berasal dari hutang Negara akan memberikan beban terhadap keuangan Negara di waktu yang akan datang. Pemberian intensif Pajak DTP bagi pembayaran bunga obligasi pemerintah sebaiknya dikaji kembali. Insentif Pajak DTP ini hanya akan dinikmati oleh para investor, bukan oleh masyarakat yang lebih membutuhkan. (RC) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 70