JURNAL TINJAUAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENCURIAN BENDA SAKRAL TERKAIT DENGAN HUKUM ADAT DI MELAYA, KABUPATEN JEMBRANA - BALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

BAB I PENDAHULUAN. Hukum yang diciptakan manusia mempunyai tujuan untuk. menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian pula dengan

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENCURIAN PRATIMA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI TINDAKAN JAKSA MELAKUKAN PRA PENUNTUTAN DALAM PERKARA PIDANA PENCURIAN

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

JURNAL PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN PRATIMA MENURUT HUKUM ADAT BALI

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MUTILASI

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

ANALISIS HUKUMAN KEBIRI UNTUK PELAKU KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DITINJAU DARI PEMIDANAAN DI INDONESIA

JURNAL UPAYA KEPOLISIAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH GENG MOTOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

JURNAL IMPLEMENTASI HAK KORBAN UNTUK MENDAPATKAN RESTITUSI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 2/PID.SUS.ANAK/2015/PN DPS

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

JURNAL PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PENJUAL MINUMAN KERAS OPLOSAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KOTA YOGYAKARTA)

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN PRATIMA MENURUT HUKUM ADAT BALI

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PELANGGARAN ATURAN LALU LINTAS DI KABUPATEN KLATEN

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMIDANAAN TERHADAP ANAK KLEPTOMANIA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Denpasar, 6 Agustus Penulis

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

JURNAL TINJAUAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENCURIAN BENDA SAKRAL TERKAIT DENGAN HUKUM ADAT DI MELAYA, KABUPATEN JEMBRANA - BALI Diajukan oleh : NI NYOMAN ASTU DHYASTARI N P M : 110510702 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2015

TINJAUAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENCURIAN BENDA SAKRAL TERKAIT DENGAN HUKUM ADAT DI MELAYA, KABUPATEN JEMBRANA-BALI Ni Nyoman Astu Dhyastari, Ch. Medi Suharyono Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta ABSTRACT This research entitled reviews of punishment against the perpetrators of theft of sacred objects related to customary law in Melaya, Jembrana-Bali. The purpose of this study was to determine and obtain data on whether or not (1) the customary sanctions imposed in conjunction with the criminal sanctions against the theft of sacred objects in Bali; (2) barriers in imposing criminal sanctions without stating customary in the theft of sacred objects. This writing method with the normative legal research analyzed qualitatively through literature study and interview sources and conclusions drawn by the deductive method. The research found that (1) customary sanctions and criminal sanctions against the theft of sacred objects in Bali can not be done simultaneously. (2) Constraints faced by judges in imposing criminal sanctions without regard to customs in the theft of sacred objects, is: the application of customary sanctions in court through a verdict of punishment can not be done, and the public is not satisfied only if the perpetrator of criminal sanctions. Key Words: theft, sacred objects, customary law in Bali. 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terikat pada norma-norma yang telah disepakati baik pada tingkat nasional, regional maupun lokal. Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat dapat berupa norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum. Norma hukum merupakan norma yang memiliki perlengkapan lebih lengkap jika dibandingkan dengan norma-norma lainnya, artinya norma hukum mempunyai alat penegak apabila normanya dilanggar dan berlakunya dapat dipaksakan terhadap masyarakat. Keberadaan hukum adat di samping hukum negara diakui oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionilnya yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia diakui oleh Negara. Demikian pula identitas budaya dan hak masyarakat tradisionil yang dihormati sesuai dengan perkembangan jaman dan peradaban sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal-pasal Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dapat dikatakan bahwa hukum adat diakui eksistensinya atau keberadaannya sepanjang hukum 2

adat tersebut masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Salah satu pelanggaran dalam hukum adat Bali adalah pencurian. Pencurian yang belakangan ini marak di Bali adalah pencurian benda sakral (pratima). Tingginya frekuensi tindak pidana pencurian benda-benda sakral di satu sisi tidak dapat dilepaskan dengan keunikan serta nilai seni benda sakral sehingga menarik minat tamu manca negara untuk mengkoleksinya. Di sisi lain bagi pelaku pencurian, benda-benda sakral mempunyai nilai ekonomis tinggi. Demikian juga dalam melakukan pencurian, pelaku relatif dengan mudah melakukannya karena umumnya benda-benda sakral disimpan di purapura atau tempat suci lain yang umumnya berlokasi agak jauh dari pemukiman penduduk. Perbuatan ini oleh masyarakat adat di Bali, dianggap sebagai perbuatan yang berakibat tercemarnya kesucian (leteh), baik terhadap tempat kejadian maupun benda tersebut. Perbuatan semacam ini dianggap sebagai suatu pelecehan terhadap kehidupan beragama umat Hindu, karena benda-benda yang disucikan tersebut (umumnya dalam bentuk pratima) merupakan sarana dalam pelaksanaan upacara-upacara keagamaan yang oleh umat Hindu diyakini mempunyai kekuatan ghaib. 2 1 Nyoman Roy Mahendra Putra, 2009, Penyelesaian Pelanggaran Adat Di Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Menurut Hukum Adat Bali, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, hlm. 2. 2 https://queendifara.wordpress.com/sih/hukum-adat/uts/, anonim, UTS, 29 Januari 2015. 3

Pencurian benda-benda sakral di Bali, dalam pandangan masyarakat adat, merupakan suatu delik adat, walaupun tindak pidana tersebut merupakan delik umum karena telah diatur dalam KUHP. Adanya pandangan yang menganggap pencurian benda-benda sakral sebagai delik adat, konsekuensinya adalah dalam penyelesaian kasus pun memerlukan adanya suatu penjatuhan sanksi yang dalam hukum adat dikenal dengan sebutan reaksi adat atau pemenuhan kewajiban adat. Reaksi adat merupakan suatu tindakan yang diperlukan dalam rangkaian pengembalian keseimbangan masyarakat dalam kasus-kasus delik adat, terutama yang menurut masyarakat hukum adat merupakan suatu perbuatan yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan magis. Dilihat dari hukum formal pencurian benda-benda suci (sakral), seperti pencurian pratima, tapakan ataupun benda-benda sarana upacara keagamaan lain, tidak lebih dari kejadian kriminal biasa. Dalam pandangan masyarakat adat di Bali umumnya, pencurian benda-benda sakral merupakan suatu pelanggaran adat yang memerlukan suatu upaya pemulihan keadaan. 3 Berdasarkan pada uraian tersebut di atas dan rasa ingin tahu yang lebih dalam mengenai tinjauan pemidanaan yang diberikan kepada pelaku tindak pidana pencurian benda sakral, maka penulis termotivasi untuk menyusun skripsi yang berjudul TINJAUAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU 3 I Gusti Ketut Ariawan, 1992, Eksistensi Delik Hukum Adat Bali Dalam Rangka Pembentukan Hukum Pidana Nasional, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia Jakarta, hlm. 135. 4

PENCURIAN BENDA SAKRAL TERKAIT DENGAN HUKUM ADAT DI MELAYA, KABUPATEN JEMBRANA - BALI. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah sanksi adat dapat dijatuhkan bersamaan dengan sanksi pidana terhadap pencurian benda sakral di Bali? 2. Apakah kendala atau hambatan dalam menjatuhkan sanksi pidana tanpa mempertimbangkan hukum adat dalam pencurian benda sakral? 5

PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pemidanaan Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Pidana dijatuhkan bukan hanya karena telah terjadi kejahatan tetapi juga agar pelaku kejahatan tidak lagi melakukan kejahatan dan orang lain takut untuk melakukan kejahatan yang serupa. Pemidanaan tidak dimaksudkan sebagai upaya balas dendam tetapi sebagai upaya pembinaan bagi pelaku tindak pidana sekaligus sebagai upaya agar tidak terjadi kejahatan yang sama. Pemberian pidana atau pemidanaan dapat benar-benar terwujud apabila dilihat dari beberapa tahap perencanaannya yang meliputi pemberian pidana oleh pembuat undangundang, pemberian pidana oleh badan yang berwenang, dan pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang. Sebagai bahan kajian, Rancangan KUHP Nasional telah menetapkan tujuan pemidanaan pada Buku Kesatu Ketentuan Umum dalam Bab II dengan judul Pemidanaan, Pidana dan Tindakan. Tujuan pemidanaan tersebut yaitu: 4 1) Untuk menghimbau masyarakat agar jangan sampai melakukan kejahatan baik terhadap seseorang maupun sekelompok orang, 4 http://ilmuhukumusk.blogspot.com/2013/06/pengertian-pemidanaan.html, Syafriman ZA, Pengertian Pemidanaan, 20 Mei 2015. 6

2) Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan agar menjadi orang yang berkelakuan baik sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Pengertian orang yang melakukan kejahatan atau pelaku dirumuskan dalam Pasal 55 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: Ayat (1) Dipidana sebagai pembuat suatu tindak pidana: ke-1. Orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu. ke-2. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau martabat, memakai paksaan ancaman atau tipu karena memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan, dengan sengaja menghasut supaya perbuatan itu dilakukan. Ayat (2) Orang yang tersebut dalam ayat (1) ke-2 itu, yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanya perbuatan yang sengaja dibujuk olehnya serta akibat perbuatan itu. Pencurian merupakan kejahatan yang dilakukan terhadap harta benda yang mulai berkembang setelah manusia mulai memberikan penilaianpenilaian secara ekonomi terhadap harta benda dan kejahatan tersebut ditujukan terhadap harta benda sebagai objek. Pencurian yang sedang marak terjadi di Bali yaitu pencurian benda sakral. 7

Benda sakral yaitu benda yang dianggap suci oleh seseorang atau sekelompok orang yang tempat dan penggunaannya sudah ditetapkan. Seperti halnya benda-benda sakral yang berada di daerah Bali, masyarakat di Bali sangat menghormati dan menghargai bahwa benda-benda yang bernilai magi situ dapat mengayomi atau menjaga orang atau sekelompok orang dan atau masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tradisi adat, jika desa tercemar (cuntaka) tentu saja desa adat setempat akan mengembalikan keseimbangan desanya. Adanya kejadian pencurian terhadap benda-benda sakral di pura, maka pura itu harus dibersihkan dari cuntaka atau keadaan tercemar. Dari hasil paruman desa adat, pelaku tindak pidana pencurian benda sakral harus diberi sanksi. 5 B. Tinjauan Terhadap Hukum Pidana Adat di Bali Hukum adat lahir dan tumbuh dari masyarakat Indonesia. Sebagian para ahli pada waktu itu menyebutnya sebagai masyarakat pribumi atau masyarakat hukum adat, juga disebut persekutuan hukum adat. Hukum adat adalah hukum asli yang hidup di dalam masyarakat dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, khususnya berpedoman pada rasa keadilan dan kepatutan dari tempat di mana hukum itu lahir, tumbuh dan surut. Hukum adat tersebut selalu mengalami pertumbuhan dari 5 Wawancara dengan Ibu Ni Ketut Sulastri (Mangku Ayu Taman), selaku Pemangku Pura Taman Beji Dang Kahyangan Indrakusuma. 8

kebutuhan hidup yang nyata, dari sikap dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakatnya. Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat di suatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat tidak tertulis, tetapi memiliki daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum adat. Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan seharihari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga harus mengerti perihal hukum adat. Keberadaan hukum adat dalam pembangunan hukum nasional tidak mendapatkan tempat yang layak. Hukum adat sengaja dipinggirkan dalam pembentukan hukum nasional. Hukum adat hanya diakui keberadaannya dalam proses peradilan dan hanya digunakan jika terdapat kekosongan dalam hukum tertulis. Dengan demikian, keberadaan hukum adat meskipun diakui dan dianut oleh sebagian masyarakat adat di Indonesia, namun secara nasional tidak mendapat pengakuan yang baik. Di beberapa daerah memang hukum adat masih diakui dan digunakan dalam pembentukan hukum, tetapi sifatnya lokal, yaitu dalam bentuk 9

Peraturan Daerah, tetapi tidak semua daerah menggunakan hukum adat dalam pembentukan Peraturan Daerah. 6 Berdasarkan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara mengakui kesatuan masyarakat hukum adat, yaitu hak otonomi untuk mengelola pemerintahannya sendiri sebagai aktualisasi hak tradisionilnya yaitu hak-hak yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur mereka, misalnya hak untuk mengatur dan melindungi anggota masyarakatnya, hak untuk menerima dan mengelola kekayaan baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang diwariskan leluhurnya. Instrumen untuk mengatur dan melindungi anggota masyarakat oleh pemerintahan masyarakat hukum adat adalah hukum adat masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, hukum adat adalah hak tradisional dari masyarakat hukum adat. C. Tinjauan Pemidanaan Terhadap Pelaku Pencurian Benda Sakral Terkait Dengan Hukum Adat Di Melaya, Kabupaten Jembrana-Bali Penjatuhan sanksi adat dengan sanksi pidana terhadap pencurian benda sacral di Bali dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu a. Dari sisi adat Pemidanaan bagi para pelaku kejahatan dijatuhkan secara berbeda-beda. Pelaku yang beragama hindu dapat menjalankan sanksi adat dengan cara 6 Herowati Poesoko., M.Khoidin., dan Dominikus Rato., 2014, Eksistensi Pengadilan Adat Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia, LaksBang Justitia, Surabaya, hlm. 97. 10

ikut serta dalam upacara pecaruan untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan yang tadinya tercemar karena adanya pencurian. Sedangkan pelaku yang beragama non hindu, menjalankan sanksi adat dengan dibebani denda untuk melaksanakan upacara pecaruan, sedangkan yang melakukan proses upacara pecaruan adalah warga desa setempat. b. Dari sisi hukum pidana Sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku pencurian benda sakral sesuai dengan Pasal 363 ayat (1) ke 5 KUHP. Dalam penerapannya, penjatuhan sanksi adat dan sanksi pidana terhadap pencurian benda sakral di Bali tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Pelaku pencuri benda sakral akan diproses terlebih dahulu secara adat yang berupa pemberian sanksi adat yang diberikan atau masyarakat adat tidak puas dengan sanksi adat yang diberikan, maka pelaku akan diproses secara hukum yang berupa pemberian sanksi pidana. Hukum adat dan sanksi adat lahir dari upaya masyarakat adat untuk mengatasi persoalan yang dihadapi berkenaan dengan upaya penciptaan keteraturan di masyarakat. Mengimplementasikan hukum adat ke dalam sistem hukum nasional adalah sebuah usaha yang terus menerus dilakukan oleh hakim. Dalam perjalanannya kodifikasi hukum di Indonesia selalu menjadi sebuah tantangan tersendiri. Kendala ataupun hambatannya yaitu: a. Penerapan sanksi adat di Pengadilan melalui putusan pemidanaan tidak dapat dilakukan begitu saja, karena hukum adat berbeda di setiap daerah, 11

sehingga hakim khawatir putusan menjadi tidak memberikan kepastian hukum. b. Masyarakat tidak puas apabila pelaku hanya dijatuhi sanksi pidana, sedangkan sanksi adat tidak dijatuhkan, karena pelaku tersebut sudah membuat pura itu menjadi tercemar kesuciannya. KESIMPULAN Penjatuhan sanksi adat dan sanksi pidana terhadap pencurian benda sakral di Bali tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Pelaku pencuri benda sakral akan diproses terlebih dahulu secara adat yang berupa pemberian sanksi adat, apabila pelaku tidak sanggup untuk memenuhi sanksi adat yang diberikan atau masyarakat adat tidak puas dengan sanksi adat yang diberikan, maka pelaku akan diproses secara hukum yang berupa pemberian sanksi pidana. Pada umumnya, setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana akan diberikan sanksi pidana, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dengan perkara yang sama sesuai yang dinyatakan dalam Pasal 76 KUHP, karena nantinya akan dianggap merugikan hak dari si pelaku. Hak-hak tersebut tercantum dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia antara lain hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak milik, serta hak atas pengakuan di depan hukum. Kendala atau hambatan yang dihadapi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana tanpa memperhatikan adat dalam pencurian benda sakral yaitu 12

a. Penerapan sanksi adat di Pengadilan melalui putusan pemidanaan tidak dapat dilakukan begitu saja, karena hukum adat berbeda di setiap daerah, sehingga hakim khawatir putusan menjadi tidak memberikan kepastian hukum. b. Masyarakat tidak puas apabila pelaku hanya dijatuhi sanksi pidana, sedangkan sanksi adat tidak dijatuhkan, karena pelaku tersebut sudah membuat pura itu menjadi tercemar kesuciannya. 13

DAFTAR PUSTAKA Buku: Herowati Poesoko., Khoidin M., dan Dominikus Rato, 2014. Eksistensi Pengadilan Adat Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia, LaksBang Justitia, Surabaya. Website: Anonim, UTS, Diakses dari https://queendifara.wordpress.com/sih/hukum-adat/uts/, 29 Januari 2015. Syafriman ZA, Pengertian Pemidanaan, Diakses dari http://ilmuhukumusk.blogspot.com/2013/06/pengertian-pemidanaan.html, 20 Mei 2015. Tesis/Disertasi: Nyoman Roy Mahendra Putra, 2009. Penyelesaian Pelanggaran Adat Di Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Menurut Hukum Adat Bali, Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. I Gusti Ketut Ariawan, 1992. Eksistensi Delik Adat Bali Dalam Rangka Pembentukan Hukum Pidana Nasional, Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999, Nomor 165. Sekretaris Negara. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 14