BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH YANG DITERAPKAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HETEROSEKSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

PERNYATAAN UNTUK MENGUKUR PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya seseorang menjadi mahasiswa pada kisaran usia tahun. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

Perilaku Seksual Mahasiswa Perguruan Tinggi X di Kabupaten Bangkalan-Madura

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdampak pada masyarakat. Salah satu kemajuan teknologi adalah semakin

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode perkembangan antara pubertas, peralihan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia terdiri dari remaja berusia tahun dan sekitar sembilan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka (Sulistinah, 2005). Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, agama, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh industrialisasi yang begitu cepat. Hal ini diikuti pula oleh adanya revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup. Berbagai hal tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai perilaku remaja, terutama pada perilaku seksualnya. Menurut Nugraha (2006) kasus remaja yang melakukan seks bebas dari waktu ke waktu semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Seiring dengan pernyataan tersebut, hasil polling yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) pada tahun 2000-2002 menyebutkan dari 1000 remaja peserta terdapat 44,8% mahasiswa dan remaja Kabupaten Bandung telah melakukan hubungan seks. Dengan jumlah remaja di Kabupaten Bandung sekitar 765.762, berarti jumlah remaja yang melakukan seks bebas sekitar 350 ribu (Wanti, 2008). Fenomena maraknya perilaku seksual di kalangan remaja terutama mahasiswa juga terjadi di wilayah Kampus Bumi Siliwangi Universitas

2 Pendidikan Indonesia. Terdapat 3 kasus penyimpangan seksual (kehamilan) yang terjadi berdasarkan Penelitian Elan Suharma (2010), diantaranya adalah: kasus pertama, mahasiswi hamil di luar nikah dan ternyata lelakinya seorang non muslim. Ketua RT dan Hansip di lingkungan tempat mahasiswi tersebut mengontrak/kos nyaris memaksa mereka untuk menikah, tetapi orang tua perempuan menolaknya karena perbedaan agama. Kasus kedua, mahasiswi melahirkan bayi tanpa jelas siapa ayahnya, namun akhirnya bayi tersebut diadopsi. Hampir mirip dengan kasus kedua, pada kasus ketiga mahasiswi hamil dan diminta dinikahkan secara siri (tanpa sepengetahuan orang tua), dan sekitar 4 bulan setelah menikah kemudian ia melahirkan bayi yang kemudia diadopsi oleh dukun beranak yang membantu persalinan mahasiswi tersebut. Pola pergaulan remaja yang semakin bebas ini didukung oleh berbagai fasilitas, aktivitas seksual semakin mudah dilakukan, bahkan mudah berlanjut menjadi hubungan seksual, sehingga bagi remaja hubungan seksual tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang sakral, yang hanya patut dilakukan dalam ikatan pernikahan. Beberapa fasilitas atau faktor pendukung dari pergaulan bebas ini diantaranya adalah menjamurnya kawasan lokalisasi sehingga memudahkan para remaja untuk melakukan hubungan seksual dengan WTS/PSK, semakin longgarnya peraturan dan kendali sosial dilingkungan kos mahasiswa, berkembangnya internet memudahkan remaja untuk mencari materi-materi porno, dijual bebasnya alat kontrasepsi, beredarnya VCD/DVD porno bajakan (Sambas et al, 2005). Perilaku seks bebas atau seks diluar nikah yang terjadi pada remaja di Indonesia yang sedang marak ini yaitu berupa perilaku heteroseksual. Perilaku

3 heteroseksual merupakan bagian dari perilaku seksual. Perilaku heteroseksual biasanya muncul pada saat hubungan lawan jenis remaja sudah masuk pada fase pacaran atau Going steady. Perilaku heteroseksual melibatkan minat seksual dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual dengan pasangan lain jenis melalui berbagai perilaku pengekspresian cinta. Yang termasuk perilaku heteroseksual menurut Hurlock (1973), yaitu keepsakes, constant association, Confidence, creative expressions, touching, necking, petting, dan premarital intercourse. Sedangkan menurut Sambas et al (2005) aktivitas seksual melalui beberapa tahapan, yaitu mulai dari eye to body, yaitu memandang kearah tubuh namun menghindari kontak mata; eye to eye, yaitu melakukan kontak mata; voice to voice, yaitu berbincang-bincang berdua; hand to hand, yaitu rangkulan pada bahu; arm to waist, yaitu berpelukan dengan tangan memeluk pada bagian pinggang; mouth to mouth, yaitu berciuman bibir; hand to head, yaitu berciuman bibir disertai dengan menyentuh wajah dan rambut pasangan; hand to body, yaitu berciuman bibir dan sentuhan pada wajah dan rambut, disertai dengan menyentuh tubuh pasangan; mouth to breast, yaitu mencumbu bagian dada; hand to genital, yaitu merangsang daerah genital dengan menggunakan tangan, terkadang dengan mulut; genital to genital, yaitu alat kelamin laki-laki memasuki alat kelamin perempuan. Sarwono (1997) menyatakan bahwa individu yang telah melakukan sexual intercourse atau genital to genital tentunya telah mencapai semua tahapan perilaku yang berada dibawahnya. Akan tetapi tidak sebaliknya, individu yang melakukan tahapan perilaku pada tahapan rendah belum tentu telah mencapai

4 tahapan perilaku yang lebih tinggi peringkatnya. Bebagai faktor mempengaruhi remaja melakukan berbagai aktivitas seksualitas dengan pasangannya pada saat pacaran, diantaranya yaitu: Pertama, kematangan fisik yang mengarahkan terjadinya perkembangan dorongan seksual yang tinggi pada remaja, sangat peka terhadap rangsangan seksual (Yusuf, 2001). Dalam berpacaran, biasanya para remaja mengekspresikannya dalam berbagai cara, seperti bergandengan tangan, berciuman, berpelukan, masturbasi atau bahkan melakukan sexual intercourse. Kedua, semakin panjangnya usia remaja (Yuwono, 2001), penundaan usia perkawinan yang dialami remaja karena sedang menempuh pendidikan dapat menjadi salah satu penyaluran hasrat seksual itu tidak dapat segera dilakukan pada orang yang tepat. Ketiga, rasa ingin tahu yang tinggi mengenai masalah seks sehingga mendorong untuk mencari lebih banyak informasi mengenai seks (Hurlock, 1992), baik melalui buku, film, gambar-gambar lain yang menyangkut kehidupan seksual tersebut. Keempat, adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, seperti banyak tempat kos di campur, batas jam malam yang longgar, dan kebebassan ruang untuk berkinjung. Sarwono (2004) menambahkan bahwa faktor lain yang berperan terhadap timbulnya perilaku seksual pada remaja adalah meningkatnya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa. Salah satu media yang berkembang pesat saat ini adalah internet.

5 Pacaran menurut Santrock (2003) merupakan masa penjajakan, sosialisasi, belajar menghadapi konflik, dan menghargai perbedaan dalam relasi. Pacaran sebenarnya adalah proses pemahaman interaksi dengan lawan jenis. Tanpa adanya kesepakan yang jelas antara remaja dengan pasangannya mengenai batasan pacaran, kadang tanpa disadari mereka justru menjadi terjerumus dalam pergaulan bebas yang merusak masa depan mereka sendiri. Dewasa ini, pengertian dan penilaian tentang pacaran mengalami pergeseran. Kalau dahulu laki-laki dan perempuan berpegangan tangan, berpelukan, atau berciuman ditempat umum sudah dianggap melampaui batasbatas kesusilaan, maka sekarang pola perilaku tersebut sudah dianggap biasa. Jika perilaku heteroseksual yang dilakukan pada masa pacaran berkembang kearah yang lebih jauh seperti hubungan seks diluar nikah, maka akan membawa resiko yang merugikan bagi remaja tersebut, seperti terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) atau biasa disebut sebagai penyakit kelamin, tertular virus HIV, kehamilan yang tidak diinginkan, atau bahkan sampai melakukan aborsi. Berdasarkan penelitian di Menado menemukan dari 3.106 kasus permintaan aborsi dilakukan random sebanyak 663 responden ditemukan 463 (71,3%) mengalami kehamilan diluar nikah. Dari jumlah tersebut terdapat 91 orang (28,8%) berusia 14-19 tahun, 375 orang (52%) berusia 20-24 tahun, 105 orang (15,9%) siswa SLTP, 219 orang (33%) siswa SLTA, dan 317 orang (47,5%) adalah mahasiswa di Perguruan Tinggi (Khisbiyah, 1995). Berdasarkan data tersebut maka didapat bahwa pelaku aborsi yang paling

6 beresiko melakukannya adalah individu atau remaja putri yang berada pada jenjang pendidikan Perguruan Tinggi. Seinberg (2002) menyebutkan bahwa remaja akhir berada pada rentang 18-22 tahun, menurut sistem Pendidikan Nasional berada pada jenjang Perguruan Tinggi. Remaja yang memasuki dunia perguruan Tinggi seringkali menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dalam lingkungan kehidupannya sebagai mahasiswa. Gunarsa (2000) menyatakan bahwa masalah hubungan sosial remaja akhir terjadi diakibatkan pola pergaulan yang bergeser dari pola pergaulan yang homoseksual kearah heteroseksual. Seiring dengan pergeseran dari dependensi ke independensi, mahasiswa merasa lebih bebas untuk bergaul. Mereka kebanyakan tinggal di kontrakan maupun kos dengan keterbatasan pengawasan dari keluarga dan orang tua mereka. Brofenbenner (Santrock, 2003) menambahkan bahwa beberapa hal dapat menjadi faktor resiko terjadinya aktivitas seksual remaja adalah kurangnnya pengawasan orang tua dan rendahnya pengawasan lingkungan. Dari hal tersebut maka mahasiswa kos beresiko terhadap terjadinya berbagai bentuk aktivitas seksual untuk memenuhi rasa ingin tahu dan pemuasan terhadap dorongan seksualnya. Para mahasiswa seringkali berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas, bereksplorasi sendiri sesuai dengan minat mereka, dan tidak diherankan bila para remaja akhir ini bahkan melakukan berbagai eksperimen dan penggalian hal-hal seksual dengan pacarnya. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas dan konsep pacaran pada remaja, serta lingkungan pergaulan yang permisif secara langsung maupun

7 tidak langsung mempengaruhi pembentukan sikap remaja, khususnya remaja akhir yang lebih dekat menuju masa dewasa, terhadap perilaku seksual khususnya perilaku heteroseksual ketika mereka mulai berpacaran. Menurut Triandis (1971) sikap merupakan suatu ide yang digerakan oleh emosi yang mempengaruhi kemunculan perilaku tertentu terhadap suatu objek sosial dan atau situasi sosial tertentu. Sikap terbentuk dari beberapa komponen diantaranya komponen kognitif (perseptual component), Komponen afektif (emosional component), Komponen behavioral (action component). Hal ini penting untuk kita mengetahui sikap remaja sekarang terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran ini, terutama untuk memprediksi tingkah laku yang nantinya muncul. Penelitian ini akan dilaksanakan pada mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia karena secara administratif sangat memenuhi kriteria dan mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian ini. Setelah mengadakan wawancara tidak terstruktur terhadap beberapa mahasiswa di fakultas tersebut, ditemukan bahwa ada beberapa kasus mengenai bentuk penyimpangan hubungan mahasiswa yang memiliki jenis kelamin yang berbeda. Dari hasil wawancara tersebut, peneliti mendapatkan beberapa kasus antara lain mereka terbiasa dan menganggap wajar perilaku berpegangan tangan sampai mencium pacarnya sebagai aktivitas yang dilakukan pada masa pacaran, bahkan beberapa mahasiswa mengaku bahwa mereka pernah menginap dikosan pasangannya dan melakukan premarital intercourse atas dasar suka sama suka.

8 Berdasarkan fenomena-fenomena serta fakta-fakta di atas, diketahui bahwa pacaran merupakan bagian dari kehidupan remaja sehari-hari. Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai sikap remaja, yaitu mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran. Mengingat dampak yang dihasilkan akibat perilaku seksual cukup serius, maka perlu melakukan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap perilaku seksual. Dengan mengetahui sikap remaja terhadap perilaku heteroseksual, maka peneliti dapat menjelaskan, memprediksi, serta mengetahui penyebab munculnya tingkah laku tersebut. Dengan mengetahui penyebab-penyebabnya maka dapat diambil tindakantindakan preventif agar perilaku heteroseksual tidak membawa dampak negatif bagi masa depan remaja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang berkembang di atas, maka masalah utama yang akan diteliti terfokus pada pertanyaan: Bagaimana gambaran sikap mahasiswa FPBS Universitas Pendidikan Indonesia terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran? Adapun dari pertanyaan penelitian tersebut, dapat dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan khusus, diantaranya:

9 a. Bagaimana gambaran sikap mahasiswa FPBS UPI terhadap perilaku heteroseksual masa pacaran pada aspek kognitif? b. Bagaimana gambaran sikap mahasiswa FPBS UPI terhadap perilaku heteroseksual masa pacaran pada aspek afektif? c. Bagaimana gambaran sikap mahasiswa FPBS UPI terhadap perilaku heteroseksual masa pacaran pada aspek behavioral? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai sikap mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasan dan Seni (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran. Tujuan khusus dari penelitian ini, diantaranya: a. Mendapatkan gambaran mengenai sikap mahasiswa FPBS UPI terhadap perilaku heteroseksual masa pacaran pada aspek kognitif. b. Mendapatkan gambaran mengenai sikap mahasiswa FPBS UPI terhadap perilaku heteroseksual masa pacaran pada aspek afektif. c. Mendapatkan gambaran mengenai sikap mahasiswa FPBS UPI terhadap perilaku heteroseksual masa pacaran pada aspek behavioral.

10 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai bentuk perilaku heteroseksual sehingga pada akhirnya mampu menghindar dari konseksuensi atau dampak dari perilaku heteroseksual yang merugikan dirinya. 2. Bagi jurusan psikologi, penelitian ini diharapkan memberi sumbangan dalam rangka pengembangan ilmu psikologi pada umumnya dan perkembangan remaja pada khususnya, terutama mengenai gambaran sikap remaja terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran. E. Metode Penelitian Berdasarkan fokus masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat kuantitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, dan menganalisisnya dengan data yang terjadi dan diterima di lapangan apa adanya.. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran sikap remaja terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran di Universitas Pendidikan Indonesia.

11 F. Sampel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia tingkat dua dan tiga berjumlah 175 mahasiswa yang ditentukan dengan menggunakan teknik Random Sampling. Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Mahasiswa tingkat dua dan tiga Hal ini sesuai dengan latar belakang penelitian yakni mengetahui sikap remaja terhadap perilaku heteroseksual pada masa pacaran di Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Berada dalam tahap remaja akhir, berusia 18-23 tahun Pada tahap ini individu sudah mencapai kematangan fisik yang mengarahkan terjadinya perkembangan dorongan seksual yang tinggi, dan juga sangat peka terhadap rangsangan seksual. 3. Sedang atau pernah pacaran Dengan pertimbangan bahwa pengetahuan dan pengalaman dibutuhkan sebagai dasar individu untuk memiliki sikap. Mahasiswa yang sedang atau pernah berpacaran diasumsikan memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai perilaku seksual yang dilakukan saat berpacaran.