AMNESTY INTERNATIONAL PERNYATAAN PUBLIK



dokumen-dokumen yang mirip
Indonesia. Kritik Menuai Pidana. Konsekuensi Hak Asasi Manusia Dari Pasal Pencemaran Nama Baik di Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Indonesia. Latar belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Frank La Rue

INDONESIA 2. Bagian I. Demografi Agama

ractices and Best P national Standards Inter aws, rent L Cur

JANGAN ADA IMPUNITAS UNTUK PENGHILANGAN PAKSA

PENELITIAN HUKUM TENTANG TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN ADVOKAT DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT. Tim di bawah Pimpinan : MOSGAN SITUMORANG

KOMENTAR UMUM KOVENAN INTERNASIONAL

KASUS-KASUS TERKAIT DENGAN KEBEBASAN BEREKSPRESI DI INTERNET TAHUN MARET

Mendefinisikan Pencemaran Nama Baik:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENCEMARAN NAMA BAIK DAN REHABILITASI NAMA BAIK

MENEROBOS JALAN BUNTU KAJIAN TERHADAP SISTEM PERADILAN MILITER DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

(JUVENILE JUSTICE SYSTEM) DI INDONESIA

SKRIPSI. Program Kekhususan : Hukum Pidana. Diajukan Oleh : TEFFI OKTARIN BP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN BERAGAMA 1. Siti Musdah Mulia 2

STRATEGI UNTUK BERTAHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia

DEFENDING FREEDOM OF EXPRESSION AND INFORMATION

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI TULISAN. (Studi Kasus Putusan No. 822/Pid.B/2011/PN.Mks.

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia

Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar Negeri. Hak Asasi Manusia dalam kebijakan luar negeri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

AMNESTY INTERNATIONAL PERNYATAAN PUBLIK Index: ASA 21/1381/2015 7 April 2015 Indonesia: Dua perempuan divonis bersalah di bawah UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena postingannya di media sosial Pihak berwenang di Indonesia harus menghentikan penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU No. 11/2008 yang juga dikenal sebgai undang-undang internet untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, menurut Amnesty International pada hari ini, ketika dua lagi individu yang divonis bersalah pada minggu lalu hanya karena memberikan opini mereka secara online. Amnesty International menganggap mereka semua yang dipenjara di bawah UU ITE semata-mata karena menjalankan kebebasan berekspresi dan beropini atau berkeyakinan, bernurani, dan beragama mereka secara damai, sebagai tahanan nurani (prisoners of conscience) dan menyerukan pembebasan mereka segera dan tanpa syarat. Amnesty International juga menyerukan kepada pihak berwenang untuk mencabut ketentuanketentuan pidana pencemaran nama baik yang ada di dalam UU ITE dan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Pada 31 Maret 2015, Pengadilan Negeri (PN) Bandung menghukum Wisni Yetty, seorang perempuan berusia 47 tahun dari Bandung, Jawa Barat, lima bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Dia dapat dipenjara tambahan enam bulan jika tidak mampu membayar denda tersebut. Dia divonis di bawah Pasal 27(1) dari UU ITE karena menyebarkan konten elektronik yang melanggar kesusilaan setelah dia menuduh mantan suaminya melakukan kekerasan dalam percakapan online pribadinya dengan seorang teman di media sosial Facebook. Mantan suaminya memiliki akses terhadap akun Facebook-nya, mencetak percakapan tersebut dan melaporkannya kepada polisi. Dalam kasus yang terpisah pada hari yang sama, PN Yogyakarta menghukum Florence Sihombing, seorang mahasiswi, dua bulan penjara dengan masa percobaan selama enam bulan dan denda sejumlah Rp 10 juta. Ia divonis karena pidana pencemaran nama baik di bawah Pasal 27(3) dari UU ITE, setelah ia memposting di akun Path media sosialnya kalimat bahwa Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman di Jakarta dan Bandung jangan mau tinggal di Jogja. Menurut Hakim Ketua, postingan tersebut berisi penghinaan dan telah menciptakan keresahan di kalangan warga Yogyakarta. Vonis dan penghukuman terhadap kedua perempuan di atas bertentangan dengan kewajiban Indonesia di bawah Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights, ICCPR), khususnya Pasal 19, dan

juga Pasal Article 28E(2) dari Konstitusi Indonesia, yang menjamin hak atas kebebasan beropini dan berekspresi. UU ITE telah digunakan untuk kasus-kasus pidana pencemaran nama baik lainnya, seperti pada Fadli Rahim, seorang pegawai negeri sipil yang saat ini menjalani delapan bulan penjara setelah divonis bersalah pada Februari 2015 oleh PN Sungguminasa di Gowa, Sulawesi Selatan karena mengkritik pemerintahan Bupati setempat di akun grup percakapan tertutupnya di media sosial Line. Di Tegal, Jawa Tengah, dua aktivis antikorupsi, Agus Slamet dan Udin, diancam pidana di bawah UU ITE setelah Bupati Tegal melaporkan mereka ke polisi karena posting gambar-gambar satir di Facebook yang menurutnya merupakan penghinaan. Mereka dikeluarkan dari tahanan pada 6 Maret 2015 setelah berada di sana selama lima bulan dan saat ini masih menunggu sidang. Pasal 27 dan 28 dari UU ITE juga telah digunakan untuk mempidanakan tindakantindakan yang dianggap menodai agama atau sebagai ajaran sesat. Abraham Sujoko, dari Nusa Tenggara Barat, saat ini menjalani dua tahun penjara karena menodai agama di bawah Pasal 27(3) dari UU ITE setelah memposting sebuah video tentang dirinya di You Tube menyatakan bahwa Ka bah (bangunan suci umat Islam di Mekah) adalah hanya sebuah batu berhala dan umat Muslim seharusnya tidak sembahyang mengadapnya. Dia juga didenda Rp 3,5 juta. Latar belakang Menurut kelompok masyarakat sipil yang bekerja di isu kebebasan berekspresi di internet, paling tidak ada 85 orang yang telah didakwa di bawah UU ITE sejak 2011, sebagian besar diancam lewat Pasal 27 dari UU ini. Kelompok Kerja PBB tentang Penahanan Semena-mena (UN Working Group on Arbitrary Detention, WGAD) telah mengkritik penggunaan ancaman pidana pencemaran nama baik sebagai alat untuk menekan kebebasan berekspresi dan menjelaskan bahwa pemidanaan terkait pencemaran nama baik dan fitnah harus ditangani oleh pihak berwenang di bawah hukum perdata, bukan di bawah hukum pidana, dan harus ada penghukuman nonpemenjaraan bagi tuduhan kejahatan ini. Serupa dengan di atas, Pelapor Khusus PBB tentang promosi dan perlindungan hak atas kebebasan berekspresi dan beropini telah menekankan bahwa hukuman pemenjaraan tidak seharusnya diterapkan sebagai penghukuman bagi pencemaran nama baik dan merekomendasikan bahwa negara mencabut pidana pencemaran nama baik dan hanya mengandalkan pada hukum perdata pencemaran nama baik. Pada Juli 2013, Komite HAM PBB, yang dibentuk berdasarkan ICCPR, dalam Pengamatan Akhirnya (Concluding Observations) terhadap Indonesia, menunjukan keprihatinannya atas penerapan ketentuan-ketentuan pencemaran nama baik di dalam UU ITE dan KUHP, dan meminta Indonesia untuk merevisi UU tersebut untuk memastikan bahwa revisinya sesuai dengan Pasal 19 dari ICCPR. Amnesty International menyambut baik laporan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat RI telah menjadwalkan revisi UU ITE di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 dan

mendesak mereka untuk memastikan bahwa undang-undang ini direvisi sesuai dengan kewajiban HAM internasional Indonesia. Ketentuan-ketentuan yang mengkriminalisasi pencemaran nama baik di dalam KUHP juga harus dicabut.