BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Shendy Ariftia, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Basuki Terima Penghargaan Gelar Perekayasa Utama Kehormatan Bidang Infrastruktur dari BPPT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 91 TAHUN 1999 (91/1999) TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

PP 51/1999, PENYELENGGARAAN STATISTIK. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN STATISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

BADAN PUSAT STATISTIK

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK LUAR NEGERI

NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197 TAHUN 1998 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

SAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA. Jakarta, 1 Juni 2017

Manual Mutu Pengabdian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat, memiliki wilayah (daerah) tertentu, adanya rakyat yang hidup teratur,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN STATISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PEMBINA BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri merupakan unsur pokok dalam melaksanakan

KEPPRES 117/1998, BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Assalamu'alaikum Wr.Wb Salam Sejahtera

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila dan Implementasinya (Bag. 2) Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah ekonomi dan politik yang dihadapi setelah pendudukan

laporan simposium ppi kawasan eropa & amerika

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

Tokoh Indonesia yang Kecewa dengan Negaranya Sendiri

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 152 TAHUN 2000 (152/2000) TENTANG PENETAPAN UNIVERSITAS INDONESIA SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1982 TENTANG BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

Sistem IPTEK Nasional dalam Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Bangsa dalam Bidang Elektronika dan Telekomunikasi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN KEHIDUPAN BERNEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pembendaharaan Negara (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN TRADISI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi Walt Whitman Rostow

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 51 TAHUN 1999 (51/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN STATISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1989 TENTANG BADAN PENGELOLA INDUSTRI STRATEGIS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*48622 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 197 TAHUN 1998 (197/1998) TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Undang-Undang Dasar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

{ib. : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar

PENGEMBANGAN INDUSTRI PADAT IPTEK DI INDONESIA

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Rumusan Masalah

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Perlu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dalam hal membaca.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa erat kaitannya dengan pembangunan dan kemajuan. Kemajuan tidak dapat dipisahkan dari kata pembangunan, karena untuk mencapai kemajuan dibutuhkan sebuah pembangunan. Pembangunan tidak selalu berhubungan dengan masalah ekonomi saja, akan tetapi menyangkut pula dengan berbagai proses multidimensional yang melibatkan segenap pengorganisasian dan peninjauan kembali atas sistem ekonomi dan sosial secara keseluruhan seperti mengenai sistem adat istiadat, sistem kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan, dan dalam bidang teknologi (Todaro, 1999: 81). Negara maju dan modern sering kali merujuk kepada negara-negara Barat, sedangkan bangsa Timur atau Asia Afrika dianggap masih bersifat tradisional dan belum maju (Hidayat, 1997: 78). Salah satu aspek yang dapat menunjang pembangunan agar negara tersebut dapat dikatakan maju adalah aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti yang diungkapkan oleh Simandjuntak et al. (1999: 11) bahwa kemampuan suatu negara dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) menentukan bagaimana negara tersebut dapat berperan aktif dalam perkembangan dunia. Kenyataan menunjukkan bahwa hanya negara yang ipteknya telah maju saat ini bisa mengambil peran dalam pergaulan internasional, baik dalam bidang politik, ekonomi, strategi, dan pertahanan keamanan maupun budaya. Perkembangan riset dan teknologi di negara-negara maju dan berkembang sudah banyak dijumpai. Namun, riset dan teknologi di Indonesia masih belum dapat dikatakan setara dengan negara-negara lain. Kenyataan tersebut membuat bangsa Indonesia mulai berbenah diri mengembangkan pembangunan, salah satunya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bacharuddin Jusuf Habibie yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dikembangkan di Indonesia adalah

iptek yang dalam waktu sesingkat-singkatnya dapat menghasilkan penyelesaian masalah yang dihadapi bangsa Indonesia (Habibie, 2010b:131). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan pula dengan pemecahan masalah yang dihadapi oleh suatu bangsa. Pernyataan Habibie tersebut didukung oleh pernyataan Gambiro yang dikutip oleh Astutty (2001:10) yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai suatu negara berkembang, menyadari juga bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio-ekonomi nasional. Selain dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu bangsa, ilmu pengetahuan dan teknologi juga bisa mempercepat pembangunan dalam berbagai sektor. Dari sini terlihat betapa pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi suatu bangsa. Kesadaran mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap bangsa Indonesia dan keinginan untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan Indonesia mampu menghasilkan produk sendiri agar dapat bersaing di kancah internasional. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mulyani et al. (1995:206) yang menyatakan bahwa: Keinginan untuk sejajar dengan negara maju di bidang teknologi mengharuskan ahli teknologi tidak sekedar meniru, tetapi juga memiliki motivasi untuk mencipta teknologi sendiri. Hal ini dimulai dengan pemanfaatan teknologi yang sudah ada untuk mendapatkan nilai tambah serta memenuhi keperluan akan barang produksi baru. Dari tahap tersebut diharapkan munculnya ahli-ahli Indonesia yang memiliki kemampuan mendesain membuat cetak birunya sendiri. Maksud dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa jika suatu bangsa mempunyai keinginan untuk dapat sejajar dalam bidang teknologi dengan negaranegara maju lainnya, bangsa tersebut jangan hanya meniru teknologi-teknologi yang sudah ada akan tetapi harus bisa menciptakan teknologi dengan inovasi baru. Akan tetapi, untuk menciptakan inovasi baru khususnya di bidang teknologi harus melalui tahapan-tahapan atau proses. Hal tersebut bisa dimulai dengan cara

memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia, dengan demikian diharapkan mampu menghasilkan ahli-ahli yang dapat membuat teknologi dengan inovasi baru. Pada awalnya kegiatan penelitian di Indonesia lebih sering ditumpukkan pada pendekatan ilmiah, dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah korpus pengetahuan dan menimba ilmu. Sejalan dengan hal tersebut, lembaga-lembaga penelitian yang ada sangat menekankan pada keperluan pembinaan ilmu. Oleh karena itu, dikembangkanlah pranata seperti Lembaga Biologi Nasional, Lembaga Oseanologi Nasional, Lembaga Fisika Nasional, Lembaga Kimia Nasional, dan Lembaga Riset Nasional. Menteri yang di percaya mengelola kegiatan penelitian pada waktu itu adalah Menteri Negara Riset dan Teknologi. Telah ditegaskan bahwa pengembangan kemampuan-kemampuan nasional dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi prioritas yang sangat dominan dalam kebijakan ilmu pengetahuan. Tenaga kerja dan fasilitas ilmiah harus dikembangkan baik dalam jumlah maupun mutunya sebagai sumber bagi fondasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Rifai, 1986:68). Sejak tahun 1973 semua kegiatan penelitian dibiayai oleh pemerintah. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh departemen-departemen pemerintah, instansi/lembaga-lembaga nondepartemen, universitas-universitas, dan lembagalembaga penelitian lainnya yang telah ditempatkan di bawah koordinasi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang menetapkan secara luas program-program yang berkaitan dengan tujuan pembangunan. Dalam merumuskan kebijakan-kebijakan serta koordinasi kegiatan-kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, Menteri Negara Ristek dibantu oleh Komisi Nasional untuk Evaluasi dan Perumusan Utama Nasional (Pepunas), serta riset dan teknologi (Ristek). Semua lembaga dan instansi penelitian yang ada di dalam masing-masing departemen telah dimasukkan ke dalam satu koordinasi terpusat pada msing-masing departemen yang berwenang mengawasi penggunaan anggaran belanja dalam kegiatan penelitian dan pengembangannya (Rifai, 1986: 67). Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 1974 Presiden Soeharto menganggap sudah saatnya Indonesia memasuki era teknologi tinggi. Bertepatan

dengan hal tersebut, Presiden Soeharto mendengar bahwa ada orang Indonesia yang menyandang gelar sarjana sedang berada di Jerman, orang tersebut adalah Bacharuddin Jusuf Habibie atau orang lebih mengenalnya Habibie. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Amir, bahwa: Kebetulan seorang sarjana teknologi pesawat terbang yang brilian baru pulang dari Jerman Barat pada tahun 1974. Namanya Dr. Habibie. Dia mampu mempesona Presiden Soeharto dan ditempatkan menjadi Direktur Teknologi Maju di Pertamina dengan anggaran bebas, yang lapor langsung kepada Presiden. Sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1978-1998 ( Amir, 2008: 587). Maksud dari pernyataan di atas ialah dengan ditunjuknya Habibie sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi dan adanya kepercayaan penuh yang diberikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978 membuat Habibie leluasa dalam mengerjakan tugasnya. Tugas pertamanya adalah mengganti nama Menteri Negara Riset menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi, kemudian untuk menjadikan bangsa Indonesia dapat mandiri dan tidak selalu mengandalkan bantuan negara luar, Indonesia harus bisa mengolah kekayaan alam dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, perlu ditentukan pula bahwa arti kedaulatan dan jati diri bangsa jauh lebih luas daripada sekedar pemilikan persyaratan-persyaratan formal kemerdekaan politik. Kemerdekaan dalam arti sesungguhnya haruslah diikuti kemampuan suatu bangsa untuk berdiri secara ekonomis, keberhasilannya mempertahankan identitas kebudayaan, serta kekuatannya dalam mempertahankan integritas politik. Lebih lanjut, sebagaimana dikatakan Habibie (2010b:23) menyatakan bahwa: Untuk mencapai tingkat kemandirian bangsa, kita harus lebih mengandalkan diri pada sumber dinamika pembangunan yang berasal dari dalam negeri. Itulah sebabnya mengapa kita harus lebih meningkatkan sumber dana pembangunan yang berasal dari dalam negeri, dan perlu meningkatkan dana pembangunan dalam negeri di luar sumber-sumber minyak dan gas. Dalam kaitan ini, yang terasa mendesak untuk dipecahkan adalah bagaimana cara mengaktualisasikan potensi alamiah dan aneka ragam kekayaan alam Indonesia menjadi kekuatan nyata pembangunan dengan kandungan nilai tambah yang lebih tinggi.

Maksud dari pernyataan di atas, bahwa jika Indonesia mempunyai keinginan untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa maju lain dan mempunyai keinginan untuk mandiri, maka Indonesia harus dapat mengoptimalkan segala sesuatu yang terdapat dari dalam negeri. Segala sesuatu yang dimaksud tersebut adalah sumber daya manusia dan sumber daya alamnya, Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat beragam serta mempunyai penduduk yang padat, hal tersebut dapat dijadikan suatu senjata yang bisa memajukan nama Indonesia di pentas Internasional. Tentunya dengan pengolahan yang tepat serta adanya sinergi yang seimbang antara pemanfaatan Sumber daya alam yang dimiliki dengan kualitas dari sumber daya manusianya. Pada tahun 1978 terjadi perubahan mendasar pada kegiatan penelitian di Indonesia saat ditunjuknya Habibie memegang portofolio kabinet yang mengelola kegiatan penelitian. Penunjukkan dirinya menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi ternyata tidak hanya sekedar pergantian nama, sebab sejak itu kegiatan penelitian lalu menghasilkan teknologi terapan untuk keperluan pembangunan. Sebagai akibatnya populerlah akronim iptek, yang beberapa tahun kemudian disebarluaskan sehingga tercapai kesepakatan nasional untuk menjadikannya sebagai salah satu asas pembangunan (Habibie, 2010b: 158). Padahal sebelum Habibie menjabat sebagai Menristek, kegiatan riset dan teknologi di Indonesia dapat dikatakan belum maju. Menjadi pimpinan di industri pesawat terbang skala besar di Jerman selama bertahun-tahun memberikan inspirasi dan mempengaruhi pemikiran Habibie dalam menerapkan kebijakan-kebijakan saat menjabat sebagai menristek tahun. Berdasarkan pengalaman tersebut, ia memiliki keyakinan bahwa untuk bisa menjadi negara maju tidak selalu harus melewati tahap-tahap pembangunan yakni pertanian industri pengolahan pertanian, manufaktur, industri teknologi rendah atau menengah baru ke teknologi tinggi. Teori pembangunan ekonomi yang dikemukakannya adalah dari negara agraris langsung melompat ke tahap negara industri teknologi tinggi, tanpa harus menunggu dan melewati kematangan indsutri pertanian atau tahapan industri manufaktur serta teknologi rendah (Makka, 2012:12).

Pada dasarnya pembangunan suatu bangsa harus melalui tahapan-tahapan yang sudah terstruktur yakni dari masa tradisional sampai masa di mana rakyat dapat menikmati hasil produksinya sendiri. Berbeda dengan pernyataan tersebut, Habibie mengemukan bahwa teori pembangunan suatu bangsa yakni dari negara agraris langsung melompat ke tahap negara industri teknologi tinggi. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai peran Habibie dalam membuktikan asumsinya sehingga dapat diaplikasikan ketika ia menjabat sebagai Menristek. Mengingat masih terbatasnya khazanah penelitian sejarah dalam sudut pandang pengembangan riset dan teknologi, maka penulis merasa tertarik untuk menulis seputar dinamika pengembangan riset dan teknologi oleh Habibie tahun. Tulisan ini memfokuskan kajiannya pada peranan Habibie dalam mengembangkan Riset dan Teknologi pada tahun. Adapun alasan pemilihan tokoh Habibie ialah pertama, prestasi serta penghargaan-penghargaan yang telah diraihnya serta peranan Habibie terhadap bangsa Indonesia. Lembagalembaga ternama di dunia menganugerahkan dan menerima putra Indonesia ini sebagai anggota kehormatan, antara lain Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar. Jerman Barat tahun 1983 yang menerimanya sebagai anggota kehormatan. Ia juga diterima sebagai anggota (fellow) The Royal Aeronautical Society London, Inggris, pada tahun 1983, anggota The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences Swedia pada bulan Mei 1985. B. J. Habibie juga menerima Edward Warner Award dari ICAO diterima pada tahun 1994 (Makka, 2008 : 3). Kedua, pada Februari 1986 ia diangkat menjadi anggota The US Academy of Engineering pada suatu upacara yang anggun dan terhormat. Hal tersebut merupakan suatu penghargaan tertinggi yang pernah diterima putera Indonesia yang berprestasi dalam bidang teknologi di Amerika Serikat, maka sejak itu berkibarlah bendera Indonesia diantara bendera-bendera negara maju di dunia. Asia hanya diwakili oleh tiga negara, yakni Jepang (10 orang), India (1 orang) dan Indonesia (1 orang) (Makka, 2008: 3). Penghargaan dari orang-orang luar negeri tersebut lebih cepat ia dapatkan dibanding penghargaan di tanah airnya sendiri. Ketiga, sudah banyak buku yang menulis tentang Habibie, akan tetapi

setelah penulis cari dan telusuri dari buku-buku tersebut belum adanya buku yang menulis secara utuh dan menyeluruh dari peranan Habibie ketika menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi serta kebijakan-kebijakan yang diterapkannya ketika menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, kalaupun ada buku tersebut lebih kepada pemikiran-pemikiran Habibie tentang teknologi. Adapun alasan pemilihan pengembangan Riset dan Teknologi ialah karena pada saat itu (1970-an) berkaitan dengan ketertinggalan bangsa Indonesia dalam bidang ilmu dan teknologi dibandingkan dengan negara-negara lain, serta adanya keinginan dari Presiden Soeharto untuk menjadikan Indonesia sejajar dengan negara maju di bidang teknologi sehingga mengharuskan ahli teknologi tidak sekedar meniru, tetapi juga memiliki motivasi untuk mencipta teknologi sendiri (Mulyani et al, 1995: 206). Berdasarkan beberapa asumsi di atas, maka penulis bermaksud mengangkat hal tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul Peranan Habibie dalam Mengembangkan Riset dan Teknologi di Indonesia Tahun. Maksud yang terkandung pada judul di atas adalah tanggapan, sikap dan kebijakankebijakan yang dilakukan oleh B. J. Habibie dalam mengembangkan riset dan teknologi di Indonesia pada tahun. 1.2. Rumusan Masalah Bagian ini akan diarahkan kepada perumusan masalah yang menjadi bagian penting dalam penelitian. Adapun masalah pokok pada penelitian ini adalah Bagaimana keterlibatan Habibie dalam perkembangan Riset dan Teknologi di Indonesia pada tahun?. Pembahasan dibagi ke dalam rumusan pertanyaan penelitian yang saling berkaitan, pertanyaan penelitian di maksudkan untuk mengarahkan pembahasan dan proses penelitian yang akan dilakukan. Keempat rumusan masalah penelitian tersebut ialah: 1) Bagaimana kondisi riset dan teknologi Indonesia sebelum Habibie menjabat sebagai menristek di Indonesia?

2) Bagaimana upaya yang dilakukan Habibie dalam mengembangkan Riset dan Teknologi di Indonesia tahun? 3) Bagaimana tantangan yang dihadapi Habbie dalam mengembangkan Riset dan Teknologi di Indonesia tahun? 4) Bagaimana hasil dari upaya-upaya yang dilakukan Habibie dalam mengembangkan Riset dan Teknologi di Indonesia tahun? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan latar belakang kehidupan Habibie terutama ketika sebelum menjabat sebagai menristek dan menggambarkan kondisi riset dan teknologi di Indonesia sebelum Habibie diangkat sebagai menristek; 2) Mendeskripsikan upaya-upaya dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Habibie ketika menjabat sebagai menristek, khususnya dalam mengembangkan Riset dan Teknologi pada tahun ; 3) Menganalisis tantangan yang dihadapi oleh Habibie ketika menjabat sebagai menristek terutama dalam mengembangkan Riset dan Teknologi tahun 1978-1998, yang dilihat dari aspek sumber daya alam, sumber daya manusia sampai pada masalah krisis dana; dan 4) Menyimpulkan hasil yang didapatkan Habibie dari usaha-usahanya dalam mengembangkan Riset dan Teknologi tahun. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang diharapkan dalam penelitian ini adalah dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan sejarah terutama kajian mengenai peranan Habibie dalam mengembangkan riset dan teknologi di Indonesia. Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mengenal tokoh dan pemikiran Habibie.

2) Memperkaya pemahaman mengenai salah satu tokoh intelektual yang terdapat di Indonesia. 3) Memperluas kajian mengenai tokoh yang pernah menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia, sehingga diharapkan diskusi mengenai tokoh-tokoh bersejarah di Indonesia semakin beragam. 4) Mengilhami masyarakat Indonesia khususnya para penerus bangsa untuk dapat menyamai atau bahkan melebihi prestasi Habibie dalam bidang iptek maupun dalam bidang-bidang lainnya. 5) Menambah literatur sejarah mengenai tokoh intelektual, khususnya di Jurusan Pendidikan Sejarah. 1.5. Struktur Organisasi Skripsi Penyusunan penelitian ini, dijabarkan dalam sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama memuat pendahuluan. Bab ini memaparkan gambaran dasar penelitian yang meliputi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, metode dan teknik penelitian dan struktur organisasi skripsi. Bab kedua memuat tinjauan pustaka. Bab ini memaparkan mengenai tinjauan pustaka yang dilakukan penulis terhadap beberapa sumber literatur ataupun penelitian terdahulu yang digunakan untuk membantu penulis dalam menganalisis dan menguraikan penulisan penelitian yang berjudul Peranan Bacharuddin Jusuf Habbibie dalam Mengembangkan Riset Dan Teknologi Indonesia Tahun Bab ketiga memuat metode penelitian. Bab ini memaparkan tentang langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam melaksanakan dan menjalankan proses penyusunan dan penulisan penelitian. Adapun rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan peneliti antar lain tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan langkah terakhir adalah pelaporan hasil dari kegiatan penelitian.

Bab keempat memuat Riset dan Teknologi Indonesia di Bawah Kepemimpinan B. J. Habibie. Bab ini berisi uraian penjelasan dan analisis dari hasil penelitian mengenai latar belakang kehidupan Habibie ketika kecil sampai dewasa serta ketika beliau melanjutkan pendidikannya di Jerman serta ketika kembali lagi ke Indonesia untuk menerapkan inovasinya di bidang teknologi, serta dijelaskan pula peranan dari Habibie pada masa pemerintahan orde baru dan kebijakan-kebijakan apa saja yang dijalankan ketika menjabat sebagai Menristek Bab kelima memuat Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi beberapa alternatif jawaban terhadap sejumlah pertanyaan yang telah diajukan dan dikemukakan dalam rumusan masalah dan sekaligus menjadi suatu kesimpulan terhadap permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam proses penyusunan dan penulisan penelitian.