PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 3/Menhut-II/2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KEHUTANAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN DAK BIDANG KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.03/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.03/MENHUT-II/2011 TANGGAL : 13 Januari 2011

2011, No.22 2 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 19

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

DRAFT PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2012 BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. REHABILITASI. Hutan Dan Lahan. Rencana Tahunan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.51/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.69/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 25/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-V/2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA TAHUNAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 47/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.26/Menhut-II/2010 TENTANG PERUBAHAN TERHADAP PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.46/Menhut-II/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingku

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.31/MEN/2012 TENTANG

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

BAGIAN KEDUA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :.P. 7/Menhut-II/2012 /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 3/Menhut-II/2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Menteri Teknis memiliki kewenangan untuk menetapkan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus; b. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

2 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778) 7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3747); 10 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947); 11 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan; 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171.1/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2009;

3 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA : Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kehutanan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini. KEDUA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA merupakan acuan wajib bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kehutanan. KETIGA : Pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus Bidang Kehutanan berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan. KEEMPAT : Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 2009 MENTERI KEHUTANAN, ttd H. M.S KABAN Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 16 Januari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR : 10 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi ttd SUPARNO, SH. NIP. 19500514 198303 1 001

1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.3/Menhut-II/2009 TANGGAL : 16 Januari 2009 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG KEHUTANAN I. PENDAHULUAN Salah satu dari lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan adalah rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan. Kebijakan tersebut untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Daerah (Kabupaten/Kota) terkait dengan semakin terdegradasinya lingkungan, termasuk kerusakan hutan. Berkurangnya kualitas lingkungan dapat menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor, kekeringan, tingkat abrasi yang tinggi akibat rusaknya hutan mangrove dan bencana lingkungan lainnya. Kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, mempercepat pemulihan kawasan hutan yang kritis serta menjaga/memelihara keutuhan hutan dan fungsinya. Kebijakan tersebut perlu didukung dengan pendanaan, penyiapan sumberdaya manusia, kelembagaan serta partisipasi masyarakat. Oleh karena itu penggunaan DAK Bidang Kehutanan diarahkan untuk mengakselerasi daerah dalam melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan. II. TUJUAN DAN ARAH PEMANFAATAN DAK DI BIDANG KEHUTANAN Tujuan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan adalah untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam rangka perlindungan dan pengendalian terhadap bencana alam, banjir, kekeringan dan tanah longsor, serta meningkatkan fungsi hutan mangrove dan pantai untuk mengurangi dampak bencana di pesisir seperti tsunami, abrasi dan intrusi air laut. Kegiatan RHL yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan DAK Bidang Kehutanan adalah perbaikan DAS dan perbaikan hutan mangrove baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri.

2 III. KEGIATAN DAN CAPAIAN SASARAN DAK 3.1. Kegiatan Kegiatan DAK Bidang Kehutanan berupa rehabilitasi lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Kegiatan tersebut didukung dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis dimulai dari penyusunan rancangan, persiapan lapangan, penanaman dan pemeliharaan. Dalam penyusunan rancangan kegiatan RHL, Satuan Kerja Perangkat Daerah penerima DAK Bidang Kehutanan wajib berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi dan Balai Pengelolaan DAS di provinsi tersebut. 3.2. Sasaran Sasaran kabupaten/kota penerima DAK Bidang Kehutanan jika memiliki Kriteria sebagai berikut : 1. Memiliki lahan kritis yang cukup luas; 2. Memiliki hutan mangrove yang cukup luas 3. Rawan bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan 4. Daerah pesisir/pantai yang rawan banjir, abrasi, intrusi air laut dan kerusakan akibat bencana tsunami. 5. Telah membentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 6. Bukan daerah penghasil Dana Reboisasi. 7. Merupakan daerah tangkapan (catchment area) waduk, bendungan dan danau. IV. PERSYARATAN TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1. Ketentuan Umum Dalam petunjuk teknis penggunaan DAK Bidang Kehutanan Tahun 2009 ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang bersifat menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan; 2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas adalah Daerah Aliran Sungai yang karena kondisinya baik dalam hal adanya degradasi kawasan hutan dan lahan maupun kepentingan lingkungan dan masyarakat, perlu mendapat penanganan yang segera berupa rehabilitasi hutan dan lahan (RHL);

3 3. Hutan dan lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produksi lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS; 4. Hutan rawang adalah areal dalam kawasan hutan yang tidak produktif yang ditandai dengan potensi pohon niagawi kurang dari 20 m3/ha; 5. Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga; 6. Reboisasi adalah upaya pembuatan tananam jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi hutan; 7. Penanaman pengkayaan reboisasi adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon 500 700 batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya; 8. Penghijauan adalah kegiatan RHL yang dilaksanakan diluar kawasan hutan; 9. Penghijauan lingkungan adalah usaha untuk menghijaukan lahan dengan melaksanakan penanaman di taman, jalur hijau, halaman tempat ibadah, perkantoran, sekolah, pemukiman, sempadan sungai; 10. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %; 11. Penanaman pengkayaan hutan rakyat adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada lahan yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan poles 200-250 batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakannya baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya; 12. Pemeliharaan tanaman adalah perlakuan terhadap tanaman dan lingkungannya dalam luasan dan kurun waktu tertentu agar tanaman tumbuh sehat dan berkualitas sesuai dengan standar hasil yang ditentukan; 13. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan pada penggunaan (secara Vegetatif dan/atau civil technic) yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syaratsyarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari; 14. Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh keberadaan jenis-jenis Avicenia spp. (Api-api), Soneratia spp. (Pedada), Rhizopora spp. (bakau), Bruguiera spp.

4 (Tanjang)Lumnitzera excoecaria (Tarumtum), Xylocarpus spp (Nyirih), Anisoptera dan Nypa fructicans (Nipah); 15. Rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis; 16. Hutan pantai adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh ditepi pantai dan berada diatas garis pasang tertinggi. Jenis-jenis pohonnya antara lain : Casuarina eguisetifolia (Cemara laut), Teminalia catappa (Ketapang), Hibiscus filiaccus (Waru), Cocos nucifera (Kelapa) dan Arthocarpus altilis (Nangka/cempedak); 17. Rehabilitasi hutan pantai adalah upaya mengembalikan fungsi hutan pantai yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis; 18. Penyuluhan Kehutanan adalah proses pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pengetahuan dan sikap perilaku masyarakat sehingga menjadi tahu, mau dan mampu melakukan usaha kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta mempunyai kepedulian dan partisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lingkungan; 19. Pendamping adalah seorang atau sekelompok orang yang dalam wadah organisasi atau instansi terkait dengan pendampingan serta bergerak di Bidang Kehutanan dan melakukan pendampingan di tengah-tengah masyarakat; 20. Sarana prasarana penyuluhan adalah alat atau perlengkapan yang dibutuhkan untuk kelancaran operasional penyuluh atau penyuluhan. 4.2. Persyaratan Teknis Pemanfaatan DAK Bidang Kehutanan Pemanfaatan DAK Bidang Kehutanan diarahkan untuk : 4.2.1. Peningkatan Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS); 4.2.2. Peningkatan Fungsi Hutan Mangrove dan Pantai; 4.2.3 Pengembangan Sarana dan Prasarana Penyuluhan Kehutanan. 4.2.1 Peningkatan Fungsi DAS 4.2.1.1. Persyaratan Teknis Peningkatan fungsi DAS prioritas dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi hutan dan lahan dengan mengacu pada kriteria, pedoman, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan yang berlaku, khususnya yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman kayu-kayuan dan Multi Purpose Tree Species (MPTS) yang dapat berfungsi untuk mengembalikan kesuburan tanah, jenis pohon setempat / lokal disesuaikan dengan

5 habitatnya dan jenis yang disukai oleh masyarakat (perbaikan lingkungan dan ekonomi). 4.2.1.2. Penggunaan Dana Penggunaan DAK Bidang Kehutanan untuk peningkatan fungsi DAS melalui upaya rehabilitasi hutan dan lahan meliputi kegiatan reboisasi dan pengkayaan vegetatif, penghijauan dan pengkayaan hutan rakyat, dan konservasi tanah dan air. 4.2.1.3. Rincian Kegiatan A. Reboisasi dan Pengkayaan Vegetatif 1. Sasaran lokasi a. Kawasan hutan lindung yang terdegradasi ; b. Kawasan hutan produksi (yang tidak dibebani hak dan/atau tidak dalam proses perijinan/pencadangan areal untuk hutan tanaman-hti/htr) yang kondisinya rawang dan tanahnya miskin/kritis; c. Taman Hutan Raya/Tahura yang dikelola Pemerintah Kabupaten/Kota. 2. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan berupa satu paket pekerjaan yang meliputi penyusunan rancangan, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan, serta pemeliharaan tahun I dan pemeliharaan tahun II. 3. Kegiatan dilaksanakan dengan sistem kontraktual oleh penyedia barang/jasa pembuatan tanaman atau swakelola, dengan masa kegiatan dalam satu tahun anggaran. B. Penghijauan. Kegiatan penghijauan terdiri dari : 1. pembangunan hutan rakyat dan pengkayaan vegetatif; 2. pembangunan hutan kota; dan 3. penghijauan lingkungan. 1. Pengembangan hutan rakyat dan pengkayaan vegetatif a. Sasaran lokasi 1) Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat; 2) Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu DAS dan atau menurut RTRW Kabupaten / Kota berada pada kawasan non budidaya / kawasan lindung;

6 3) Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya yang terlantar dan bukan kawasan hutan Negara yang berada di DAS bagian hulu dan atau menurut RTRW Kabupaten / Kota berada pada kawasan non budidaya / kawasan lindung ; 4) Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada tanaman kayu-kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman yang berada di hulu DAS dan atau menurut RTRW Kabupaten / Kota berada pada kawasan non budidaya / kawasan lindung. b. Kegiatan dilaksanakan dengan tahapan penyusunan rancangan, persiapan lapangan, penyediaan bibit, pembuatan tanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan, serta pemeliharaan tahun I dan pemeliharaan tahun II. c. Pelaksanaan kegiatan secara swakelola melalui Surat Perjanjian Kerja Sama (SPKS) dengan kelompok tani sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan masa kegiatan selama satu tahun anggaran. d. Untuk penyediaan bibit dilakukan melalui pengadaan bibit oleh penyedia barang secara kontraktual atau swakelola dalam satu tahun anggaran. 2. Pembangunan hutan kota a. Sasaran lokasi kegiatan adalah hamparan lahan kosong di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam PP Nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota. Hutan Kota ini sebagai bagian dari ruang terbuka hijau sesuai peruntukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). b. Pembangunan hutan kota dimaksudkan sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi, dan indah dalam suatu hamparan tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air serta keseimbangan lingkungan perkotaan. c. Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan secara swakelola atau kontraktual dalam satu tahun anggaran. Kegiatan dilaksanakan dengan tahapan penyusunan rancangan, persiapan lapangan, penyediaan bibit, pembuatan tanaman, pemeliharaan tanaman tahun berjalan dan pemeliharaan tahun I dan tahun II.

7 d. Untuk penyediaan bibit dilaksanakan secara swakelola atau oleh penyedia bibit secara kontraktual. 3. Penghijauan lingkungan a. Sasaran lokasi kegiatan adalah lahan fasilitas umum dan fasilitas sosial serta hamparan lahan kosong antara lain halaman tempat ibadah, perkantoran, sekolah, pemukiman, sempadan sungai dalam hal ini hanya disediakan bantuan berupa bibit. b. Kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan melalui penanaman pohon jenis kayu dan jenis pohon serbaguna/mpts. c. Pelaksanaan kegiatan penanaman secara swadaya oleh masyarakat/pramuka/pelajar/mahasiswa/lsm/ormas, dengan masa kegiatan satu tahun anggaran. d. Untuk penyediaan bibit dilaksanakan secara swakelola atau oleh penyedia barang/bibit secara kontraktual untuk satu tahun anggaran. C. Konservasi Tanah dan Air (KTA) 1. Pembuatan bangunan KTA dengan menerapkan teknologi teknis sipil yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat. 2. Kegiatan dilaksanakan di wilayah hulu dan hilir DAS baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. 3. Bangunan KTA di wilayah hulu dapat berupa dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang/gully plug serta embung air. Sedangkan di wilayah hilir DAS di luar kawasan hutan dapat berupa sumur resapan air, dan teras. 4. Kegiatan pembuatan bangunan KTA dilaksanakan secara swakelola melalui SPKS dengan kelompok tani, atau kontraktual oleh pihak III yang dillaksanakan dalam satu tahun anggaran. 4.2.2 Peningkatan Fungsi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai 4.2.2.1 Persyaratan Teknis Upaya peningkatan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai dimaksudkan untuk mengurangi dampak bencana di daerah pesisir yang dilaksanakan dengan mengacu pada kriteria, pedoman, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan yang berlaku, khususnya yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan.

8 4.2.2.2. Rincian Kegiatan Penggunaan DAK Bidang Kehutanan untuk peningkatan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai yaitu berupa kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai yang dirinci sebagai berikut : 1. Sasaran lokasi kegiatan adalah pada lahan mangrove/pantai yang telah terdegradasi dan lahan yang potensi terkena dampak bencana seperti tsunami, abrasi dan intrusi air laut. Sasaran lokasi dimaksud meliputi : a. Kawasan pantai berhutan bakau atau sempadan pantai pada kawasan hutan lindung, hutan produksi yang tidak dibebani hak serta tidak dicadangkan/proses perizinan untuk pembangunan HTI/HTR, serta Taman Hutan Raya (TAHURA) yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. b. Kawasan pantai berhutan bakau baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah diukur dari garis surut terendah ke arah darat) yang mengalami degradasi/deforestasi atau dipandang perlu untuk dilakukan pengkayaan tanaman. c. Sempadan pantai baik di luar maupun di dalam kawasan hutan (minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat) yang telah mengalami degradasi/deforestasi atau dipandang perlu untuk dilakukan kegiatan pengkayaan tanaman. 2. Untuk pulau Jawa, lokasi kegiatan DAK di dalam kawasan hutan adalah pada kawasan hutan yang tidak termasuk dalam pengelolaan Perum Perhutani. 3. Pelaksanaan kegiatan di dalam kawasan hutan dilaksanakan secara kontraktual oleh penyedia barang pembuatan tanaman atau swakelola yang dikerjakan dalam satu tahun anggaran. Untuk pelaksanaan kegiatan di luar kawasan hutan, dilaksanakan secara swakelola melalui Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS) dengan kelompok tani sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan masa kegiatan satu tahun anggaran. 4. Kegiatan meliputi penyusunan rancangan, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan serta pemeliharaan tahun I dan tahun II. 5. Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilaksanakan secara kontraktual maupun melalui pembuatan secara swakelola. 4.2.3 Pengembangan Sarana dan Prasarana Penyuluhan Kehutanan 4.2.3.1. Persyaratan Teknis Pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan anggaran dengan mengacu standar, pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan.

9 4.2.3.2. Penggunaan Dana 1. Untuk pengadaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan berupa peralatan dan perlengkapan penyuluhan baik yang bersifat perangkat keras maupun perangkat lunak. 2. Operasional penyuluhan dalam rangka pelaksanaan kegiatan RHL dan KTA di lapangan termasuk untuk perbaikan pola-pola penggunaan lahan oleh masyarakat di daerah hulu DAS. V. DANA PENDAMPING,PENYALURAN DAN PENGGUNAAN 5.1. Dana Pendamping Penyediaan dana pendamping DAK adalah salah satu wujud yang menunjukkan komitmen dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan dengan pembiayaan bersumber dari DAK Bidang Kehutanan. Pemerintah kabupaten/kota penerima DAK Bidang Kehutanan wajib menyediakan dana pendamping minimal 10% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan yang diterima. Dana pendamping digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan fisik bersama-sama dengan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari DAK Bidang Kehutanan. Dana pendamping bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penyediaan dana pendamping dan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan fisik, merupakan nilai tambah bagi pemerintah kabupaten/kota yang selanjutnya dapat dijadikan salah satu pertimbangan di dalam pengalokasian DAK Bidang Kehutanan pada tahun-tahun berikutnya. 5.2. Penyaluran 1. Penyaluran DAK merupakan bagian dari dana transfer ke daerah. 2. Kegiatan dan alokasi anggaran DAK Bidang Kehutanan dituangkan dalam dokumen anggaran berikut dana pendampingnya yang bersumber dari APBD murni. 3. Prosedur penyusunan, penilaian dan pengesahan dokumen anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 5.3. Penggunaan 5.3.1. Prasyarat. 1. DAK Bidang Kehutanan digunakan untuk membiayai pemerintah kabupaten / kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan bidang kehutanan, khususnya kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dan Konservasi Tanah dan Air (KTA).

10 2. Areal kerja/lokasi kegiatan DAK Bidang Kehutanan tidak tumpang tindih dengan kegiatan serupa lainnya yang telah/sedang/akan dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBD/APBN dan sumber dana lainnya (pinjaman, hibah luar negeri, dan dana masyarakat). 3. Proporsi Penggunaan Anggaran a. Proporsi anggaran untuk kegiatan pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan dialokasikan maksimal sebesar 10% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan. b. Kegiatan pemeliharaan tanaman tahun I maksimal 20 % dari besarnya biaya penanaman sumber dana DAK Bidang Kehutanan tahun sebelumnya. c. Untuk kegiatan peningkatan fungsi DAS dan peningkatan fungsi hutan mangrove dan pantai yang dilaksanakan secara bersama, proporsi alokasi anggarannya minimal 90% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan d. Untuk kegiatan peningkatan fungsi DAS yang dilaksanakan secara tersendiri, proporsi alokasi anggarannya minimal 90% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan. e. Untuk kegiatan meningkatan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai yang dilaksanakan secara tersendiri proporsi alokasi anggarannya minimal 90% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan. f. Untuk kegiatan-kegiatan administrasi berupa pengelolaan anggaran, perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan serta pengawasan dan pengendalian dibiayai dari anggaran instansi pelaksana DAK dan instansi-instansi terkait lainnya dengan sumber dana di luar DAK Bidang Kehutanan serta di luar dana pendampingnya. g. Biaya pembuatan tanaman per Ha dan biaya pembuatan bangunan KTA per unit mengacu kepada standar teknis dan harga satuan biaya yang berlaku. 5.3.2. Instansi Pelaksana Kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan sumber DAK Bidang Kehutanan diselenggarakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/ dinas kabupaten/kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang Kehutanan.

11 VI. MONITORING DAN EVALUASI 1. Kegiatan monitoring dan evaluasi, berupa penilaian tanaman di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang dilaksanakan dalam hamparan lahan dengan satuan luas (Ha) dinilai keberhasilannya sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 2. Dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi termasuk bimbingan teknis, Menteri Kehutanan dapat mendelegasikan kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial sebagai penanggung jawab program RHL. 3. Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang membidangi kehutanan dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai setempat melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis. 4. Apabila ada indikasi penyimpangan teknis pelaksanaan yang berakibat terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran, maka Menteri Kehutanan menyampaikan informasi kepada Menteri Keuangan untuk mengambil tindakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah pelaksana DAK Bidang Kehutanan wajib menyampaikan laporan bulanan, laporan triwulan dan laporan akhir tahun anggaran tentang pelaksanaan kegiatan RHL sumber dana DAK Bidang Kehutanan kepada Menteri Kehutanan cq. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, dengan tembusan kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. 6. Laporan Tahunan mengenai perkembangan fisik dan keuangan dilengkapi peta rancangan/peta tanaman skala 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 5.000. 7. Format Laporan Triwulan Perkembangan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (RHL) dan Format Laporan Tahunan adalah sebagai berikut :

12 LAPORAN TRIWULAN PERKEMBANGAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (RHL) DENGAN SUMBER DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG KEHUTANAN TRIWULAN I/II/III/IV TAHUN... 1. Kabupaten/Kota : 2. Provinsi : 3. Target Anggaran Tahun 200... : Rp.... 4. Realisasi Anggaran s/d saat ini : Rp.... 5. Dana Pendamping : Rp.... 6. Rancangan RHL a. Disusun oleh : b. Dinilai oleh : c. Disahkan oleh : d. Supervisi oleh : 7. Rencana dan Realisasi RHL : No. Kegiatan RHL Fisik Keuangan Rencana Realisasi Rencana Realisasi (Ha/unit) (Ha/unit) (Rp.) (Rp.) 1 Reboisasi 2 Pengkayaan Tanaman 3 Penghijauan dan Hutan Rakyat a. Hutan Rakyat b. Hutan Kota c. Penghijauan Lingkungan 4. Pengkayaan Hutan Rakyat 5. Bangunan Konservasi Tanah a. Dam Pengendali (DPi) b. Dam Penahan (DPn) c. Pengendali Jurang (Gully Plug) d. Embung Air e. Sumur Resapan Air (SRA) f. Lain-lain 6. Penyuluhan 7. Kegiatan lainnya 8. Rencana dan Realisasi RHL. :... 9. Permasalahan :... 10. Upaya Tindak Lanjut :... Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani kehutanan, (...) NIP.

13 LAPORAN TAHUNAN KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (RHL) DENGAN SUMBER DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG KEHUTANAN TAHUN... I. Pendahuluan A. Latar Belakang A. Maksud dan Tujuan B. Ruang Lingkup II. Rencana Kegiatan RHL sumber dana DAK Bidang Kehutanan Tahun.. A. Jenis dan volume kegiatan B. Pembiayaan III. Pelaksanaan Kegiatan RHL sumber dana DAK Bidang Kehutanan Tahun (Termasuk Keberhasilan Tanaman) IV. Permasalahan V. Upaya Tindak Lanjut VI. Penutup LAMPIRAN (Foto dan Peta) 8. Pelaporan kemajuan fisik, keuangan dan administrasi digunakan untuk kegiatan monitoring dan evaluasi sekaligus sebagai salah satu dasar pertimbangan penentuan perlu tidaknya Kabupaten/Kota yang bersangkutan memperoleh DAK Bidang Kehutanan tahun berikutnya. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi MENTERI KEHUTANAN, ttd ttd SUPARNO, SH. NIP. 19500514 198303 1 001 H. M.S KABAN