BAB III METDOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Komunikasi merupakan hal penting dalam menjalankan suatu hubungan bisnis, belajar dan sebagainya. Akan tetapi komunikasi akan buruk jika adanya sebuah gangguan yang tidak diinginkan. Gangguan dapat terjadi ketika sedang melakukan komunikasi didalam suatu perjalanan dan tiba-tiba terputus (terjadi dropped call) atau ketika berada di dalam suatu bangunan seperti rumah atau gedung mobile tidak mendapatkan sinyal. Pada dasarnya yang dimaksud dengan tilting adalah proses merubah sudut kemiringan antena dengan derajat tertentu sebagai salah satu cara untuk pemerataan coverage (cakupan) area sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Pelaksanaan tilting dan pengarahan antena dilakukan sesuai dengan kebutuhan jaringan baik ketika terjadi perubahan pola trafik maupun adanya perbaikan. Tindakan tilting dan pengarahan antena biasanya dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya dropped call sebagai perluasan coverage atau meminimalisir overshoot. Pengaturan tilting dengan mengacu kepada nilai-nilai parameter seperti Rx Level, Rx Qual, area coverage, dan power link budget. Proses tersebut dapat digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 3.1. 36
37 START Monitoring Kinerja BTS Gangguan DRIVE TEST DT OK? YES NO Parameter ALARM ada alarm? YES Escalate to BSS Engineer NO ICM Band ICM Band > 50 %? YES Escalate to Quality Engineer NO CDR / SDCCH Drop CDR dan SDCCH drop > 5 % YES Tilting, power NO ARAH ANTENA tidak mengarah? YES Azimuth NO SELESAI Gambar 3.1 Flow Chart Sistem Sebelum dilakukan tilting, perlu dianalisa terlebih dahulu penyebab terjadinya gangguan. Pada Gambar 3.1 menjelaskan proses sistem sebelum dilakukan tilting, pertama diawali dengan menganalisa hasil monitoring kinerja Base Transceiver (BTS) dalam bentuk Tabel dan grafik. Jika dari hasil monitoring
38 terlihat sebuah gangguan maka akan dilakukan drive test pada area yang bermasalah dan melihat parameter-parameter yang berhubungan, jika terdapat alarm maka perlu dieskalasi, apabila nilai ICM Band-nya sudah melebihi > 50 % maka perlu dieskalasi juga dan jika terdapat blocking atau antena tidak mengarah ke lokasi pelanggan, maka dilakukan pengarahan antena (antenna azimuth). Proses tilting dapat dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini. START Monitoring Kinerja BTS Antena Tidak Mengarah/ blocking Tilting/azimuth Persiapan Ubah Derajat Tilting/azimuth DRIVE TEST DT OK? NO YES SELESAI Gambar 3.2 Flowchart perubahan tilting dan azimuth
39 3.1.1 Kondisi Geografis Sebelum melakukan pengukuran dan pengamatan maka area yang akan dijadikan objek penelitian harus ditentukan. Daerah yang akan menjadi target adalah daerah yang dilaporkan memiliki gangguan dengan indikasi sering terjadi dropped dengan persentase performance yang rendah. Objek penelitian pada tugas akhir ini adalah BTS PALM VIEW, TAMAN SURYA dan PALM LESTARI yang berada di daerah Cengkareng Jakarta Barat dan merupakan daerah sub urban dimana ke-3 BTS tersebut merupakan BTS yang mencakup lokasi pelanggan. Pada Gambar 3.3 di bawah ini menunjukkan coverage area pelanggan dengan menggunakan MapInfo Professional 8.5. Gambar 3.3 Coverage Area
40 3.1.2 Spesifikasi BTS Spesifikasi umum BTS dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Spesifikasi umum BTS Cell ID SiteName Azimuth Tilt_M Tilt_E Height (m) Ant_Type JB00241 TAMAN_SURYA 15 0 0 0 8 0 30 VA 65-7HG JB00242 TAMAN_SURYA 135 0 0 4 0 30 VA 65-7HG JB00243 TAMAN_SURYA 240 0 0 0 6 0 30 VA 65-7HG JB62081 PALM_LESTARI 0 0 0 0 5 0 36 VA 65-7HG JB62082 PALM_LESTARI 120 0 0 0 3 0 36 VA 65-7HG JB62083 PALM_LESTARI 240 0 0 0 3 0 36 VA 65-7HG JB00201 PALM_VIEW 0 0 0 0 7 0 30 VA 65-7HG JB00202 PALM_VIEW 120 0 0 0 6 0 30 VA 65-7HG JB00203 PALM_VIEW 240 0 0 0 5 0 30 VA 65-7HG dengan : longitude 106.7142 0 dan latitude -6.13806 0 ( BTS TAMAN_SURYA) longitude 106.7199 0 dan latitude -6.12875 0 (BTS PALM_LESTARI) longitude 106.7256 0 dan latitude -6.14111 0 (BTS PALM_VIEW ) f uplink 890 MHz - 900 MHz dan f downlink 935 MHz - 945 MHz 3.2 Peralatan Monitoring Kinerja BTS Peralatan monitoring kinerja BTS membutuhkan peralatan-peralatan yang mendukung pengukuran parameter serta pengolahan data yang terdiri dari perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
41 3.2.1 Perangkat Lunak (Software) Pengambilan data melalui software Operating Sub System (OSS) berupa data-data yang perlu diolah menjadi Tabel dan grafik. Selain mengambil data monitoring kinerja BTS, software juga dapat memperlihatkan alarm-alarm yang ada saat pengukuran berlangsung dan aktifitas MS yang sedang terjadi. Bila terjadi penurunan karena adanya susah call atau dropped call yang terjadi pada suatu area untuk setiap MS (Mobile Station) yang sedang berada dalam coverage BTS yang sedang mengalami penurunan, maka dapat dilihat performance MSC (Mobile Switching Center) dan melihat BSC (Base Station Controller) yang tercakup oleh MSC tersebut dan setelah itu dapat terlihat BTS mana saja yang bermasalah dan melihat performansinya. Pada tugas akhir ini aplikasi software yang digunakan untuk mengamati performansi adalah SERVO Analytica 2.1, WinFIOL 7.0 dan TEMS investigation 14.3 seperti pada Gambar 3.4. (a) SERVO Analytica 2.1
42 (b) WinFIOL 7.0 (c) TEMS Investigation 14.3 Gambar 3.4 Software monitoring kinerja BTS 3.2.1.1 Key Performance Indicator (KPI) KPI merupakan nilai standar yang ditetapkan oleh suatu operator. Dengan adanya KPI, diharapkan proses monitoring menjadi lebih optimal. Sehingga ketika hasil monitoring menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan KPI, dapat segera dianalisa penyebabnya dan dapat segera
43 dilakukan penanganan sesuai dengan hasil analisa. Standar KPI monitoring kinerja BTS berbeda pada setiap operator. Berikut KPI Monitoring kinerja BTS di PT Indosat Tbk : 1. CDR ( Call Drop Rate ) Dropped Call adalah suatu kondisi dimana pembicaraan yang sedang berlangsung terputus sebelum pembicaraan tersebut selesai. Akibat dari dropped call ini menyebabkan ketidaknyamanan dalam berkomunikasi selular. Dropped call dapat terjadi oleh berbagai hal yaitu : 1. Rugi-rugi Radio Frekuensi (RF Loss), lemahnya sinyal yang diterima. 2. Interference Co-channel dan Adjacent. 3. Handover failure (Kegagalan Handover). 4. Blankspot Signal. Pengamatan data penurunan kualitas layanan performansi berdasarkan data statistik OSS untuk KPI dropped call dillakukan pada tanggal 15 September 15 Oktober 2014 (Week 37 Week 42 2014), dimana terlihat adanya dropped call yang sangat tinggi > 5 % yang dapat dilihat pada Grafik 3.1.
44 Grafik 3.1 Performansi KPI Dropped Call 2. KPI SDCCH (Stand-Alone Dedicated Control Channel) Drop Rate SDCCH Drop adalah terjadinya kegagalan panggilan yang dikarenakan kegagalan pada saat proses inisialisasi. Terjadinya SDCCH Drop ini diakibatkan karena beberapa faktor diantaranya karena adanya congestion dan juga karena permasalahan penerimaan sinyal. Jika KPI SDCCH drop rate > 5% berarti bahwa pelanggan banyak mengalami kegagalan saat proses inisialiasi panggilan. Pengamatan data penurunan kualitas layanan performansi berdasarkan data statistik OSS untuk KPI SDCCH Drop diambil pada tanggal yang sama dengan KPI CDR, dimana terlihat adanya kenaikan SDCCH drop rate > 5 % yang dapat dilihat pada Grafik 3.2.
45 Grafik 3.2 Performansi KPI SDCCH Drop Rate Tabel 3.2 Data Performansi CDR dan SDCCH Drop Rate Week-42 BTS_NAME FREQ BAND CI BSC NAME WEEK CDR (%) SDCCH DROP (%) PALM_VIEW3 900 JB00203 BJK09 2014-W42 20,21 23,11 PALMLSTARI_PL2 900 JB62082 BJK09 2014-W42 13,70 11,8 TAMAN_SURYA2 900 JB00242 BJK09 2014-W42 19,09 20,77 3.2.2 Perangkat Keras (Hardware) Drive test adalah kegiatan mengumpulkan data pengukuran kualitas sinyal suatu jaringan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas suatu jaringan dan mengembangkan kapasitas jaringan. Drive test dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah mobil dengan kecepatan rendah yang di dalamnya telah dipasang perlengkapan untuk drive test, atau dapat dilakukan secara manual atau walk test yang biasanya dilakukan di dalam sebuah bangunan atau di area dekat BTS. Untuk melakukan drive test baik
46 dengan mobil ataupun secara manual diperlukan beberapa perlengkapan, yaitu: a. Mobile Station (MS) yang di dalamnya telah terintegrasi program untuk drive test b. Komputer atau notebook yang di dalamnya terdapat program khusus untuk drive test c. GPS untuk mengetahui koordinat suatu lokasi TEMS Investigation merupakan software drive test yang digunakan sebagai bahan dasar analisa dan optimasi jaringan cellular. TEMS merupakan perangkat untuk men-setting dan maintenance jaringan selular. Pada dasarnya TEMS Investigation terdiri dari MS yang dikendalikan oleh perangkat lunak pada komputer. Salah satu fitur utama dari TEMS Investigation adalah menggunakan MS dengan bagian radio standar dan daya standar, yaitu suatu handphone biasa dengan perangkat lunak yang diubah. Maka dari itu TEMS akan berperilaku sama seperti MS standar. Namun memiliki fitur tambahan sebagai pengumpul informasi tentang level sinyal dan kualitas sinyal dan parameter yang dipancarkan oleh BTS. Software TEMS Investigation bekerja dengan menghubungkan laptop yang sudah diinstal dengan software TEMS dan dihubungkan ke MS menggunakan kabel data. Saat MS telah terhubung dengan laptop, maka kita dapat melakukan pengecekan berdasarkan parameter Rx Level dab Rx
47 Qual. Software yang digunakan adalah TEMS Investigation versi 14.3 seperti pada Gambar 3.4 Berikut KPI Monitoring kinerja BTS berdasarkan drive test : 1. Rx Level Rx Level merupakan level sinyal yang diterima handset atau MS baik dalam kondisi idle (stand by atau tidak ada panggilan) maupun saat kondisi dedicated (saat melakukan panggilan). Level ini akan sangat menentukan kemampuan MS untuk memanggil dengan memakai bandwith downlink. Perhatikan MS saat tidak melakukan panggilan, selalu ada bar sinyal yang tertera di display MS. Drive test dapat mendeteksi berapa level tersebut dalam satuan (dbm). Semakin besar nilai dbm dalam Rx level, maka kualitas penerimaan sinyal semakin baik. Persentase standarisasi yang digunakan pada Tugas Akhir ini untuk Rx Level diantara [0] - [-80] dbm dikategorikan good coverage. Presentase untuk Rx Level antara [-80] - [-90] dbm dikategorikan poor coverage, dan apabila < [-90] dbm masuk kategori bad coverage. Nilai indikator Rx level (threshold) yang digunakan adalah dari 0 sampai dengan -100 dbm. Semakin besar nilai minus dbm menunjukkan sinyal semakin lemah. KPI Rx Level dilambangkan dengan 3 (tiga) buah indikator, yaitu Hijau, Merah dan Kuning. Setiap indikator memiliki nilai level yang berbeda-beda. Standarisasi yang dipakai untuk setiap indikator berbeda dan dapat dilihat pada Tabel 3.3 dibawah ini.
48 Tabel 3.3 Indikator Rx Level Indikator Level (dbm) Keterangan > [ - 80 ] Good Coverage [ - 80 ] [ - 90 ] Poor Coverage < [ - 90 ] Bad Coverage Jika dalam hasil drive test banyak terlihat banyak spot dari drive test berwarna merah maka kuat sinyal pada area tersebut sangat buruk dan kualitas sinyal juga buruk. Tetapi apabila dalam hasil mapping dari drive test terlihat banyak spot yang berwarna hijau, maka area tersebut mempunyai kuat sinyal dan kualitas sinyal yang bagus. 2. KPI Rx Qual Rx Qual merupakan pengukuran kualitas suara yang dihasilkan saat sebuah MS melakukan sebuah panggilan diukur BER (Bit Error Rate), Dimana semakin besar nilai Rx Qual, maka kualitas sinyal buruk dan demikian juga sebaliknya. Presentase standarisasi untuk Rx Qual yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah > 50% maka kualitas sinyal yang dihasilkan bagus, jika Rx Qual < 50% maka akan sangat bagus kualitas sinyalnya. Semakin besar nilai minus db makin buruk kualitas sinyal yang
49 dihasilkan. Sama halnya dengan Rx level, Rx Qual juga terbagi dalam 2 (dua) indikator warna yaitu biru dan merah Setiap indikator warna memiliki nilai yang berbeda, perbedaan level nilai Rx Qual dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini. Tabel 3.4 Indikator Rx Qual Indikator Level Keterangan [0] [4] Good Coverage > [4] Bad Coverage Pada Tabel tersebut dapat dilihat indikator yang berwarna biru mempunyai standarisasi [0] sampai dengan [4] dbm dikatakan good coverage, sedangkan indikator yang berwarna merah memiliki standarisasi level > 4 dikatakan bad coverage. 3.2.2.1 Pengukuran dengan Drive Test Pengukuran dengan metode drive test dilakukan untuk mengetahui kondisi lebih mendetail di sisi Radio atau air interface pada area yang akan dioptimasi yang telah ditentukan. Pengukuran level sinyal yang terdiri dari RxLevel dan RX Qual dengan melakukan drive test menggunakan TEMS 14.3 Investigation seperti pada Gambar 3.7
50 (a) Pengukuran RxLevel dan RxQual (b) Setup pengukuran Gambar 3.5 Pengukuran Drive Test [7] 3.3 HARDWARE PARAMETER 3.3.1 Azimuth Antena Azimuth Antena (θ) adalah pengarahan horizontal antena. Pada antena directional, azimuth digunakan untuk menentukan arah pancar antena. Pengarahan antena ditujukan pada area daerah tingkat trafik yang tinggi. Arah pancar antena sebaiknya tidak di arahkan langsung pada arah yang lurus, sungai dan bangunan dengan tingkat pemantulan yang tinggi.
51 Gambar 3.6 Pengarahan horizontal antena [8] Untuk menghitung azimuth antena dapat dihitung dengan persamaan 3-1. AZ = tan 1 B cos ( U 1+U 2) 2...(3-1) dimana: U AZ ΔB = azimuth antena = selisih koordinat garis bujur U1 = koordinat garis lintang 1 U2 = koordinat garis lintang 2 ΔU = selisih koordinat garis lintang 3.3.2 Tilting Antena Tilting antena atau lebih dikenal dengan kemiringan antena merupakan perubahan derajat kemiringan antena dengan mengubahnya secara fisik (mechanical) atau secara electrical. Tilting antena berfungsi untuk mengatur cakupan area cell. Tilting digunakan ketika ingin mengurangi interferensi dan mengatur jarak cakupan area tertentu.
52 Gambar 3.7 Tilting Antena [8] Untuk antena yang belum di tilting dapat dilihat pada Gambar 3.8, dimana antena masih tegak lurus dan sudut antena belum berubah pada porosnya. Antena yang belum di tilting memiliki derajat kemiringan 0⁰. Gambar 3.8 Antena sebelum tilting [8] Untuk mengubah derajat kemiringan antena, dapat menggunakan dua cara, yaitu Mecahnical Tilting dan Electrical Tilting. 3.3.2.1 Mechanical Tilting Mechanical Tilting adalah perubahan antena directional secara fisik dengan mengubah bracket pada antena dan tanpa mengubah phasa dari sinyal input. Terlihat pada Gambar 3.9 perubahan rundukan antena secara mechanical, dengan mengubah derajat kemiringan antena pada bracket antenna.
53 Gambar 3.9 Mechanical Tilting [8] Pada Gambar 3.9 terlihat bahwa fisik antena berubah sesuai dengan derajat kemiringan yang diinginkan pada porosnya. Semakin besar derajat kemiringan antena maka secara fisik posisi antena akan semakin ke bawah, berbeda dengan Electrical Tilting yang secara fisik tidak berubah, akan tetapi secara variabel berubah. Dengan menggunakan Mechanical Tilting, cakupan area ke arah samping meningkat dan area cakupan lebih luas. Untuk memastikan derajat kemiringan antena dilakukan dengan benar, dapat menggunakan tilt meter dengan adanya waterpass didalamnya, maka dapat dilihat secara baik derajat kemiringan antena yang dilakukan sudah benar, tilt meter ditaruh diantara tiang antena. Pada Gambar 3.10 memperlihtakan tilt meter yang digunakan untuk memastikan derajat kemiringan antena. Gambar 3.10 Tilt Meter [8]
54 Mechanical tilting dibagi menjadi dua macam, jika kemiringan antena ke arah bawah maka disebut downtilt dan jika kemiringan antena cenderung ke arah atas maka disebut uptilt. a. Downtilt Downtilt adalah mengubah kemiringan antena menjadi lebih ke bawah. Gambar 3.11 menunjukkan downtilt mechanical. Gambar 3.11 Downtilt [1] Dengan mengatur sudut tilt pada antena BTS atau bracket antena untuk membuatnya kearah bawah atau downtilt, maka area cakupan dapat diatur sedemikian rupa sehingga sinyal yang dipancarkan akan dapat dibatasi, jarak pancar yang dapat ditempuh oleh suatu antena BTS dapat dihitung. Downtilt antena dilakukan untuk menghindari terjadinya dropped call dan dapat mencakup area yang rendah dan berada dibawah. Gambar 3.12 Perubahan Antena dengan Downtilt Antena [8]
55 b. Uptilt Uptilt adalah mengubah kemiringan antena menjadi lebih ke atas. Gambar 3.13 menunjukkan Uptilt Mechanical. Gambar 3.13 Uptilt [1] Uptilt dilakukan untuk mendapatkan jarak pancar yang lebih jauh sehingga area yang di cakup antena lebih luas, akan tetapi untuk area atau counture yang terlalu rendah tidak dapat dicakup. 3.3.2.2 Electrical Tilting Electrical tilting adalah mengubah coverage antena dengan cara mengubah fasa antenna yang ada pada elemen antena, sehingga terjadi perubahan pada beamwidth antena. Mengubah fasa antena dapat dilakukan dengan cara mengubah setting fasa pada antena, yaitu 1,2,3 dst. Electrical Tilting berbeda dengan mechanical tilting yang secara fisik tidak berubah, akan tetapi secara variabel berubah. Pada masing-masing kemiringan secara mechanical dan electrical mempunyai perbedaan terhadap beam yang dihasilkan oleh antena maupun dari sisi main beam, back lobe ataupun side lobe yang dihasilkan.
56 (a) secara mechanical ( b) secara electrical Gambar 3.14 Perbandingan lobe pada mechanichal dan electrical tilting [8] Terlihat pada Gambar 3.14 (a) dari sisi fisik antena jika dimiringkan untuk menurunkan sudut sinyal pada sisi yang diinginkan, terlihat pada Gambar 3.14 (a) back lobe dari antena mengalami kenaikan ke atas pada kemiringan secara mechanical. Pada electrical tilting terlihat pada Gambar 3.14 (b) tidak adanya perubahan secara sisi fisik antena. Kemiringan dilakukan dengan menggeser fasa dari antena, semakin dilakukan kemiringan, back lobe akan semakin mengalami penurunan ke bawah sehingga penggunaan electrical tilt tanpa melakukan mechanical
57 tilt adalah pilihan yang menarik untuk alasan estetika yang sangat penting bagi operator mencari penerimaan antena terintegrasi di lokasi terlihat. Dari segi pola radiasi pada masing-masing keadaan mechanical dan electrical terlihat seperti Gambar 3.15 dibawah ini. Gambar 3.15 Bentuk Pola Radiasi Horizontal Electrical Tilting dan Mechanical Tilting [9] Pada Gambar 3.19 terlihat perbedaan pada pola radiasi yang dihasilkan pada mechanical tilt dibandingkan dengan electrical tilt. HPBW (Half Power Beam Width) pada mechanical tilt terlihat lebih lebar ketika sudut downtilt semakin besar sedangkan pada electrical sebaliknya. pada mechanical tilt, main beam yang dihasilkan pada sudut downtilt yang lebih besar akan merapat mendekati side lobe nya sedangkan pada electrical setiap besar sudut tilt nyaris terlihat lebih konstan. 3.4 Kathrein Scala Division Kathrein Scala Division merupakan software antena yang digunakan untuk mencari jarak yang dapat dicakup oleh antena. Software Kathrein Scala Division dapat melihat pancaran antena dengan derajat tilting yang berbeda-beda. Software
58 Kathrein Scala Division tidak hanya dapat mencari jarak yang dapat dicakup antena, akan tetapi dapat mencari nilai FSL, VSWR, panjang gelombang dan menu lainnya dapat dilihat pada Gambar 3.16 dibawah ini. Gambar 3.16 Kathrein Scala Division Pada Gambar 3.16 terlihat beberapa menu yang tersedia, untuk menghitung jarak yang dapat dicakup oleh antena, maka menu yang dipilih adalah Touch Down Points. Tampilan dari Touch Down Points dapat dilihat pada Gambar 3.17 dimana ada beberapa parameter yang dapat diisi sesuai dengan nilai yang diinginkan. Parameter-parameter yang terdapat pada Gambar tersebut adalah tinggi antena, derajat tilting, derajat Vertical Beam, Upper -3dB, lower -3dB, dan Main Beam.
59 Gambar 3.17 Touch Down Points Dengan software ini, dapat dicari nilai Upper -3dB, Main Beam dan Lower -3dB, hanya dengan memasukkan nilai pada kolom tinggi antena, Vertical Beam Width in degrees dan Downtilt in Degrees setelah nilai-nilai dimasukkan maka dengan menekan tombol calculate, nilai dari ketiga parameter tersebut akan muncul dan bentuk pancaran sinyal antena juga dapat terlihat.