2. Instruksi Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan ;



dokumen-dokumen yang mirip
KEPMEN NO. 23 TH 2002

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

PEDOMAN PENGAWASAN BAB I U M U M. Pasal 1

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan:

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136 TAHUN 1998 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI LEMBAGA PEMERINTAH NON-DEPARTEMEN

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAM DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 225 /KPTS/M/2004 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN.

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I B E N G K A L I S,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Nomor : 04/P/M.KOMINFO/5/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DEWAN PERS

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG INSPEKTORAT KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 23 /BC/2010 TENTANG

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang penting dalam

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1988 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1988 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1974 POKOK-POKOK ORGANISASI DEPARTEMEN TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2008

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 44 TAHUN TENTANG URAIAN TUGAS UNIT BADAN PENGAWASAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.110,2012

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 (13/1994) TENTANG ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEPPRES 152/1999, BADAN KESEJAHTERAAN SOSIAL NASIONAL *49252 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 152 TAHUN 1999 (152/1999)

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

Arsip Nasional Republik Indonesia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS DAERAH KABUPATEN PELALAWAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1981 TENTANG KOORDINASI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DI DAERAH

PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KOTA MAKASSAR

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN PANDEGLANG

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1981 TENTANG ORDINASI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DI DAERAH.

KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: IJ/65/2006

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Perwakilan. Organisasi. Tata Kerja.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

1 of 7 02/09/09 11:17

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152 TAHUN 1999 TENTANG BADAN KESEJAHTERAAN SOSIAL NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dipandang perlu menetapkan Pedoman Pengawasan Intern dengan Peraturan Me

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 78,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 12/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 1998 TENTANG BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN : Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANI-SASI, DAN TATA KERJA MENTERI MUDA.

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Audit Kinerja. Pedoman.

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I NOMOR : KEP-23/IUEN/1997.TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DILINGKUNGAN DEPARTEMEN TENAGA KERJA Menimbang Mengingat MENTERI TENAGA KERJA, i a. bahwa keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-91/\dEN/1984 tentang Pedoman Pelakanaan Pengawasan Dalam Lingkungan Departemen Tenaga Kerja kurang sesuai lagr dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu disempurnakan. b. batrwa untuk mengatur hal tersebut diatas perlu ditetapkan pokok-pokok pengawasan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja yang ditetapkan dengan keputusan Menteri. 1. Keputusan Presiden R.l Nomor 104 Tahun 1993 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah dua puluh kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden R.I Nomor 83 Tahun 1993: 2. Instruksi Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan ; 3. Insffuksi Presiden R.I Nomor I Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat ; 4. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 93/MEPAN 989 yang diubah dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 3OA4ENPAN/ 1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat; o 5. 6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I Nomor 28IMEN/1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja; Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 1911996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. 72

MEMUTUSKAN: Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I TENTANG POKOK.POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN TENAGA KERJA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: a. Pengawasan adalah segenap kegaiatan unhrk menyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintatr-perintatr yang telah diberikan dalam rangka pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasan harus mengukur apa yang telah dicapai, menilai pelaksanaan, serta mengadakan tindakan perbaikan dan penyesuaian yang dipandang perlu; b. Pengawasan Melakat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau repesif; c. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh Aparat pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas gmum pemerintahan dan pembangunan ; d. Pengawasan Legislatif adalah pengawasan yang dilalnrkan oleh Dewan perwakilan Rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan; e. Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat yang berupa sumbangan pemikiran, sararl gagasan atau keluhan/pengaduan yang disampaikan secara langsung maupun melalui media, ; f. Pemeriksaan merupakan sebagian dari firngsi pengawasan yang meliputi kegiatan penelitian, pengujian dan penilaian; g. Auditor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas, tanggungiawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah; h. Menteri adalah Menteri yang bertanggungfawab di bidang ketenagakerjaan. 73

Pasal 2 pengawasan dimaksud untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas orn,i" pemerintahan dan pembangunan guna: F ;. Menjamin ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku' menineatkao efisierrsi dan efeltivitas pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana dan kebij aksanaan PimPinan ; b. Mendorong peningkatan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan; c. Mencegah.terjadinya pemborosan' kebocoran' kerugian keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang; d. Memperoleh data masukan/umpan balik dalam pelaksanaan kegiatan' Pasal 3 (1) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mencakup semua unsur unit kerja "a hgk*gan nepartemen Tenaga K.tju, di tingkat Pusat dan di tingkat Daerah; (2) Dalam hal tertentu pemeriksaan BUMN dapat dilalrukan atas perintah Menteri. Pasal 4 Pen gawasan bertujuan untuk: a. Menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dalam berbagai kegiatan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya; b. Upaya edukatif preventif dalam mencegah secara dini terjadinya dan atau terulangnya suatu kesalahan; c. Menilai tingkat kemampuan teknis dan manajerial personil/aparatur; d. Memelihara dan meningkatkan citra Departemen Tenaga Kerja; e. Mendorong berfungsinya pengawasan melekat; f. Mengambil tindakan terhadap pelaku penyimpangan yang terjadi. 74

BAB II PENGAWASAN MELEKAT Pasal 5 ( f) Pimpinan/Atasan langsung semua satuan kerja/unit kerja termasuk pemimpin proyek di lingkungan Departemen Tenaga Kerja Pusat dan Daerah, melakukan pengawasan melekat di lingkungan satuan kerja/unit kerjanya masing-masing. (2) Pengawasan melekat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan pada pembentukan suatu sistem yang mampu membina dan membimbing bawahan dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi, serta mampu mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal6 (1) Pelaksanaan pengawasan melekat di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dikoordinir oleh Sekretaris Jenderal selaku Koordinator Program Peningkatan Pelaksanaan Pengawasan Melekat (P3 waskat). (2) Petunjuk pelaksanaan mengenai pengawasan melekat secara teknis diatur oleh Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja atas nama Menteri. t BAB III PENGAWASAN FUNGSIONAL Pasal T (l) Pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dilakukan oleh Inspekforat Jenderal terhadap kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan. (2) Prioritas pemeriksaan ditetapkan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pengawasan dan atau kebijaksanaan Menteri. Pasal E Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(l) dilalrukan melalui pemeriksaan, pengujian dan penelitian serta pengusutan atas pelaksanaan tugas pokok dn'a fungsi. 75

Pasal 9 (1) Jenis pemeriksaan meliputi: a. Pemeriksaan Operasional; ' b. Pemeriksaan Khusus; c. Pemeriksaan Kasus; d. Inspeksi Pimpinan; e. tnspeksi Mendadak dan f. Pemeriksaan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan. (2) Pemeriksaan Operasional adalah suatu pemeriksaan secara sistematik dan komprehensif yang dilaksanakan oleh pemeriksa indepanden untuk mendapatkan dan mengevaluasi kineda satuan/unit kerja secara obyektif atas kegiatan-kegiatan manajemen. at (3) Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan menitik beratkan salah satu beberapa unsur fugas pokok dan firngsi Departemen Tenaga Kerja, atau salah satu atau beberapa aspek manajemen; (4) Pemeriksaan Kasus adalah pemeriksaan yang bersifat pengusutan (investigasi) yang dilakukan terhadap temuan hasil pemeriksaan atau pengaduan masyarakat, utur a"g.* adanya penyimpangan keuangan negara atau perbuatan yang dapat merusak citra Pegawai Negeri Sipil atau merugikan masyarakat; (5) Inspeksi Pimpinan adalah kunjungan kerja unfirk mengadakan penilaian dan penggairahkan satuan kerja/unit ke{a dalam menjabarkan kebijaksanaan pokok ketenagaker:aan; (6) Inspeksi Mendadak adalah kunjungan ke{a/pemeriksaan yang dilakukan seca.ra mendadak untuk mendapatkan gambaran kondisi obyektif dalam rangka mendorong peningkatan kinerja satuan/unit kerja. (7) Pemeriksaan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan adalah kegiatan yang dilatcukan untuk mengetahui tanggapan satuan kerja/unit kerja atas koreksi dan tuntasnya rekomendasi hasil pemeriksaan ITJEN, BPKP, BEPEKA, pengaduan/informasi dari masyarakat serta temua hasil pengawasan Badan Legislatif. Pasal 10 (l) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan pasal 9 dilaksanakan oleh Auditor atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala/Pimpinan Satuan Kerja. 76

(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan. Auditor atau Pejabat lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melalrukan kegiatan-kegiatan sebagaimana berikut: a. Membuat/menyusun program kerja pemeriksaan; b. Melakukan Pemeriksaan; ' c. Membuat laporan hasil pemeriksaan; d. Memaparkan hasil Pemeriksaan; e. Meneliti tindak lanjut hasil pengawasan; f. Menghimpun dokumen hasil pengawasan. Pasal 11 Penrnjuk Pelaksanaan mengenai pengawasan firngsional ditetapkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Tenaga Kerja. BAB IV PENGAWASAN TINDAK LANJUT Pasal 12 Satuan kerja/unit kerja wajib menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan ITJEN, BPKP, BEPEKA dan hasil pengawasan Badan Legislatif serta melaporkan hasilnya kepada Menteri melalui: : a. Inspektur Jenderal atas hasil pemeriksaan ITJEN dan BPKP dengan tembusan kepada ' Eselon I terkait; b. Sekretaris Jenderal atas hasil pemeriksaan BEPEKA dan hasil pengawasan Badan Legislatif dengan tembusan kepada Eselon I terkait; Pasal 13 (l) Setiap pengaduan masyarakat tentang ketidakpuasan dalam pelaksanaan tugas pokok dan frrngsi Departemen harus ditangani seca.ra teliti. ; (2) Pengaduan masyarakat yang dinilai mengandung kebenaran harus ditindaklanjuti secara funtas. (3) Kewenangan penanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah: a. Selrretaris Jenderal bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Sekretaris Jenderal,

b. c. Inspektur Jenderal bertanggwrg jawab menyelesaikan surat pengaduan maqyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan frrngsi lnspektorat Jenderal; Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja bertanggung jawab menyelesaikan sruat pengaduan masyarakat yang terkait langsung dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja; Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja; Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direlitorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerj aan. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan firngsi Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja; Kepala Kantor wilayah Departemen Tenaga Kerja bertanggung jawab menyelesaikan surat pengaduan masyarakat yang terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah, termasuk satuan kerja yang berada dibawahnya. (4) Apabila dipandang perlu Inspektu Jenderal dapat melakukan pemeriksaan atas laporan/pengaduan masyarakat, yang dinilai terdapat indikasi penyimpangan terhadap pelaksanaan tugas pokok dan firngsi atau karena tindakan indisipliner pegawai. (5) Inspektur Jenderal atas nama Menteri dapat melakukan pemeriksaan ulang terhadap laporan penyelesaian pengaduan masyarakat yang dunilai belum tuntas. (6) Hasil penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud dalam "yui 1:; wajib dilaporkan kepada: a. Asisten Wakil Presiden Urusan Pengawasan dengan tembusan Inspektur Jenderal dalam hal pengaduan tersebut disampaikan melalui Tromol Pos 5000; b. Menteri Up. Inspektur Jenderal dalam hal pengaduan tersebut disampiakan melalui Po Box 55;

c. Menteri Up. Sekretaris Jenderal dengan tembusan Eselon I terkait dalam hal informasi/pengaduan yang disampaikan mel alui Badan Legi slatif; d. Atasan langsung pimpinan satuan kerja sesuai hirarki, dengan tembusan Inspektur, Jenderal apabila pengaduan tersebut disampaikan langsung kepada pimpinan satuan kerja yang bersangkutan; Pasal 14 Apabila pengaduan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 isinya diduga terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, penyimpangan yang bersifat merugikan misyatakat, nega.ra atau menurunkan citra Departemen Tenaga Kerja, maka wajib dilakukan pemeriksaan kasus. Pasal 13 (l) Pada akhir setiap bulan dan akhir tahun anggaran, penyelesaian terhadap tindak lanjut pengawasan masyarakat wajib dilaporkan kepada Menteri Up. Inspektur Jenderal. (2) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) ditetapkan oleh Inspektur Jenderal. BAB V KETENTUAN PERALIHAN '.t 'u, Pasal 16 Selama petunjuk pelaksanaan berdasarkan keputusan ini belum dikeluarkan, maka ketentuan-ketentuan yang mengatur pengawasan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja tetap berlaku sepanjang tia"t Uirtentangan dengan kepirtusan ini. Pasal 17 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 79 : Jakarta Pada tanggal : 28 Pebruari 1997 Ditetapkan di MENTERI TENAGA KERJA R.I nd DTs. ABDUL LATIEF