PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DATA DAN ANALISA

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK TENAGA LISTRIK NO LOAD AND LOAD TEST GENERATOR SINKRON EXPERIMENT N.2 & N.4

MESIN SINKRON ( MESIN SEREMPAK )

KONDISI TRANSIENT 61

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

GENERATOR SINKRON Gambar 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa

Politeknik Negeri Sriwijaya

Modul Kuliah Dasar-Dasar Kelistrikan 1

BAB II GENERATOR SINKRON. bolak-balik dengan cara mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Energi

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II GENERATOR SINKRON

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

PRINSIP KERJA GENERATOR SINKRON. Abstrak :

BAB II GENERATOR SINKRON

Mesin Arus Bolak Balik

BAB III LANDASAN TEORI

DA S S AR AR T T E E ORI ORI

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III SISTEM EKSITASI TANPA SIKAT DAN AVR GENERATOR

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

BAB I PENDAHULUAN. putaran tersebut dihasilkan oleh penggerak mula (prime mover) yang dapat berupa

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II KONTROL DAN PENGOPERASIAN PEMBANGKIT ENERGI LISTRIK

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Motor Sinkron Tiga Fasa. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

BAB II LANDASAN TEORI

SYNCHRONOUS GENERATOR. Teknik Elektro Universitas Indonesia Depok 2010

BAB II LANDASAN TEORI. melakukan kerja atau usaha. Daya memiliki satuan Watt, yang merupakan

BAB IV SISTEM PENGOPERASIAN GENERATOR SINKRONISASI

Studi Pengaturan Arus Eksitasi untuk Mengatur Tegangan Keluaran Generator di PT Indonesia Power UBP Kamojang Unit 2

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Dalam system tenaga listrik, daya merupakan jumlah energy listrik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata Kunci: pengaturan, impedansi, amperlilit, potier. 1. Pendahuluan. 2. Generator Sinkron Tiga Fasa

Standby Power System (GENSET- Generating Set)

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Cilacap, Jl. Letjen Haryono MT. 77 Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia.

TRANSFORMATOR. Bagian-bagian Tranformator adalah : 1. Lilitan Primer 2. Inti besi berlaminasi 3. Lilitan Sekunder

BAB III OPERASI PARALEL GENERATOR PLTU UNIT 3/4 TANJUNG PRIOK

PENGUJIAN PERFORMANCE MOTOR LISTRIK AC 3 FASA DENGAN DAYA 3 HP MENGGUNAKAN PEMBEBANAN GENERATOR LISTRIK

BAB III 3 METODE PENELITIAN. Peralatan yang digunakan selama penelitian sebagai berikut : 1. Generator Sinkron tiga fasa Tipe 72SA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relevan dengan perangkat yang akan dirancang bangun yaitu trainer Variable Speed

BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG)

BAB IV ANALISA DATA. Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

BAB II DASAR TEORI. Generator arus bolak-balik (AC) atau disebut dengan alternator adalah

SINKRONISASI DAN PENGAMANAN MODUL GENERATOR LAB-TST BERBASIS PLC (HARDWARE) ABSTRAK

PENGGUNAAN MOTOR LISTRIK 3 PHASA SEBAGAI GENERATOR LISTRIK 1 PHASA PADA PEMBANGKIT LISTRIK BERDAYA KECIL

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II PRINSIP KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD)

ANALISA PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP KARAKTERISTIK GENERTOR SINKRON ( Aplikasi PLTG Pauh Limo Padang )

Penurunan Rating Tegangan pada Belitan Motor Induksi 3 Fasa dengan Metode Rewinding untuk Aplikasi Kendaraan Listrik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1.KONSEP SEGITIGA DAYA

Tarif dan Koreksi Faktor Daya

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

BAB II GENERATOR SINKRON TIGA FASA

Hubungan Antara Tegangan dan RPM Pada Motor Listrik

ANALISA PEMBAGIAN BEBAN GENERATOR PADA PEMBANGKIT LISTRIK DIESEL (PLTD) TITI KUNING

PARALEL GENERATOR. Paralel Generator

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN EKSITASI TERHADAP DAYA REAKTIF GENERATOR

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilaksanakan di PT Pertamina (Persero) Refinery

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. memanfaatkan energi kinetik berupa uap guna menghasilkan energi listrik.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan ditemukannya Generator Sinkron atau Alternator, telah memberikan. digunakan yaitu listrik dalam rumah tangga dan industri.

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

ALAT PEMBAGI TEGANGAN GENERATOR

BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA. 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator.

MAKALAH MOTOR SINKRON

OPERATION GENERATOR 1. PEMBEBANAN GENERATOR 2. KONTROL KECEPATAN DAN DAYA AKTIF 3. KONTROL DAYA REAKTIF 4. PERBAIKAN FAKTOR DAYA

RANCANG BANGUN MODUL POWER FACTOR CONTROL UNIT

BAB III SISTEM PROTEKSI DAN SISTEM KONTROL PEMBANGKIT

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik

BAB III LANDASAN TEORI

UNIT I MOTOR ARUS SEARAH MEDAN TERPISAH. I-1. JUDUL PERCOBAAN : Pengujian Berbeban Motor Searah Medan Terpisah a. N = N (Ia) Pada U = k If = k

ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK

COS PHI (COS φ) METER

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SISTEM PENGAMAN ELEKTRIS UTAMA PADA GAS TURBIN GENERATOR PLTGU

MODUL 1 GENERATOR DC

Pengontrolan Sistem Eksiter Untuk Kestabilan Tegangan Di Sistem Single Machine Infinite Bus (SMIB) Menggunakan Metode PID

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan beban terhadap karakteristik generator sinkron 3 fasa PLTG Pauh

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Transformator (trafo)

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Sistem Eksitasi Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi

LABSHEET PRAKTIK MESIN LISTRIK MESIN ARUS BOLAK-BALIK (MESIN SEREMPAK)

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Dapat dikatakan pula bahwa energi listrik menjadi

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN. fasa dari segi sistim kelistrikannya maka dilakukan pengamatan langsung

ANALISIS PENGARUH JATUH TEGANGAN TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

MODIFIKASI ALTERNATOR MOBIL MENJADI GENERATOR SINKRON 3 FASA PENGUAT LUAR 220V/380V, 50Hz. M. Rodhi Faiz, Hafit Afandi

Transkripsi:

UNIVERSITAS INDONESIA PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF SKRIPSI MUHAMAD HAJAR MURDANA 0806366106 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK ELEKTRO DEPOK JULI 2010

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : MUHAMAD HAJAR MURDANA NPM : 0806366106 Tanda Tangan : Tanggal : 2 Juli 2010 ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Muhamad Hajar Murdana NPM : 0806366106 Program Studi : Teknik Elektro Judul Skripsi : Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang Optimal dengan Simulasi Beban Resistif Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. I Made Ardita Y, M.T. (... ) Penguji : Prof. Dr. Ir. Iwa Garniwa, M.K., M.T. (... ) Penguji : Chairul Hudaya, S.T., M.Sc. (... ) Ditetapkan di : Fakultas Teknik Tanggal : 2 Juli 2010 iii

KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka persyaratan tahap awal penyelesaian skripsi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ir. I Made Ardita Y, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (2) Bpk. Sony Djuhansyah selaku manager Training Center P.T. Trakindo Utama dan Bpk. Bibin Dwijo Sugito sebagai senior yang telah membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; serta (4) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bisa dikembangkan di masa yang akan datang. Depok, 2 Juli 2010 Penulis iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhamad Hajar Murdana NPM : 0806366106 Fakultas / Program Studi : Teknik / Listrik Departmen : Teknik Elektro Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang Optimal dengan Simulasi Beban Resistif beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 2 Juli 2010 Yang menyatakan ( Muhamad Hajar Murdana ) v

ABSTRAK Nama : Muhamad Hajar Murdana Program Studi : Teknik Elektro Judul : Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang Optimal dengan Simulasi Beban Resistif Skripsi ini membahas mengenai suatu percobaan untuk mendapatkan pembagian beban genset yang dioperasikan parallel, ataupun dioperasikan tunggal secara optimal dan tidak melebihi kapasitas daya listrik unit tersebut. Caranya dengan penyetelan governor dan kontrol pembagi beban (LSM) pada setiap penggeraknya. Untuk mengetahui seberapa besar efisiensi dan batas maksimum kapasitas dayanya, dilakukanlah pengujian Technical Analysis Level 2 (TA2) secara individu. Kemudian memparalelkannya dengan sinkronisasi otomatis pada kedua genset dan pengujian pengambilan data pun dilakukan dengan membebani genset secara bertahap hingga batas tertentu. Hasilnya, didapatkan karakteristik pembagian beban masing-masing genset di setiap tahapan pembebanan dengan perbedaan speed setting governor dan akan dibandingkan pengaturan mana yang paling optimal berdasarkan biaya per kwh dan konsumsi bahan bakarnya. Hal tersebut bisa dijadikan acuan pengoperasian unit pembangkit secara tunggal atau paralel berdasarkan beban sistem tertentu. Kata kunci: Pembagian beban, genset, paralel, optimal vi

ABSTRACT Name : Muhamad Hajar Murdana Study Program : Electrical Engineering Title : Load Division for Optimal Utilization Parallel Operation of Generator Set with Resistive Load Simulation The focus of this study is to research to get the optimum of load division that is operated in parallel, or operated in single and don t exceed capacity of electric power unit. Those ways are adjustment for governor and load division / sharing control (LSM) are done each prime mover. To know its efficiency and maximum power capacity limit, is done Technical Analysis Level 2 (TA2) test individually. Then parallel and synchronize them automatically and testing to get the data measurements are done with loading both gensets in stages until certain of load. The result, got the characteristic of loading division on each genset in every stage of loading with different the speed setting for governor and will be compared which one of the speed setting is most optimum based on cost per kwh and fuel consumption. That matter can to be reference for operation of genset in single or parallel based on load system. Key words: Load division, generator set, parallel, optimum vii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3 Batasan Masalah... 2 1.4 Metodologi... 2 1.5 Sistematika Penulisan... 3 2. TEORI DASAR... 4 2.1 Generator Sinkron... 4 2.1.1 Prinsip Kerja Generator Sinkron... 4 2.1.2 Reaksi Jangkar... 5 2.1.3 Generator Tanpa Beban... 5 2.1.4 Generator Berbeban... 6 2.1.5 Reaktansi Sinkron... 7 2.1.6 Pengaturan Tegangan... 7 2.1.7 Generator Tiga Phasa... 9 2.1.8 Paralel Generator... 10 2.2 Faktor Daya (Power Factor)... 12 2.2.1 Daya Semu (Apparent Power)... 13 2.2.2 Daya Aktif (Real Power)... 13 2.2.3 Daya Reaktif (Reactive Power)... 13 2.3 Operasi Pembagian Beban... 15 2.3.1 Sistem Isochronous... 15 2.3.2 Sistem Speed Droop... 15 2.3.3 Hubungan antara Speed Droop dan Pembagian Beban... 16 2.4 Generator Set... 17 2.4.1 Tenaga pada Engine Diesel... 17 2.4.2 Konsep Tenaga Genset... 18 2.4.3 Rating Genset... 18 2.4.4 Rating Arus... 19 2.5 Reverse Power Generator... 19 3. KARAKTERISTIK DAN OPERASI PEMBANGKITAN... 22 3.1 Deskripsi Sistem Secara Umum... 22 3.2 Sistem pada Prime Mover... 25 3.3 Komposisi dan Kandungan Energi Kalor Gas Alam... 26 3.4 Prinsip Kerja Pembangkitan Tegangan... 27 viii

3.4.1 Generator Tipe Permanent Magnet Pilot Exciter (PMPE)... 27 3.4.2 Generator Tipe Self Excited (SE)... 28 3.5 Pengendali Kecepatan Prime mover... 29 3.6 Sinkronisasi Generator... 30 4. PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA... 32 4.1 Percobaan... 32 4.1.1 Diagram Rangkaian Sistem... 32 4.1.2 Daftar Peralatan... 33 4.1.3 Pengujian Genset... 33 4.1.4 Langkah Percobaan... 35 4.1.4.1 Pengujian Technical Analysis 2... 33 4.1.4.2 Pengaturan Isochronous pada Kedua Genset... 37 4.1.4.3 Pengaturan Speed Droop pada Kedua Genset... 39 4.1.5 Tabel Evaluasi... 40 4.1.5.1 Data Pengujian Sinkronisasi Frekwensi... 40 4.1.5.2 Data Hasil Technical Analysis 2 pada Kedua Genset... 40 4.1.5.3 Data Paralel Kedua Genset dengan Isochronous... 42 4.1.5.4 Data Paralel Genset Droop Diesel 2% dan Gas 3%... 42 4.1.5.5 Data Paralel Genset Droop Diesel 3% dan Gas 2%... 43 4.2 Analisis Data... 44 4.2.1 Pengujian Technical Analysis 2... 44 4.2.2 Pembagian Beban Isochronous... 45 4.2.3 Pembagian Beban Droop Diesel 2% dan Gas 3%... 47 4.2.4 Pembagian Beban Droop Diesel 3% dan Gas 2%... 50 4.2.5 Perhitungan Biaya dan Perbandingan Efisiensi... 51 4.2.6 Pengoperasian Unit Pembangkit... 55 5. KESIMPULAN... 57 DAFTAR ACUAN... 58 ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Prinsip generator sinkron... 4 Gambar 2.2 Hubungan celah udara... 6 Gambar 2.3 Rangkaian dan vektor beban induktif... 6 Gambar 2.4 Reaktansi sinkron... 7 Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo... 8 Gambar 2.6 Hubungan pf dengan tegangan output... 8 Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub... 9 Gambar 2.8 Bentuk gelombang sinusoidal tiga phasa... 9 Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal rotor 4 kutub... 10 Gambar 2.10 Sinkronisasi manual... 11 Gambar 2.11 Kondisi belum sinkron (kiri) dan telah sinkron (kanan). 11 Gambar 2.12 Synchronizer... 12 Gambar 2.13 Segitiga daya 12 Gambar 2.14 Karakteristik phasa dan vektor pada beban resitif murni... 13 Gambar 2.15 Karakteristik phasa dan vektor pada beban induktif murni... 14 Gambar 2.16 Karakteristik phasa dan vektor pada beban kapasitif murni... 14 Gambar 2.17 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan isochronous... 15 Gambar 2.18 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan speed droop... 15 Gambar 2.19 Pengaruh speed droop terhadap pembagian beban.. 16 Gambar 2.20 Konversi energi kimia ke mekanis kemudian listrik... 18 Gambar 2.21 Mesin generator set... 18 Gambar 2.22 Relay reverse power... 20 Gambar 3.1 Skema paralel sistem... 23 Gambar 3.2 Diagram daya... 23 Gambar 3.3 Electronic Control Module II (ECM II)... 24 Gambar 3.4 Sistem bahan bakar pada diesel 3406E... 25 Gambar 3.5 Air intake dan exhaust, fuel, dan ignition system engine gas.. 26 Gambar 3.6 Perhitungan Low Heat Value (LHV) dari komposisi gas... 27 Gambar 3.7 Konstruksi generator tipe PMPE pada genset G3508... 28 Gambar 3.8 Konstruksi generator tipe SE pada genset diesel 3406... 29 Gambar 3.9 Blok diagram kerja speed control... 30 Gambar 3.10 Blok diagram kerja synchronizer... 31 Gambar 4.1 Pemasangan alat ukur di genset diesel ataupun gas... 32 Gambar 4.2 Frekwensi sinkron isochronous... 45 Gambar 4.3 Grafik prosentase pembagian beban isochronous... 46 Gambar 4.4 Grafik pembagian beban isochronous... 47 Gambar 4.5 Frekwensi sinkron droop diesel 2% dan gas 3%... 47 Gambar 4.6 Kurva droop diesel 2% dan gas 3%... 48 Gambar 4.7 Grafik prosentase pembagian beban droop D2% dan G3%... 48 Gambar 4.8 Grafik pembebanan unit droop D2% dan G3%... 49 Gambar 4.9 Frekwensi sinkron droop D3% dan G2%... 50 Gambar 4.10 Grafik prosentase pembagian beban droop D3% dan Gas 2%... 51 Gambar 4.11 Grafik pembebanan unit droop D3% dan G2%... 51 Gambar 4.12 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban... 53 Gambar 4.13 Biaya per kwh sebagai fungsi beban... 54 x

Gambar 4.14 Harga per kwh terhadap fungsi beban genset diesel... 55 Gambar 4.15 Harga per kwh terhadap fungsi beban genset gas... 56 xi

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Spesifikasi nameplate kedua genset... 22 Tabel 4.1 Daftar peralatan...... 33 Tabel 4.2 Pengujian frekwensi sinkron... 40 Tabel 4.3 Data technical analysis 2 genset diesel 3406E... 40 Tabel 4.4 Pengujian kebocoran kompresi (cylinder cut out) engine 3406E... 41 Tabel 4.5 Data technical analysis 2 genset gas G3508... 41 Tabel 4.6 Data lab paralel genset isochronous... 42 Tabel 4.7 Data lab paralel genset diesel 2% dan gas 3%... 42 Tabel 4.8 Data lab paralel genset diesel 3% dan gas 2%... 43 Tabel 4.9 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada isochronous... 52 Tabel 4.10 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 2% dan gas 3%... 52 Tabel 4.11 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 3% dan gas 2%... 53 Tabel 4.12 Perbandingan biaya bahan bakar per jam dan harga per kwh... 53 xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran.1 Artikel Kenaikan Harga Gas PGN... 59 Lampiran.2 Surat Penawaran Harga Industri Solar Pertamina... 60 Lampiran.3 Data Technical Analysis 2 Genset 3406E... 61 Lampiran.4 Pengujian Cylinder Cut Out Genset 3406E.. 62 Lampiran.5 Pengujian Cylinder Cut Out Genset G3508... 63 Lampiran.6 Data Efisiensi Genset Tunggal 3406E... 64 Lampiran.7 Data Efisiensi Genset Tunggal G3508... 65 Lampiran.8 Data Paralel Genset Isochronous...66 Lampiran.9 Data Paralel Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%... 67 Lampiran.10 Data Paralel Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%... 68 Lampiran.11 Grafik Pembebanan Paralel Genset Isochronous... 69 Lampiran.12 Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%... 70 Lampiran.13 Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%... 71 Lampiran.14 Perbandingan Biaya Pembangkitan di Kedua Genset... 72 Lampiran.15 Test Spec 3406E 73 Lampiran.16 Test Spec G3508... 74 Lampiran.17 Gas Engine Technical Data... 75 xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada biaya operasi penyediaan tenaga listrik umumnya membutuhkan biaya ± 60% untuk operasi pembangkitan listrik khususnya untuk membeli bahan bakar. Apalagi pada pusat listrik yang menggunaan PLTD yang membutuhkan biaya kwh yang sangat besar. Akibatnya unit pembangkit kini sudah mulai beralih ke PLTG dan kebanyakan PLTD hanya dioperasikan saat mendapat beban menengah ataupun puncak. Biaya penyediaan energi primer yaitu BBM solar dan gas alam untuk industri semakin meningkat. Kenaikan harga per liter solar untuk industri pada pertengahan tahun 2010 sudah mencapai Rp.6.275,- dan kenaikan harga gas alam untuk golongan K-1, naik menjadi US$ 4,1 per MMBTU. Lalu, biaya angkut gas naik menjadi Rp 770 per meter kubik. Mengingat kondisi tersebut maka haruslah mengetahui besarnya efisiensi kondisi pembangkit secara individu dan mendapatkan pengaturan pembebanan dan pengoperasian genset yang tepat bagi sistem listrik secara keseluruhan artinya dicapai biaya bahan bakar yang minimum. Umumnya pada pusat listrik, tidak hanya dilayani oleh satu unit pembangkit saja melainkan bisa dua atau lebih yang beroperasi paralel (interkoneksi) yang disesuaikan dengan karakteristik bebannya. Tentu diperlukan adanya operator yang mengatur pengoperasian di antara unit pembangkit tersebut. Kebanyakan pada pusat listrik skala kecil menggunakan metode pembagian beban secara isochronous yang dinilai sederhana dalam pengaturannya. Namun, perlu diteliti dan dibandingkan efisiensinya dengan pengaturan yang lainnya seperti speed droop. Oleh karena itu, perlu diujicobakan pada genset yang terpisah dari sistem. Dengan latar belakang permasalahan tersebut maka skripsi ini diberi judul: PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF. 1

2 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Mendapatkan efisiensi output daya genset dan hal yang mempengaruhinya. 2. Mendapatkan karakteristik pembagian beban genset yang beroperasi paralel dengan cara isochronous dan speed droop pada prime mover. 3. Dapat menentukan pengaturan pembagian beban genset yang optimal berdasarkan biaya per kwh-nya. 4. Dapat mengatur kapan dan berapa jumlah genset yang beroperasi berdasarkan fungsi beban tertentu. 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka pembahasan penulisan skripsi ini dibatasi pada pengaturan kontrol governor engine yang berpengaruh terhadap pembagian beban genset yang beroperasi paralel dan pengoperasian genset yang efisien dengan biaya bahan bakar yang minim pada beban tertentu. Supaya terarah dan tidak keluar dari permasalahan pokok. 1.4 Metodologi Berbagai metode yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah: 1. Metode Observasi Yaitu meninjau informasi yang ada mengenai skripsi yang dibuat secara langsung, yang berhubungan dengan kegiatan yang dilaksanakan. 2. Metode Kepustakaan Yaitu pengumpulan data data referensi yang berhubungan dengan pembuatan skripsi ini. 3. Metode Konsultasi dan Diskusi Yaitu mendiskusikan dan berkonsultasi langsung dengan dosen pembimbing dan juga pihak lainnya yang kompeten di bidangnya. 4. Metode Pengujian Menguji sistem yang tersedia dengan melakukan percobaan tertentu sesuai dengan tujuannya dan mendapatkan data-data hasil percobaan untuk dianalisis.

3 1.5 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan maka sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab agar pembahasan yang diberikan mudah dipahami dan sistematis. Pada Bab I adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan. Pada Bab II adalah teori dasar yang menerangkan tentang teori dasar yang digunakan, baik secara umum maupun khusus yang menunjang pembuatan skripsi ini. Pada Bab III adalah karakteristik dan operasi pembangkitan yang menjelaskan tentang karakteristik, spesifikasi, pembebanan sistem pembangkit, dan sistem operasi. Pada Bab IV adalah percobaan dan analisis data yang menganalisis data hasil percobaan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada Bab V adalah penutup yang terdapat kesimpulan yang didapat dari pembahasan skripsi ini.

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Generator Sinkron Sebagian besar energi listrik yang dipergunakan oleh konsumen untuk kebutuhan sehari hari dihasilkan oleh generator sinkron phasa banyak (polyphase) yang ada di pusat pembangkit tenaga listrik. Generator sinkron yang dipergunakan ini mempunyai rating daya dari ratusan sampai ribuan mega Volt Ampere (MVA). Disebut mesin sinkron, karena bekerja pada kecepatan dan frekuensi konstan di bawah kondisi Steady state. Mesin sinkron bisa dioperasikan baik sebagai generator maupun motor. Mesin sinkron bila difungsikan sebagai motor berputar dalam kecepatan konstan. Apabila dikehendaki kecepatan yang bersifat variabel, maka motor sinkron dilengkapi dengan dengan pengubah frekwensi seperti inverter atau cyclo-converter. 2.1.1 Prinsip Kerja Generator Sinkron Memiliki kumparan jangkar pada stator dan medan pada rotor. Kumparan jangkarnya berbentuk sama dengan mesin induksi, sedangkan kumparan medannya dapat berbentuk sepatu kutub atau kutub dengan celah udara sama rata. Arus searah (DC) untuk menghasilkan fluks pada kumparan medan dialirkan ke rotor melaui cincin. Gambar 2.1 Prinsip generator sinkron 4

5 Apabila kumparan jangkar dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa akan menimbulkan medan putar pada stator. Kutub medan rotor yang diberi penguat DC mendapat tarikan dari kutub medan putar stator hingga turut berputar dengan kecepatan yang sama (sinkron). Dilihat dari segi adanya interaksi dua medan magnet maka fungsi sudut kopelnya (δ). T = Br Bs sin δ (2.1) 2.1.2 Reaksi Jangkar Apabila generator sinkron melayani beban maka pada kumparan jangkar stator mengalir arus; dan ini akan menimbulkan fluks jangkar. Fluks jangkar yang ditimbulkan arus (ΦA) akan berinteraksi dengan kumparan medan rotor (ΦF), sehingga menghasilkan resultan fluks (ΦR). Adanya interaksi ini dikenal sebagai reaksi jangkar. ΦR = ΦF + ΦA (2.2) 2.1.3 Generator Tanpa Beban Dengan memutar generator pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If); tangangan (Eo) akan terinduksi pada kumparan jangkar stator. Eo = c n Φ (2.3) c = konstanta mesin n = putaran sinkron Φ = fluks yang dihasilkan oleh If Dalam keadaan tanpa beban, arus jangkar tidak mengalir pada stator, karenanya tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh arus medan (If). Apabila arus medan (If) diubah-ubah nilainya maka akan diperoleh nilai Eo seperti yang terlihat pada Gambar 3.2. Celah udara kurva kemagnetan merupakan garis lurus

6 Gambar 2.2 Hubungan celah udara AB = tahanan arus medan yang diperlukan untuk daerah jenuh Ra = tahanan stator Xa = fluks bocor Eo = V (keadaan tanpa beban) 2.1.4 Generator Berbeban Dalam keadaan berbeban arus jangkar akan mengalir dan mengakibatkan terjadinya reaksi jangkar. Reaksi jangkar bersifat reaktif karena itu dinyatakan sebagai reaktansi, dan disebut reaktansi pemagnet (Xm). Xm ini bersama-sama dengan reaktansi fluks bocor (Xa) dikenal sebagai reaktansi sinkron (Xs). Model rangkaian dan diagram vector dari generator berbeban induktif (pf lagging) terdapat pada gambar di bawah ini. E = V + IRa + jxs; Xs = Xm + Xa (2.4) Gambar 2.3 Rangkaian dan vektor beban induktif

7 2.1.5 Reaktansi Sinkron Harga Xs didapat dari dua macam percobaan yakni percobaan tanpa beban dan hubung singkat. Dari percobaan tanpa beban diperoleh harga Eo sebagai fungsi arus medan (If). Hubungan ini menghasilkan kurva kemagnetan yang berharga liniernya (unsaturated). Kelebihan arus medan pada keadaan jenuh sebenarnya dikompesasi oleh adanya reaksi jangkar.percobaan hubung singkat menghasilkan hubungan antara arus jangkar (I) sebagai fungsi arus medan (If), dan ini merupakan garis lurus (Ihs). Gambar 2.4 Reaktansi sinkron Jadi, nilai reaktansi sinkron adalah: Eo OA Xs = = Ihs BC (2.5) 2.1.6 Pengaturan Tegangan Gambar di bawah ini, terjadi perbedaan antara tegangan terminal V dalam keadaan berbeban, dengan tegangan Eo pada saat tanpa beban, dipengaruhi selain oleh faktor kerja juga oleh besarnya arus jangkar (I).

8 Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo Dengan perubahan tegangan V untuk faktor kerja berbeda-beda pada vektor di atas, karakteristik tegangan terminal V terhadap arus jangkar I dapat digambarkan pada grafik di bawah ini. Pengaturan tegangan adalah perubahan tegangan terminal generator antara keadaan tanpa beban dan beban penuh dinyatakan: Pengaturan tegangan = Eo V V (2.6) Gambar 2.6 Hubungan pf dengan tegangan output

9 2.1.7 Generator Tiga Phasa Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub Gambar 2.8 Bentuk gelombang sinusoidal tiga phasa Generator tiga phasa lebih handal karena konduktor dalam sistem tiga phasa hanya membutuhkan ¾ tembaga dari sistem satu phasa untuk menyalurkan daya yang sama. Effisiensi transmisi tiga phasa juga lebih baik dibanding sistem dua phasa. Selanjutnya, sistem tiga phasa digunakan pada stator (armatur) generator karena lebih efektif dan ukurannya lebih kecil jika dibandingkan sistem satu atau dua phasa dengan daya yang sama. Sistem tiga phasa juga lebih ekonomis dan efisien.

10 Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal rotor 4 kutub Frekwensi generator tergantung pada jumlah kutub dan putaran (RPM). Bisa dirumuskan sebagai berikut: (Jumlah kutub). (RPM) F (Hz) = (2.7) 2 60 Jumlah dari kutub diberi pembagian dua karena membutuhkan dua kutub (utara dan selatan) untuk menghasilkan satu siklus. Sedangkan untuk putaran (RPM) diberi pembagian 60 untuk mendapatkan jumlah dari putaran per detik. 2.1.8 Paralel Generator Untuk melayani beban yang meningkat, ada kondisi dimana kita harus memparalel 2 atau lebih generator dengan maksud menambah kapasitas daya dan dibutuhkan untuk menjaga kontinuitas pelayanan apabila ada generator yang harus dimatikan misalnya untuk maintenance atau standby. Adapun syarat paralel generator adalah: Tegangan (GGL) sesaat harus sama. Frekwensi harus sama Urutan fasa harus sama Fasa harus sama

11 Gambar 2.10 Sinkronisasi manual R, S, dan T adalah urutan fasa tegangan jala jala. U, V, dan W adalah urutan fasa tegangan generator. Saat memparalelkan, lampu L1 mati sedangkan L2 dan L3 nyala sama terangnya, dan keadaan ini berlangsung agak lama. Posisi semua fasa sistem tegangan jala-jala berhimpit dengan semua fasa sistem tegangan generator. Gambar 2.11 Kondisi belum sinkron (kiri) dan telah sinkron (kanan) Ada kontroler yang digunakan pada aplikasi generator guna mencocokan kecepatan dan phasa tegangan sebelum memparalel dengan generator yang lain atau bus bar yang sedang online.

12 Gambar 2.12 Synchronizer 2.2 Faktor Daya Atau disebut juga cosinus sudut (cos α) adalah perbandingan antara daya aktif dengan daya semu. Adanya dan besarnya faktor daya pada sistem tegangan AC disebabkan oleh ada beban dan besarnya tergantung dari karakteristiknya. Gambar 2.13 Segitiga daya Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya faktor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor daya (pf) selalu lebih kecil atau sama dengan satu. Secara teori, jika seluruh beban daya memiliki pf = 1, maka daya maksimum yang ditransfer setara dengan kapasitas sistim pendistribusian. Jika faktor daya sangat rendah maka kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi tertekan. Jadi, daya reaktif (VAR) harus serendah mungkin untuk keluaran daya aktif (W) yang sama dalam rangka meminimalkan kebutuhan daya semu (VA). Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi. Pada sistem arus bolak-balik, daya listrik tidak sesederhana pada sistem arus searah. Pada arus bolak-balik terdapat tiga jenis daya, yaitu daya semu, daya aktif, dan daya reaktif.

13 2.4.1 Daya Semu (Apparent Power) Atau disebut juga daya total yaitu penjumlahan daya aktif dan daya reaktif. Jadi daya inilah yang dijadikan kapasitas daya maksimal suatu generator. S = V.I (VA) atau S = 2 2 P + Q (2.8) 2.4.2 Daya Aktif (Real Power) Adanya daya aktif (faktor P)disebabkan beban yang digunakan bersifat resistif seperti lampu pijar, rheostat, load bank, pemanas, motor induksi berbeban berat, dan trafo berbeban tinggi, dll. Beban resistif membuat phasa antara tegangan dan arus selalu sama (inphase) sehingga membuat pf = 1. Adapun perhitungan daya aktif sebagai berikut: 1 phasa P = V x I x cos α (W) dimana Z = R 3 phasa P = 3x V L-L x I L x cos α (W) Gambar 2.14 Karakteristik phasa dan vektor pada beban resitif murni 2.4.3 Daya Reaktif (Reactive Power) Pada dasarnya daya reaktif ini (faktor Q) disebabkan oleh 2 karakteristik beban yaitu beban induktif dan kapasitif. Adanya beban induktif membuat perbedaan phase antara tegangan dan arus dimana arus tertinggal terhadap tegangan atau disebut dengan pf lagging (positif pf). Sehingga membuat pf rendah (pf < 1), atau induktif murni ia memiliki pf = 0 maka hanya ada daya reaktif saja. Contoh beban induktif seperti motor induksi tanpa beban atau berbeban rendah, trafo berbeban rendah, ballast, dll.

14 Gambar 2.15 Karakteristik phasa dan vektor pada beban induktif murni Sedangkan adanya beban kapasitiftif juga membuat perbedaan phase antara tegangan dan arus dimana arus mendahului terhadap tegangan atau disebut dengan pf leading (negatif pf). Sehingga juga membuat pf rendah (pf < 1), atau kapasitif murni ia memiliki pf = 0 maka hanya ada daya reaktif saja. Contoh beban kapasitif seperti penghantar daya yang terlalu panjang, filter kapasitor, motor sinkron yang kelebihan eksitasi, dll. Adapun perhitungan daya reaktif sebagai berikut: 1 phasa Q = V x I x sin α (VAR) Dimana jika lagging Z = jxl 3 phasa Q = 3x V L-L x I L x sin α (VAR) leading Z = -jxc Gambar 2.16 Karakteristik phasa dan vektor pada beban kapasitif murni

15 2.3 Operasi Pembagian Beban 2.3.1 Sistem Isochronous Metode isochronous atau dengan istilah speed droop 0% digunakan untuk kecepatan tetap konstan pada prime mover di berbagai tingkat pembebanan baik aplikasi single operation, atau dua atau lebih prime mover yang dikontrol oleh load sharing control. Gambar 2.17 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan isochronous 2.3.2 Sistem Speed droop Metode droop digunakan untuk pengendali kecepatan sebagaimana fungsi pembebanan, artinya kecepatan prime mover berubah sesuai tingkat pembebanan. Baik dengan aplikasi single operation prime mover atau operasi paralel dua atau lebih prime mover. Gambar 2.18 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan speed droop (speed droop 4%)

16 2.3.3 Hubungan Antara Speed Droop dan Pembagian Beban Gambar 2.19 Pengaruh speed droop terhadap pembagian beban Terdapat dua buah unit pembangkit yang bekerja secara paralel dan melayani beban sebesar P, hanya saja untuk pembangkit 2, garis beban berarah ke kiri dan sumbu frekwensinya ada di kanan untuk memudahkan penggambaran bahwa beban P selau sama dengan jumlah daya yang dibangkitkan yakni P 1 ditambah P 2. Unit pembangkit 1 mempunyai speed droop S 1 sedangkan pembangkit 2 speed droop-nya S 2. Mula-mula masing-masing unit mempunyai beban P 1 dan P 2 sedangkan frekwensinya F 1 dan jumlah beban adalah P. Kemudian terjadi kenaikan beban menjadi P 1 sehingga beban masing-masing unit pembangkit menjadi P 1 1 1 dan P 2 dimana penjumlahan keduanya adalah P 1 dan frekwensinya turun menjadi F 2. Terlihat bahwa unit pembangkit 1 yang mempunyai speed droop S 1 lebih kecil daripada S 2 mengalami penambahan beban yang lebih besar daripada penambahan beban pada unit pembangkit 2 yang sebesar P 1 2 -P 2. Sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit sesungguhnya dapat dianalogikan dengan sebuah unit pembangkit besar yang memiliki speed droop tertentu.

17 2.4 Generator Set Adalah suatu mesin listrik yang merubah energi kimia pada bahan bakar ke bentuk energi listrik dan panas. Gabungan antara engine, generator, dan kontrolernya disebut juga generator set (genset). 2.4.1 Tenaga pada Engine Diesel Daya output shaft engine diesel dapat dinyatakan dengan persamaan: Dimana : P = S A I BMEP n k 2 (2.9) P S = Daya output engine / indicated horse power (IHP) = Jumlah silinder A = Luas lingkaran silinder (cm 2 ) I = Panjang langkah (m) BMEP = Tekanan rata-rata peledakan tiap silinder (kg/cm 2 ) n = Jumlah putaran per detik (RPS) 2 = Untuk 4 langkah, 1 untuk 2 langkah k = Konstanta = 1/75 = karena 1 HP = 75 kgm/s Dalam PLTD, putaran engine harus konstan agar frekwensi yang dikeluarkan generator selalu konstan 50Hz atau 60Hz sehingga untuk pengaturan daya output dari generator (dengan mengacu persamaan di atas), yang dapat diatur hanya nilai BMEP. Pengaturan nilai BMEP ini dilakukan dengan mengatur pemberian bahan bakar yang harus diikuti oleh pengaturan pemberian udara. Hal ini disebabkan bahan bakar memerlukan udara untuk pembakaran. Terlalu banyak atau sedikit udara untuk pembakaran menyebabkan pembakaran di dalam silinder menjadi tidak efisien. Masalahnya, karena genset putarannya konstan, jadi perubahan pemberian bahan bakar tidak dapat diikuti oleh pemberian udara secara seimbang. Sehingga nilai efisiensi maupun nilai BMEP tidak konstan sebagai fungsi beban. Oleh karena itu, unit PLTD sebaiknya dibebani konstan yang menghasilkan efisiensi maksimum, kira-kira beban 80%.

18 2.4.2 Konsep Tenaga Genset Gambar 2.20 Konversi energi kimia ke mekanis kemudian listrik Engine merubah campuran udara dan bahan bakar (energi kimia) ke dalam energi mekanik. Generator mengambil tenaga dari engine (Brake HP atau kw) dan merubahnya ke dalam energi listrik (Electrical kw). BHP adalah daya yang tertera pada nameplate engine. Tenaga engine (kw) selalu lebih besar antara 105% - 110% dibanding tenaga nyata generator (ekw). Gambar 2.21 Mesin generator set 2.4.3 Rating Genset Berdasarkan aplikasinya, genset dibagi dalam beberapa rating yakni: Emergency Standby Power Rating (ESP Rating) Diaplikasikan untuk beban yang lebih bervariasi. Load factor normalnya mencapai 70 %. Jumlah jam operasi per tahun selama 50 jam dan maksimum 200 jam. Aplikasi ini cocok dipergunakan untuk building service standby.

19 Standby Power Rating Diaplikasikan untuk beban yang lebih bervariasi. Load factor normalnya mencapai 70 %. Jumlah jam operasi per tahun selama 200 jam dan maksimum 500 jam. Aplikasi ini cocok dipergunakan sebagai standby power dan rental power. Prime Power Rating Diaplikasikan untuk beban yang bervariasi dengan load factor normal mencapai 70 % dalam jam yang tidak terbatas per tahun. Beban maksimum 100% dengan tambahan 10 % overload capability hanya boleh dioperasikan selama 1 jam dalam 12 jam operasi. Operasi overload tidak boleh lebih dari 25 jam per tahun. Aplikasi ini disarankan pada pembangkit listrik untuk industri, pompa, dan konstruksi. Continuous Power Rating Rating ini dapat memikul beban yang konstan atau sedikit variasi dengan load factor normal mencapai 70% - 100 % dalam jam yang tidak terbatas per tahun. Engine dengan rating ini dapat dibebani secara terus-menerus dengan 100 % beban (ekw). Aplikasi ini disarankan pada pembangkit listrik utama (utility power supply) 2.4.4 Rating Arus Generator mempunyai rating arus maksimal yang diizinkan yang mengalir di armatur tanpa menyebabkan kerusakan isolasi (overheating). Rating ini dapat dilihat pada nameplate generator. 2.5 Reverse power Generator Adalah suatu fenomena perubahan unjuk kerja dari generator menjadi motor. Jadi dalam kejadian ini, sebuah generator yang tadinya menghasilkan daya listrik, berubah menjadi menggunakan daya listrik. Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya antara generator dan motor memiliki konstruksi yang sama dan jika: Generator dihubungkan paralel atau bergabung dalam suatu jaringan dengan generator lain.

20 Torsi yang dihasilkan oleh penggerak mula (power mover, dalam hal ini misalkan turbin uap, turbin air, atau mesin diesel) lebih kecil dari torsi yang dibutuhkan untuk menjaga agar kecepatan rotornya berada pada kecepatan proporsionalnya (dengan referensi frekuensi sistem). Terjadi kehilangan torsi dari penggerak mulanya (dengan kata lain penggerak mulanya seperti turbin atau mesin diesel "Trip" atau mengalami kegagalan operasi) dan generator masih terhubung dengan jaringan. Karena masih ada kecepatan sisa pada rotornya, sedangkan disisi statornya ada tegangan dari jaringan, sehingga tegangan di stator menginduksi ke lilitan rotor yang berputar. Dampak reverse power adalah sebagai berikut: Pada diesel generator dapat terjadi ledakan pada ruang bakarnya karena adanya akumulasi bahan bakar yang tak terbakar sedangkan rotor terus berputar, Pada gas turbin juga akan merusak gear box-nya dan Pada hydroplant (turbin air) akan terjadi kavitasi. Pada suatu sistem pembangkitan yang terdiri dari dua atau lebih generator dan dioperasikan secara paralel maka setiap generator dilengkapi dengan peralatan proteksi berupa relay reverse power untuk mendeteksi dan membuka pemutus apabila ada reverse power (gangguan) yang mengalir dari satu generator ke generator lainnya yang mengalami gangguan pada penggerak mulanya. Gambar 2.22 Relay reverse power

21 Relay reverse power bekerja dengan mengukur komponen aktif arus beban, I x cos φ. Ketika generator menghasilkan daya listrik maka komponen arus beban I x cos φ bernilai positif, sedangkan dalam kondisi reverse power berubah menjadi bernilai negatif. Jika nilai negatif ini melampaui set point dari relay, maka reverse power relay akan bekerja secara interlock dengan membuka Circuit Breaker (CB). Inti dari semuanya, jika terjadi reverse power pada suatu unit pembangkit listrik maka terjadi kerusakan pada peralatan penggerak mulanya (power mover).

BAB 3 KARAKTERISTIK DAN OPERASI PEMBANGKITAN 3.1 Deskripsi Sistem Secara Umum Pada power plant-nya memiliki 3 unit genset yakni 2 unit engine diesel; Olympian GEH200 dan Caterpillar 3406E dan 1 unit engine gas yakni G3508 LE dengan Low and High Pressure. Diesel genset Olympian digunakan untuk aplikasi standby yang akan mem-back-up suplai ke beban jika terjadi pemadaman listrik oleh PLN dan terpasang dengan sistem terpisah oleh kedua genset yang lain. Jadi tidak adanya sistem paralel ataupun pembagian beban bagi genset tersebut. Berikut spesifikasi nameplatenya: Tabel 3.1 Spesifikasi name plate kedua genset No. Specification CAT 3406E CAT G3508 1. Fuel Diesel Natural Gas 2. Application Rating Prime Continous 3. SN Genset 8AZ00325 CPJ00324 4. SN Engine 1MZ00507 CTN00186 5. SN Generator 7ZL00384 4WN00655 6. Voltage 230 / 400 V 230 / 400 V 7. Current 656.8 A 866 A 8. Frequency 50 Hz 50 Hz 9. RPM 1500 RPM 1500 RPM 10. kva 455 kva 600 kva 11. kw 364 kw 480 kw 12. pf 0.8 0.8 13. Winding Star Series Star 14. Wire 12 6 15. Insulation Class H F 16. Excitation Voltage 47 V 28 V 17. Excitation Current 8.799 A 5.2 A 18. Max Temp Ambient 40 deg. 40 deg. 19. Max Height Altitude 152.4 m 1000 m 20. Enclosure IP22 N/A 22

23 Gambar 3.1 Skema paralel sistem Gambar 3.2 Diagram daya

24 Genset yang diteliti adalah 3406E dan G3508. Seluruh kapasitas daya pada genset diesel didistribusikan langsung ke main bus bar sedangkan pada genset gas sebagian kapasitas dayanya digunakan untuk mensuplai motor induksi untuk kipas radiator. Jadi kapasitas daya yang tersedia adalah selisihnya dan menjadikan beban minimum sebesar daya motor induksi tersebut. Untuk percobaannya, digunakanlah sebuah load bank resistive heater (isolated system). Desain panelnya dapat disinkron baik secara manual ataupun otomatis (autosynchrone). Keduanya tergolong engine elektronik yakni engine diesel memiliki governor elektronik berupa Electronic Control Module (ECM) atau Advanced Diesel Engine Management (ADEM) yang modulnya terpasang pada engine sedangkan pada engine gas memiliki governor elektronik eksternal berupa modul 2301A Load Sharing and Speed Control (LSSC). Fungsi ECM sebagai pusat kendali yang mengintegrasikan fungsi sistem governor, Air Fuel Ratio Control (AFRC), power curve mapping, monitor input sensing, dan output control. Jadi jika ada unit yang menggunakan ECM, pasti tidak adalagi modul untuk speed control karena fungsi speed control sudah ada di dalam ECM. Jadi hanya membutuhkan input desired engine speed dari electronic load sharing governor (LSM) yang dibutuhkan juga saat paralel. Fungsinya sebagai pembagi sejumlah beban yang diterima dengan prosentase tertentu saat genset diparalel. Kontrol ini juga bisa digunakan untuk membangkitkan sinyal isochronous atau speed droop. Beberapa konfigurasi dan setting point ada di dalam ECM yang bisa diprogram dengan menggunakan software CAT Electronic Technician (ET) melalui perangkat keras Communication Adapter. Gambar 3.3 Electronic Control Module II (ECM II)

25 2301A Load Sharing dan Speed Control (LSSC) mempunyai dua fungsi utama yaitu, mengontrol kecepatan engine secara presisi dan membagi beban di antara genset yang diparalel. Kontrol ini juga bisa digunakan untuk membangkitkan sinyal isochronous atau speed droop. 3.2 Sistem Pada Prime Mover Sistem pada engine gas sebagian kecil berbeda dengan sistem pada engine diesel. Hal yang paling beda adalah pada sistem bahan bakarnya, sistem pemasukkan udaranya, dan sistem penyalaannya sedangkan untuk sistem-sistem yang lainnya umumnya sama, seperti sistem pelumasan, pendinginan, dan kelistrikan. Pada ketiga hal tadi yang paling berhubungan langsung dengan tenaga yang dihasilkan oleh engine sebagai komponen pembentuk api. Namun yang kita teliti di sini adalah prosentase beban yang dipikul maksimal oleh masing-masing engine dan bahan bakar yang dikonsumsi. Penjabaran ketiga sistem tadi dan operasinya mari kita amati skema dan perbedaan sistem engine diesel dan gas berikut. Gambar 3.4 Sistem bahan bakar pada engine diesel 3406E

26 Solar dipompakan, ditakarkan dan dikompresikan kemudian diinjeksikan langsung di ruang bakar bersamaan dengan udara yang terkompresi pada saat beberapa derajat sebelum akhir langkah kompresi. Jadi jumlah bahan bakarlah yang diatur dan dikonsumsi untuk mengendalikan putaran dan tenaga engine tanpa diketahui berapa jumlah udara yang masuk. Pada sistem engine gas, ia mengkonsumsi pencampuran gas dan udara dalam mengendalikan putaran dan tenaga yang dikeluarkan. Artinya pencampuran gas dan udara tadi selalu diatur perbandingannya pada jumlah yang tepat dan konstan diberbagai tingkat pembebanan engine oleh komponen yang disebut gas pressure regulator. Jadi bertemunya gas dan udara terjadi di luar ruang bakar di dalam karburator. Komponen yang mengatur jumlah campuran gas udara yang akan dikonsumsi engine adalah elektronik governor (LSSC) dengan proporsional membuka atau menutup melalui throttle valve. Gambar 3.5 Air intake dan exhaust, fuel system, dan ignition system pada engine gas 3.3 Komposisi dan Kandungan Energi Kalor Gas Alam Pada engine gas, tenaga yang bisa dihasilkan sangat tergantung dari komposisi gas yang dikonsumsi. Jika engine tersebut dipindahkan ke daerah lain yang suplai gasnya berbeda maka akan berbeda pula tenaga yang bisa dihasilkan.

27 Perhitungannya bisa secara manual ataupun dengan menggunakan software Caterpillar Methane Number di bawah ini untuk memudahkan perhitungan. Beberapa tujuannya adalah mendapatkan estimasi besarnya pemanfaatan kemampuan engine untuk menghasilkan tenaga (relative power capability), Lower Heating Value (LHV) yang merupakan nilai kalor peledakan pencampuran gas di ruang bakar yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan gerak mekanis. Semakin tinggi nilai LHV maka semakin irit konsumsi bahan bakarnya. Gambar 3.6 Perhitungan Low Heat Value (LHV) dari komposisi gas 3.4 Prinsip Kerja Pembangkitan Tegangan Pada kedua genset yang diteliti ternyata memiliki tipe konstruksi generatornya berbeda. Ada yang disebut tipe permanent magnet dan residual magnetik. 3.4.1 Generator Tipe Permanent Magnet Pilot Exciter (PMPE) Generator jenis ini disebut juga triple generator cara kerjanya memanfaatkan pembangkitan awal dari permanent magnet yang berada pada rotor yang mana medannya akan menginduksikan PM Pilot Armature yang akan menghasilkan

28 tegangan AC 3 phasa sebagai sinyal ke voltage regulator bahwa generator telah diputar. Kemudian ia memberikan arus ke field exciter berupa tegangan DC untuk membuat magnet yang medannya diterima oleh exciter armature. Karena ia terinduksi maka akan menghasilkan tegangan AC 3 phasa yang akan disearahkan oleh Rotating Diode menjadi tegangan DC yang disalurkan ke Main Rotor melalui rongga di sepanjang inti shaft. Akibatnya, Main Field membuat inti magnet yang medannya menginduksikan Main Armature sehingga menghasilkan tegangan AC 3 phasa. Output tegangannya akan dirasakan oleh voltage regulator melalui Potentian Transformator (PT). Jika tegangan output-nya masih di bawah nilai set point nya maka ia akan menaikan arus DC menuju Field Exciter dan sebaliknya jika melebihi maka ia akan menurunkan arus. Outgoing to Load T1 T2 T3 T0 CAT Generator AC Automatic Voltage Regulator (AVR) 11 12 13 F1 F2 DC 5 6 22 24 20 PT CT Main Armature AC Rotating Diode Field Exciter Exciter Armature Bearing Main Field F A N Bearing Rotor Shaft Couple to Engine Permanent Magnet (PM) PM Pilot Armature AC Stator Stator AC DC F A N Stator Gambar 3.7 Konstruksi generator tipe PMPE pada genset G3508 3.4.2 Generator Tipe Self Excited (SE) Generator jenis ini disebut juga double generator cara kerjanya memanfaatkan pembangkitan awal dari magnet residual yang tersimpan pada inti Main Rotor yang akan menginduksikan Main Armature dan output tegangannya sebagai sinyal ke voltage regulator bahwa generator telah diputar. Kemudian cara

29 kerjanya sama seperti PMPE dalam membangkitkan tegangan dan fungsi voltage regulator sebagai peregulasi tegangan. Bedanya unit pembangkit jenis ini bisa hilang kemagnetan residualnya jika tidak dioperasikan dalam jangka waktu yang lama. Jika hilang maka harus di-flashing kemagnetannya. Oleh karena itu perlu secara berkala dioperasikan guna perawatan. Outgoing to Load T1 T2 T3 T0 Automatic Voltage Regulator (AVR) F1 F2 5 6 22 24 20 PT CT CAT Generator DC Main Armature AC Rear Rotating Diode Field Exciter Exciter Armature AC Bearing DC Main Field Rotor Shaft F A N Couple to Engine F A N Front Stator Stator Gambar 3.8 Konstruksi generator tipe SE pada genset diesel 3406 3.5 Pengendali Kecepatan Prime mover Kontroler mendapatkan input kecepatan aktual prime mover dari speed sensor (Magnetic Pick Up (MPU)) yang berada pada flywheel gear dengan sinyal input berupa frekwensi. Di dalam kontroler terdapat konverter yang mengkonversikan sinyal tegangan AC frekwensi menjadi tegangan DC analog dengan besarnya frekwensi yang diterima berbanding lurus dengan kecepatannya. Nilai input sinyal kecepatan dibandingkan dengan tegangan referensinya di sum point. Jika tegangan sinyal kecepatan lebih rendah atau lebih tinggi daripada tegangan referensi maka sinyal akan dikirimkan ke amplifier untuk menaikan ataupun menurunkan kecepatan. Aktuator merespon sinyal dari amplifier dengan

30 memposisikan kembali fuel rack atau throttle valve, merubahan kecepatan prime mover hingga tegangan sinyal kecepatan dan tegangan referensi bernilai sama. Gambar 3.9 Blok diagram kerja speed control 3.6 Sinkronisasi Generator Kontroler membandingkan kedua sinyal dan menentukan adanya perbedaan antara phasa generator (off-line) dan bus (on-line). Ketika ada perbedaan, kontroler mengirimkan sinyal perbaikan phasa untuk menaikan dan menurunkan kecepatan engine berdasarkan seberapa besar generator tersebut tertinggal atau mendahului terhadap bus. Penguat sinyal koreksi secara proporsional berbanding lurus terhadap nilai ketinggalan atau mendahului (perbedaan phasanya). Kontroler juga membandingkan tegangan generator yang off line dan tegangan pada bus bar yang on-line. Jika ada perbedaan, kontroler memberikan perintah ke voltage regulator untuk menaikan atau menurunkan tegangan output generator melalui kontak relay. Jika tidak ada 2 bagian yang dibandingkan maka synchronizer tidak akan pernah memerintahkan CB untuk menutup hubungan generator ke bus. Dia mendapat sensing tegangan dari Potential Transformer (PT).

31 Gambar 3.10 Blok diagram kerja synchronizer

BAB 4 PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Percobaan Hal yang akan dilakukan mengacu pada prosedur yang tepat dan direkomendasikan berdasarkan service manual, panduan instalasi dan operasi dari masing-masing kontroler, dan panduan pengoperasian dan perawatan (OMM) yang sesuai dengan produk gensetnya. Selain itu mengikuti regulasi standard safety yang ada di tempat area praktik ataupun rekomendasi khusus. 4.1.1 Diagram Rangkaian Sistem Gambar 4.1 Pemasangan alat ukur di genset diesel ataupun gas 32

33 4.1.2 Daftar Peralatan Dalam melakukan penelitian ini, peralatan yang diperlukan adalah: Tabel 4.1 Daftar peralatan No. Tools Quantity Unit Multimeter include: Voltmeter 1 Ohmmeter 1 pcs Frequency meter Insulation tester 2 Ampere meter / Clamp On 1 pcs 3 PC / Notebook 1 pcs 4 Electronic Technician Software 1 pcs 5 Methane Number Software 1 pcs 6 Communication Adapter 2 1 pcs 7 DDT - Service Connector Converter 1 pcs 8 Cabinet Screwdriver 1 pcs 9 Philips Screwdriver 1 pcs 10 Trim Screwdriver pcs 11 Combination Wrench Imperial 1/2 1 pcs 12 Combination Wrench Metrik 10 mm 1 pcs 13 Combination Wrench Metrik 13 mm 1 pcs 14 Combination Wrench Metrik 19 mm 1 pcs 15 Kabel NYAF 1.5 mm 2 2 m 16 Safety helmet 1 pcs 17 Safety glases 1 pcs 18 Safety shoes 1 pcs 19 Earmuf 1 pcs 20 Danger Tag 4 pcs 4.1.3 Pengujian Genset Pengujian terhadap seberapa besar beban yang dipikul oleh masing-masing genset yang optimal tidak hanya berpatokan kepada performa generatornya saja, tetapi melainkan juga performa mesin penggerak (engine)-nya. Harus dipahami bahwa kemampuan daya yang dihasilkan oleh generator sangat tergantung pada kemampuan seberapa besar tenaga yang dihasilkan oleh enginenya.

34 Untuk menguji seberapa besar performa yang dimiliki oleh masing-masing genset maka dilakukanlah tahapan pengujian yang disebut Technical analysis Level 2 (TA2). Pada TA2 tersebut akan dilakukan pengukuran parameter yang diperlukan pada kondisi genset berhenti dan bekerja dengan cara dibebani penuh masing-masing genset dan kemudian akan didapatkan data-data performa genset yang aktual dan akan dibandingkan dengan spesifikasi yang sesuai, apakah nilainya masih dalam toleransi atau tidak yang mana nantinya dapat menentukan efisiensi tiap unit genset. Data pada TA2 bisa digunakan untuk menentukan apakah sistem engine atau generator yang bermasalah dan juga digunakan sebagai alasan dasar genset di-overhoul atau perawatan. Tenaga yang dihasilkan oleh engine pun juga dipengaruhi oleh nilai kalor yang terkandung pada bahan bakar (solar ataupun gas). Hal ini perlu diukur agar bisa mengestimasi tenaga yang bisa dihasilkan oleh engine. Pengukuran yang dilakukan ada yang bersifat elektris dan mekanis. Untuk pengukuran listrik memanfaatkan metering pada Electronic Modular Control Panel (EMCP) yang terpasang pada masing-masing genset dan multimeter digital serta clamp ampermeter untuk pengukuran di luar EMCP. Peletakan masingmasing alat ukur listrik dijelaskan pada Gambar 4.1. Untuk pengukuran mekanis pada parameter engine memanfaatkan LCD monitoring engine dan software Caterpillar Electronic Technician (CAT ET) yang bisa memonitor parameter sensor-sensor dan mendiagnosis bagian engine dengan berkomunikasi ke ECM melalui hardware interface yang disebut Communication Adapter 2 (CA2). Namun parameter pembacaan sensor yang tampil pada menu ET pada genset gas tidak selengkap tampilan ET pada genset diesel. Beberapa tambahan lainnya ada pada monitor LCD gas engine. Jadi lebih efisien tanpa perlu memasang alat ukur mekanis di tiap-tiap bagian parameter engine. Hasil pembacaan parameter sensor dan diagnosisnya dapat disimpan berupa soft file report. Penyetelan speed droop yang dilakukan pada masing-masing governor engine harus disesuaikan dengan frekwensi sinkron pada sistem oleh genset yang beroperasi paralel. Artinya menentukan besarnya speed droop tidaklah sembarangan dan sesuai dengan unjuk kerja dari governor setiap engine. Untuk mengetahui performa governor, dilakukanlah pengujian TA2 dan kemudian

35 menerapkan speed droop padanya serta menentukan besarnya dengan metode try and error. Agar percobaan tersebut aman tanpa kerusakan sistem secara keseluruhan, beban sistem saat awal kali sinkron maksimal sebesar 120kW. Hal tersebut dikarenakan urutan pengoperasian genset diesel yang terlebih dahulu dibebani kemudian genset gas disinkronkan dan paralelkan ke sistem. Nilai tersebut berdasarkan besarnya BMEP diesel 3406E yang berpengaruh terhadap kemampuan genset dalam menahan block loading seandainya terjadi kegagalan lepas sinkron dan beban dialihkan balik ke genset diesel. Bila melebihi nilai tersebut dan berkali-kali terjadi maka dapat menimbulkan kerusakan pada enginenya terutama pada komponen yang memikul beban secara langsung. Pastikan juga sistem tidak mengalami reverse power. Oleh karena itu, segera atur besarnya penguatan medan generator hingga cos α mendekati sama di kedua genset. 4.1.4 Langkah Percobaan 4.1.4.1 Pengujian Technical analysis 2 1. Gunakan peralatan safety (APD) sebelum melakukan percobaan. 2. Siapkan peralatan praktikum yang akan digunakan dan catat pada formulirnya. 3. Yakinkan kedua genset tidak dalam kondisi perawatan dan pisahkan keduanya dari sistem dan kemudian pasanglah danger tag. 4. Cek dan foto kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection) termasuk spesifikasinya dan yakinkan ada oli, coolant, solar atau gas pada level atau nilai yang aman, kabel koneksi, dan catat parameter-parameter yang ada baik di EMCP ataupun posisi potensio di kontroler. 5. Jalankan kedua genset selama ± 8 menit secara single operation dan catat semua parameter yang ada. Untuk genset G3508, pastikan motor radiator dijalankan. 6. Koneksikan ET kemudian simpan konfigurasi dan error code yang muncul dan biarkan ET tetap terpasang. Kemudian matikan genset. 7. Lepaslah kabel negatif baterai dan isolasikan dan kemudian buka penutup (enclosure) generator agar bisa mengakses terminal koneksi kumparan stator