Hubungan Antara Kebiasaan Makan Dan Status Ekonomi Dengan Kejadian Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Remaja Putri Usia 15-18 Tahun Di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Nur Afika*) Auly Tarmali**) Sigit Ambar Widyawati**) *) Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Abstract Research porposes know the correlation between eating and economic status with chronic energy deficiency incidence on female teenegers aged 15-18 years old at Sidomukti Village BandunganSubdistrid Semarang Regency. Namely 497 people with samples as many as 60 respondents taken in quota sampling. Design used analytic with cross sectional approach. Instrument data collection used a questionnaire and LILA ribbon was analyzed with chi-square test (α= 0.05). the research do not the correlation between eating and economic status with chronic energy deficiency incidence on female teenegers aged 15-18 years old at Sidomukti Village BandunganSubdistrid Semarang Regency Keywords :eating habit, economic status, chronic energy deficiency incidence Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan status ekonomi dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan. Populasi dalam penelitian ini sebesar 487 dengan sampel 60 responden dengan teknik sampling quota sampling. Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan pita LILA, dianalisis dengan uji chi-square (α= 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dan status ekonomi dengan kejadian kekurangan energi kronis (KEK) pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kata kunci : kebiasaan makan, status ekonomi, kekurangan energi kronis Pendahuluan Kelompok rawan gizi merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah gizi kurang. Kelompok rawan gizi tersebut meliputi: ibu hamil,ibu menyusui,balita,dan Wanita Usia Subur (WUS). Oleh karena itu, kelompok rawan gizi ini harus menjadi perhatian utama agar terhindar dari permasalah gizi. Remaja putri termasuk kedalam kelompok rawan gizi kategori WUS,karena pada fase remaja terjadi berbagai macam perubahanperubahan fisik dan kematangan seksual yang jika tidak diperhatikan kebutuhan gizinya akan berdampak pada arah gizi salah, sehingga akan mempengaruhi tumbuh kembang pada remaja putri dan selanjutnya pada saat ia hamil kelak. Permasalahan gizi pada remaja umumnya muncul dikarenakan
perilaku kebiasaan makan remaja yang tidak seimbang antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Masalah gizi yang dapat terjadi meliputi: kelebihan berat badan, anemia dan Kurang Energi Kronis (KEK). Berdasarkan laporan Riskesdas (2013) prevalensi risiko KEK wanita usia subur (15-49 tahun) secara angka nasional sebesar 24,2%. Prevelesi risiko KEK terendah Pulau Bali (10,1%) dan tertinggi Nusa Tenggara Timur (45,5%). Sebanyak 13 Provinsi dengan risiko KEK diatas angka nasional yaitu: Maluku Utara, Papua Barat, Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimatan Selatan, Maluku, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, Nusa Tenggara Timur. Sedangkan pada wanita usia subur kelompok tidak hamil umur 15-19 tahun prevalensinya naik sebesar 15,7%. Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan banyak keluarga tidak lagi mampu memperoleh makanan yang layak, karena harga yang melambung tinggi dan jumlah pendapatan yang menurun. Sebagian besar masyarakat yang kurang gizi disebabkan oleh ketidakadanya ketersediaan pangan pada skala rumah tangga terutama pada masyarakat miskin. Pada masyarakat yang kondisi ekonominya rendah (pendapatan di bawah UMR) akan mempengaruhi pemilihan jenis makanan dan jumlah makanan yang dikonsumsi juga (Timmerck,2005). Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analitik dengan desain cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti sebanyak 497 orang dengan sampel 60 orang dengan kriteria inklusi dan kriterian eksklusi. Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner pedoman wawancara. Dan untuk kejadian KEK menggunakan pita LILA dengan hasil ukur <=23,5 cm dikatakan KEK dan > 23,5 cm dikatakan tidak KEK. Penelitian ini dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil Tabel 1 distribusi frekuensi kebiasaan sarapan pagi remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Sarapan pagi 19 31,7 pernah Kadang kadang Sering 27 14 45,0 23,3 yang mempunyai kebiasaan sarapan pagi tidak pernah sebesar 19 responden (31,7%), sedangkan responden yang kadang-kadang sarapan pagi sebesar 27 responden (45,0%) dan yang sering sarapan pagi sebesar 14 responden (23,3%)
Tabel 2 distribusi frekuensi kebiasaan makan dirumah remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Makan dirumah 15 25,0 pernah Kadang kadang Sering 32 13 53,3 21,7 yang mempunyai kebiasaan makan dirumah kadang-kadang sebesar 32 responden (53,3%) lebih banyak dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan sering sebesar 13 responden (21,7%) Tabel 3 distribusi frekuensi kebiasaan ngemil remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Ngemil /makanan ringan Sering 32 53,3 Kadang kadang pernah 25 3 41,7 5,0 yang mempunyai kebiasaan ngemil kadang-kadang sebesar 25 responden (41,7%), sering 32 responden (53,3%) dan yang mempunyai kebiasaan tidak pernah ngemil sebesar 3 responden (5,0%) Tabel 4 distribusi frekuensi kebiasaan makan instan remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Makanan instan Sering 26 43,3 Kadang kadang pernah 31 3 51,7 5,0 responden diidapatkan responden yang mempunyai kebiasaan makan makanan instan/siap saji kadangkadang sebesar 31 responden (43,3%) lebih besar dibanding dengan yang mempunyai kebiasaan tidak pernah ngemil sebesar 3 responden (5,0%) Tabel 5 distribusi frekuensi makan remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Frekuensi makan 1kali 4 6,7 2kali 3kali 34 22 56,7 36,7 yang mempunyai frekuensi makan 2kali sebesar 34 responden (56,7%), frekuensi 3kali sebesar 22 responden (36,7%) dan yang mempunyai frekuensi makan 1kali sebesar 4 responden (6,7%)
Tabel 6 distribusi status ekonomi remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Status Ekonomi Kurang 25 41,7 Cukup 35 58,3 dengan ekonomi kurang sebesar 25 responden (41,7%) dan dengan ekonomi cukup sebesar 35 responden (58,3%). Tabel 7 distribusi kejadian KEK remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kejadian KEK KEK 23 38,3 37 61,7 KEK yang mengalami KEK yaitu sebesar 23 responden (38,3%) dan yang tidak KEK sebesar 37 responden (61,7%) Tabel 4.8.Hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Tabel 4.9.Hubungan kebiasaan makan dirumah dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Sarapan pagi KEK KEK Total p-value pernah 10 52,6 9 47,4 19 100,0 Kadangkadang 0,157 10 37,0 17 63,0 27 100,0 Sering 3 21,4 11 78,6 14 100,0 Berdasarkan dari tabel diatas KEK dengan kebiasaan tidak didapatkan persentase responden pernah sebesar (40,4%). Hasil lebih tinggi yang memiliki kebiasaan analisis uji chi-square didapatkan sering sarapan pagi yang tidak nilai p=0,157 artinya bahwa tidak mengalami KEK sebesar (78,6%) ada hubungan antara kebiasaan dibanding dengan yang mengalami sarapan pagi dengan kejadian KEK Makan KEK KEK Total dirumah pernah 7 46,7 8 53,3 15 100,0 Kadangkadang 12 37,5 20 62,5 32 100,0 Sering 4 30,8 9 69,2 13 100,0 p-value 0,544
Berdasarkan tabel diatas didapatkan persentase responden lebih tinggi yang memiliki kebiasaan tidak pernah makan dirumah yang mengalami KEK sebesar (46,7%) responden dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan sering makan dirumah yang mengalami KEK sebesar (30,8%). Sedangkan persentase yang tidak mengalami KEK lebih tinggi yang mempunyai kebiasaan sering makan dirumah sebesar (69,2%)Dari hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai p=0,544, maka Ho diterima, artinya bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dirumah dengan kejadian KEK Tabel 4.10.Hubungan kebiasaan ngemil dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Ngemil KEK KEK Total Sering 10 31,2 22 68,8 32 100,0 Kadang-kadang 12 48,0 13 52,0 25 100,0 pernah 1 33,3 2 66,7 3 100,0 Berdasarkan tabel diatas didapatkan persentase responden lebih tinggi kebiasaan kadangkadang ngemil yang mengalami KEK sebesar (48,0%) dan dibanding dengan yang mempunyai kebiasaan sering sebesar (31,2%) responden. Sedangkan persentase yang tidak mengalami KEK lebih tinggi responden mempunyai kebiasaan p-value 0,1000 sering ngemil/makanan ringan sebesar (68,8%) dibandingkan dengan yang kadang-kadang ngemil sebesar (52,0%). Dari hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai p=0,1000, maka Ho diterima, artinya bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan ngemil dengan kejadian KEK Tabel 4.11.Hubungan kebiasaan makan instan dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Makan instan KEK KEK Total Sering 8 30,8 18 69,2 26 100,0 Kadangkadang 13 41,9 18 58,1 31 100,0 pernah 2 66,7 1 33,3 3 100,0 p-value 0,552
Berdasarkan tabel diatas didapatkan persentase responden mengalami KEK lebih tinggi responden mempunyai kebiasaan tidak pernah makan instan sebesar (66,7%) responden dibanding dengan yang sering makan instan sebesar (30,8%).Sedangkan yang tidak mengalami KEK lebih tinggi responden mempunyai kebiasaan sering makan instan sebesar (69,2%) dibandingkan dengan yang tidak pernah makan instan sebesar (33,3%). Hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai p=0,552, maka Ho diterima, artinya bahwa tidak ada hubungan antara makan makanan instan/siap saji dengan kejadian KEK Tabel 4.12.Hubungan frekuensi makan dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Frekuensi KEK KEK Total p-value makan 1kali 1 25,0 3 75,9 4 100,0 2kali 12 35,3 22 64,7 34 100,0 0,1000 3kali 10 45,5 12 54,5 22 100,0 dengan yang memiliki frekuensi Berdasarkan tabel diatas didapatkan makan 3 kali sebesar (54,5%). Hasil persentase responden mengalami analisis uji chi-square didapatkan KEK lebih tinggi responden nilai p=0,1000, maka Ho diterima, memiliki frekuensi makan 3kali artinya bahwa tidak ada hubungan sebesar (45,5%) dibandingkan antara frekuensi makan dengan dengan responden yang memiliki kejadian KEK frekuensi makan 1 kali sebesar (25,0%). Sedangkan yang tidak mengalami KEK lebih tinggi responden memiliki frekuensi makan 1kali sebesar (75,0%) dibandingkan Tabel 4.13.Hubungan status ekonomi dengan kejadian KEK pada remaja putri usia 15-18 tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Status ekonomi KEK KEK Total Kurang 11 44,0 14 56,0 25 100,0 Cukup 12 34,3 23 65,7 35 100,0 p-value 0,622 Berdasarkan tabel diatas didapatkan persentase bahwa responden yang mengalami KEK dengan status ekonomi kurang (44,0%) lebih besar
dibanding dengan status ekonomi cukup (34,3%). Sedangkan persentase yang tidak mengalami KEK dengan status ekonomi kurang (56.0%) lebih sedikit dibanding dengan status ekonomi cukup (65,7%). Hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai p = 0,622, maka Ho diterima yang artinya bahwa tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan kejadian KEK. Pembahasan Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa untuk variabel kebiasaan makan yang meliputi : kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan makan dirumah, kebiasaan ngemil, kebiasaan makan instan, didapatkan bahwa kebanyakan responden memiliki kebiasaan kadang-kadang mereka melakukan kebiasaan makan tersebut dibanding dengan yang memiliki kebiasaan sering dan tidak pernah, sedangkan untuk frekuensi makan didapatkan paling banyak memiliki kebiasaan makan sehari 2 kali dibanding dengan yang 1 kali dan 3 kali. Untuk status ekonomi sendiri didapatkan lebih banyak responden dengan ekonomi cukup dibanding dengan ekonomi kuarang. Begitu pula dengan kejadian KEK lebih banyak responden yang tidak mengalami KEK dibanding dengan yang mengalami KEK. Hubungan kebiasaan makan dengan kejadian KEK. Untuk kebiasaan makan meliputi: kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan makan dirumah, keiasaan ngemil, kebiasaan makan instan, dan frekuensi makan, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan kejadian KEK. Hal ini disebabkan karena dimasyarakat sana mereka tidak terbiasa atau tidak memiliki budaya sarapan pagi karena alasan tidak ada waktu untuk masak makanan sarapan pagi, kebanyakan remaja disana masih mempunyai kebiasaan makan diluar rumah dibandingkan dengan makan dirumah karena pengaruh ajakan dari teman sebaya maupun lingkungan disana.sebagian dari remaja disana sudah ada yang membatasi atau memperhatikan pola cemilan mereka adapula yang sembarangan ngemil, untuk makanan instan sendiri mereka masih banyak yang suka makan makanan instan berupa mie instan sedangkan frekuensi makan mereka tidak terlalu diperhatikan, tetapi juga ada yang memperhatikan frekuensi makan karena takut gemuk. Hal ini menunjukkan bahwa sesering apapun atau tidak pernah sarapan pagi, makan dirumah, ngemil, makan instan, seberapa frekuensi makan maka tidak akan berpengaruh ke kejadian KEK itu sendiri. Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktifitas remaja sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja. Remaja mulai dapat membeli makanan dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih suka makanan yang serba instan dan berasal dari luar rumah (Suhardjo,1989) Hubungan status ekonomi dengan kejadian KEK
Didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan kejadian KEK. Hal ini dikarena ditempat penelitian sendiri masih banyak remaja yang terpengaruh dengan budaya dan perilaku diet yang ada dilingkungan masyarakat sekitar, maka dari itu meskipun tingkat ekonominya cukup maupun kurang maka tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian KEK. Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan mereka untuk makanan sedangkan semakin banyak uang maka semakin baik makanan yang diperoleh, karena sebagian besar pendapatan akan digunakan untuk membeli bahan makanan yang diinginkan. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Keluarga yang tergolong mampu menpunyai persediaan pangan yang mencukupi,bahkan berlebih untuk sepanjang tahun (Berg,1996) Kesimpulan 1. Status ekonomi di Desa Sidomukti lebih banyak yang ekonomi cukup sebesar 35 (58,3%) responden dan ekonomi kurang sebesar 25 (41,7%) responden. 2. di Desa Sidomukti yang mengalami KEK sebesar 23 (38,3%) dan yang tidak KEK 37 (61,7%). 3. Nilai p>α, p=0,622 maka tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan kejadian KEK 4. Nilai p>α, p=0,157 maka tidak ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan kekjadian KEK. 5. Nilai p>α, p=0,544 maka tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dirumah dengan kekjadian KEK 6. Nilai p>α, p=0,1000 maka tidak ada hubungan antara kebiasaan ngemil dengan kekjadian KEK. Nilai p>α, p=0,552 maka tidak ada hubungan antara kebiasaan makan instan dengan kekjadian KEK. 7. Nilai p>α, p=0,1000 maka tidak ada hubungan antara frekuensi makan dengan kekjadian KEK Saran 1. Untuk remaja yang mengalami KEK diharapakan untuk memperhatikan tentang asupan makan.dan meningkatkan pengetahuan mengenai masalah gizi. 2. Untuk instansi kesehatan diharapkan perlu melakukan penyuluhan dan edukasi mengenai masalah gizi. Khususnya bagi remaja putri dan wanita usia subur Daftar pustaka 1. Berg.1995. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Wanita Usia Subur. Jakarta: (Http:// www.gizi.net/berita/newsid 1019016106.75781) 2. Soekirman.2000. Gizi Keluarga. Jakarta: Penebar Swadaya 3. Suharjdo.1989. Sosio Budaya Gizi. IPB Bogor 4. Riset Dasar Kesehatan (RIKESDAS) Kabupaten Semarang tahun 2007