PERATURAW MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 005 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN SURVEI PENDAHULLJAN PANAS BUM1

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Panas Bumi. Survei. Penugasan. Pedoman.

DEPARTEMEN ENERGI BAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERl ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK BUM1 PADA SUMUR TUA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017

Latar Belakang KEMENTERIAN ESDM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Panas Bumi. Kegiatan Usaha. Penyelenggaraan. Pedoman.

MENTERI ENEREI BAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLlK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 28 TAHUN 2012

2 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (L

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217, Tambaha

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.

MENTERI ENEWGl DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLlK INDONESIA

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA NOMOR :... TENTANG DIVESTASI SAHAM

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 040 TAHUN 2006 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NoMoR : 1790 K/33/MEM/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: I. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3317);

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MECVTEWl ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL WEPldfSLlM lndonesla

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Evaluasi. Penerbitan. Izin Usaha Pertambangan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERT ENERGI DAN SUMBER DAYA UINERAL REPUBLIK INDONESIA

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA,

MENTERT ENERGI DAN SUMBER DAYA UINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA JII.ZINI%..AL REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

2016, No Mineral tentang Standardisasi Kompetensi Kerja di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Ta

MENTERl ENERG! DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERl ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30TAHUN2017

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 001 TAHUN 2006 TENTANG

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang K

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

MENTERI ENERG1 DAN SUMBER DAYA MINERAL WEPUBLlK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Permohonan Izin. Pemanfaatan Tenaga Listrik. Telekomunikasi. Tata Cara. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

2017, No perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil minyak dan gas bumi antara satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemba

BERITA NEGARA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 3 - MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN PULAU JAWA DAN BALI.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REP UBli KI NDONES IA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

nl[eeiwri ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

BUPATI BANDUNG BARAT

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTEW ENERGI DAM SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLlK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No c. bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Keuangan di Badan Koordinasi Penanaman Modal, perlu

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PPM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEMATIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142/PMK.02/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPNAKERTRANS. Badan Usaha. Transmigrasi. Pelaksanaan. Peran Serta. Perubahan.

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

Transkripsi:

MEMTERI ENERGl DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK lndonesla PERATURAW MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 005 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN SURVEI PENDAHULLJAN PANAS BUM1 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, perlu menetapkan Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4327); 2. Keputusan Presiden Nomor 187lM Tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 31lP Tahun 2007 tanggal 7 Mei 2007; 3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PEDOMAN PENUGASAN SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI. BAB l KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika dan geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya Panas Bumi serta wilayah kerja. 2. Wilayah Kerja Pertambanyan Panas Bumi, selanjutnya disebut Wilayah Kerja, adalah wilayah yang ditetapkan dalam lzin Usaha Pertambangan Panas Bumi.

3. Wilayah Terbuka adalah bagian Wilayah Hukum Pertambangan Panas Bumi Indonesia yang belum ditetapkan sebagai Wilayah Kerja. 4. Penugasan Survei Pendahuluan adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan Survei Pendahuluan yang diberikan oleh Menteri. 5. Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan adalah wilayah potensi panas bumi yang dimohon Badan Usaha daniatau ditunjuk oleh Menteri dalam rangka melaksanakan kegiatan Survei Pendahuluan. 6. Badan Usaha adalah Pihak Lain yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk melakukan Penugasan Survei Pendahuluan pada suatu wilayah tertentu. 7. Sistem lnformasi Wilayah Kerja, selanjutnya disebut SIWK, adalah suatu sistem database Wilayah Kerja yang memuat informasi seluruh Wilayah Kerja, wilayah kerja yang dikembalikan atau wilayah kerja yang berakhir lzin atau kontrak kerja samanya. 8. Peta Wilayah Survei Pendahuluan adalah peta yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi berupa Lembar Peta sesuai dengan peta distribusi potensi panas bumi pada Wilayah Terbuka. 9. Penawaran Kegiatan Survei Pendahuluan adalah pemberitahuan kepada Badan Usaha yang berminat untuk melakukan kegiatan Survei Pendahuluan. 10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha pertambangan panas bumi. 11. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha pertambangan panas bumi. BAB II TATA CARA PERMOHONAN PENUGASANSURVEIPENDAHULUAN (1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja, Menteri dapat menugasi Badan Usaha untuk melakukan Survei Pendahuluan. (2) Gubernur, BupatiNValikota atau Badan Usaha dapat mengusulkan kepada Menteri suatu wilayah tertentu untuk dilakukan Penugasan Survei Pendahuluan. (3) Pelaksanaan kegiatan Survei Pendahuluan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan ayat (Z), dilaksanakan atas biaya dan resiko sendiri. (4) Pelaksanaaan Penugasan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan ayat (2) dilakukan melalui penawaran.

- 3 - I (5) Kegiatan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada Wilayah Terbuka. I (1) Pelaksanaan penawaran Wilayah Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, dengan cara: a. gengumuman wilayah Survei Pendahuluan melalui media cetak, media elektronik, dan media lainnya; atau b. promosi wilayah Survei Pendahuluan dalam berbagai forum baik nasional maupun internasional. (2) Wilayah Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan dalam SIWK. (1) Badan Usaha yang dapat melakukan Survei Pendahuluan terdiri dari Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, atau Swasta. (2) Badan Usaha yang berminat melakukan Survei Pendahuluan haws mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan Peta Wilayah Survei Pendahuluan. (3) Badan Usaha yang telah mendapatkan Peta Wilayah Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja wajib mengajukan permohonan penugasan Survei Pendahuluan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Gubernur dan BupatiIWalikota. (4) Badan Usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) wajib melampirkan Peta Wilayah Survei Pendahuluan, persyaratan administratif, teknis, dan keuangan. (5) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi : identitas pemohonlakte pendirian perusahaan, profil perusahaan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak. (6) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi : rencana kegiatan selama Survei Pendahuluan, mempunyai kemampuan teknis operasional dengan menunjukkan pengaiaman di bidar~g Panas Bumi atau mempunyai tenaga ahli di bidang Panas Bumi. 7) Persyaratan keuar~gan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi : rencana kerja dan anggaran biaya, dan bukti penempatan dana di bank yang digunakan untuk Survei Pendahuluan selama jangka waktu penugasan Survei Pendahuluan dalam bentuk cadangan akuntansi (accounting reserve), garansi bank (bank guarantee) atau deposito.

(1) Peta Wilayah Survei Pendahuluan sebagaitnana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) menjadi dasar dalam pemrosesan penerbitan Penugasan Survei Pendahuluan. Pemrosesan permohonan Penugasan Survei Pendahuluan menerapkan sistem permohonan pertama yang telah mendapatkan Peta Wilayah Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan keuangan mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan Penugasan Survei Pendahuluan (first come first served). BAB Ill PENETAPAN PENUGASAN SURVEI PENDAHULUAN (1) Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak dikeluarkannya Peta Wilayah Survei Pendahuluan, Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) tidak mengajukan permohonan kepada Menteri atail mengajukan permohonan dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7), maka wilayah tersebut dinyatakan sebagai Wilayah Terbuka dan ditawarkan kepada Badan Usaha pemohon berikutnya yang metnenuhi persyaratan. (2) Direktur Jenderal memberikan penilaian atas permohonan yang diajukan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat (3) dan ayat (4), paling lama dalam jangka waktu '15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. (3) Apabila hasil penilaian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal mengusulkan kepada Menteri untuk niemberikan persetujuan Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha. (4) Apabila hasil penilaian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal memberikan penolakan Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha. Bagan Alir Permohonan Penugasan Survei Pendahuluan tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

BAB IV PELAKSANAAN SURVEI PENDAHULUAN Pasal 8 (1) Dalam ha1 Menteri memberikan persetujuan Penugasan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Badan Usaha yang mendapat Penugasan Survei Pendahuluan wajib melaksanakan Survei Pendahuluan berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. (2) Penugasan Suwei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) paling sedikit memuat : a. Nama Badan Usaha; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Penanggung Jawab; d. Alamat; e. Jangka waktu Penugasan Survei Pendahuluan; f. Peta Wilayah Survei Pendahuluan; dan g. Hak dan kewajiban 8adan Usaha. (3) Penugasan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang satu kali. (4) Permohonan perpanjangan Penugasan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diajukan paling lambat 1 (satu) blalan sebelum jangka waktu Penugasan Survei Pendahuluan berakhir. Pasal 9 Badan Usaha yang melakukan Penugasan Survei Pendahuluan wajib: a. menyimpan dan mengamankan data hasil Survei Pendahuluan sampai dengan berakhirnya penugasan; dan b. merahasiakan data yang diperoleh dan menyerahkan seluruh data kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi setelah berakhirnya penugasan. Pasal 10 (1) Pelaksanaan penyerahan hasil kegiatan survei pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dituangkan dalam suatu Berita Acara yang ditandatangani oleh Badan Usaha dan Direktorat Jenderal. (2) Hasil kegiatan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 digunakan sebagai pertimbangan dalam perencanaan penetapan Wilayah Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11 Direktur Jenderal menyerahkan hasil kegiatan Survei Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (I) dalam bentuk data fisik dan digital kepada Pusat Data dan lnformasi Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasal 12 Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Penugasan Survei Pendahuluan. BAB V SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 13 Penugasan Survei Pendahuluan dapat dicabut oleh Menteri apabila Badan Usaha yang mendapat Penugasan Survei Pendahuluan: a. melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam Penugasan Survei Pendahuluan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau b. tidak menaati petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal sebayaimana dimaksud dalam Pasal8 ayat (1). Pasal 14 Sebelum Menteri melakukan pencabutan Penugasan Survei Pendahuluan, Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan teguran tertulis terlebih dahulu kepada Badan Usaha yang rnelanggar ketentuan atau tidak menaati petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dan huruf b. Pasal 15 Segala kerugian yang timbul sebagai akibat dicabutnya Penugasan Survei Pendahuluan, menjadi beban Badan Usaha yang bersangkutan. BAB VI KETENTUAN LAIN-LA1 N Pasal 16 (1) Badan Usaha yang mendapat Penugasan Survei Pendahuluan tidak secara langsung mendapatkan Wilayah Kerja. (2) Dalam ha1 Badan Usaha yang rnendapatkan Penugasan Survei Pendahuluan berminat untuk mengikuti pelelangan wilayah kerja, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penawaran pelelangan Wilayah Kerja.

BAB VII KETENTUANPENUTUP Pasal 17 Peraturan Menteri ini rnuiai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Jul i 2007 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINEFWL NOMOR : 005 TAHUN 2087 TANGGAL : 12 Juli 2007 BAGAN ALlR PERMOHONAN PENUGASAN SURVEI PENDAHULUAN Keterangan : 1. Badan Usaha yang telah mendapatkan Peta Wilayah Survei Pendahuluan wajib mengajukan Permohonan Penugasan Survei Pendahuluan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal daiam jangka waktu 5 (lima) hari kerja dengan melengkapi persyaratan administratif, teknis dan keuangan. 2. Direktur Jenderal memberikan penilaian dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja dan menyampaikan hasil penilaian kepada Menteri. 3. Menteri memberikan Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha. 4. Apabila hasil penilaian tidak memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal memberikan penolakan Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,