TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat komplek dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya menurut Sudikno Mertokusumo yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

JAMINAN. Oleh : C

ANALISIS YURIDIS GUGATAN REKONVENSI YANG INGKAR MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (GUGATAN DIKABULKAN) Oleh : Bandaharo Saifuddin 1.

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

KEKUATAN MENGIKATNYA PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

TINJAUAN YURIDIS TENTANG IKUT SERTANYA PIHAK KETIGA ATAS INISIATIF SENDIRI DENGAN MEMBELA TERGUGAT (VOEGING) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

bertempat tinggal di.., Kabupaten Pinrang, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

PERANAN HAKIM DAN PARA PIHAK DALAM USAHA UNTUK MEMPERCEPAT PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

PEMBEBANAN SUMPAH PEMUTUS (DECISSOIR) DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Perkara Perdata Putusan No. 100/PN.Dps/Pdt/1978.)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN PIHAK LAKI-LAKI (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Klaten) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

EFFEKTIFITAS ALAT BUKTI PEMERIKSAAN SETEMPAT PADA SIDANG PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GRESIK

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Suatu individu ataupun masyarakat tidak akan tumbuh menjadi

RINGKASAN Bagi umat Islam yang mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian warisan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah swt.

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBUAH FOTOKOPI ALAT BUKTI TERTULIS

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

SKRIPSI PENGINGKARAN PUTUSAN PERDAMAIAN OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

Transkripsi:

1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: TAUFIQ VERRY WIBOWO C.100.100.106 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

2

3

4 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA TAUFIQ VERRY WIBOWO NIM : C.100.100.106 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 Taufiq.verry@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan mengikatnya pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan atas pemeriksaan setempat dalam perkara pembagian warisan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa kekuatan mengikatnya pembuktian pemeriksaan setempat serta pertimbangan Majelis Hakim dalam mengambil suatu putusanharus didukung dengan alat bukti lain yang berupa bukti surat dan keterangan saksi-saksi dengan mencocokan bukti tertulis dan saksi-saksi yang mendukung. Kata Kunci : Kekuatan Pembuktian, Pemeriksaan Setempat ABSTRACT This study was conducted to determine the strength of evidence tying local examination as one of the supporting evidence in a civil case and to know consideration of evidence and the judge in determining the verdict on-site inspection in the case of inheritance. Based on the results of research and discussion shows that the strength of evidence tying local examination as well as the consideration of the judges in taking a decision must be supported by other evidence that in the form of documentary evidence and testimony of witnesses with matching written evidence and witnesses that support. Keywords: Strength of Evidence, Local Examination iv

PENDAHULUAN Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang amat penting dan sangat komplek dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya makin rumit, karena pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekontruksi kejadian atau peristiwa masa lalu (past event) sebagai suatu kebenaran (truth). Meskipun kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam proses peradilan perdata, bukan kebenaran yang bersifat absolut (ultimate absoluth), tetapi bersifat kebenaran relatif atau bahkan cukup bersifat kemungkinan (probable), namun untuk mencari kebenaran yang demikian tetap menghadapi kesulitan. 1 Menurut Suyling membuktikan tidak hanya memberikan kepastian pada hakim tapi juga berarti membuktikan terjadinya suatu peristiwa, yang tidak tergantung pada tindakan para pihak (seperti pada persangkaan) dan tidak tergantung pada keyakinan hakim (seperti pada pengakuan dan sumpah). 2 Pada dasarnya membuktikan adalah suatu proses untuk menetapkan kebenaran peristiwa secara pasti dalam persidangan, dengan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum, hakim mempertimbangkan atau memberi alasan-alasan logis mengapa suatu peristiwa dinyatakan sebagai benar. Dalam menyelesaikan perkara perdata, salah satu tugas hakim adalah menyelidiki apakah hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Untuk itu, hakim harus mengetahui kebenaran peristiwa yang bersangkutan secara objektif melalui pembuktian. Dengan demikian, pembuktian bermaksud untuk memperoleh 1 M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet. Kedua,.Jakarta : Sinar Grafika, hal. 498. 2 Wiersma, Bewijzen in Het Burgerlujke Geding, Themis 1996 alf 5/6 hal. 462, dalam Sudikno Mertokusumo, Beberapa Azaz Pembuktian Perdata dalam Praktik (Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Hukum UGM), Liberty, Yogyakarta, 1980, hal. 12. 1

2 kebenaran suatu peristiwa dan bertujuan untuk menetapkan hubungan hukum antara kedua pihak dan menetapkan putusan berdasarkan hasil pembuktian. 3 Hukum acara perdata mengenal bermacam-macam alat bukti, sedangkan menurut acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja. Alat-alat bukti dalam hukum acara perdata yang disebutkan oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR 4 dan Pasal 1866 KUH Perdata, 5 yaitu (a) Bukti tulisan/bukti dengan surat, (b) Bukti saksi, (c) Persangkaan, (d) Pengakuan, (e) Sumpah. Proses pembuktian sebagai salah satu proses acara dalam hukum perdata formil menjadi salah satu proses yang paling penting. Suatu perkara di pengadilan tidak dapat putus oleh hakim tanpa didahului dengan pembuktian. Pembuktian dalam arti yuridis sendiri tidak dimaksudkan untuk mencari kebenaran yang mutlak. Hal ini disebabkan karena alat-alat bukti, baik berupa pengakuan, kesaksian atau surat-surat yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa kemungkinan tidak benar palsu atau dipalsukan. Padahal hakim dalam memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya harus memberikan keputusan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Dalam pemeriksaan setempat, hakim berkedudukan sebagai pelaksana pemeriksaan, walaupun pada dasarnya hakim dapat mengangkat seorang atau dua 3 Tata Wijayanta, et. al, 2009, Laporan Penelitian Penerapan Prinsip Hakim Pasif dan Aktif Serta Relevansinya Terhadap Konsep Kebenaran Formal, Yogyakaerta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hal. 1. 4 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB(HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, (Bogor : Politeia, 1992), Pasal 164. 5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2008), Pasal 1866.

3 orang komisaris dari majelis yang mana mereka memiliki tugas melihat keadaan yang sebenarnya di lapangan. Akan tetapi hakim akan lebih yakin tentunya jika hakim dapat melihat sendiri keadaan yang sebenarnya terjadi, sebab fungsi dari pemeriksaan setempat tersebut merupakan alat bukti yang bebas. Artinya kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim. 6 Semua yang akan dijadikan alat bukti tidak seluruhnya dapat dihadirkan di muka persidangan, seperti halnya dalam kasus sengketa tanah yang menjadi obyeknya tanah. Akan tetapi sulit kalau akan membawa objek dari luar pengadilan ke pengadilan, dengan demikian maka akan dilakukan pemeriksaan setempat (descente). Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana kekuatan mengikatnya pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata? (2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan atas pemeriksaan setempat dalam perkara pembagian warisan? Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui kekuatan mengikatnya pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata, (2) Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan atas pemeriksaan setempat dalam perkara pembagian warisan. Manfaat penelitian ini adalah (1) Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata, (2) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan 6 Mashudy Hermawan, 2007, Dasar-dasar Hukum Pembuktian. Surabaya : UMSurabaya, hal. 149.

4 pemikiran, memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas dan khususnya dapat memberikan informasi serta pengetahuan hukum yang bisa dijadikan pedoman untuk masyarakat yang berperkara dipersidangan, sehingga dapat mengetahui serta memahami dengan baik mengenai proses persidangan dengan perkara sengketa tanah, (3) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas bagi pengembangan ilmu hukum tentang kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat dalam perkara perdata. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif, dimana penelitian merupakan penelitian hukum yang mendasarkan pada konstruksi data yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Penelitian yuridis normatif itu sendiri adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika ilmu hukum dari sisi normatifnya (menelaah norma hukum tertulis), dimana penelitian ini menekankan pada penggunaan data sekunder atau studi kepustakaan. 7 Dalam penelitian ini merupakan penelitian terhadap asas-asas dan aspek-aspek hukum dalam pemeriksaan setempat terhadap proses pemeriksaan perkara perdata. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat Deskriptif. Penelititan deskriptif ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat. 8 7 Sri mamudji et.al, 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal. 3. 8 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raaja Grafindo Persada, hal 35.

5 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara Kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku kepustakaan, jurisprudensi dan literature lainnya yang berkaitan dengan kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat. Yang kemudian akan dihubungkan dengan data-data yang diperoleh penulis dari studi lapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden atau narasumber yang bersangkutan, untuk kemudian dilakukan pengumpulan dan penyusunan data secara sistematis serta menguraikannya dengan kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kekuatan Mengikatnya Pembuktian Pemeriksaan Setempat Sebagai Salah Satu Pendukung Alat Bukti dalam Perkara Perdata Seiring dengan perkembangan zaman, pernah dipersoalkan apakah di samping lima macam alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan Pasal 1866 KUH Perdata terdapat lagi alat-alat bukti lainnya atau tidak. Menurut R. Soesilodalam penjelasan Pasal 164 ini, ia berpendapat bahwa apa yang disebutkan sebagai alat-alat bukti dalam pasal tersebut sebenarnya kurang lengkap. Menurut HIR sesungguhnya masih ada beberapa macam alat bukti lain lagi, seperti misalnya gasil pemeriksaan hakim sendiri atau hasil penyelidikan setempat yang tersebut dalam P153 HIR, hasil pemeriksaan ahli yang disebutkan dalam Pasal 155 HIR dan begitu pula hal-hal yang diakui oleh umum, atau yang diakui kebenarannya oleh kedua belah pihak. Menurut Sudikno Mertokusumo, meskipun pemeriksaan setempat ini tidak dimuat di dalam Pasal 164 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal 1866 KUH Perdata

6 sebagai alat bukti, tetapi oleh karena tujuan pemeriksaan setempat ialah agar hakim memperoleh kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa, maka fungsi pemeriksaan setempat pada hakekatnya adalah sebagai alat bukti. 9 Terlepas dari persoalan apakah pemeriksaan setempat merupakan alat bukti atau tidak yang tidak ada kesepakatan para ahli, namun pemeriksaan setempat yang pelaksanaannya seringkali disaksikan oleh masyarakat ramai akan memberi kesan yang positif bahwa pengadilan benar-benar berusaha melakukan pemeriksaan perkara seteliti dan seobyektif mungkin untuk memberikan putusan yang adil dan benar menurut peraturan hukum yang berlaku. 10 Secara formil pemeriksaan setempat bukanlah merupakan alat bukti, karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pemeriksaan setempat tidak termasuk sebagai alat bukti yang disebut dalam Pasal 164 HIR, 283 RBg, Pasal 1866 KUHPerdata. Namun demikian, hasil pemeriksaan setempat dapat mempengaruhi putusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim nantinya. Kekuatan pembuktian itu sendiri diserahkan kepada pertimbangan majelis hakim. 11 Untuk mengetahui dengan jelas seluk-beluk suatu perkara kadangkala tidak selalu mudah, apalagi keterangan yang disampaikan pihak-pihak yang berperkara di persidangan sangat tajam bertentangan satu sama lain. Selain itu terhadap suatu keadaan kadangkala tidak bisa atau tidak begitu mudah dijelaskan secara lisan maupun tulisan, bahkan dengan gambar atau sketsa sekalipun, sedangkan untuk membawa objek yang ingin dijelaskan tersebut ke depan sidang 9 Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hal. 155. 10 Ibid. 11 Ibid. hal. 788.

7 pengadilan tidak mungkin, misalnya barang-barang tidak bergerak seperti rumah, tanah, gadung, dan sebagainya. Dalam keadaan yang demikian maka untuk mengetahui keadaan-keadaan atau fakta-fakta dari suatu perkara tersebut dengan sebaik-baiknya, perlu dilakukan pemeriksaan setempat. Walaupun secara formil pemeriksaan setempat tidak termasuk alat bukti, namun demikianpemeriksaan setempat berfungsi untuk membuktikan kejelasan dan kepastian tentang lokasi, ukuran, dan batas-batas objek sengketa. 12 Pertimbangan Hakim dalam Menentukan Pembuktian dan Putusan Atas Pemeriksaan Setempat dalam Perkara Pembagian Warisan Dalam putusan yang menjadi rujukan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, menurut penulis ada dua bentuk pertimbangan yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menolak permohonan pembagian warisan. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menolak permohonan pembagian warisan tersebut yaitu berdasarkan pertimbangan fakta dan pertimbangan hukum. Adapun isi dari pertimbangan tersebut dari kasus diatas yaitu: a. Pertimbangan Fakta Pertimbangan-pertimbangan fakta yang digunakan oleh hakim untuk menolak permohonan pembagian warisan tersebut berdasarkan atas keterangan saksi-saksi tersebut baik Kuasa Para Penggugat maupun Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat. Majelis Hakim telah melakukan 12 Ibid. hal. 789.

8 pemeriksaan setempat ke lokasi obyek sengketa pada persidangan hari Rabu tanggal 29 Januari 2014 dengan hasil sebagaimana telah tertera dalam berita acara persidangan perkara ini. b. Pertimbangan Hukum Adanya bukti surat bertanda P.1 s/d P.3 dan 2 (dua) orang saksi yang masing-masing bernama Dwi Johan Ongkowijoyo dan Febrianto Susanto yang diajukan oleh Para Penggugat, serta bukti surat bertanda T.I-1, T.1-2 dan T.II- 1 dan 3 (tiga) orang saksi yang masing-masing bernama Yohanes Soekiman, Subagyo dan Kasworo Broto yang diajukan oleh Para Tergugat. Dalam surat gugatannya Para Penggugat telah mendalilkan Para Penggugat dan Tergugat I serta Tergugat II adalah para ahli waris yang berhak atas obyek sengketa tersebut diatas yang merupakan harta peninggalan orang tuanya yang belum dibagi waris, dan sejak orang tua mereka meninggal dunia pada tahun 1976 (alm. Kartopawiro alias Bedjo) dan tahun 1999 (alm. Ngatinah) sampai dengan sekarang obyek sengketa telah dikuasai Tergugat I dan Turut Tergugat serta sebagian dari obyek sengketa tersebut telah dikontrakan dan dibuat tempat kos yang hasilnya dinikmati sendiri oleh Tergugat I dan Turut Tergugat. Setelah dilakukan pemeriksaan setempat yang telah dilakukan Majelis Hakim pada persidangan hari Rabu tanggal 29 Januari 2014, ditemukan faktafakta hukum sebagai berikut: (a) Objek sengketa sebagaimana tertera dalam Sertifikat Hak Milik No. 95 seluas 490 m2 batas-batasnya seebagai berikut: (1) Sebelah Utara: Jalan Kampung, (2) Sebelah Timur: Rumah Kasoworo Broto, (3) Sebelah Selatan: Gang pertolongan milik Widodo, (4) Sebelah Barat: Rumah Heru Dojo, (b) Di atas tanah Sertifikat Hak Milik No. 95 ternyata dikuasai oleh

9 Sri Hartatik (Tergugat I), Agus Sunarto (Turut Tergugat), Yohanes Soekiman dan Suharti. Bersandar pada yurisprudensi tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat karena gugatan yang diajukan Para Penggugat hanya ditujukan kepada Tergugat Sri Hartatik, Tergugat II Joko Santoso dan Turut Tergugat Agus Suharto sedangkan pada kenyataannya objek sengketa juga dikuasai oleh Yohanes Soekiman dan Suharti maka gugatan tersebut secara formal adalah kurang subjek hukumnya, sehingga sudah sepatutnya untuk dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Dengan demikian, hasil pemeriksaan setempat sebagai salah satu fakta atau peristiwa yang terjadi dalam persidangan digunakan sebagai pendukung alat bukti lain untuk memperkuat kekuatan nilai pembuktian serta sebagai dasar untuk memperkuat pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, dalam hal ini pembuktian pemeriksaan setempat diperlukan karena yang menjadi objek sengketa tersebut adalah benda tidak bergerak yang tidak bisa diajukan atau dibawa ke dalam persidangan, maka dari itu dilakukan pemeriksaan setempat guna untuk mengetahui kejelasan dan kepastian tentang ukuran dan batas-batas objek sengketa guna memperkuat keyakinan hakim dalam memutus perkara tersebut. Maka dalam pembuktian pemeriksaan setempat ini

10 harus didukung dengan alat bukti lain yang berupa bukti surat dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan yaitu dengan mencocokan bukti tertulis dengan letak tanah yang bersangkutan dengan saksisaksi yang mendukung. Kedua, kesimpulan pembuktian dari hasil pemeriksaan setempat yang telah dilakukan Majelis Hakim pada persidangan hari Rabu tanggal 29 Januari 2014 telah didapatkan fakta-fakta hukum sebagai berikut: (a) Objek sengketa sebagaimana tertera dalam Sertifikat Hak Milik No. 95 seluas 490m2 batasbatasnya sebagai berikut: (1) Sebelah Utara: Jalan kampung, (2) Sebelah Timur: Rumah Kasworo Broto, (3) Sebelah Selatan: Gang pertolongan milik Widodo, (4) Sebelah Barat: Rumah Heru Dojo, (b) Di atas tanah Sertifikat Hak Milik No. 95 ternyata dikuasai oleh Tergugat I, Turut Tergugat, Yohanes Soekiman dan Suharti dicocokan dengan bukti lainnya. Dari hasil pembuktian pemeriksaan setempat diatas, maka Majelis Hakim berpendapat oleh karena gugatan yang diajukan Para Penggugat hanya ditujukan kepada Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat, sedangkan pada kenyataannya obyek sengketa juga dikuasai oleh Yohanes Soekiman dan Suharti maka gugatan tersebut secara formal adalah kurang subjek hukumnya sehingga sudah sepatutnya untuk dinyatakan tidak dapat diterima. Dari pembuktian tersebut dapat disimpulkan gugatan yang diajukan Para Penggugat tentang letak tanah tidak sama dengan hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Majelis Hakim, serta dicocokan dengan alat bukti lainnya sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa para ahli waris bahwa atas tanah objek tersebut sepakat untuk dijual hanya sampai dengan sekarang belum ada

11 penawaran harga yang sesuai sedangkan Tergugat I dan Turut Tergugat menguasai objek sengketa tersebut adalah atas permintaan ibu mereka dan yang mengontrakkan sebagian rumah juga ibu mereka. Hal ini tidak sesuai dengan gugatan yang diajukan Para Penggugat kepada Para Tergugat yang menyebutkan bahwa Para Tergugat menguasai semua harta peninggalan orang tua mereka dan tidak bersedia membagi harta peninggalan. Karena gugatan Para Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima, maka terhadap materi pokok perkara ini tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut dan Para Penggugat sebagai pihak yang kalah harus dihukum untuk membayar biaya perkara ini. Saran Pertama, pemeriksaan setempat masih berlandaskan pada HIR, RBg, dan Rv yang pengaturan mengenai pelaksanaan pemeriksaan setempatnya sangat terbatas dan umum sifatnya. Maka dari itu diharapkan adanya perbaikan atau pembaharuan oleh pembuat undang-undang terhadap peraturan-peraturan tersebut karena antara teori dan praktek seringkali tidak sejalan. Kedua, bagi Para Penggugat yang akan mengajukan gugatan tentang harta peninggalan atau semacamnya harus benar-benar memperhatikan obyek yang akan menjadi sengketa serta lebih teliti lagi dalam menggugat seseorang agar nantinya gugatan yang diajukan dapat diterima oleh Majelis Hakim. Ketiga, bagi Ketua Pengadilan Negeri Surakarta dalam hal ini sebagai pihak pertama yang memutuskan diterima atau tidaknya suatu perkara yang diajukan, khususnya mengenai perkara pembagian harta peninggalan. Agar lebih cermat dan teliti dalam melihat serta menilai mengenai duduk perkara yang didalilkan.

12 DAFTAR PUSTAKA Buku Harahap, M. Yahya, 2005, Hukum Acara Perdata : gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika. Hermawan, Mashudy, 2007, Dasar-dasar Hukum Pembuktian, Surabaya : UMSurabaya. Mamudji, Sri et.al, 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sunggono, Bambang, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mertokusumo, Sudikno, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty. Wiersma, 1980, Bewijzen in Het Burgerlujke Geding, Themis 1996 alf 5/6 hal. 462, dalam Mertokusumo Sudikno, Beberapa Azaz Pembuktian Perdata dalam Praktik (Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Hukum UGM), Yogyakarta : Liberty Wijayanta, Tata et. al., 2009, Laporan Penelitian Penerapan Prinsip Hakim Pasif dan Aktif Serta Relevansinya Terhadap Konsep Kebenaran Formal, Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Undang-undang Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB(HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, (Bogor : Politeia, 1992) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), 2008, diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita.