BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World Health Organizatiaon (WHO) pada tahun 2014 merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bermutu dengan biaya yang terjangkau. Cakupan universal mengandung dua elemen inti yakni pertama akses pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga, dan kedua perlindungan resiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan. Dan setiap orang memiliki kewajiban untuk turut serta dalam jaminan kesehatan sosial (Kemenkes RI, 2014). Pemerintah mengeluarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial bagi seluruh warga dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Sesuai dengan undangundang tersebut, SJSN diselenggarakan dengan mekanisme asuransi sosial dimana setiap peserta wajib membayar iuran untuk memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau keluarganya. Dalam SJSN, terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia seluruhnya. 1
2 Seiring dengan dimulai berlakukannya JKN per 1 Januari 2014, semua program jaminan kesehatan yang pernah diberlakukan pemerintah seperti Askes, Jamsostek, Jamkesmas) diintegrasikan ke dalam satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS merupakan badan penyelenggara asuransi sosial kesehatan yang mengelola upaya kesehatan perorangan (UKP) seluruh masyarakat di Indonesia. BPJS kesehatan akan melakukan kerjasama dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) di tingkat pertama dan tingkat lanjutan. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah ( BPJS, 2014). Melalui JKN, sistem pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan jangkauan layanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu programnya adalah memperkuat Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama sebagai gate keeper. Selain itu pengelolaan layanan kesehatan berjenjang perlu diperkuat agar cakupan pelayanan kesehatan adil, berkualitas, serta merata. Puskesmas sebagai salah satu FKTP yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang memuaskan bagi pasiennya sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakatnya.
3 Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional. Pusat kesehatan masyarakat disebut sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (public goods) dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama (private goods), dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya (Permenkes RI No. 75 tahun 2014) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) adalah puskesmas, klinik pratama, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan Rumah Sakit kelas D pratama atau yang setara. Sedangkan yang termasuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut) adalah klinik utama, Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit, maka RS Umum/Khusus kelas C dan B dapat dikatagorikan sebagai Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Sekunder) dan RS Umum/Khusus Kelas A atau RS Umum/Khusus Kelas B yang menjadi pusat pendidikan kedokteran dapat dikatagorikan sebagai Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tersier) (Permenkes RI No. 001 Tahun 2012). Di era JKN, puskesmas diharapkan dapat menangani 155 diagnosa penyakit sesuai dengan Kompetensi Dokter Umum yang dapat ditangani di FKTP, sehingga para peserta JKN tidak perlu lagi berobat langsung ke rumah sakit, karena di FKTP pun sudah bisa ditangani. Namun tidak menutup kemungkinan pada kasus-kasus tersebut dapat langsung berobat ke Rumah Sakit dengan mempertimbangkan Time (lama perjalanan penyakitnya), Age (usia pasien),
4 Complication (komplikasi penyakit/tingkat kesulitan), Comorbidity (penyakit penyerta), and Condition (kondisi fasilitas kesehatan). Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di FKTP yaitu, kasus pelayanan primer yang mengacu pada kompetensi dokter umum, kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan; dan kasus medis yang termasuk dalam Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan seperti kasus Hipertensi, Diabetes Mellitus (kencing manis), asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), stroke, epilepsy, schizofren, Sindroma Lupus Eritematosus (SLE) dan Jantung (Info BPJS Kesehatan Edisi XI Tahun 2014). Pelayanan kesehatan di Indonesia dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari pelayanan kesehatan dasar oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat di berikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali dalam keadaan gawat darurat (Permenkes RI No. 001 Tahun 2012). Sistem rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar
5 pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (Permenkes No. 001 Tahun 2012). Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti terbatasnya jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan standar dalam Formularium Nasional (Fornas), standar alat kesehatan yang tercantum dalam Kompendium Alat Kesehatan dan standart pelayanan lainnya yang tercantum dalam JKN serta peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan (Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang oleh BPJS Kesehatan) Puskesmas Mandala terletak di daerah perbatasan antara Kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang, dan memiliki wilayah kerja sebanyak 4 kelurahan, yaitu : Kelurahan Bandar Selamat, Kelurahan Bantan, Kelurahan Bantan Timur dan Kelurahan Tembung. Distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mandala adalah sebesar 72.965 jiwa, dengan perbandingan perempuan sebanyak 36.637 perempuan, laki-laki sebanyak 36.328 lak-laki. Oleh karena itu jumlah pasien yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Mandala cukup banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas puskesmas pada survey pendahuluan, Puskesmas Mandala telah melaksanakan program BPJS sejak bulan Januari 2014.
6 Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, Puskesmas Mandala didukung oleh fasilitas meliputi gedung permanen, ruang KIA/KB, ruang suntik, ruang gigi dan mulut, rang apotik, ruang labolatorium, ruang pertemuan, ruang dokter, ruang tunggu pasien dan kamar mandi. Adapun peralatan yang dimiliki oleh Puskesmas Mandala adalah alat-alat pemeriksaan fisik, alat-alat pertolongan pasien, alat-alat suntik dan alat-alat p3k, timbangan bayi dan dewasa, satu dental set unit, lemari pendingin, alat-alat imunisasi serta vaksin seperti BCG, DPT, POLIO, TT dan Hepatitis. Sebelum ditetapkan rayonisasi, Puskesmas Mandala bebas memberikan rujukan ke Rumah Sakit manapun, namun setelah ditetapkan nya sistem rayonisasi dalam pemberian Puskesmas Mandala, puskesmas hanya dapat merujuk pasien ke rumah sakit atau klinik tertentu yang sudah ditetapkan, yaitu : RS Haji, RSUP Pirngadi Medan, RS Imelda Pekerja Indonesia, RS Malahayati, RS Jiwa, UPT KIM / BKIM, BP-4, Klinik Mata M-77, Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida, Medan Haemodialisis Center, RS Permata Bunda dan RS Murni Teguh. Pada tahun 2013 jumlah kunjungan pasien peserta ASKES ke Puskesmas Mandala adalah sebesar 13.414 orang, dengan total 7.799 rujukan (58%) atau sekitar 650 orang rujukan per bulan. Pada tahun 2014 jumlah kunjungan pasien peserta JKN mengalami peningkatan, total kunjungan pasien adalah 16.138 orang sementara jumlah pasien yang dirujuk sebanyak 7.352 orang (46%) atau sekitar 613 orang rujukan per bulan. Pada tahun 2015 jumlah kunjungan pasien peserta JKN sebanyak 14.032 orang dan jumlah pasien yang dirujuk sebanyak
7 6.790 orang (48,40%) atau sekitar 566 orang rujukan tiap bulan nya. Angka rujukan di Puskesmas Mandala tersebut tergolong tinggi dalam era JKN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, alur pemberian rujukan di Puskesmas Mandala adalah sebagai berikut, pasien yang datang ke puskesmas mendaftarkan diri di bagian pendaftaran, lalu mendapatkan nomor antrian. Pasien lalu dipanggil sesuai dengan nomor urut nya, setelah dipanggil pasien menuju poli sesuai dengan keluhannya. Pada saat pemeriksaan apabila pasien masih dapat ditangani oleh dokter di puskesmas maka pasien akan diberikan obat lalu pulang. Namun apabila dokter di puskesmas tidak mampu, baik dari segi obat-obatan maupun fasilitas alat kesehatan, maka akan diberikan surat rujukan sesuai dengan daftar rumah sakit dalam sistem rayonisasi di Puskesmas Mandala. Pada awal diberlakukan nya BPJS masih banyak pasien yang meminta rujukan meskipun penyakit mereka masih bisa ditangani di puskesmas karena mereka belum mengerti tentang sistem rujukan berjenjang dan sudah terbiasa seperti itu dari dulu, dengan anggapan puskesmas adalah tempat untuk mengambil rujukan saja. Melalui salah satu pernyataan dalam harian nasional terkait dengan program JKN melalui program BPJS Kesehatan Kepala Grup Manajemen BPJS Kesehatan Erna Wijaya Kusuma mengatakan idealnya angka rujukan tidak lebih dari 15% dari kunjungan, kini kondisinya diatas 15 %, tingginya angka rujukan yang tidak perlu akan berdampak pada meningkatnya kunjungan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut yang akan menelan biaya yang lebih besar, dan membebani pembiayaan oleh BPJS Kesehatan.
8 Menurut wawancara dengan beberapa petugas di puskesmas, faktor tingginya permintaan rujukan diakibatkan karena pasien yang sudah pernah dirujuk meminta rujukan ulang, dan penyakit pasien yang sudah kronis. Apalagi dalam era JKN sekarang, semua orang dari berbagai golongan, baik PBI maupun Non-PBI tidak takut lagi untuk berobat karena lebih murah. Penyakit yang paling banyak dirujuk adalah yang sudah kronis, seperti penyakit diabetes miletus, hipertensi, jantung dan kanker yang sudah komplikasi. Semua pasien dengan penyakit yang kronis langsung di rujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut, sebagian besar dirujuk ke RS. Pirngadi dan Murni Teguh. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat rujukan rawat jalan tingkat pertama di Puskesmas Mandala tergolong tinggi. Karena di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Puskesmas memiliki wewenang melaksanakan 155 diagnosa penyakit secara baik dan tuntas. Keadaan ini menggambarkan bahwa Puskesmas Mandala belum dapat menjalankan fungsinya sebagai pintu masuk atau penapis rujukan (gatekeeper). Menurut penelitian Gulo (2015) Puskesmas Botombawo dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti pelakasanaan rujukan masih belum sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan, sumber daya manusia yang sudah ada di puskesmas masih belum sesuai dengan standar puskesmas baik dari kuantitas dan kualitasnya, fasilitas kesehatan alat kesehatan dan sarana prasarana di puskesmas belum lengkap dan belum bisa untuk menangani 155 penyakit yang dibebankan kepada puskesmas dalam era JKN, jenis dan jumlah obat yang
9 terdapat di puskesmas masih belum terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dan belum sesuai dengan standar daftar obat dalam Formularium Nasional. Lebih lanjut hasil penelitian Ali (2014), menunjukkan bahwa pemahaman petugas tentang kebijakan sistem rujukan Puskesmas Siko Dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate masih tergolong kurang baik, ketersediaan obat- obatan dan bahan habis pakai dalam kategori cukup baik namun masih ada kendala keterlambatan serta sering terjadi kekosongan stok obat, ketersediaan fasilitas dan alat kesehatan medis fasilitas pelayanan kesehatan masih minim serta pemahaman petugas tentang fungsi Puskesmas sebagai pintu masuk/penapis rujukan cukup baik meskipun dalam prakteknya sering tidak mengikuti aturan yang ditetapkan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Analisis Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Tahun 2016. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Mandala Tahun 2016.
10 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis ketersediaan sumber daya manusia serta pemahaman dalam pemberian rujukan di Puskesmas Mandala, 2. Menganalisis ketersediaan sarana puskesmas ( fasilitas alat) sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan pada Puskesmas Mandala, 3. Menganalisis ketersediaan obat pada Puskesmas Mandala sesuai dengan Formularium Nasional. 4. Menganalisis pemahaman petugas kesehatan tentang dana Kapitasi, 5. Menganalisis pemahaman petugas kesehatan tentang Puskesmas sebagai Gatekeeper. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Mandala Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan secara optimal agar pelayanan yang diberikan dapat terlaksana sesuai fungsi puskesmas sebagai gatekeeper. 2. Bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Sebagai bahan masukan untuk pengembangan cara dan metode dalam pembuatan kebijakan dalam menyempurnakan pelayanan serta mengoptimalkan kualitas pelayanan bagi peserta BPJS. 3. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan rujukan puskesmas.