BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman dimana bakteri

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

PEMANFAATAN KOTORAN HEWAN MENJADI ENERGI BIOGAS UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN UMKM DI KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

PENDAHULUAN Latar Belakang

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **)

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di Lahan Sawah Tadah Hujan untuk Antisipasi Perubahan Iklim

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

PROPOSAL INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

APLIKASI TEKNOLOGI BIOGAS GUNA MENUNJANG KESEJAHTERAAN PETANI TERNAK. Dewi Hastuti Dosen Fakultas Pertanian Universitas wahid Hasyim

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN KULON PROGO

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

PROPOSAL LOMBA INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI BAHAN BIOGAS

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah,

BAB I PENDAHULUAN. batubara dan lainnya menjadikan harga energi terus maningkat. Negara Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga seperti gas, minyak tanah, batu bara, dan lain-lain kini menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan energi saat ini sama pentingnya dengan persoalan pangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

IMPLEMENTASI SISTEM LEISA PADA BUDIDAYA SAPI KELOMPOK PETERNAK GADING TANI, DESA ARISAN GADING, KECAMATAN INDRALAYA SELATAN, KABUPATEN OGAN ILIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan bahan pangan berupa daging khususnya daging sapi

SNTMUT ISBN:

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Iklim Perubahan iklim

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: BIOGAS DARI LIMBAH DAUN BAWANG MERAH SEBAGAI SUMBER ENERGI RUMAH TANGGA ALTERNATIF DI KABUPATEN BREBES

Ringkasan Makalah. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Disampaikan Oleh : Sri Wahyuni, MP

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU MENJADI BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

PENGGUNAAN PERALATAN DENGAN TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN

PRODUKSI BIOGAS SEBAGAI SUMBER ENERGI GENERATOR LISTRIK DENGAN POLA PEMURNIAN MULTI-STAGE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN BESERTA ASPEK SOSIO KULTURALNYA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui (non renewable ). Jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik

BATAM, 9 MEI 2014 SUPRAPTONO

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Energi memiliki peranan penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Manusia telah terbiasa menggunakan energi listrik, energi minyak bumi dan gas, serta energi mineral dan batu bara untuk kebutuhan sehari-hari dan industri. Pada dasarnya, pemanfaatan energi tersebut oleh manusia memang sudah dilakukan sejak dahulu (Wahyuni, 2011). Pemanfaatan energi yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan masalah krisis energi. Salah satu gejala krisis energi yang terjadi akhir-akhir ini yaitu kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), seperti minyak tanah, bensin, dan solar. Kelangkaan terjadi karena tingkat kebutuhan BBM sangat tinggi dan selalu meningkat setiap tahunnya. Sementara itu, minyak bumi (bahan baku pembuatan BBM) berjumlah terbatas dan membutuhkan waktu berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya (Wahyuni, 2011). Selain itu, Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan karbon dioksida (CO 2 ) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming) (Rahayu dkk, 2009). Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak dan gas, namun perubahan harga energi minyak dunia sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak bumi menjadi masalah bagi pemerintah karena akan menambah biaya subsidi pemerintah. Berbagai kebijakan energi yang diterapkan pemerintah tidak mampu meyakinkan rakyat. Sementara itu, tuntutan pemenuhan kebutuhan energi semakin mendesak (Wahyuni, 2008). Beban subsidi BBM bagi pemerintah sangat berat. Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan kurang lebih 50 triliun rupiah untuk keperluan subsidi BBM. Subsidi BBM terbesar dikenakan pada minyak tanah. Hal ini karena minyak tanah merupakan sarana bahan bakar bagi berbagai keperluan rumah tangga sampai pada industri (Wahyuni, 2008).

Indonesia merupakan negara agraris sehingga mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Selain sebagai petani biasanya masyarakat memiliki mata pencaharian lain yaitu sebagai peternak baik peternak ayam, kambing maupun sapi. Pada umumnya petani/peternak adalah petani yang memiliki lahan pertanian dengan jumlah ternak 1-10 ekor (Wahyuni dkk, 2009). Kuantitas limbah yang dihasilkan setiap harinya oleh peternak sapi berupa kotoran dapat mencapai 400-700 kilogram (Widodo, 2005). Pada dasarnya kegiatan peternakan sapi dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan, yaitu peningkatan pendapatan peternak, perluasan kesempatan kerja, peningkatan ketersediaan pangan dan penghematan devisa. Namun tanpa dilakukan pengolahan limbah yang tepat, kegiatan ini menimbulkan permasalahan lingkungan. Usaha untuk mengurangi bahkan mengeliminasi dampak negatif dari kegiatan usaha peternakan sapi ini terhadap lingkungan tergantung pada beberapa faktor seperti kebijakan pemerintah dan ketersediaan teknologi pengolahan limbah (Wahyuni dkk, 2009). Kegiatan peternakan juga termasuk salah satu penghasil gas rumah kaca. Gas metan yang dihasilkan memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi dibandingkan dengan karbondioksida. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengolah limbah tersebut sehingga lebih bermanfaat dan mengurangi pencemaran lingkungan, diantaranya melalui teknologi biogas dengan konsep zero waste (tidak dihasilkan limbah) (Wahyuni, 2011). Pada prinsipnya biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui tiga cara. Pertama, Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua, metana (CH 4 ) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO 2. Pembakaran metana pada biogas mengubahnya menjadi CO 2 sehingga mengurangi jumlah metana di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka CO 2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan oksigen yang melawan efek rumah kaca (Rahayu dkk, 2009). Energi biogas adalah salah satu dari banyak macam sumber energi terbarukan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini, karena energi biogas dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga, kotoran cair dari peternakan ayam, sapi, babi, sampah organik dari pasar, industri makanan dan limbah buangan lainnya. Produksi biogas memungkinkan pertanian berkelanjutan dengan sistem proses terbarukan dan ramah lingkungan (Wayuni dkk, 2009).

Dalam pengembangan teknologi biogas sebagai energi alternatif memiliki banyak pertimbangan dalam proses keberhasilannya. Di negara berkembang atau di dunia ketiga, biogas merupakan suatu hasil samping dari pengolahan limbah peternakan yang telah membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan dan secara finansial. Dalam laporan UNDP (1997), Energy After Rio: Prospects and Challenges, mengidentifikasi bahwa instalasi biogas adalah satu penyedia sumber energi desentralisasi yang sangat berguna. Tidak seperti teknologi penyedia energi yang tersentralisasi seperti pembangkit tenaga listrik yang berasal dari sumber tenaga hidroelektrik, batubara, minyak atau gas alam. Untuk membuat instalasi biogas tidak diperlukan modal dasar yang terlalu besar dan tidak menimbulkan masalah lingkungan, bahkan merupakan solusi dari masalah lingkungan itu sendiri, juga memberikan beberapa keuntungan lainnya, selama limbah organik dan air tersedia maka instalasi biogas dapat dibangun (Haryati, 2006). Beberapa negara telah membuat program biogas dalam skala besar. Tanzania misalnya, membuat model berdasarkan integrasi rekoveri sumber bahan baku yang berasal dari limbah kota dan industri untuk menghasilkan tenaga listrik dan pupuk. Produksi biogas dalam skala kecil sudah umum dilakukan di pedesaan terutama di Cina dan India. Pada akhir tahun 1993, sekitar seperlima sampai seperempat juta petani di Cina telah mempunyai digester biogas, dengan produksi metan sekitar 1,2 miliar m 3 per tahun. Di India, teknologi biogas telah berkembang dan didiseminasikan secara luas untuk memenuhi kebutuhan energi di perdesaan, contohnya untuk pompa irigasi dan listrik. Sampai saat ini telah dibangun lebih dari 2 juta digester dan menyumbang hampir 200.000 pekerjaan tetap (Haryati, 2006). Pada dasarnya teknologi biogas, baik pembuatan maupun penggunaan gas bio sebagai sumber energi, telah lama dikembangkan. Di Indonesia, pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970-an dengan tujuan utama untuk pemanfaatan limbah organik menjadi sesuatu yang bermanfaat, serta mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah (Wahyuni,2006). Akan tetapi, pengembangan biogas bila ditinjau dari aspek sosiokultural penerapan teknologi baru kepada masyarakat merupakan suatu tantangan tersendiri, Hal ini disebabkan mayoritas masyarakat Indonesia memiliki pendidikan, pengetahuan dan wawasan yang rendah. Begitu juga dengan penerapan teknologi biogas. Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran sapi dapat menghasilkan api. Selain itu, terdapat perasaan jijik terhadap makanan yang dimasak menggunakan makanan biogas (Rahayu dkk, 2009).

Saat ini di Indonesia telah banyak dilakukan penelitian mengenai biogas. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Widodo, dkk (2011) dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong. Penelitian Widodo difokuskan pada pemanfaatan energi biogas untuk mendukung agribisnis pedesaan. Hasil dari penelitian yang dilakukan bahwa biogas jika ditinjau dari dampak lingkungan lumpur keluaran (slurry) dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD=0,5. Jika ditinjau dari segi ekonomi pendapatan yang diperoleh dari instalasi biogas adalah sekitar Rp 600 000,-/ bulan. Analisa kelayakan ekonomi menunjukkan investasi layak dengan B/C Rasio 1,35 dan modal investasi kembali pada tahun ke-4 ( pada umur ekonomi digester 20 tahun). Hasil pendapatan ini belum termasuk hasil samping berupa pupuk cair/padat. Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis tersebut, teknologi biogas ini layak dikembangkan. Selain itu, telah dilakukan penelitian biogas dengan bahan baku kotoran ternak yang dilakukan masyarakat (BATAMAS) Kota Palopo (2011). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa implementasi pemanfaatan kotoran ternak sapi segar berjalan dengan baik dan telah sesuai dengan ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo. Untuk Proses dan implementasi pemanfaatan limbah biogas menjadi pupuk organik padat dan cair pelaksanaannya kurang baik karena sebagian responden masih ada yang belum mengolah limbah padat dan cair biogas menjadi pupuk organik padat dan cair. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, pendapatan petani pelaksana Program BATAMAS di Kelompok Tani Kampulang yang diperoleh rata-rata setiap bulannya sebesar Rp. 468.120 yang diperoleh dari hasil produksi biogas dan penjualan limbah padat dan cair biogas. Faktor lain yang mempengaruhi sangat lamban perkembangan biogas di Indonesia yaitu campur tangan pemerintah yang sangat minim sehingga perkembangan teknologi biogas di Indonesia kurang diminati oleh masyarakat. Namun, seiring perkembangan jaman dan teknologi pemerintah mencanangkan Program Desa Mandiri Energi yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan energi di masyarakat khususnya pedesaan. Menurut Haryati (2006) beberapa program telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penggunaan teknologi biogas, seperti demonstrasi instalasi dan pelatihan mengoperasikan digester untuk masyarakat. Program pemerintah ini dikelola baik secara perorangan maupun kelompok.

Namun demikian, dalam proses pengembangan instalasi biogas sebagai energi alternatif ini perlu ditelaah lebih lanjut apakah layak atau tidak dalam penerapan skala individu maupun kelompok peternak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2011) faktor keberhasilan yang mempengaruhi dalam pengembangan biogas di permukiman transmigrasi Sungai Rambutan, Kecamatan Indralaya, Sumatera Selatan didasarkan pada lima parameter yaitu parameter teknis, parameter lingkungan, parameter sosial, parameter ekonomi dan parameter manajemen. faktor keberhasilan yang termasuk dalam parameter teknis meliputi lahan yang sesuai untuk tanaman pakan ternak, kepemilikan lahan dan ternak, pemeliharaan sapi yang dikandangkan, jarak yang terjangkau, cara aplikasi yang mudah, adanya alih teknologi yang berjalan dengan baik, dan adanya dukungan dari pemerintah daerah. Parameter ekonomi yang menjadi faktor keberhasilan adalah adanya peningkatan pendapatan dan dimanfaatkannya gas bio untuk keperluan memasak dan penerangan. Parameter sosial yang menjadi faktor keberhasilan adalah tenaga kerja yang tersedia serta minat transmigran untuk mengembangkan biogas. Dari sisi manajemen, faktor keberhasilan yang dapat diidentifikasi adalah bahwa biogas mudah dikelola oleh rumah tangga. Parameter lingkungan yang menjadi faktor keberhasilan yaitu pengembangan biogas memberikan dampak positif berupa pengurangan limbah pertanian dan pengurangan emisi gas bio serta zero waste. Kelima parameter ini dapat dijadikan suatu acuan/dasar dalam keberhasilan pengembangan biogas di daerah lainnya. Indonesia merupakan Negara besar dengan 33 provinsi dan memiliki tidak kurang dari 70 desa. Saat ini 45% dari desa tersebut dikategorikan sebagai Desa Tertinggal yang ditandai dengan terbatasnya akses masyarakat terhadap energi. Dengan adanya desa tertinggal tersebut, pemerintah mulai mencanangkan program Desa Mandiri Energi (DME) yaitu program penyediaan energi dengan memanfaatkan potensi energi setempat baik berbasis Bahan Bakar Nabati (BBN) maupun non-bbn dengan teknologi yang dapat dioperasikan masyarakat setempat (www.esdm.go.id). Program pemerintah tersebut merupakan salah satu cara memperkenalkan teknologi biogas kepada masyarakat sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan. Sasaran dari teknologi biogas wilayah pedesaan yang memiliki potensi peternakan sehingga penerapan biogas dapat berjalan optimal. Program pemerintah menuju Desa Mandiri Energi (DME) telah diterapkan di Desa Gogik, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi energi biogas. Program ini telah dimulai pada tahun 2000 dengan pemberian 7

instalasi biodigester yang diberikan kepada masyarakat setempat dan dikelelola secara perorangan. Bantuan ini didapatkan dari Dinas Peternakan dan Pemerintah Kabupaten Semarang. Saat ini kondisi dari sebagian besar peralatan yang ada telah mengalami kerusakan dan sebagian lagi masih dapat digunakan warga untuk mengolah limbah ternak mereka, sehingga dalam kemanfaatannya masih bisa dirasakan oleh masyarakat pengguna. Selain itu, pada tahun 2011 Desa Gogik kembali menerima bantuan dari BLH Kabupaten berupa 5 instalasi biodigester yang diberikan kepada lima kepala keluarga dan dikelola secara perorangan. Didalam proses pelaksanaan instalasi tidak berfungsi sama sekali sejak awal digunakan, sehingga kemanfaatannya tidak bisa dirasakan sama sekali oleh masyarakat pengguna. Bertolak dari keadaan tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksanaan pengelolaan limbah ternak sapi menjadi biogas oleh masyarakat di Desa Gogik, Kabupaten Semarang serta aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan biogas di Desa Gogik yang didasarkan pada lima aspek yaitu aspek teknis, aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek manajemen. Pembatasan masalah dalam penelitian ini mencakup pada pelaksanaan pengelolaan biogas oleh masyarakat dengan program yang telah dilakukan sejak tahun 2000 dan bantuan instalasi yang diberikan oleh Dinas Peternakan dan Pemerintah Kabupaten Semarang. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengelolaan limbah ternak sapi menjadi biogas di Desa Gogik, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang? 1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap pengelolaan lingkungan oleh masyarakat dengan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang telah dilaksanakan di Desa Gogik. Perlunya sasaran penelitian dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, maka sasaran penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pelaksanaan pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi biogas di Desa Gogik, Kec.Ungaran Barat, Kab. Semarang 2. Menganalisis aspek-aspek yang mempengaruhi pelaksanaan pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi biogas di Desa Gogik, Kec. Ungaran Barat, Kab. Semarang

1.4. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan-tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat, baik manfaat di bidang ilmu pengetahuan, penulis, masyarakat, maupun pemerintah. a. Pengembangan Ilmu Pengetahuan Di bidang ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat berperan sebagai sumbangsih dalam pengaplikasian ilmu lingkungan khususnya menganalisis pelaksanaan pengelolaan limbah ternak menjadi biogas di daerah pedesaan, dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai keberhasilan pelaksanaannya. b. Penulis Bagi penulis, penelitian ini dapat berperan sebagai salah satu sarana untuk mengaplikasikan ilmu dan teori-teori yang telah didapatkan selama mengikuti pendidikan pada program Magister Ilmu Lingkungan,serta dapat menambah pengetahuan penulis mengenai aplikasi biogas secara nyata di lapangan. c. Masyakat Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan khususnya dalam pengelolaan limbah ternak menjadi biogas (energi alternatif). d. Pemerintah Manfaat bagi pemeritah, khususnya pemerintah daerah Kecamatan Ungaran Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat dapat dijadikan bahan evaluasi guna menyusun strategi pada program pengelolaan limbah ternak menjadi energi alternatif yaitu biogas. 1.5. Orisinalitas Penelitian Berdasarkan hasil informasi dan penelaahan dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang Pengelolaan Limbah Ternak Sapi menjadi Biogas, penelitian dengan tema Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Ternak menjadi Biogas di Desa Gogik, Kecamatan Ungaran Barat belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan mengenai persepsi masyarakat terhadap teknologi biogas dan perilaku masyarakat dalam

mengelola limbah ternak menjadi biogas, serta menganalisis aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan didalamnya meliputi aspek teknis,sosial,ekonomi,lingkungan dan manajemen, sehingga diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan acuan/pedoman bagi pemerintah dalam menerapkan teknologi baru dalam kelompok masyarakat terutama masyarakat yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang terbatas. Dengan demikian peneliti menjamin keaslian penelitian ini dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik maupun secara hukum. Tabel 1 merupakan penelitan yang berhubungan dengan Program Pemanfaatan Limbah Ternak Menjadi Biogas yang pernah dilakukan: Tabel 1. Orisinalitas Penelitian Peneliti Bentuk Judul Penelitian Hasil Penelitian

(Tahun) Fransiska Agustina (2011) Sinung Rustijarno (2008) Tuti Haryati (2006) Tesis Evaluasi Parameter Produksi Biogas Dari Limbah Cair Industri Tapioka Dalam Bioreaktor Anaerobik 2 Tahap Jurnal Pemanfaatan Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Kulon Progo Jurnal Biogas:Limbah Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif Penggunaan ragi tape menghasilkan biogas lebih banyak yaitu 700 ml/gr.ts. Produksi biogas dengan menggunakan buffer Na 2 CO 3 mencapai hasil tertinggi sejumlah 680 ml/gr.ts. Laju produksi biogas harian yang paling baik pada penambahan rumen sebesar 8%. Pada proses secara kontinyu, dengan penggunaan ragi mampu dihasilkan biogas yang lebih tinggi yaitu 212,02 ml/gr.ts daripada tanpa menggunakan ragi yang hanya mampu menghasilkan biogas 155,25 ml/gr.ts. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jumlah ternak sapi sebanyak 18 ekor dengan kepemilikan ternak 1 ekor/orang dan dikelola dengan sistem kelompok, sumber permodalan senilai Rp 117 juta berasal dari pemerintah daerah kabupaten dengan sistem kredit. Pembuatan instalasi biogas merupakan program hibah dari pemerintah provinsi. Pemanfaatan biogas skala rumah tangga menggunakan kotoran ternak dari 6 ekor sapi sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumahtangga yaitu memasak. Limbah hasil biogas telah dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, sementara kotoran ternak diolah sebagai pupuk organik. Pemanfaatan biogas masih berpeluang dikembangkan untuk penyedia penerangan dan industri pengolahan makanan skala rumahtangga Teknologi biogas merupakan pilihan yang tepat untuk mengubah limbah organik peternakan untuk menghasilkan energi dan pupuk sehingga diperoleh keuntungan secara sosioekonomi maupun dari segi lingkungan. Biogas telah lama digunakan di negara seperti India, Cina dan negara-negara di Afrika juga Eropa dan Amerika Serikat. Potensi penggunaannya akan terus meningkat karena teknologi proses dan peralatannya masih dapat dikembangkan agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Teknologi biogas di Indonesia masih belum populer tetapi dengan upaya

sosialisasi dan penelitian agar biaya konstruksi dan pengoperasian lebih murah dan sederhana akan meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakannya. Sartono Putro (2007) Daru Mulyono (2000) Sugi Rahayu, dkk (2009) Jurnal Penerapan Instalasi Sederhana Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Biogas di Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo Jurnal Pemanfaatan Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi Alternatif dan Peningkatan Sanitasi Lingkungan Jurnal Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya Instalasi pengolahan biogas dari kotoran sapi yang diterapkembangan oleh Kelompok Tani Budi Luhur Sukoharjo adalah jenis plug-flow atau terkadang disebut juga sebagai model Vietnam karena dikembangkan terakhir disana. Instalasi pengolahan biogas jenis plug-flow terbuat dari kantung plastik polyethylene tubular dan pipa PVC. Instalasi pengolahan biogas jenis plug-flow memiliki keunggulan: semua bahan instalasi mudah diperoleh di pasaran Surakarta, biaya relatif rendah, instalasi relatif mudah, dan sesuai untuk peternak dengan 2-3 ekor sapi Pembuatan biogas dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dasar berupa kotoran ternak, disamping murah dan mudah didapat, ada manfaat ganda yang dapat diperoleh dari pembuatan biogas tersebut, yaitu berupa: gas sebagai sumber energi, pupuk sebagai penyubur tanah, sludge sebagai makanan ternak, dan meningkatkan sanitasi lingkungan. Dengan berbagai manfaat tersebut, pembuatan biogas ini patut dimasyarakatkan, khususnya di daerah pedesaan, dimana bahan baku cukup banyak tersedia, sedang hasil fermentasi yang diperoleh dapat langsung dimanfaatkan. Bagi Indonesia yang sebagian besar rakyatnya bermukim di pedesaan, maka pengembangan sistem biogas ini dapat memberikan sumbangan dalam meningkatkan taraf hidup manusia Berdasarkan pengamatan terhadap proses kegiatan pengabdian masyarakat berupa pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar alternatif dan aspek sosiokulturalnya di lapangan diperoleh hasil bahwa Masyarakat petani dan atau peternak sapi di Desa Jatisarono menjadi paham dan mengetahui pemanfaatan residu biogas dari kotoran ternak. Selain itu, dilihat dari aspek

Syamsudd in,a,dkk (2011) Teguh Wikan W dan Ana N (2004) Jurnal Jurnal Analisis Manfaat Program Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS) Kota Palopo ( Studi Kasus Kelompok Tani Kampulang Kecamatan Wara Selatan Kota Palopo) Kajian Teknis Teknologi Biogas dan Potensi Pengembangannya di Indonesia sosio-kultural penerapan teknologi biogas dalam rangka perintisan wirausaha baru telah dipahami masyarakat petani dan atau peternak sapi di desa Jatisarono. Masyarakat juga mengetahui prospek apa saja yang dapat dikembangkan berkaitan dengan penerapan teknologi biogas di desa Jatisarono dalam rangka community development untuk jangka yang lebih panjang Dari hasil penelitian didapatkan bahwa proses dan implementasi pemanfaatan kotoran ternak sapi segar yang dilaksanakan pelaksanaannya berjalan dengan baik dan telah sesuai dengan ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palopo. Untuk Proses dan implementasi pemanfaatan limbah biogas menjadi pupuk organik padat dan cair pelaksanaannya kurang baik karena sebagian responden masih ada yang belum mengolah limbah padat dan cair biogas menjadi pupuk organik padat dan cair. Jika ditinjau dari segi ekonomi pendapatan petani pelaksana Program BATAMAS di Kelompok tani Kampulang yang diperoleh rata-rata setiap bulannya sebesar Rp. 468.120 yang diperoleh dari hasil produksi biogas dan penjualan limbah padat dan cair biogas Dari hasil kajian didapatkan kesimpulam bahwa banyak faktor yang menjadi sebab penghambat perkembangan biogas di Indonesia, diantaranya investasi awal yang mahal. Untuk itu dalam aplikasinya diperlukan konstruksi bio-reaktor yang sederhana dan murah dengan dukungan SDM yang memadai, serta kajian ekonomi yang menguntungkan untuk lebih meyakinkan calon penggunanya. Proses pembuatan biogas memiliki banyak keuntungan, selain menghasilkan gas metana juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap, pencemaran biologis dan air, hasil samping berupa kompos dan slurry untuk pupuk tanaman. Serta pemanfaatan energi alternatif ini memiliki

peluang besar karena sejalan dengan program pemerintah dibidang peternakan, yaitu kawasan agribisnis berbasis peternakan Enny Ariani (2011) Jurnal Faktor Keberhasilan Pengembangan Biogas di Permukiman Transmigrasi Sungai Rambutan Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktor keberhasilan yang termasuk dalam parameter teknis meliputi lahan yang sesuai untuk tanaman paka ternak, kepemilikan lahan dan ternak, pemeliharaan sapi yang dikandangkan, jarak yang terjangkau, cara aplikasi yang mudah, adanya alih teknologi yang berjalan dengan baik, dan adanya dukungan dari pemerintah daerah. Parameter ekonomi yang menjadi faktor keberhasilan adalah adanya peningkatan pendapatan dan dimanfaatkannya gas bio untuk keperluan memasak dan penerangan. Parameter sosial yang menjadi faktor keberhasilan adalah tenaga kerja yang tersedia serta minat transmigran untuk mengembangkan biogas. Dari sisi manajemen, faktor keberhasilan yang dapat diidentifikasi adalah bahwa biogas mudah dikelola oleh rumah tangga. Parameter lingkungan yang menjadi faktor keberhasilan yaitu pengembangan biogas memberikan dampak positif berupa pengurangan limbah pertanian dan pengurangan emisi gas bio serta zero waste.