bagi manusia yang menyandang ketunarunguan, karena "Setiap

dokumen-dokumen yang mirip
penelitian serta beberapa saran perbaikan untuk pihak

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B TERPADU DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM KOMUNIKASI TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana yang sangat baik dalam pembinaan sumberdaya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Dari rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

BAB I PENDAHULUAN. gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi pengembangan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan. kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Kemampuan belajar itu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, wawasan, keterampilan tertentu pada individu-individu.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perilaku seseorang atau masyarakat, dari suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang berjalan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. seseorang menuju kedewasaan. Tujuan pendidikan menurut UU RI No 2 tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia secara individu

BAB I PENDAHULUAN. berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia (human resources development) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. memberi arah bahwa pendidikan adalah kehidupan.maka dari itu kegiatan

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan penegasan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,

NENI DEWI ISNAENI,2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bahan kajian (materi) PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam sistem

(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang Undang; Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

Tim Pengembang Model Bahan Ajar SDLB Tunarungu. : Dra. Diah Harianti, M.Psi. : Drs. NS Vijaya, KN, MA.

PENDAHULUAN. seperti dirumuskan dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

SRI MARDANI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan pendidikan secara umum adalah membentuk menusia dewasa baik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan. Untuk dapat mengikuti dan meningkatkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana karakteristik dari negara tersebut. Pendidikan merupakan kunci untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat

BAB I PENDAHULUAN. berkurang apalagi tuntas, hal ini dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia Indonesia. diri dan berhasil dalam kehidupan di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA TUNARUNGU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DIDASARKAN PADA TEORI SCHOENFELD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, budaya serta nilai-nilai yang positif yang ada dari satu generasi ke

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dewasa ini menghendaki pendidikan yang lenkap, bulat, menyeluruh dan seimbang, yaitu pendidikan yang dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, sehingga dapat menghasilkan manusia yang taqwa,berpengetahuan, trampil, sehat jasmani dan rokhaninya serta memiliki pribadi yang mantap dan mampu memberikan andil terhadap kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Hal tersebut sejalan yang dikemukakan dalam Undang Undang SPN tahun 1989 fasal 4, yaitu: "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rokhani, kepribadian yang man tap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Mencapai tujuan di atas, pemerintah dan masyarakat mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, pada lembaga pendidikan inilah manusia Indonesia dididik, baik dilakukan di lembaga pendidikan formal, seperti di sekolah-sekolah dan madrasah, maupun pada lembaga pendidikan non formal, seperti kursuskursus, pondok pesantren. Pemerintah maupun masyarakat tidak hanya menyediakan lembaga pendidikan bagi manusia yang normal, menyediakan juga bagi manusia yang menyandang ketunarunguan, karena "Setiap

warga negara berhak mendapatkan pengajaran".(wd pasal 31) Anak-anak tunarungu sebagai penyandang kelainan pendengaran, merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan manusia yang tidak mengalami kelainan, mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran. Lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara khusus untuk orang-orang yang mengalami ketunarunguan, yakni Sekolah Luar Biasa Bagian B, dimana di sekolah tersebut pelayanan, sarana dan prasarana serta tenaga pendidiknya disiapkan sesuai dengan kebutuhan dan jenis kelinan yang disandangnya. Penyelenggaraan pendidikan demikian, dimaksudkan para peserta didik lebih dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya agar menjadi manusia yang utuh, seperti yang dicanangkan dalam tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan luar biasa merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional, bertujuan "membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan / "«*Pii "J^g" pribadi maupun anggota masyarakat dalam ^*ad?**" Au^ngan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (pasal 2 PPRI Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa) Upaya mencapai tujuan itu, secara khusus dalam pendidi kan anak tunarungu, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan proses pembelajarannya diarahkan untuk mengembangkan kemam puan berbahasa dan berkomunikasi, karena kehilangan kemampuan

mendengar mengakibatkan mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi secara wajar dengan lingkungannya, terutama sekali dalam melakukan berkomunikasi secara lisan. Bahasa lisan sebagai medium komunikasi memegang peranan penting, karena bahasa lisan merupakan alat perhubungan rohani dengan kata-kata langsung antara penyampai pesan dengan penerima pesan. Ag. Soejono, (1983) mengemukakan, "bahasa lisan menunjukkan perhubungan rokhani langsung, karena para orang yang bicara langsung berhadapan satu sama lain". Anak tunarungu yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan, memperlancar interaksi dalam proses pendidikannya, sehingga tujuan pendidikan dapat diwujudkan. Anak tunarungu perkembangan bahasanya terhambat," hear ing impairment is a great barrier to the normal development of language", (Hallahan & Kauffman: 1982), terutama sekali anak tunarungu yang memiliki tingkat kehilaitgan kemampuan pendengaran berat (dmf), karena "pendengaran merupakan alat sensords utama untuk berbicara dan berbahasa (Rochman Natawidjaya dan Zaenal Alimin: 1996), bahkan kalau tidak ditangani secara dini dapat menyebabkan kegaguan. Upaya mengoptimalkan potensi mereka, diperlukan terlebih dahulu mengatasi akibat-akibat ketunarunguannya, yaitu me ngembangkan kemampuan berbahasa secara lisan, karena bahasa lisan paling banyak digunakan dalam pendekatan pembelajaran

di sekolah-sekolah pada umumnya. Pendekatan pembelajaran di SLB Bagian B., dikenal ada tiga pendekatan pembelajaran, yakni pendekatan pembelajaran lisan, manual (finger-spelling, sign language, sign system, combined system) dan komunikasi total. Dari ketiga pendekatan pembelajaran tersebut, ada sekolah yang menggunakan satu pendekatan dan ada yang menggunakan lebih dari satu atau dua pendekatan pembelajaran (pendekatan pembelajaran campuran). Pemilihan pendekatan pembelajaran yang dipilih oleh sekolah didasari oleh keyakinan sekolah masing-masing. Pendekatan yang diprioritaskan oleh Depdikbud, pendeka tan pembelajaran lisan, karena"... mereka adalah anggota masyarakat yang pada akhirnya nanti berkarya di sana sehingga penguasaan bahasa lisan dan kemampuan bicara lebih diutamakan"(depdikbud: 1996). Disamping itu, secara umum manusia dalam melakukan interaksi dengan manusia lainnya menggunakan bahasa lisan, karena bahasa lisan merupakan bahasa yang paling lengkap, "language is most completely expressed in speech".(lado:1983), juga dapat mengembangkan cara berpikir. Anak tunarungu sebagai anggota masyarakat, tentunya tidak dapat mengisolasi diri, mereka harus mampu mengadakan kontak dengan lingkungannya dengan menggunakan bahasa lisan. Salah satu cara agar anak tunarunguy^ppg^grbahasa lisan, yaitu dengan menggunakan metodik^b<*nasa «rtfc Mala» proses pembelajarannya, dasar pemiki^f.am,*1, tsitodik

bahasa ibu yang digunakan, yaitu: "Proses perkembangan anak belajar bahasa adalah sewajarnya, sebabnya adalah (a) anak belajar bahasa ibu sejak kecil, (b) kata-kata yang ia pilih sesuai dengan perhatian dan kebutuhan hidupnya- Sebaliknya kata-kata yang tidak ia P^Man tidakia pelajari. Ia belajar bebas. (c) seluruh lingkungan membantunya: lingkungan keluarga, kampung, masyarakat anak. (Soejono:1983) Pengajaran bahasa memegang peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak tunarungu, lisan maupun tulisan. baik secara Semenjak anak tunarungu memasuki seko lah seluruh waktunya digunakan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan kemampuan berkomunikasi, terutama kemampuan berkomunikasi secara lisan. Hal tersebut didasari suatu fakta "kesulitan lain yang dialami anak tunarungu pada umumnya ialah kesulitan dalam menyatakan pikiran dan keinginan kepada orang lain secara lisan", (Rochman Natawidjaya dan Zaenal Alimin: 1996) Pelaksanaan pembelajaran di SLB bagian B dengan menggu nakan metode maternal reflektif dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dan kemampuan berkomunikasi mengalami beberapa hambatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, "faktor penghambat dalam pengajaran bahasa dengan menggunakan metode maternal reflektif lebih bersifat pada pembuatan administrasi dan dari karakteristik anak tunarungu." (Asep Saepulah 1988: 152). Lebih jauh Asep Saepulah dalam hasil penelitiannya mengemukakan, "hambatan dalam hal administrasi yakni guru mengalami kesulitan dalam membuat rencana pelajaran secara

baku, dan mengalami kesulitan mengatur waktu dalam tahap percakapan, sedangkan hambatan dari pihak anak, yakni mengal ami kesulitan dalam memahami beberapa konsep dasar kata abstrak." Hambatan lain, yakni faktor keberadaan tingkat kehilangan kemampuan mendengar dan kemampuan awal anak yang bervariasi. Bertitik tolak dari hasil penelitian di atas dan dari tujuan institusional sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional, maka kemampuan berbahasa lisan sebagai salah satu sarana pendekatan dalam pembelajaran anak tunarungu perlu mendapat perhatian. Hal inilah yang melatarbelakangi untuk mengangkat model pembelajaran maternal reflektif dalam bidang studi bahasa Indonesia di S L B bagian B. B. Permasalahan Penguasaan bahasa lisan mutlak dibutuhkan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, termasuk mereka yang tunarungu. Peningkatan kemampuan tersebut, harus mendapat prioritas utama dan dilakukan semenjak dini (semenjak anak cukup matang untuk belajar berbahasa lisan), apalagi anak tunarungu yang nyata-nyata mengalami hambatan dalam hal berbahasa lisan. Dimilikinya kemampuan berbahasa secara lisan, kecenderungan anak tunarungu dapat melakukan sosialisasi dengan lingkungannya secara baik, baik dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat

yang lebih luas, Pendekatan pembelajaran walaupun masih dalam batas-batas tertentu. anak tunarungu di SLB bagian B., ada tiga, yaitu: pendekatan lisan, manual (fingerspelling, sign system, sign language, combined system), dan komunikasi total. Ketiga pendekatan tersebut sangat berlainan, karena dilandasi oleh dasar filsafat yang berbeda, namun ketiganya memiliki misi yang sama, yaitu ingin memberikan yang terbaik dalam upaya mengembangkan potensi anak tunarungu, khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Metode maternal reflektif adalah cara menyiasati penguasaan bahasa anak tunarungu melalui cara-cara yang biasa dilakukan anak normal menguasai bahasa ibunya dengan menggunakan metode tangkap dan peran ganda, seperti percakapan sehari-hari seorang ibu dengan anaknya yang belum menguasai bahasa. Ciri utama percakapan dalam metode maternal reflektif, yakni menggunakan bahasa yang lazim, bahasa penghayatan, bahasa sehari-hari, spontan, ada pertukaran pikiran, fleksibel, topik meluas aktual dan situasional. Pendekatan lisan dalam pembelajaran, menggunakan bahasa yang lazim seperti dalam metode maternal reflektif, hal tersebut mengindikasikan bahwa pendekatan lisan sesuai dengan matode maternal reflek tif. Dengan demikian kedudukan metode maternal reflektif dalam pendekatan lisan, memiliki kedudukan yang sentral dalam pembe lajaran bahasa anak tunarungu, karena metode maternal reflek tif menggunakan percakapan sebagai poros pembelajaran.

Pengajaran bahasa Indonesia di SLB bagian B (tunarungu) bertujuan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa, kondisi faktual menunjukkan, dampak utama ketunarunguan yakni mengalami hambatan dalam perkembangan komunikasi dengan baha sa, terutama sekali kemampuan berkomunikasi dengan bahasa lisan. Metode maternal reflektif sebagai metode pengajaran bahasa anak tunarungu menekankan penggunaan bahasa lisan dalam pendekatannya, yakni dengan menggunakan percakapan secara wajar dengan cara tangkap (seizing method) dan peran ganda dari guru, seperti percakapan sehari-hari seorang ibu dengan anaknya yang belum mengusai bahasa. Bertolak dari tujuan pengajaran bahasa di SLB bagian B dan karakteristik pendekatan pembelajaran serta karakteristik metode maternal reflektif, mengindikasikan perlu adanya implikasi model pembelajaran maternal reflektif dalam bahasa Indonesia untuk anak tunarungu. Apa dan bagaimana faktorfaktor penentu keberhasilan proses belajar mengajar bahasa anak tunarungu dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara optimal. Optimalisasi kemampuan berkomunikasi tidak akan dapat diwujudkan tanpa dibarengi dukungan-dukungan dari berbagai faktor, baik faktor pengajar, faktor pembelajar maupun faktor sistem. Panduan konseptual yang dijadikan kerangka kerja dalam mengkaji unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pembelajaran

daan variabel yang terkait dalam proses pembelajaran antara satu dengan lainnya saling berhubungan dan saling ketergantungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa anak tuna-rungu merupakan hasil dari proses pembelajaran yang memanfaatkan pembelajaran maternal reflektif yang dipengaruhi oleh faktor siswa dan dan faktor di luar siswa. Berpangkal dari pemikiran tersebut, inti kajian peneli tian ini diarahkan pada, Model pembelajaran maternal reflek tif bahasa Indonesia yang bagaimanakah yang tepat dikembangkan untuk anak tunarungu. Penggunaan metode maternal reflek tif dalam proses pembelajaran bahasa anak tunarungu, pada dasarnya pengunaan teknik-teknik menyiasati anak tunarungu untuk berkomunikasi secara efektif. Apabila penggunaan metode maternal reflektif dilakukan secara benar, artinya mengacu kepada aturan-aturan, kecenderungan akan memberikan peningka tan yang berarti, dalam arti dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa secara optimal, sehingga akan meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak tunarungu. C. Pembatasan Masalah Penggunaan model pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas dasar dipengaruhi oleh faktor pengajar, yakni kompetensi profesionalisasi, pandangan dan sikap, faktor pembelajar, intensitas pengajaran, kurikulum, sarana dan organisasi serta tujuan. 10

Pengkajian terhadap seluruh faktor yang mempengaruhi pembelajaran, akan memberikan sumbangan informasi yang menye luruh. Dalam penelitian ini, tidak akan mengkaji seluruh faktor penentu tersebut mengingat beberapa pertimbangan dan keterbatasan peneliti, maka pengkajian ini akan dibatasi terhadap hal-hal sebagai berikut : - Karakteristik kondisi pembelajar bagaimanakah yang mempe ngaruhi penerapan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di di kelas D.l (dasar satu)? - Karakteristik kondisi pengajar bagaimanakah yang mempenga ruhi penerapan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indo nesia di kelas D.l? - Karakteristik kondisi sistem bagaimanakah yang mempengaru hi penerapan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indone sia di kelas D.l? - Perencanaaan model pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia bagaimanakah yang tepat dikembangkan di kelas D.l - Kegiatan belajar mengajar model pembelajaran maternal re flektif bahasa Indonesia bagaimanakah yang tepat dikembang kan di kelas D.l? - Penilaian model pembelajaran maternal reflektif bahasa In donesia bagaimanakah yang tepat dikembangkan di kelas D.l? - Persiapan mengajar model pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indonesia bagaimanakah yang tepat dikembangkan di kelas D.l 11

D. Definisi Operasional Untuk meluruskan penafsiran yang dikandung maksud dalam penelitian ini, berikut ini akan dijelaskan pengertianpengertian secara operasional. 1. Metode maternal reflektif (MMR) adalah cara yang digunakan oleh guru-guru SLB Bagian B (untuk anak tunarungu) dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia dengan menggu nakan percakapan sehari-hari, seperti percakapan seorang ibu dengan anaknya yang belum memiliki bahasa 2. Anak tunarungu adalah peserta didik yang kerena berbagai hal sehingga mengalami kehilangan/kekurangmampuan mendedengar dan berdampak kepada kekurangmampuan dalam melakukankomunikasi secara wajar, sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam mengembangkan potensinya. 3. Pembelajaran adalah kegiatan guru yang direncanakan dalam rancangan pengajaran, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan kepada sumber belajar. 4. Model program pembelajaran adalah suatu program yang disusun oleh guru dengan cara yang sistematis, yaitu analisis tujuan, identifikasi kebutuhan pengajaran, pengembangan strategi dan pengajaran, serta penilaian keberhasilan. 5. Percakapan adalah kegiatan tukar menukar pikiran, gagasan, perasaan antara dua atau lebih individu secara bergantian melalui ujaran yang dikeraskan menurut irama yang sesuai. 12

E. Fokus Penelitian Mengacu kepada kerangka pemikiran di atas, maka permasa lahan yang menjadi kajian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik kondisi-kondisi yang bisa mem pengaruhi penerapan model pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia untuk anak tunarungu. Dalam hal ini : - Karakteristik kondisi siswa yang mempengaruhi penerapan model pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indonesia. - Karakteristik kondisi pengajar yang mempengaruhi penera pan model pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indo nesia - Karakteristik kondisi intensitas pengajaran, kurikulum, sarana dan organisasi serta tujuan yang mempengaruhi pe nerapan pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indonesia 2. Mengacu pada kondisi-kondisi tersebut, model yang bagaimakah yang cocck bagi pembelajaran maternal reflektif Bahasa Indonesia untuk anak tunarungu kelas D.l. di SLB-B: - Bagaimana mengembangkan tujuan pembelajaran? - Bagaimana mengembangkan bahan pembelajaran? - Bagaimana mengembangkan kegiatan belajar mengajar? - Bagaimana mengembangkan media pembelajaran? - Bagaimana mengembangkan alat evaluasi? 13

E. Kerangka Pemikiran sebagai berikut: Asumsi-asumsi yang mendasari penelitian ini adalah 1. Medium yang digunakan dalam penyampaian pembelajaran untuk anak tunarungu di sekolah-sekolah luar biasa (SLB-B) yaitu medium lisan, isyarat (bahasa isyarat, abjad jari, isyarat bahasa) dan komunikasi total. 2. Pembelajaran yang menggunakan medium oral salah satunya menggunakan metode maternal reflektif. 3. Tujuan metode maternal reflektif yaitu: - Memberikan bimbingan kepada anak tunarungu agar mereka makin menyadari adanya berbagai gejala bahasa. - Memberikan bimbingan kepada anak tunarungu agar mereka mampu menemukan hukum-hukum bahasa sendiri. - Memberikan bimbingan kepada anak tunarungu agar mereka mampu mengadakan kontrol terhadap bahasa yang mereka pergunakan sendiri dan yang dipergunakan oleh lingkungan 5. Pendekatan pembelajaran kurikulum 94 untuk bidang studi bahasa Indonesia menggunakan pendekatan komunikasi (ke trampilan berbahasa) dengan pendekatan kegiatan belajar mengajar melatih ketrampilan berbahasa. 6. Percakapan dalam pembelajaran maternal reflektif seba gai poros perkembangan bahasa. 14

F. Tujuan dan Manfaat Pengembangan 1. Tujuan Pengembangan. Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan ini adalah mendapatkan model program pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di SLB-B. Secara khusus tujuan penelitian pengembangan model ini, a. Menemukan kondisi-kondisi yang mempengaruhi penerapan mo del program pembelajaran maternal reflektif bahasa Indone sia di kelas D.l SLB-B. b. Menghasilkan suatu rancangan model program pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B. dengan draf-draf sebagai berikut: - Menghasilkan model perencanaan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B. - Menghasilkan model pelaksanaan pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B. - Menghasilkan model evaluasi pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia di kelas D.l SLB-B. 2. Manfaat Pengembangan Beberapa manfaat yang diharapkan dari model program pembelajaran maternal reflektif bahasa Indonesia yang dikem bangkan pengembang, yaitu : memperbaiki kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan pelaksanaan pembelajaran bahasa di 15

SLB yang diteliti, khususnya di kelas D.l (dasar satu), disamping memperbaiki kekurangan-kekurangan pada SLB yang bersangkutan, hasil pengembangan ini, diharapkan dapat dijadikan model alternatif dalam program pembelajaran bahasa bagi sekolah-sekolah atau guru-guru SLB-B. yang mau menggunakan metode maternal relektif. Pengembangan program ini sebagai salah satu upaya sosialisasi model, karena baru sebagian SLB-B yang telah mengguna kan metode maternal relektif sebagai medium peningkatan kemam puan berkomunikasi anak tunarungu secara lisan. Nilai manfaat lain yang diharapkan, yaitu sebagai salah satu upaya meningkatan kualitas pendidikan luar biasa, nya pendidikan anak tunarungu. khusus 16