BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akhirnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Dengan demikian, maka kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi manusia terjadi semenjak manusia itu berada. dalam kandungan hingga akhir masa hidupnya. Hal ini sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA SISWA SMAN 11 TANGERANG SELATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menanggulangi masalah kenakalan remaja disekolah, maka penulis mengambil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan individu yang sedang berada pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan konflik, karena tidak dapat dipungkiri pada masa ini tidak terlepas dari permasalahan, mulai dari masalah akademik, masalah dengan diri sendiri, masalah dengan orang tua, masalah dengan teman sebaya dan masalah dengan lingkungannya. Seperti hubungan yang kurang baik dengan orang tua, tugas sekolah yang menumpuk, mencontek, bolos sekolah, bullying, salah faham antar individu, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar dan pergaulan bebas. Terdapat fenomena menarik yang terjadi pada siswa SMA Nusa Putra Tangerang, sudah tercatat beberapa kasus yang menunjukan siswa yang kurang memiliki kemampuan memecahkan masalah. Hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling (BK) di SMA Nusa Putra Tangerang, terdapat beberapa kasus yang sering terjadi, diantaranya: siswa yang merokok di area sekolah, sering membolos, contek-mencontek saat ujian, menggunakan pakaian dan potongan rambut yang tidak rapi, berbicara kurang sopan, dan melanggar aturan-aturan sekolah. Dalam permasalahan tersebut, biasanya pihak sekolah segera memberikan hukuman langsung atau memanggil orang tua dari siswa tersebut ke sekolah. 1

2 Permasalahan yang kerap terjadi pada siswa SMA seringkali diselesaikan dengan cara yang kurang baik. Seperti yang terjadi di SMA Nusa Putra Tangerang, ada beberapa siswa yang memiliki potongan rambut berantakan, sehingga diberikan hukuman berupa dipotong rambutnya oleh pihak sekolah pada saat itu juga, mereka yang menerima hukuman tersebut melaporkan kepada orang tua, sehingga orang tua menyalahkan pihak sekolah, meskipun hukuman yang diberikan sekolah bertujuan untuk mendidik siswa agar lebih mematuhi aturan. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan memecahkan masalah yang dimiliki siswa tersebut. Didukung oleh penelitian Artha dan Supriyadi (2013) yang menyatakan bahwa banyak kasus yang terjadi pada remaja saat ini adalah ketidakmampuan dalam menemukan solusi yang tepat terhadap masalah yang dihadapi sehingga mengambil jalan yang keliru. Pemecahan masalah merupakan suatu keterampilan yang selalu berkembang, sejalan dengan perkembangan idividu itu sendiri. Stein & Book (2010) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan masalah serta menghasilkan dan menerapkan solusi yang efektif. Pemecahan masalah merupakan identifikasi strategi yang dilakukan individu dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya agar dapat menemukan solusi atas masalah yang terjadi. Patnani (2013) mengemukakan bahwa ketika apa yang diinginkan oleh seorang individu tidak tercapai, atau mengalami hambatan dalam pencapaiannya, maka ia dikatakan sedang menghadapi suatu masalah. Setiap permasalahan memiliki tingkat kesulitan tersendiri untuk dapat diselesaikan oleh masing-masing individu, cara penyelesaian dari masing-masing individu

3 tentunya berbeda-beda, oleh karena itu individu harus memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah. Kemampuan memecahkan masalah dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengidentifikasi setiap solusi yang memiliki resiko terkecil sehingga dapat memecahkan setiap masalah dalam hidupnya secara cepat dan tepat demi tercapainya harapan yang diinginkan. Coskun, Garipagaoglu, & Tosun (2013) dalam penelitiannya mengatakan orang-orang yang memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada yang lain karena mereka lebih berhasil dalam mencari tahu solusi terbaik dan tahu bagaimana berperilaku dalam situasi yang bermasalah. Mayer (dalam Kirmizi, et al, 2015) menyatakan solusi yang dicapai melalui proses pemecahan masalah dan menggunakan metode yang tepat tidak hanya dapat memecahkan masalah saja, akan tetapi dapat membuat solusi dari masalah masa depan lebih efektif. Kemudian hasil penelitian Ghodsy Ahghar (2012) menunjukkan bahwa pelatihan kemampuan memecahkan masalah secara efektif dalam pengaturan belajar siswa memiliki stabilitas yang baik dari waktu ke waktu. Dalam setiap penyelesaian masalah, tidak hanya dibutuhkan kecerdasan intelektual yang baik saja, melainkan dibutuhkan juga kecerdasan emosional. Kebanyakan orang beranggapan kecerdasan intelektual lebih penting dibandingkan kecerdasan emosional, hal ini wajar terjadi karena sejak dini masyarakat telah dilatih untuk mengasah kemampuuan intelektual, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga di masyarakat. Hasil penelitian Lin, D.T., dkk. (2016) menunjukan kecerdasan emosional adalah prediktor kuat

4 kesejahteraan masyarakat. Kecerdasan intelektual tidak dapat diperoleh manfaatnya apabila tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional. Semakin bertambahnya usia seseorang, permasalahan yang dihadapi juga semakin rumit, untuk memecahkan setiap masalah yang terjadi, hendaknya individu memahami dan memiliki apa yang disebut dengan kecerdasan emosional. Menurut Goleman (dalam Oktaviany, 2013) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan permasalahan yang datang salah satunya dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya. Seperti yang dikatakan oleh Siahaan (2011) Kecerdasan emosi merupakan suatu bentuk keberhasilan individu ketika individu mampu untuk memotivasi dirinya sendiri, bertahan menghadapi masalah, dan kemampuan berpikir dan berempati. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi yang dimilikinya dan dapat memahami perasaan diri sendiri dan orang lain sehingga dapat menempatkan diri dalam hubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan emosional adalah individu yang mampu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, empati dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 2016). Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Laras Pandu Oktaviany pada tahun 2013 dengan judul penelitian Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Siswa SMAN 11 Tangerang

5 Selatan. Hasil penelitian tersebut menunjukan terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif, artinya semakin tinggi kecerdasan emosional siswa maka semakin rendah perilaku agresifnya, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional individu, maka semakin tinggi perilaku agresifnya. Pada setiap individu, emosi mewarnai cara berfikir dalam menghadapi situasi, tanpa sadar emosi juga sering terlihat didalamnya yang menyebabkan seseorang berfikir secara tidak efektif termasuk ketika sedang memecahkan suatu masalah. Saptoto (2010) dalam penelitiannya mengatakan dinamika psikologi yang berlangsung di dalam diri individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi pada saat menghadapi stress atau konflik yang menekan, akan segera mengenali perubahan emosi dan penyebabnya, mampu mengenali emosi tersebut secara obyektif, sehingga dirinya tidak larut ke dalam emosi. Untuk itu kecerdasan emosional sangat diperlukan dalam memecahkan masalah. Kecerdasan emosional dapat membantu individu untuk menentukan kapan dan dimana ia bisa mengungkapkan perasaan dan emosinya. Oleh karena itu individu yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi akan memahami dan mengkontrol emosinya sehingga dapat memperlihatkan pendekatan yang lebih positif terhadap setiap masalah dan akan lebih mudah memecahkan masalah tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan pada latar belakang, maka rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan

6 antara kecerdasan emosional dengan kemampuan memecahkan masalah pada siswa SMA Nusa Putra Tangerang?. C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan memecahkan masalah pada siswa SMA Nusa Putra Tangerang. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang kami lakukan maka manfaat penelitian tersebut adalah, sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dan kemampuan memecahkan masalah, khususnya dalam bidang psikologi. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: a. Sekolah. Agar sekolah dapat memberikan pengarahan kepada murid mengenai metode-metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa. b. Guru. Agar guru dapat lebih memahami dalam mengambil langkahlangkah yang tepat dalam membantu siswa menyelesaikan masalah.

7 c. Siswa. Agar lebih memahami dan menyadari bahwa kecerdasan emosional dapat membantu menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi saat ini dan atau yang akan datang. d. Ilmuwan psikologi. Diharapkan penelitian ini akan dapat menambah wawasan terhadap bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dengan kemampuan memecahkan masalah.