BAB I PENDAHULUAN. 2002:30) bahwa teks sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan ajar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara seimbang dan disajikan secara terpadu (Depdikbud, 1999:20 dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu bidang kajian pembelajaran Bahasa

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sangat strategis dan mudah dijangkau untuk melaksanakan penelitian, subjek

BAB 1 PENDAHULUAN. baca-tulis bangsa Indonesia. Budaya baca-tulis di Indonesia masih kurang

5. Siswa menerangkan kembali penjelasan kelompoknya kepada teman yang belum memahami materi 6. Guru meminta siswa mengerjakan latihan-latihan yang

PENERAPAN TEKNIK BERCERITA DALAM MENENTUKAN UNSUR INTRINSIK DONGENG SISWA KELAS V SDN 1 SUWAWA KABUPATEN BONE BOLANGO

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan menggunakan akal pikiran dan emosi yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Dengan demikian, melalui pengajaran sastra, peserta didik. memiliki kemampuan memahami dan menghargai seni budaya.

BAB I PENDAHULUAN. dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kedua bahasa tersebut mempunyai. hubungan yang erat satu dengan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis adalah suatu aspek keterampilan berbahasa dengan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan menggunakan sastra anak. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengupayakan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara terarah.

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

membuat siswa semakin malas dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar

konvensi sastra Balai Pustaka BP (Nurgiantoro, 2000:54).

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran yang sampai saat ini masih dianggap sulit oleh siswa,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah penelitian,

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menarik berbagai manfaat dari kehidupannya. Maka dari itu seorang guru harus

BAB I PENDAHULUAN. mata pelajaran wajib diajarkan. Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Oleh karena itu, kemampuan menguasai bahasa Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan. Dalam

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Dasar mulai mengembangkan keterampilan yang dimilikinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan proses belajar mengajar di sekolah, keberhasilan adalah hal utama yang diupayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbahasa yang baik. Bentuk bahasa dapat dibagi dua macam, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

BAB I PENDAHULUAN . A. Latar Belakang Masalah Reni Yuniawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami perubahan karena adanya perkembangan di segala bidang

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENERAPAN METODE COCOA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGOMENTARI TOKOH CERITA/ DONGENG ANAK

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

BAB I PENDAHULUAN. dengan menggunakan bahasa tanpa meninggalkan kesopanan dan keindahan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan, analisis data, dan pembahasan dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar, baik dalam penggunaan strategi, metode maupun model pembelajaran. agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. segi kepribadian, pengetahuan, kemampuan maupun tanggung jawabnya. dalam yaitu dari diri manusia itu sendiri.

METODE DISKUSI KELOMPOK MODEL KEPALA BERNOMOR SEBAGAI INOVASI METODE PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SMP DALAM MENANGGAPI PEMBACAAN CERPEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan suatu aktivitas yang dipengaruhi oleh daya pikir untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tindakan kelas dengan menggunakan media website ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS III SDN 131/VII TEMENGGUNG. Oleh BADARIA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Intan Komariah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. gagasan dengan menggunakan bahasa tulis. Jika dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sastra ini dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu

BAB I PENDAHULUAN. sastra telah banyak beredar di lingkungan masyarakat. kejadian yang menyangkut persoalan jiwa/ kehidupan manusia.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Merujuk kepada hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

DAFTAR ISI ABSTRAK... UCAPAN TERIMA KASIH.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL..

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Kemampuan ini berbeda-beda, tergantung kecerdasan setiap individu, misalnya

... Homogenitas Data Posttes... Uji Normalitas Data Awal... Homogenitas Data Awal... Data Posttes Kemampuan Menulis Teks Hasil Observasi...

DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam proses

NILAI PENDIDIKAN NOVEL PAK GURU KARYA AWANG SURYA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial. Dalam mencapai tujuan

RANGKUMAN NASKAH INOVASI METODE PEMBELAJARAN

Hasil Angket Respon Siswa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses yang mampu

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

Oleh : ATENG SUDRAJAT NIM

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dari tidak tahu menjadi tahu yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi pembelajaran sastra di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran bahasa dan sastra dilaksanakan secara seimbang dan disajikan secara terpadu (Depdikbud, 1999:20 dan Depdiknas, 2001:14). Materi pembelajaran sastra memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Solchan Rafi udin dan Budiasih (dalam Hafid 2002:30) bahwa teks sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan ajar yang lainnya, yaitu struktur teks, isi pesan, aspek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi penangkapan isi teks yang diperlukan. Pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa pendidikan sekolah dasar bertujuan membina kemampuan mengapresiasi sastra. Kemampuan yang akan dibentuk yaitu kemampuan memahami sastra dan keterampilan mengapresiasi, karena hal ini harus dimiliki bagi setiap peserta didik. Oleh karena itu guru harus melatih murid mengapresiasi dan diharapkan dapat mempertajam perasaanperasaan penalaran dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidupnya. Dalam pencapaian kemampuan mengapresiasi sastra di sekolah dasar, murid diberi pengalaman belajar sastra melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal ini sejalan dengan Beach dan Marshall (dalam Hafid 2002:7) dalam pembelajaran sastra ada tiga faktor utama yang mempengaruhi berinteraksi secara dinamis, 1

2 yaitu guru, murid, dan teks. Interaksi antara ketiga komponen tersebut dapat mengembangkan potensi anak, karena interaksi dengan karya sastra dapat membantu perkembangan kognitif, bahasa, moral dan sosial anak. Salah satu bahan pembelajaran sastra di SD adalah cerita fiksi. Sejalan dengan itu Mason (dalam Hafid 2002:6) menyatakan bahwa teks cerita lebih digemari anak-anak daripada buku-buku cerita. Teks cerita merupakan suatu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri. Bahan pembelajaran cerita fiksi yang dipilih dan dikembangkan di sekolah dasar harus sesuai dengan karakteristik siswa (Depdiknas,2001:16). Olehnya itu kesesuaian antara bahan pembelajaran cerita fiksi dengan karakteristik siswa yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kemampuan bahasa serta lingkungan hidupnya, merupakan kriteria yang harus digunakan sebagai pembelajaran cerita fiksi dengan bahan yang sesuai. Menurut Santosa, (2006:43) ada empat proses dalam pembelajaran cerita fiksi yaitu (1) pemilihan materi, (2) pemilihan metode yang sesuai dengan keadaan siswa, (3) kegiatan pembelajaran apresiasi sastra anak, dan (4) evaluasi belajar sebagai indikator keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra. Guru diharapkan tidak memandang aktifitas pembelajaran sastra sebagai suatu pekerjaan yang selesai dalam waktu yang singkat, tetapi dapat dipandang sebagai suatu proses secara bertahap dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pembelajaran apresiasi sastra. Harapan tersebut di atas belum sesuai dengan kenyataan, hal ini terungkap melalui observasi awal pada bulan September 2012 di kelas VI SDN 7 Bonepantai

3 Kabupaten Bone Bolango, yakni dalam jumlah siswa 25 orang yang dapat mengapresiasikan cerita fiksi, 11 orang (44%) %) yang belum dapat mengapresiasikan cerita fiksi 14 Orang (56%), hal ini disebabkan oleh (1) guru dalam mengajarkan cerita fiksi belum maksimal, guru hanya menentukan tema saja, tidak menentukan unsur-unsur lainya seperti menentukan alur, perwatakan, latar dalam cerita, (2) guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, yaitu hanya dapat mendengarkan cerita yang dibaca oleh guru dalam hal ini siswa tidak diajak untuk mendiskusikan tentang tema, alur, perwatakan dan latar yang terkandung dalam cerita tesebut, (3) dalam proses pembelajaran, guru tidak membentuk kelompok diskusi, dalam menemukan tema, alur, perwatakan dan latar dalam cerita fiksi, (4) guru langsung mengumpulkan hasil kerja kelompok siswa. Selain itu juga berdasarkan hasil Observasi awal bahwa siswa kelas VI SDN 7 Bonepantai tersebut terungkap: (1) Siswa tidak mampu membedakan antara tema dan judul cerita, (2) Siswa sulit menentukan tema, alur, seting dan amanat yang tekandung dalam sebuah cerita fiksi tersebut dengan baik, (3) Siswa sukar menetukan jalannya cerita, (4) Siswa sukar menentukan sifat-sifat tokoh dalam cerita. Observasi awal yang dilakukan hanya mencapai 44% murid yang dapat menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita fiksi dan 56% murid yang masih rendah dalam menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita fiksi tersebut. Berdasarkan simpulan bahwa penyebab rendahnya kemampuan mengapresiasi cerita fiksi adalah ketidakmampuan guru menggunakan pendekatan

4 yang sesuai yang dilakukan oleh guru sehingga siswa tidak dapat menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita fiksi. Jika masalah tersebut tidak dapat diatasi akan berdampak negatif pada siswa, dalam hal ini siswa tidak dapat memahami unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita, dan akan berdampak pada kurangnya minat siswa mengapresiasi karya sastra. Untuk itu peneliti bermaksud untuk mengatasi permasalahan di atas dengan menggunakan pendekatan kooperatif model STAD (Student Teams Achievement Divisions). Menurut Nur (1998:9) menyatakan bahwa untuk mencapai pembelajaran sastra yang maksimal guru harus menggunakan model STAD dan membuat kelompok diskusi kecil, sehingga dapat membantu murid dalam meningkatkan kemampuan siswa dan saling kerjasama dalam proses pembelajaran. Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling meberi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok-kelompok kecil ini harus berinteraksi satu sama lain dan berusaha menemukan jawaban dalam permasalahan yang dihadapi. Tujuan pembentukan kelompok ini akan memudahkan siswa yang kurang mampu dapat berinteraksi dengan teman sekelompoknya yang dianggap mampu. Berdasarkan harapan dan kenyataan tersebut di atas, maka peneliti melakukan tindakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Mengapresiasi Cerita Fiksi Dengan Menggunakan Model STAD di Kelas VI SDN 7 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango.

5 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat di indentifikasikan masalah sebagai berikut a. Siswa belum maksimal dalam memahami apresiasi cerita b. Siswa kurang terlibat dalam pembelajaran c. Didalam proses pembelajaran guru tidak memberikan pembagian kelompok d. Siswa kurang minat dalam apresiasi cerita 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi melalui model STAD dapat ditingkatkan dikelas VI SDN 7 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango? 1.4 Cara Pemecahan Masalah Masalah rendahnya kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi pada kelasa IV di SDN 7 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango dipecahkan melalui model STAD, adapun langkah pemecahannya sebagai berikut : a. Guru membentuk kelompok yang beranggotakan 5 orang b. Guru menjelaskan materi sesuai dengan materi pembelajaran c. Guru membagikan teks cerita kepada masing-masing siswa untuk dibaca. d. Guru harus memberikan motivasi kepada siswa untuk memahami apresiasi cerita fiksi e. Siswa menentukan unsur-unsur cerita yang telah dibaca f. Guru membimbing siswa mengalami kesulitan

6 g. Guru melaksanakan penilaian 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi melalui Model STAD kelas VI SDN 7 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini diharapkan guru kelas VI SDN 7 Bonepantai Kab. Bone Bolango memiliki pengetahuan tentang teori penggunaan model STAD sebagai salah satu bentuk inofasi pembelajaran di Sekolah Dasar. b. Hasil penelitian ini diharapkan guru kelas VI SDN 7 Bonepantai Kab. Bone Bolango memiliki teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar mengapresiasi cerita fiksi di Sekolah Dasar. 1.6.2 Manfaat Praktis a. Bagi Guru : Hasil penelitian ini diharapkan guru kelas VI SDN 7 Bonepantai Kab. Bone Bolango mendapat pengalaman secara langsung melalui model STAD dalam pembelajaran mengapresiasi cerita fiksi. b. Bagi Siswa Hasil penelitian ini diharapkan siswa memperoleh pengalaman secara langsung melalui model STAD dalam meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi.

7 c. Bagi Sekolah Hasil Penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan pembelajaran bahasa indonesia khususnya mengapresiasi cerita fiksi melalui model STAD d. Bagi Peneliti Dapat digunakan sebagai pengalaman menulis karya ilmiah dan melaksanakan penelitian dalam bahasa indonesia sehingga dapat menambah cakrawala pengetahuan, khusunya untuk mengetahui sejauhmana peningkatan pemahaman konsep siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan baik.