BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki tiga prinsip dasar, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
PROSPEK ADANYA HAKIM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

PENANGKAPAN DAN HAM. ( Studi Terhadap Praktek Penangkapan Tersangka Pelaku Tindak Pidana di. Wilayah Polres Sukoharjo ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara, yakni: supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di depan hukum. mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

berlandaskan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang Indonesia harus taat dan patuh terhadap hukum yang ada di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

ANALISIS YURIDIS PRAPERADILAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN POLRES SUKOHARJO TIDAK MENERIMA. LAPORAN DARI PEMOHON (No.03/Pid/Pra/2008/PN.

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang merdeka berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law); kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law); dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law). Menurut Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri Rechtsstaat sebagai berikut 1 : 1) Hak asasi manusia; 2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasai manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politika; 3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan; 4) Peradilan administrasi dalam perselisihan. Negara sudah seharusnya memberikan jaminan hukum kepada setiap warga negaranya, untuk itu setiap warga Negara juga dituntut untuk mendukung terciptanya proses penegakan hukum dan penyelenggaraan hukum yang sah. Proses penegakan hukum dan penyelenggaraan hukum yang sah itu sendiri merupakan cita-cita bangsa seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea keempat yang menyatakan: Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.. 1 Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya), Universitas Indonesia:UI Press, Jakarta, hlm. 46

2 Proses penegakan hukum harus sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Salah satu prinsip penting yang harus dimiliki suatu Negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan yang merdeka, bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstrayudisial 2 untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan ketertiban, keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman dan rasa aman kepada masyarakat 3. Apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana, kepadanya dilakukan proses hukum yang sesuai dengan hukum positif atau hukum yang berlaku di negara tersebut, dalam hal ini hukum nasional di Indonesia. Dalam sejarah hukum acara pidana di Indonesia pernah dikenal istilah hakim komisaris, yang memiliki fungsi pengawasan pada tahap pemeriksaan awal yang meliputi penangkapan; penggeledahan; penyitaan dan pemeriksaan surat-surat telah dilakukan secara sah atau tidak. Keberadaan hakim komisaris digantikan dengan lembaga praperadilan dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) yang hingga saat ini masih berlaku di Indonesia. Upaya paksa dalam proses penyidikan maupun penuntutan memang diperkenankan dalam KUHAP, namun hal ini tidak boleh bertentangan dengan sistem peradilan pidana itu sendiri yang mengutamakan perlindungan terhadap hak asasi manusia dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum dalam 2 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 135 3 Ahmad Mujahidin, 2007, Peradila Satu Atap di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, hlm.1

3 menjamin penegakan hukum dan hak asasi manusia. Penerapan prinsip-prinsip hukum untuk menjamin penegakan hukum dan hak asasi manusia selain dilindungi oleh Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang berbunyi : setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang, djamin pula oleh Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Dalam bidang penyidikan itu sendiri dinyatakan antara lain dengan menjamin hak-hak tersangka dan perlakuan terhadap tersangka secara layak dan sebagai subyek 4. Dalam hukum acara pidana di Indonesia terdapat asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) yakni seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana tidak dapat dikatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang dapat membuktikan bahwa seseorang tersebut benar-benar terbukti bersalah. Bersumber pada asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), maka jelas dan wajar bila tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapatkan hak-haknya 5. Dalam hal ini tersangka atau terdakwa harus tetap dijunjung tinggi hak asasi manusianya. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berfungsi untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat yang terlibat dalam proses peradilan pidana dan bertugas untuk 4 S. Tanusubroto, 1983, Peranan PraPeradilan Dalam Hukum Acara Pidana, Alumni, Bandung, hlm.10 5 Ibid.,hlm.1

4 melaksanakan hukum pidana materii 6. KUHAP memberikan kewenangankewenangan hukum kepada negara melalui aparat penegak hukumnya untuk melakukan tindakan. Kewenangan tersebut antara lain dikenal dengan tindakan Upaya Paksa dari para penegak hukum yang dalam hal ini sering melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tersangka/terdakwa, dilakukan dengan kekerasan (violence) dan penyiksaan (torture) 7. Untuk melindungi hak-hak seseorang yang diduga tersangka dari kesewenangan aparat penegak hukum, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menyediakan lembaga praperadilan. Lembaga praperadilan sendiri memiliki tugas untuk menjaga ketertiban pemeriksaan pendahuluan dalam rangka melindungi seseorang yang diduga tersangka terhadap tindakan-tindakan penyidik dan/atau penuntut yang melanggar hukum dan merugikan tersangka 8. Upaya paksa yang dilakukan dalam tahap penyidikan maupun tahap penuntutan oleh lembaga yang berwenang dapat dilakukan kontrol melalui lembaga praperadilan. Tujuan dibentuknya lembaga praperadilan agar hak-hak tersangka dapat dilindungi terutama dalam hal penangkapan maupun penahanan yang tidak sah serta adanya penghentian penyidikan maupun penuntutan. Walaupun lembaga tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), namun dalam aplikasinya masih 6 Mien Rukmini, 2003, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 6 7 Ibid. 8 S. Tanusubroto, Op. Cit., hlm.73

5 terdapat beberapa kelemahan baik dalam formulasinya maupun dalam penerapannya di pengadilan sehingga tidak adanya perlindungan hak asasi manusia bagi tersangka. Hal ini mendasari disusunnya Rancangan Undang- Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang baru. Tiga puluh tiga tahun perjalanan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan tentunya telah terjadi banyak perubahan sosial, ekonomi, dan hukum sebagai akibat dari globalisasi sehingga suatu negara tidak dapat menutup diri terhadap pengaruh luar termasuk di bidang hukum. Banyak konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia pasca lahirnya KUHAP tahun 1981 seperti, United Nations Convention Against Corruption, International Convention Against Torture dan International Covenant on Civil and Political Rights 9. Dalam covenant mengenai hak Sipol terkandung ketentuan yang berkaitan dengan hukum acara misalnya tentang hakhak tersangka dan ketentuan mengenai penahanan yang diperketat 10. Tim penyusun Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang diketuai langsung oleh Prof. Andi Hamzah, S.H., diharapkan mampu memberikan jaminan kemerdekaan dan rasa aman bagi setiap warga Negara tanpa memandang status sosial, suku, budaya, dan agama untuk mendapatkan hak yang sama khususnya dihadapan hukum (equality before the law) demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. 9 Tim Penyusun RUU KUHAP, 2012, Naskah Akademik RUU KUHAP, Jakarta, hlm. 4 10 Ibid

6 Guna mengembalikan dan mewujudkan kembali wibawa peradilan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia ini, maka dibentuklah Lembaga Hakim Komisaris yang merupakan revitalisasi praperadilan 11 yang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dilakukanlah suatu penelitian dengan judul PROSPEK ADANYA LEMBAGA HAKIM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan oleh penulis diatas, penulis berusaha merumuskan permasalahan yang terjadi, diantaranya: 1. Bagaimana latar belakang pemikiran terbentuknya aturan mengenai Hakim Pemeriksaan Pendahuluan dalam RUU KUHAP? 2. Bagaimana harapan dan tantangan terhadap keberadaan Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia di masa mendatang? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: 11 Ibid, hlm. 22

7 1. Bagaimana latar belakang pemikiran terbentuknya aturan mengenai Hakim Pemeriksaan Pendahuluan dalam RUU KUHAP. 2. Bagaimana harapan dan tantangan terhadap keberadaan Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia di masa mendatang. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini : 1. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan pembaharuan sistem peradilan pidana di Indonesia. 2. Manfaat praktis : a. Bagi penulis agar dapat menyelesaikan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana. b. Bagi dunia pendidikan khususnya bagi pendidikan tinggi hukum dapat menjadi referensi dalam memahami proses pemeriksaan pendahuluan oleh Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan. c. Bagi penegak hukum penulisan skripsi ini diharapkan dapat membangun terciptanya Sistem Peradilan Pidana terpadu di Indonesia. d. Bagi penentu kebijakan dalam penyusunan RUU KUHAP dapat menjadi saran terhadap pembentukan KUHAP yang baru.

8 E. Keaslian Penelitian PROSPEK ADANYA HAKIM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA merupakan karya yang asli. Skripsi yang telah ada dengan tema yang sama yaitu Hakim Komisaris diantaranya : 1. Anggun Prastawa; (E.0005091); Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; TINJAUAN YURIDIS KEBERADAAN SISTEM HAKIM KOMISARIS SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI SISTEM PRA PERADILAN UNTUK MEMBERIKAN KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM BAGI MASYARAKAT SECARA EFEKTIF DAN PROSPEK PENGATURANNYA DALAM UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA YANG AKAN DATANG; rumusan masalah 1) bagaimanakah keberadaan sistem Hakim Komisaris sebagai alternatif pengganti sistem Pra Peradilan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat secara efektif di masa yang akan datang? 2) bagaimanakah prospek pengaturan Hakim Komisaris dalam Undang-Undang hukum acara pidana yang akan datang?; hasil penelitian yaitu sejak diundangkannya Undang-Undang No. 8 tahun 1981 (KUHAP) khususnya lembaga Pra Peradilan masih memiliki kekurangan sehingga tidak sesuai dengan tujuan awal dibentuknya lembaga tersebut sebagai representatif perlindungan hak asasi manusia khususnya pada tahap penyidikan maupun penuntutan. Dengan dibentuknya Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP tahun 2008

9 diharapkan keberadaan Hakim Komisaris sendiri bisa lebih efektif dalam melakukan penyempurnaan terhadap lembaga Pra Peradilan dalam melakukan pengawasan terhadap aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya untuk terciptanya keadilan, kepastian hukum, serta kemanfaatan bagi masyarakat. 2. M. Andika Hariz Hamdallah; (09340070); Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta; TINJAUAN HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN TERHADAP SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN (STUDI KASUS PERMOHONAN PRAPERADILAN SP3 Nomor: 01/Pid/Prap/2010/PN.JKT.PST DALAM KASUS PENGHENTIAN PERKARA PENIPUAN, PENGGELAPAN PELAPOR WINOTO MOJOPUTRO TERHADAP FIFI NELLA WIJAYA); rumusan masalah 1)Bagaimana dasar pertimbangan penghentian penyidikan dalam mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan? 2)Apakah putusan praperadilan tersebut sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku sesuai KUHAP?; bahwa kedepannya apabila terjadi kasus seperti dalam pembahasan tersebut maka sebaiknya penegak hukum juga memperhatikan bukti-bukti yang ada pada kasus-kasus yang serupa, bahwa hendaknya penggunaan istilah hukum banding itu hanya dipakai untuk putusan pengadilan yang ada pada tingkat pertama bukan merupakan putusan praperadilan yang itu hanya memeriksa apakah

10 hukum acara dan prosedur sudah sesuai KUHAP atau tidak; bahwa terjadinya kasus praperadilan diakibatkan dasar pertimbangan dari penyidik yang mengatakan perkara tersebut tidak cukup bukti, sehingga pihak yang dirugikan mengajukan praperadilan, terhadap putusan praperadilan pada kasus ini dapat dikatakan sudah sesuai dengan KUHAP, dan dalam KUHAP pun sudah dijelaskan bahwa putusan praperadilan tersebut tidak dapat diupayakan hukum banding atau kasasi, tetapi dapat dimintakan putusan akhir praperadilan kepada Pengadilan Tinggi, namun pada kasus ini putusan tersebut dimintakan upaya hukum banding. 3. Nova Hangoluan Saputra Manurung; (000507089); Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta; TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GUGATAN PRAPERADILAN SEBAGAI LANGKAH HUKUM YANG DITEMPUH OLEH TERSANGKA AKIBAT TINDAKAN PENANGKAPAN DAN PENAHANAN YANG TIDAK SAH OLEH POLRI; Rumusan Masalah: Apakah ketentuan tentang pra peradilan sudah dapat memberikan perlindungan bagi tersangka yang diperlakukan secara melawan hukum oleh Polri selaku Pejabat Penyidik khususnya dalam proses penyidikan?; hasil penelitianya itu ketentuan mengenai pra peradilan yang diatur dalam KUHAP belum secara maksimal memberikan perlindungan terhadap tersangka yang diperlakukan secara melawan hukum oleh Polri selaku penyidik dalam proses penyidikan, hal ini dipengaruhi oleh : 1) pasal 82 (1) huruf D

11 KUHAP yang sering kali digunakan penyidik untuk menggugurkan tuntutan pra peradilanya itu dengan memaksa pengadilan untuk segera memeriksa perkara pokok 2) tidak berlakunya banding pada putusan pra peradilan yang menyangkut masalah penahanan dan penangkapan, sehingga menimbulkan kerugian pada tersangka 3) banyak putusan pra peradilan yang menguntungkan pihak aparat 4) masih banyak tersangka tindak pidana yang merasa takut dengan aparat sehingga tidak ingin menuntut ke lembaga pra peradilan meskipun mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; saran 1) meninjau kembali Pasal 82 ayat (1) huruf D KUHAP 2) perlunya dibentuk lagi peraturan-peraturan tentang pra peradilan yang lebih komplit serta terperinci 3) agar terhindar dari tuntutan pra peradilan, penyidik hendaknya harus selalu berhati-hati dan teliti dalam melaksanakan tugas penyidikan dengan berdasar pada ketentuan dalam KUHAP. F. Batasan Konsep 1. Prospek : Pemandangan (ke depan); pengharapan; (memberi) harapan baik; kemungkinan (harapan baik). 2. Hakim Komisaris (Hakim PemeriksaanPendahuluan) : Dalam Pasal 1 ayat (7) Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana Hakim Komisaris adalah pejabat pengadilan yang diberi

12 wewenang menilai jalannya penyidikan, penuntutan, dan wewenang lain yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. 3. Sistem Peradilan Pidana Menurut Mardjono Reksodiputro sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menaggulangi masalah kejahatan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan dan dilakukan dengan cara mempelajari bahan hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. 2. Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder atau bahan hukum sebagai data utama, yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer meliputi : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terutama Pasal 1 ayat (3) yaitu Indonesia adalah Negara Hukum, Pasal 24 ayat (1) yaitu kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

13 menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan, serta Pasal 28 D ayat (1) yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal-pasal yang berkaitan dengan pemeriksaan pendahuluan dan Lembaga Pra Peradilan diantaranya: Pasal 77; Pasal 7 huruf d dan Pasal 7 ayat (3); serta Pasal 14 huruf c dan h. 3) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terutama Pasal 7; Pasal 8 ayat (1); Pasal 9 ayat (1). b. Bahan Hukum Sekunder: berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, suratkabar, internet, dan majalah ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Cara Pengumpulan Data : Pengumpulan Data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi kepustakaan, yaitu dengan menelusuri bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

14 b. Wawancara dengan narasumber yang dilakukan untuk melengkapi dan menguatkan pendapat hukum yang diperoleh dari hasil studi pustaka. 4. Tempat Penelitian : a. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia b. Kejaksaan Negeri Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan c. Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia 5. Narasumber : a. Brigadir Jenderal Polisi Dr. R. Sigid Tri H, SH., M.Si Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. b. Jaksa Tri Ari Mulyanto, SH., M.H Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan. c. Dimas Frantiono, SH anggota Tim Pembahas RUU KUHAP pada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. 6. Analisis Data Analisis data dilakukan terhadap: a. Bahan hukum primer yang berupa peratutaran perundangundangan, sesuai dengan 5 tugas ilmu hukum normatif/dogmatif, yaitu: 1) Deskriptif hukum positif

15 Analisis bahan hukum primer akan dilakukan dengan cara mendeskripsikan hukum positif terdapat dalam bahan hukum primer yang berkaitan dengan adanya Lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap Pemeriksaan Pendahuluan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. 2) Sistematisasi hukum positif Vertikal : Antara Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI tahun 1945 dengan Pasal 77; Pasal 7 huruf d, Pasal 7 ayat (3); Pasal 14 huruf c dan h Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 terdapat sinkronisasi. Sehingga untuk penelitan tersebut, prinsip penalaran hukum yang akan digunakan adalah prinsip penalaran subsumsi sehingga tidak diberlakukannya asas pemberlakuan peraturan perundangundangan. Horizontal : Antara Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 7 huruf d dan Pasal 7 ayat (3); Pasal 14 huruf c dan h; serta Pasal 77 dengan RUU KUHAP Pasal 1 ayat (7) terdapat harmonisasi. Antara Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 7 dengan RUU KUHAP Pasal 1 ayat (7) terdapat harmonisasi. Antara Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang

16 Kekuasaan Kehakiman Pasal 7 dengan Pasal 7 huruf d; Pasal 7 ayat (3); Pasal 14 huruf c dan h; serta Pasal 77 Undang- Undang Nomor 8 tahun 1981 terdapat harmonisasi. Sehingga untuk penelitian tersebut, prinsip penalaran hukum yang akan digunakan adalah prinsip non kontradiksi sehingga tidak diberlakukan asas penalaran pemberlakuan peraturan perundang-undangan. 3) Analisis hukum positif Analisis hukum positif adalah analisis yang bersifat terbuka (open system) untuk di sistemisasikan, di interpretasikan, dan dinilai. 4) Interpretasi hukum positif a) Interpretasi Gramatikal; mengartikan bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari/hukum. b) Interpretasi Sistematisasi; mendasarkan sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum. c) Interpretasi Teleologis; setiap interpretasi pada dasarnya teologi. 5) Menilai hukum positif Menilai hukum positif merupakan gagasan yang ideal tentang Urgensi Adanya Hakim Komisaris dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dan kaitkan dengan asas hukum yang ada di tiap norma sesuai bahan hukum primer.

17 b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum akan diperbandingkan dengan pendapat lain dan perbedaan pendapat. Pendapat dari narasumber akan dideskripsikan dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat hukum juga dengan bahan hukum primer apakah ada persamaan ataukah ada perbedaan. Dokumen yang diperoleh akan dideskripsikan, dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat hukum serta norma hukum positif. 7. Proses berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir/prosedur bernalar digunakan secara deduktif. Proses berpikir deduktif berawal dari proposisi umum yang telah diketahui kebenarannya yang berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus, dalam hal ini urgensi adanya hakim komisaris dalam sistem peradilan pidana di indonesia. H. Sistematika Skripsi Dalam penulisan hukum yang berjudul PROSPEK ADANYA LEMBAGA HAKIM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA ini dipergunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

18 Bab ini berisi: Pada Bab I berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Skripsi. BAB II PROSPEK ADANYA HAKIM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub bab. Sub bab pertama adalah mengenai Sistem Peradilan Pidana di Indonesia yang pada intinya meliputi Due Process of Law, Komponen dalam Sistem Peradilan Pidana, Tahapan Pemeriksaan dalam Sistem Peradilan Pidana. Sub bab kedua adalah mengenai Mekanisme Pengawasan dalam Proses Pemeriksaan Pendahuluan yang meliputi Keterbatasan Lembaga Pemeriksaan Pendahuluan yang pernah ada: a. Hakim Komisaris pada masa Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR); b. Lembaga Pra Peradilan dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Tinjauan Umum mengenai Hakim Pemeriksaan Pendahuluan: a. Pengertian Hakim Pemeriksaan Pendahuluan; b. Wewenang Hakim Pemeriksaan Pendahuluan; c. Tata Cara Pemeriksaan oleh Hakim Pemeriksaan Pendahuluan. Arti Penting Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan dalam RUU KUHAP. Sub bab ketiga adalah mengenai Prospek Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (Hakim Komisaris) dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia yang pada intinya meliputi Pro dan Kontra

19 Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (Hakim Komisaris) dalam RUU KUHAP, Prediksi Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan, Tantangan dan Harapan Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan di masa mendatang. BAB III PENUTUP Bab yang terakhir dari penulisan hukum/skripsi yang disusun oleh penulis terbagi dalam 2 (dua) bagian besar, yaitu bagian kesimpulan dan bagian saran.