BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN PIHAK LAKI-LAKI (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Klaten) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. berderet mulai dari Semanggi, Pasar Kliwon, Sangkrah, hingga Gandekan. ekonomi lemah dengan tingkat pendidikan yang cukup rendah.

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

PROSES PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN TERHADAP ANAK YANG TERLAMBAT MENDAPAT AKTA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia tetapi juga menyangkut hubungan keperdataan, perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya. 1 Karena hubungan itulah untuk melakukan sebuah perkawinan harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan harus di catat dan dilakukan di hadapan di Pegawai Pencatat Perkawinan untuk mendapatkan kepastian hukum. Bahwa sesungguhnya seseorang yang akan melaksanakan sebuah perkawinan diharuskan memberitahukan dahulu kepada Pegawai Pencatat Perkawinan. Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan secara lisan oleh seorang maupun oleh kedua mempelai. Dengan adanya pemberitahuan tersebut, K. Wantjik Saleh berpendapat bahwa maksud untuk melakukan perkawinan itu harus dinyatakan pula tentang nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai. Dalam hal salah seorang atau kedua calon mempelai pernah kawin, harus disebutkan juga nama suami atau istri terdahulu. 2 Dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 juga dijelaskan bahwa: 1 Wasman dan Wardah Nuroniyah, 2011, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandungan Fiqh dan Hukum Positif, Yogyakarta: CV. Citra Utama, hal. 29 2 K. Wantjik Saleh, 1980, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 19 1

2 (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlakku. Jika dilihat dari Pasal 2 ayat (1) tersebut dapat dijelaskan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum dan kepercayaanya masing-masing. Karena itu merupakan bentuk suatu perlindungan bagi para pihak. Tetapi dalam praktiknya ada juga yang melakukan perkawinan yang tidak memenuhi rukun atau syarat perkawinan dan adanya salah sangka antara kedua belah pihak setelah perkawinan dilangsungkan. Seperti perkara yang penulis teliti bahwa Termohon I telah memalsukan identitasnya untuk dapat melangsungkan perkawinan dengan Termohon II, bahwasanya Termohon I sudah mempunyai istri, Termohon I mengaku berstatus jejaka kepada Termohon II dan keluarganya. Sehingga tanpa sepengetahuan istrinya, Termohon I menilah dengan Termohon II. Setelah perkawinan tersebut Termohon II dan pihak dari KUA mengetahui bahwa Termohon I sudah mempuyai istri, akhirnya pihak KUA dengan diwakili Pemohon mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama Klaten. Dari kasus tersebut, untuk melindungi kesakralan suatu perkawinan dan untuk mendapatkan kepastian hukum suatu perkawinan tersebut dapat dilakukan pembatalan perkawinan, agar tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya perkawinan tersebut. Dengan demikian perkawinan yang tidak memenuhi syarat atau rukun perkawinan maupun perkawinan yang dilakukan karena penipuan salah satu pihak maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 22

3 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa: perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dari uraian tersebut dapat di jelaskan bahwa suatu perkawinan yang berlangsung, tetapi setelah perkawinan tersebut salah satu pihak ataupun pihak ketiga mengetahui adanya syarat perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dapat di batalkan. Pembatalan perkawinan dalam hukum islam disebut juga fashak. Menurut Sayyid Sabiq dalam bukum fiqh sunnah, fashak secara harfiyah berarti membatalkan suatu perjanjian atau menarik kembali suatu perkawinan. 3 Arti fashak adalah merusak atau membatalkan. Menfashak akad nikah berarti membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami istri. Tuntutan pemutusan perkawinan ini disebabkan karena salah satu pihak menemui cela atau cacat pada pihak lain atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum berlangsungnya perkawinan, ataupun adanya hal-hal yang membatalkan akad nikah yang dahulunya tidak ada atau belum diketahui. Perkawinan yang dianggap sah dengan segala akibatnya. 4 Bubarnya perkawinan dimulai sejak di fashakkanya perkawinan tersebut. Kebatalan perkawinan yang berlangsung bertentangan dengan Pasal 27 KUHperdata (BW) karena perkawinan lebih dari seorang suami maupun istri, dapat dituntut oleh orang yang karena perkawinan terdahulu sudah terikat dengan salah satu suami-istri, oleh suami-istri itu sendiri, atau oleh keluarga sedarah dalam garis lurus keatas, atau oleh mereka yang 3 Wasman dan Wardah Nuroniyah, Op.Cit, hal. 126 4 Ibid. hal. 127

4 berkepentingan atas kebatalan perkawinan itu dan atau oleh kebijaksanaan. 5 Dalam hal pembatalan perkawinan dimaksud sudah dilangsungkan perkawinan menurut hukum dan kepercayaannya masing-masing. Alasan-alasan yang dapat diajukan untuk membatalkan perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 yang dimuat dalam Pasal 26 dan 27 adalah sebagai berikut: 1. Perkawinan yang dilangsungkan dihadapan Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang 2. Wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah 3. Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi 4. Perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum 5. Ketika dilangsungkan perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri Mengenai alasan nomor 1-3 yaitu perkawinan yang dilangsungkan dihadapan pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah, dan perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi maka yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri ( Pasal 26 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan) tetapi untuk membatalkan perkawinan oleh suami atau istri tersebut gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan 5 Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia, Yogyakarta: CV. Mandar Maju, hal. 80

5 yang di buat pegawai pencatan perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan dan perkawinan harus di perbaharuhi supaya sah (Pasal 26 (2) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Alasan untuk nomor 4 dan 5 yaitu perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum, dan ketika di langsungkan perkawinan, berlangsung terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri maka yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah suami atau istri. Adapun pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan sebagaimana disebut dalam Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah sebagai berikut: (1) Para anggota keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri (2) Suami atau istri itu sendiri (3) Pejabat yang berwenang, tetapi hanya perkawinan belum putus (4) Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang perkawinan dan setiap orang mempunyai hubungan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu diputus. Khusus dalam hubungan suami istri, seorang suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan, dalam hal perkawinan itu dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum atau apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri. Tetapi dengan syarat bahwa dalam jangka waktu enam bulan setelah tidak adanya ancaman lagi atau yang bersalah sangka itu menyadari dirinya, masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan

6 haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, maka haknya itu gugur. Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan atau ditempat tinggal suami-istri ( Pasal 25 UU No. 1 tahun 1974). Pembatalan perkawinan termasuk kompetensi absolute Pengadilan dalam lingkunagan Peradilan Agama. Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan menurut hukum islam, serta wakaf, dan sedekah. 6 Adapun yang menjadi alasan dan probematika penulis mengambil judul tersebut adalah bahwa pembatalan perkawinan muncul karena berbgai alasan tetapi dalam kasus yang penulis kaji bahwa perkawinan tersebut dilakukan karena tipu muslihat dari pihak laki-laki yaitu memalsukan identitas pada saat mau melangsungkan perkawinan, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 24 UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2)dan Pasal 4 undang-undang ini Sehingga perkawinan tersebut melanggar syarat sahnya perkawinan dan adanya perkawinan tersebut juga berakibat merugikan pihak lain. 6 Abdul Manan, 2006, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, hal. 13

7 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis dalam hal ini tertarik untuk mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut kedalam penulisan skripsi yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN PIHAK LAKI-LAKI (studi kasus di Pengadilan Agama Klaten). B. Rumusan Masalah Bedasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja alasan-alasan bahwa perkawinan itu dapat dibatalkan dan siapa yang berhak untuk membatalkan perkawinan? 2. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menilai pembuktian dan putusan pembatalan perkawinan karena adanya penipuan salah satu pihak? 3. Apakah akibat hukum dari putusan pembatalan perkawinan karena adanya penipuan salah satu pihak? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui alasan-alasan pembatalan perkawinan dan siapa saja yang berhak membatalkan perkawinan 2. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam memberikan pembuktian dan putusan tentang perkara pembatalan perkawinan karena penipuan dalam hal pemalsuan identitas yang dilakukan oleh salah satu pihak.

8 3. Untuk mengetahui akbat hukum yang timbul dari pembatalan perkawinan karena penipuan dalam hal pemalsuan identitas yang dilakukan oleh salah satu pihak. D. Manfaat Penelitian Penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat yang berguna baik bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan dalam praktiknya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini adalah: 1. Manfaat bagi Penulis a. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang akan dikaji, yang dapat berguna bagi penulis dikemudian hari b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dan sitematis bagi penulis dalam membuat sebuah karya tulis. c. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis sendiri, untuk lebih mengetahui pertimbangan-pertimbangan Hakim dalam memutus perkara pembatalan perkawinan. 2. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan a. penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu penngetahuan di bidang hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya

9 b. penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya. c. penelitian ini diharapkan dapat di pakai sebagai bahan untuk mengadakan penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya. 3. Manfaat bagi Masyarakat. a. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat di pakai sebagai bahan pertimbangan bagi siapa saja yang akan melangsungkan perkawinan supaya dapat memperteguh keimanan untuk menghindari pembatalan perkawinan. b. Hasil penelitian ini, di harapkan dapat membantu memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat pada umumnya dalam hal melakukan perkawinan agar tidak terjadi pembatalan perkawinanan. E. Metode Penelitian Metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus bertindak. Penelitian hukum adalah salah satu kegiatan ilmiah, yang di dasarkan pada metode, sistematika yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 7 Dalam penelitian untuk menyusun skripsi ini, metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu penelitian huku yang mempergunakan sumber 7 Khuzdaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Surakarta, hal. 3

10 hukum sekunder, dilakukan dengan menekankan dan berpegang teguh pada segi-segi yuridis. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder mempunyai ruang lingkup yang meiputi surat-surat pribadi, buku-buku, sampai pada dokumen resmi yang di keluarkan oleh pemerintah. 8 Penulis menggunakan pendekatan metode yuridis normatif karena yang diteliti adalah aspek hukum, kaedah hukum terhadap proses penyelesaian sengketa pembatalan perkawinan karena penipuan yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Sehingga dapat di ketahui kedudukan hukum terhadap proses penyelesaian sengketa pembatalan perkawinan karena penipuan yang dilakukan oleh pihak laki-laki. 2. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu untuk memberikan data yang seteliti mungkin terhadap manusia, keadaan atau gejala lainnya. 9 Metode deskriptif ini di maksudkan untuk memperoeh gambaran yang baik, jelas, dan memberikan data yang telat tentang obyek yang diteliti lebih bersifat dekriptif, karena bermaksud menggambarkan secara jelas tentang berbagai hal ang terkait dengan obyek yang di teliti yaitu tentang Pembatalan Perkawinan karena Penipuan Pihak Laki-Laki. 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, 2004, Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Universiatas Indonesia Press, hal. 24 9 Hadari Namawi, 1991, Metode Penelitian Hukum Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press, hal.58

11 F. Jenis dan Sumber Data 1. Data Sekunder Mencari data sekunder dengan menggunakan bahan-bahan hukum yang meliputi: a. Bahan hukum primer Yakni berkaitan erat dengan bahan-bahan hukum dengan permasalahan yang di teliti. Antara lain yang terdiri sebagai berikut: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHperdata). 2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 4) Kompilasi Hukum Islam buku ke I tentang perkawinan. 5) Putusan Pengadilan Agama Klaten tentang Pembatalan perkawinan. b. Bahan hukum sekunder Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti tentang perkawinan, buku hukum perkawinan, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana serta pendapat para pakar hukum yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

12 c. Bahan hukum tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan snsiklopedia. 10 2. Data Primer a. Lokasi Penelitian Penulis dalam rangka mengadakan penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agama Klaten, karena Pengadilan Agama Klaten juga pernah memutus perkara permohonan pembatalan perkawinan. b. Subyek Penelitian Dalam hal ini penulis menetapkan subyek-subyek yang di teliti yaitu dengan informan atau responden yang berkompeten dalam permasalahan mengenai pembatalan perkawinan yaitu Hakim Pengadilan Agama Klaten yang memutus perkara pembatalan perkawinan. G. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mengumpulkan bahan hukum yaitu: 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu melakukan pengumpulan data dengan jalan mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum sekunder yaitu 10 Ibid., Hal. 32

13 yang berasal dari beberapa literatur atau buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang dikaji serta bahan hukum tersier yang berupa kamus hukum dan ensiklopedia. Kemudian bahan hukum tersebut di pelajari dan di kaji untuk di jadikan pedoman atau landasan dalam menyusun dan melakukan penelitian. 2. Studi Lapangan a. Membuat daftar pertanyaan Penulis mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Kemudian penulis menyiapkan pertanyaan yang berkaitan dengan perkara pembatalan perkawinan. b. Wawancara Wawancara ini merupakan pencarian dan pengumpulan data primer yang di peroleh langsung dari obyek yang diteliti dengan cara penulis terjun langsung ke lokasi penelitian yang menjadi tempat penelitian dengan mengadakan Tanya jawab dengan pihak terkait yaitu Hakim yang memeriksa dan memutus perkara pembatalan perkawinan karena penipuan yang dilakukan pihak laki-laki. H. Metode Analisis Data Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi Peraturan Perundang-Undangan, dokumen-dokumen, buku-buku kepustakaan, dan literature lainya yang berkaitan dengan kasus tentang Pembatalan Perkawinan.

14 Setelah hal diatas tercapai, maka kemudian akan dihubungkan data-data yang diperoleh penulis dari lapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden atau narasumber yang bersangkutan, untuk kemudian dilakukan pengumpulan dan penyusunan data secara sistematis serta menguraikannya dengan kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. I. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dan kaidah baku penulisan karya ilmiah serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan skripsi ini, adapun penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu: Bab I Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang pertama, Tinjauan Umum Pembatalan perkawinan, yang terdiri dari: pengertian perkawinan, pengertian pembatalan perkawinan, pengertian penipuan, alasan-alasan pembatalan perkawinan, para pihak yang berhak membatalkan perkawinan, dan akibat hukum pembatalan perkawinan. Kedua, Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Di Pengadilan Agama, terdiri dari: penyusunan surat gugatan, pengajuan surat gugatan, pemanggilan para pihak, dan pemeriksaan perkara meliputi: perdamaian,

15 jawab menjawab antara penggugat dan tergugat, pembuktian meliputi:(1) pengertian pembuktian, (2) beban pembuktian, (3) alat bukti,(4) penilaian pembuktian, (5) dan kesimpulan pembuktian.yang terkahir adalah putusan yang meliputi pengertian putusan, macam-macam putusan, dan pertimbangan hakim. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitiannya dan pembahasan yaitu Bagaimana alasan-alasan bahwa perkawinan itu dapat dibatalkan dan siapa yang berhak untuk membatalkan perkawinan, Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memberika pembuktian dan putusan pembatalan perkawinan karena adanya penipuan, dan Apakah akibat hukum dari putusan pembatalan perkawinan Bab IV Penutup, merupakan bagian akhir dalam penulisan hukum yang berisi beberapa simpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya