2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; 3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; serta 4. Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan wilayah lain. Upaya pencegahan banjir dilakukan dengan tiga cara yakni : (1) melestarikan kawasan lindung dan kawasan hulu sungai (2) pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung maupun cek dam, pembuatan bendungan baru, dan (3) membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase. C. Kawasan Rawan Angin Puyuh Kawasan rawan bencana alam lainnya di wilayah Kabupaten Ngawi yaitu bahaya angin puyuh dan terjadi hampir setiap tahun. Kawasan yang rawan akan bencana angin puyuh adalah Kecamatan Bringin, Kecamatan Kendal, Kecamatan Karangjati, Kecamatan Geneng dan Kecamatan Ngrambe. Dampak Gambar 5.8 Ilustrasi Penanganan Kawasan Konservasi dan Rawan Longsor dari bencana angin puyuh ini adalah dapat mengakibatkan robohnya bangunan permukiman penduduk, tumbangnya pepohonan maupun tanaman pertanian dan lainnya. Untuk menanggulangi bahaya angin puyuh ini pada dasarnya tidak B. Kawasan Rawan Banjir Kawasan rawan banjir di Kabupaten Ngawi berada di sekitar DAS dapat dilakukan karena termasuk dari gejala alam yang belum dapat diprediksi tetapi yang bisa dilakukan adalah mengantisipasi bahaya. Bengawan Solo dan DAS Kali Madiun. Beberapa penyebab terjadinya banjir Misalnya memperkuat kontruksi bangunan, mengusahakan di sekitar antara lain disebabkan oleh semakin berkurangnya kawasan resapan air, dan semakin rusaknya hutan dan kawasan konservasi di wilayah hulu. Berdasarkan kerawanan terhadap banjir diatas, maka guna mengantisipasi bahaya banjir dan genangan periodik adalah : 1. Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas wilayah; bangunan tidak ada tanaman yang besar serta tinggi. Berdasarkan uraian di atas, maka upaya perlindungan kawasan rawan bencana alam bertujuan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam atau secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Adapun strategi dan upaya penanggulangannya adalah sebagai berikut : Laporan Akhir V - 21
1. Memperkuat struktur bangunan agar memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap resiko angin puyuh. 2. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan 3. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan. 4. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin. 5. Penanaman pohon di kawasan hutan kota yang dapat meredam dampak angin, seperti pohon bambu. Pembuatan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin topan. 5.1.6. Kawasan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut UU No. 26 Tahun 2008 adalah area memanjang atau jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pembagian RTH kawasan perkotaan terdiri dari RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan RTH yang dimiliki oleh kota/kawasan perkotaan yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk RTH publik adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan yang termasuk RTH privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Proporsi RTH kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten Ngawi adalah paling sedikit 30 % dari luas kawasan perkotaan, yang diisi oleh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam. Pembagian RTH ini terdiri dari RTH publik paling sedikit 20 % dan RTH privat 10 %. Distribusi RTH kawasan perkotaan disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang wilayah. Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota/kawasan perkotaan, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota/ kawasan perkotaan. Adapun beberapa Kecamatan yang termasuk kawasan perkotaan dan harus memenuhi proporsi 30% dari luas wilayahnya adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 Proporsi RTH Kawasan Perkotaan Kabupaten Ngawi NO KECAMATAN LUAS WILAYAH PERKOTAAN (HA) PROPORSI (HA) 1 Sine 1,081 324.30 2 Ngrambe 1,458 437.40 3 Jogorogo 3,185 955.50 4 Kendal 1,832 549.60 5 Geneng 1,908 572.40 6 Gerih 1,790 537.00 7 Kwadungan 1,452 435.60 8 Pangkur 1,057 317.10 9 Karangjati 2,250 675.00 10 Bringin 1,270 381.00 11 Padas 2,356 706.80 12 Kasreman 1,704 511.20 13 Ngawi 3,534 1,060.20 14 Paron 4,163 1,248.90 15 Kedunggalar 2,186 655.80 16 Pitu 1,250 375.00 17 Widodaren 2,284 685.20 18 Mantingan 3,134 940.20 19 Karanganyar 2,578 773.40 40,472 12,141.60 Sumber : Rencana 2008 Laporan Akhir V - 22
RENCANA TATA RUANG WILYAH TAHUN 2010-2030 Laporan Akhir V - 23
Gambar 5.9 Perspektif Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Ngawi TMP KOTA NGAWI PULAU JALAN DI JL. TRIP LAPANGAN OR PUSAT KOTA MEDIAN JL. A YANI KALI MADIUN PERUMAHAN Laporan Akhir V - 24
5.1.7. Kawasan Lindungan Geologi Kawasan lindung geologi meliputi kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. A. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi Kawasan-kawasan yang berbahaya letusan gunung berapi dikriteriakan Kawasan perlindungan geologi merupakan kawasan yang berfungsi meminimalisir resiko negatif dari ekploitasi pertambangan lokal terhadap lingkungan dan cadangan material alam tidak terperbaharui. Beberapa kawasan sekitar pertambangan di Kabupaten Ngawi merupakan kawasan perlindungan geologi, yaitu yang terletak di Desa Pitu Kecamatan Widodaren dan Desa Kendal Kecamatan Ngrambe. menjadi tiga kategori yaitu : 1. Kawasan terlarang, adalah kawasan yang berada di puncak gunung yaitu kawasan di sekitar kawah; 2. Kawasan bahaya 1, adalah kawasan lahar panas, pada saat terjadi letusan yaitu kawasan yang berada di bawahnya kawasan terlarang; serta 3. Kawasan bahaya 2, yaitu kawasan yang dilalui lahar dingin, dalam hal ini berupa kawasan di sepanjang jalur lahar dingin. Kawasan rawan bencana letusan gunung berapi di Kabupaten Ngawi berada di sekitar pegunungan Lawu karena gunung tersebut masih aktif, yaitu di Kecamatan Jogorogo, Kecamatan Kendal dan Kecamatan Sine. Luas rawan bencana alam geologi di Kabupaten Ngawi kurang lebih 230,62 ha. Sampai saat ini kawasaan ini masih belum masuk dalam tingkat kerawanan bencana, 5.1.8. Kawasan Lindung lainnya Kawasan lindung lainnya meliputi cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang di lindungi. Di Kabupaten Ngawi untuk kawasan lindung lainnya hanya meliputi kawasan perlindungan plasma nutfah dan kawasan pengungsian satwa. A. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Kawasan plasma nutfah pada dasarnya merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan merupakan kawasan yang harus dijaga untuk keseimbangan ekosistem dalam jangka panjang. Untuk jenis kawasan ini di Kabupaten Ngawi terletak di wilayah bagian selatan. namun demikian bila terjadi bencana letusan, maka kawasan ini termasuk B. Kawasan Pengungsian Satwa dalam kawasan bencana 1 dan 2. Sekitar wilayah ini harus diadakan perlindungan dengan penyediaan saluran aliran lahar cair. Bentuk-bentuk perlindungan yang perlu dilakukan adalah mengantisipasi bahaya letusan dengan melakukan konservasi secara ketat terhadap jaringan aliran lahar dan di sekitar bendungan lahar yang lokasi bahaya aliran laharnya berada di Kabupaten Ngawi terdapat di Kecamatan Jogorogo, Kecamatan Kendal dan Kecamatan Sine Bentuk-bentuk konservasi yang perlu dilakukan adalah mengupayakan pada pembatasan kawasan budidaya khususnya pengembangan permukiman dan kawasan terbangun di sepanjang sungai aliran lahar. Kawasan pengungsian satwa yaitu kawasan yang merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya; memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Kawasan pengungsian satwa sebenarnya tidak terdapat di Kabupaten Ngawi, namun daerah yang setidak-tidaknya dapat memberikan fungsi tersebut adalah di daerah hutan-hutan bagian selatan Kabupaten Ngawi. Kawasan ini menjadi salah satu tujuan pengungsian satwa pada saat terjadi pergantian musim. Untuk ini harus dilakukan pelestarian kawasan, penelitian dan salah satu tujuan wisata alam. Laporan Akhir V - 25
Tabel 5.3 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung No Rencana Pola Ruang Luas (Ha) % RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG 1 Hutan Lindung 3.086 2,67% 2 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya a. Kawasan Bergambut 0,00 0,00% b. Kawasan resapan air 17.627,89 13,60% 3 Kawasan Perlindungan Setempat a. Sempadan pantai 0,00 0,00% b. Sempadan Sungai 3.830,18 2,96% c. Kawasan sekitar danau/waduk 368,53 0,28% d. Kawasan sekitar mata air 3.960,00 3,06% e. Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya 0,00 0,00% 4 Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya a. Kawasan suaka alam 0,00 0,00% b. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya 0,00 0,00% c. Suaka margasatwa dan suaka margasatwa lain 0,00 0,00% d. Cagar alam dan cagar alam laut 0,00 0,00% e. Kawasan pantai berhutan bakau 0,00 0,00% f. Taman nasional dan taman nasional laut 0,00 0,00% g. Taman hutan raya 0,00 0,00% h. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut 936,84 0,00% i. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan 1.715,85 1,32% 5 Kawasan rawan bencana alam a. Kawasan rawan tanah longsor 2.022,71 1,56% b. Kawasan rawan gelombang pasang 0,00 0,00% c. Kawasan rawan banjir 30.017,18 23,16% 6 Kawasan lindung geologi a. Kawasan cagar alam geologi 0,00 0,00% b. Kawasan rawan bencana alam geologi 230,62 0,18% c. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah 0,00 0,00% 7 Kawasan lindung lainnya a. Cagar biosfer 0,00 0,00% b. Ramsar 0,00 0,00% c. Taman buru 0,00 0,00% d. Kawasan perlindungan plasma nutfah 0,00 0,00% e. Kawasan pengungsian satwa 5.653,91 4,36% Sumber : Hasil Rencana 27.000,42 20,83% 5.2. RENCANA POLA RUANG KAWASAN BUDIDAYA 5.2.1. Jenis dan Kriteria Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk membudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, meliputi kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwista, dan kawasan permukiman. (1) Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas : a. Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas ditetapkan dengan kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor 125 (seratus dua puluh lima) sampai dengan 174 (seratus tujuh puluh empat). b. Kawasan peruntukan hutan produksi tetap ditetapkan dengan kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat). c. Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi ditetapkan dengan kriteria: memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat); dan/atau merupakan kawasan yang apabila dikonversi mampu mempertahankan daya dukung dan daya tamping lingkungan. (2) Kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan dengan criteria kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada tanah yang dibebani hak milik.. (3) Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan criteria : a. memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan Laporan Akhir V - 26
pertanian; b. ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi; c. mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau d. dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air. (8) Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan criteria : a. berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana; b. memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan/atau c. memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung. (4) Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria: a. wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budi daya, dan industri pengolahan hasil perikanan; dan/atau b. tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup. 5.2.2 Penetapan dan Pengembangan Kawasan Budidaya 5.2.2.1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Kawasan hutan produksi di Kabupaten Ngawi tersebar di beberapa kecamatan, dengan luas kurang lebih 34.979 Ha. Hutan produksi di Kabupaten (5) Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki nilai strategis nasional terdiri atas pertambangan mineral dan batubara, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan panas bumi, serta air tanah. Kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi; b. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan/atau c. merupakan bagian proses upaya merubah kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Ngawi juga merupakan bagian dari upaya pelestarian DAS Bengawan Solo. Untuk meningkatkan kualitas tata air di DAS Bengawan Solo ini, maka hutan produksi yang ada harus diperluas melalui pengembangan tanaman keras dengan tegakan tinggi yang memiliki fungsi sebagai hutan. Berdasarkan pola ini, maka Kabupaten Ngawi tidak kekurangan hutan. Sedangkan penyediaan kekurangan kawasan hutan dilakukan dengan pemanfaatan kawasan resapan air, tegalan dan kebun sehingga memiliki fungsi hutan yang dicirikan oleh tanaman tahunan, tegakan tinggi, kerapatan tinggi. Pengembangan hutan ini juga sekaligus dapat meningkatkan fungsi penghijauan, melestarikan kawasan, sekaligus mencegah erosi dan meningkatkan nilai ekonomi lahan. (6) Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan criteria : a. berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri; b. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan/atau c. tidak mengubah lahan produktif. Pengolahan hasil hutan produksi, dikelola untuk upaya peningkatan hasil dan mutu dalam bentuk-bentuk yang menarik konsumen. Diharapkan dengan peningkatan hasil produksi sektor kehutanan, dapat mendorong perkembangan kegiatan industri yang mengelolanya, sehingga diharapkan adanya multiplier effect. Lahan yang tersedia cukup luas dan harga lahan relatif (7) Kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan criteria : a. memiliki objek dengan daya tarik wisata; dan/atau b. mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan. murah, dengan semakin menipisnya kayu dari hutan Negara akibat penjarahan dan produksi, telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengembangkan hutan rakyat. Laporan Akhir V - 27
RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2010-2030 RENCANA KAWASAN HUTAN PRODUKSI Laporan Akhir V - 28
5. Pengembangan dan diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah; 6. Peningkatan fungsi ekologis melalui pengembangan sistem tebang pilih, tebang gilir dan rotasi tanaman yang mendukung keseimbangan alam; serta 7. Meningkatkan perwujudan hutan kota. Peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan PHBM dan LMDH penjelasannya adalah sebagai berikut: A. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Gambar 5.10 Hutan Produksi di Kabupaten Ngawi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang Masyarakat dengan kesadarannya membeli lahan dan menanam pohon jati dalam jumlah yang cukup banyak. Beberapa tahun kedepan bahan baku kayu cukup melimpah. Namun belum banyak yang melirik mengembangkan usaha dibidang ini. Sementara jumlah kayu dari hasil hutan negara terus merosot, maka Hutan Rakyat memiliki prospek inyestasi yang cukup bagus bagi Pengembangan Industri pengolahan kayu (moulding, furniture, dll). Maka pengembangannya adalah sebagai berikut : 1. Kawasan hutan produksi terdapat di beberapa kecamatan, yaitu : Kecamatan Mantingan, Kecamatan Karangjati, Kecamatan Bringin. Beberapa hutan produksi yang ada ternyata menunjukkan adanya tingkat kerapatan tegakan tanaman yang rendah sehingga harus dilakukan percepatan reboisasi; 2. Pengadaan atau alih fungsi kawasan tegalan dan kebun melalui pengembangan tanaman dengan tegakan tinggi yang memiliki fungsi sebagai hutan produksi 3. Pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak; 4. Peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan PHBM dan LMDH; berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional. PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan. Tahapan Implementasi PHBM Pelaksanaan PHBM dilakukan secara bertahap menurut karakteristik kehutanan di Kabupaten Ngawi. Urutan penerapan PHBM secara umum: 1. Sosialisasi internal dan eksternal 2. Dialog multi stake holder 3. Pembentukan Kelembagaan 4. Pembentukan Forum Komunikasi 5. Inventarisasi Petak Pangkuan dan potensi desa 6. Penyusunan Rencana Strategis (5 Tahunan) Laporan Akhir V - 29
7. Perjanjian Kerjasama 8. Pelaksanaan Rencana Strategis 9. Monitoring dan evaluasi Ruang Lingkup PHBM Obyek Kegiatan PHBM dapat dilakukan di dalam kawasan hutan yang pengelolaannya berada pada Perhutani Ngawi, maupun di luar kawasan hutan yaitu sebagai satu kesatuan DAS (Daerah Aliran Sungai) atau Sub DAS beserta dll Ketentuan Berbagi / Sharing dalam PHBM : 1. Berbagi Peran & Tanggung Jawab 2. Berbagi Hasil Kegiatan, terbagi 3 : a. Hasil Hutan Kayu, sebesar 25% dari produksi b. Hasil Hutan Non Kayu, sebesar 5% dari produksi c. Hasil Usaha Produktif, sesuai kesepakatan isinya melalui pendekatan wilayah administratif (Desa Model PHBM) Ngawi. Jenis Kegiatan PHBM : 1. Dalam Kawasan Hutan a. Kegiatan Pengusahaan Hutan Perencanaan hutan s/d Tebangan, Sadapan & pemungutan hasil hutan lainnya. Pembuatan/perawatan sarana & prasarana Angkutan hasil hutan, dll b. Usaha Produktif Berbasis Lahan Budidaya palawija Budidaya tanaman obat, dll c. Usaha Produktif Berbasis Bukan Lahan Pemanfaatan sumber air B. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa hutan dalam rangka kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan dengan sistem PHBM. LMDH merupakan lembaga yang berbadan hukum, mempunyai fungsi sebagai wadah bagi masyarakat desa hutan untuk menjalin kerjasama degan Perum Perhutani Kabupaten Ngawi dalam PHBM dengan prinsip kemitraan. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan hutan, LMDH mempunyai aturan main yang dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Wisata alam, pakan burung (kroto), dll 2. Diluar Kawasan Hutan a. Berbasis Lahan Pengembangan Hutan Rakyat Sharing dll b. Berbasis Bukan Lahan Pengembangan Peternakan Aneka Usaha Kehutanan Industri Pengolahan Hasil Hutan Industri Kecil/Industri Rumah Tangga Fungsi LMDH 1. LMDH merupakan komunitas masyarakat sehingga aspirasi masyarakat telah tertampung dan terwakili di sini. 2. LMDH dapat berpartisipasi dalam pengamanan hasil tebangan dan pengangkutan kayu dari hutan ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK). 3. LMDH dapat berpartisipasi dalam menjaga secara aktif keamanan hutan dengan melakukan patroli harian. 4. LMDH dapat berpartisipasi dalam perencanaan program-program kehutanan seperti penyusunan petak hutan pangkuan oleh Perhutani. Laporan Akhir V - 30