BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada

TENTANG BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUpATEN LAHAT NOMOR 08 TAHUN PENfELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang melaksanakan berbagai kegiatan

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi masyarakat. Padahal, tanah dari dulu hingga sekarang tidak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 13 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

Menimbang : a. Mengingat : 1.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2007

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SALINAN NO : 14 / LD/2009

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN,

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

BAB I PENDAHULUAN. peran vital dalam menunjang kehidupan manusia dan produktivitasnya. Dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBAGUNAN KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DAN KEPENTINGAN UMUM DI KOTA SURAKARTA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.06/2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 16 Tahun : 2008 Seri : E

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Otoritas Negara dalam Penguasaan Hak Atas Tanah

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PERLUASAN KAWASAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN INTERNASIONAL TANJUNG PRIOK

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatannya haruslah di dasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dimanfaatkan menurut yang dikehendakinya. Tanah mempunyai jumlah

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Selanjutnya mengacu pada Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk :

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya.

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II ASPEK KEPENTINGAN UMUM DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PELEBARAN JALAN DI KABUPATEN PADANG LAWAS

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN KONSINYASI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGATURAN PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN JALAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN. Teguh Yuono. Abstrak

RATUMELA MARTEN SABONO N P M

BAB III PENUTUP. Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM. kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu

Transkripsi:

15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah pertanahan merupakan salah satu persoalan pokok dalam pembangunan nasional kita. Kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu semakin meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan okonomi masyarakat. Padahal, tanah dari dulu hingga sekarang tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk mendapatkan tanah sekarang ini tidak semudah waktu dulu. Hal ini menyebabkan nilai tanah semakin tinggi sehingga permintaan tanah dan jumlah luas tanah yang tersedia tidak akan mencukupi kebutuhan akan masyarakat itu sendiri, akibatnya akan timbul berbagai macam permasalahan yang sangat komplek dan merupakan persoalan yang sangat rawan pada masyarakat. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan tanah bagi keperluan pembangunan secara memuaskan, dengan mengingat pula penyediaan untuk keperluan-keperluan lain, hingga tanah yang tersedia itu dapat dipergunakan secara efisien, diperlukan pengaturan pengendalian, dan pembinaan oleh Pemerintah, di samping jaminan kepastian hukum dan kepastian hak bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Hal-hal tersebut memerlukan landasan hukum yang harus dituangkan dalam Hukum Tanah yang efisien dan efektif 1. 1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan UUPA, isi, dan pelaksanaanya, Djambatan, Jakarta, cetakan ke sebelas (edisi revisi) 2007, Hal 164

16 Salah satu permasalahan pertanahan, mengenai persoalan pengambilan tanah kepunyaan penduduk/masyarakat untuk kepentingan pembangunan yang biasa dikenal dengan sebutan Pembebasan Tanah atau Pencabutan Hak Atas Tanah. Permasalahan tersebut kelihatanya tidak pernah selesai diperbincangkan dan dikaji orang karena hal ini menyangkut persoalan yang kontroversial mengenai masalah pertanahan. Pada satu pihak tuntutan pembangunan penanam modal akan tanah sudah sedemikian mendesak sedangkan pada pihak lain persediaan tanah sudah semakin sulit. Berjalanya proses pembangunan yang cukup cepat di Negara kita bukan saja memaksa harga tanah pada berbagai tempat untuk naik, tetapi juga telah menciptakan suasana dimana tanah sudah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai nilai sangat tinggi, sehingga besar kemungkinan pembangunan selanjutnya akan mengalami kesulitan dalam mengejar laju pertumbuhan harga tanah yang dimaksud 2. Dalam rangka pengadaan tanah untuk proses pembangunan pemerintah wajib mengindahkan asas peran serta masyarakat sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Musyawarah atau perundingan harus dilakukan secara terbuka antara para - 2 H. Abdurahman, Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah : Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, cetakan ke dua (Edisi Revisi) 1996, Hal 1

17 warga masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab memfasilitasi lahirnya fasillitas-institusi independen bagi musyawarah tersebut. Disini pemerintah memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih apakah akan diambil-alih atau tidak hak-milik tanahnya, dan memberikan akses yang luas kepada masyarakat untuk ikut-serta dalam pengelolaan tanah. Proses pembebasan lahan yang dilakukan tim panitia pengadaan tanah (P2T) pemerintah Kota dan Kabupaten, sering menimbulkan berbagai permasalahn. Dari beberapa kasus yang terjadi dalam proses pengadaan tanah permasalahan timbul karena disebabkan tidak lengkapnya dokumen dan juga mengenai kata sepakat tentang pemberian ganti kerugian pada warga yang tanahnya dibebaskan. Kesulitan yang sering dihadapi oleh tim P2T Pemerintah Kota dan Kabupaten adalah adanya perbedaan harga pasar dengan harga yang telah ditetapkan dalam nilai jual objek pajak (NJOP). Dalam berbagai kasus, sering terjadi harga tanah merupakan hasil musyawarah antara tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan pemilik tanah yang meminta harga lebih tinggi dari nilai jual objek pajak (NJOP). Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai otoritas pemeriksaan akan menganggap sebagai temuan indikasi korupsi jika harga tanah yang disepakati dalam musyawarah jauh di atas nilai jual objek pajak (NJOP). 3 3 Harian Pelita, Konflik Pengadaan Tanah, 5/7/08

18 Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tersebut, sekaligus mencabut Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pencabutan terhadap Keputusan Presiden (Kepres) ini dikarenakan dipandang tidak sesuai sebagai landasan hukum dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum maupun persoalan yang timbul dalam proses pengadaan tanah selama ini. Sebagai penyempurnaan Peraturan Presiden (Perpres) No 36 tahun 2005 Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006 sekaligus mencabut Peraturan Presiden (Perpres) sebelumnya. Alasan utama dari penggantian Perpres tersebut di atas adalah untuk meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan menjamin kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Melalui Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPNRI), pemerintah kemudian menerbitkan petunjuk pelaksanaan (Juklak) Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam Peraturan Presiden (Perpres) ini metode yang digunakan untuk pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum berpatokan kepada mekanisme ganti kerugian. Namun di dalam prakteknya mekanisme ganti rugi ini sering sekali mengalami

19 hambatan-hambatan karena tidak tercapainya kesepakatan diantara para pihak mengenai nilai tanah yang akan diganti rugi. Hal tersebut juga nampak pada rencana pengembangan bandara Adi Sucipto yang akan direalisasikan pada tahun 2010 ini. Landasan pacu Bandara Adi Sucipto Yogyakarta rencananya akan diperluas dari 2200 meter menjadi 2500 meter kearah timur. Sementara area parkir pesawat juga akan diperluas. Untuk perluasan bandara tersebut, harus dilakukan pembebasan lahan dari masyarakat seluas dua hektar. Perpanjangan landasan pacu akan dilakukan ke arah timur karena tidak memungkinkan lagi diperpanjang ke arah barat 4. Daerah yang akan terkena proyek tersebut terletak di Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman yang terletak tepat di sebelah timur Bandara Adi Sucipto.. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti atau melihat bagaimana proses Pengadaan Tanah Untuk Pengembangan Bandara Adisucipto di Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. 4 http//kompas.com/, 02 Januari 2010, 10:30

20 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan perluasan Bandara Adisucipto? 2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan perluasan Bandara Adisucipto? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan atau proses pengadaan tanah untuk kepentingan perluasan Bandara Adisucipto. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang ada di dalam proses pengadaan tanah tersebut. D. Tinjauan Pustaka Bagi Negara Republik Indonesia, dimana struktur kehidupan masyarakatnya, termasuk perekonomianya sebagian besar bergerak dalam bidang agraria, maka fungsi bumi (tanah), air dan ruang angkasa serta semua yang terkandung didalamnya amatlah penting sebagai sarana pokok dalam pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur 5 5 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, 1989, hal 321

21 Menurut Boedi Harsono, (1995:173), Konsepsi yang melandasi hukum tanah nasional adalah konsepsi komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Lebih lanjut dikatakan pula bahwa: Dengan hak apapun tanah tersebut dikuasai, tanah yang bersangkutan adalah sebagian dari tanah bersama bangsa Indonesia. Maka penetapan peruntukan dan penggunanya misalnya selain berpedoman pada kepentingan pribadi pemegang haknya, wajib juga memperhatikan kepentingan bersama. Kepentingan tersebut berupa kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam kaitanya dengan pengadaan tanah, baik untuk keperluan pemerintah atau swata, salah satu pilihan bentuk ganti kerugian yakni pemukiman kembali disertai kelengkapan prasarana penunjangnya perlu dimasyarakatkan, karena pemukiman kembali berorientasi pada pemulihan status bekas pemegang hak atas tanah. Menurut pasal 2 Perpres No 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pengadaan tanah untuk pembangunan oleh pemerintah dilaksanakan dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Di luar itu, pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pengadaan tanah dilakukan atas dasar musyawarah langsung. Yang dimaksud dengan musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan

22 keinginan yang didasarkan atas sukarela antara para pihak untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Mekanisme musyawarah di terdapat di dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 65 TAHUN 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pasal 37 ayat (1),(2),(3),(4) yang berbunyi : (1) Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan musyawarah pertama terhadap lokasi pembangunan yang tidak dapat dialihkan yang kriterianya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (2) Apabila lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan secara teknis tata ruang, rencana pembangunan telah diperoleh persetujuan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a dan kesepakatan lokasi pembangunan telah tercapai 75% (tujuh puluh lima persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, serta jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah menyerahkan ganti rugi kepada pemilik dan dibuatkan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita Acara Penawaran Penyerahan Ganti Rugi. (3) Apabila pemilik tetap menolak penyerahan ganti rugi atau tidak menerima penawaran penyerahan ganti rugi, maka setelah melewati 120 (seratus dua

23 puluh) hari Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota membuat Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi. (4) Jika pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap menolak, maka berdasarkan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota memerintahkan agar instansi pemerintah yang memerlukan tanah menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah bagi pelaksanaan pembangunan. Bentuk ganti kerugian dapat berupa (1) uang; (2) tanah/bangunan pengganti; (3) pemukiman kembali yang fasilitasnya sama; (4) pembangunan fasilitas umum yang bermanfaat; (5) sesuai keputusan pejabat yang berwenang untuk instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pada kenyataanya masalah ganti kerugian dalam setiap pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan hampir selalu muncul rasa tidak puas di pihak rakyat/warga yang hak atas tanahnya terkena proyek tersebut. Tidak relistisnya kriteria ganti kerugian sebagai penyebab keluhan terbanyak yang pada akhirnya menjadi kasus dalam pengadaan tanah 6. Pemberian ganti kerugian merupakan penggantian yang utuh (penuh) bagi semua kerugian yang secara langsung dan tidak terhindarkan diderita oleh pemegang hak atas tanah yang dicabut haknya karena kehilangan barangnya. 6 Maria Somardjono, Tinjaun Yuridis Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Pelaksanaanya, Makalah pada Seminar Nasional Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Kerajasama Fak.Hukum Universitas Trisakti dan BPN, Jakarta 3 Desember 1995, Hal 3

24 Selain ganti kerugian yang harus dibayarkan, maka kerugiankerugian yang berhubungan dengan itu harus pula diganti, misalnya biaya pemindahan usaha, hilangnya penghasilan dan sebagainya 7. Dalam kaitanya dengan masalah ganti kerugian, menemukan keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum tidaklah mudah. Ganti kerugian sebagai upaya untuk mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum dapat disebut adil apabila hal tersebut tidak membuat seorang lebih kaya atau sebaliknya, menjadi lebih miskin dari keadaan sebelumnya. Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan pada : 1. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalankan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia; 2. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan. 3. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian. 7 Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, Hal 185

25 Dibanding dengan ganti kerugian untuk bangunan dan tanaman, ganti kerugian untuk tanah lebih rumit perhitungannya, karena ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi harga tanah. Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan ganti kerugian, disamping NJOP Bumi dan Bangunan tahun terakhir adalah: 1. lokasi dan letak tanah; 2. status tanah; 3. peruntukan tanah; 4. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada; 5. sarana dan prasarana yang tersedia; dan 6. faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah. Agar terwujud asas keadilan bagi pemegang hak, penentuan akhir besarnya ganti kerugian haruslah dicapai secara musyawarah antara pemegang hak dan instansi yang memerlukan tanah tersebut. Musyawarah dilakukan secara langsung antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak, dan apabila dikehendaki dapat dilakukan secara bergiliran, atau dapat dilakukan antara instansi pemerintah dengan wakil-wakil pemegang hak (dengan surat kuasa). Pembebasan tanah harus menjunjung prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi sebagai pilar utama Good Governance. Musyawarah dalam rangka pembebasan tanah harus berlangsung secara seimbang dan bukan ajang penyampaian informasi yang bersifat top down.

26 Dengan demikian, keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi dalam forum musyawarah menjadi penting dan harus dalam pembebasan tanah 8. Dalam pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan pemerintah, Panitia Pengadaan Tanah akan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam penetapan ganti kerugian, yang meliputi: 1. untuk tanah nilainya didasarkan pada nilai nyata dengan memperhatikan NJOP tahun terakhir. 2. faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah 3. nilai tafsiran bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang relevan. Panitia Pengadaan Tanah dibentuk di setiap Kabupaten/Kota, keanggotaanya paling banyak 9 orang yang susunan sebagai berikut: 1. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota; 2. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota; 3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota; dan 4. Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota. 8 Adrian Sutedi, Implementasi Prisip Kepentingan Umum; Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hal 396.

27 Tugas Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota adalah: 1. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat; 2. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; 3. mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; 4. mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c; 5. menerima hasil penilaian harga tanah, dan/atau bangunan, dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggung jawab menilai bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; 6. mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi; 7. menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; 8. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik; 9. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak;

28 10. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; dan 11.menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan. Apabila muyawarah tidak tercapai maka, keputusan diambil Panitia Pengadaan Tanah dengan memperhatikan pertimbangan dalam musyawarah. Apabila dalam upaya penyelesaian yang ditetapkan Gubernur, tetapi tidak dapat diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka Gubernur mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah dan benda-benda di atasnya. Meningkatnya pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah maka pengadaanya perlu dilakukan secara tepat dan transparan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau dengan pencabutan hak atas tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah meliputi:

29 a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; e. tempat pembuangan sampah; f. cagar alam dan cagar budaya; g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Pengadaan Tanah Untuk Pengembangan Bandara Adisucipto 2. Subjek Penelitian a. Kepala Kantor Pertanahan Sleman b. Kepala/Camat Kecamatan Berbah c. Kepala Desa Tegaltirto d. Warga di Desa Tegaltirto 3. Sumber Data a. Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari subjek penelitian.

30 b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan berupa buku-buku, dokumen resmi, kamus, peraturan perundang-undangan, dan laporan ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Data primer Wawancara (interview), yaitu pengumpulan data dengan menggunakan tanya jawab secara langsung dengan subjek penelitian guna memperoleh jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini. b. Data sekunder Studi kepustakaan, yaitu data yang diperoleh dengan cara membaca dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literatur, dokumendokumen dan baham pustaka lainya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 5. Analisis Data Setelah data berhasil diperoleh dan terkumpul secara lengkap, baik yang diperoleh di lapangan maupun dalam kepustakaan, kemudian data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode yuridis normatif kualitatif yang menganalisis data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji dan dipilih yang berkualitas berdasarkan penilaian yang logis untuk dapat menjawab permasalahan yang diajukan.