BAB II LANDASAN TEORI. sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENT ANG TATACARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH WALIKOTA MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

WALIKOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 6 SERI C

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 17 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG,

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG,

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR: G TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 28 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 22 TAHUN 2012 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA dan BUPATI TORAJA UTARA MEMUTUSKAN :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

BUPATI BOMB AN A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR \ 0 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1. Konsep Efektivitas dan Efisiensi II.1.1 Pengertian Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketetapan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Menurut Anthony (2005), efektivitas ditentukan oleh hubungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggung jawab dengan tujuannya. Pusat tanggung jawab merupakan organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap aktifitas yang dilakukan, melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dengan tujuan akhir untuk mengubah input menjadi output. Semakin besar output yang dikontribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut. II.1.2. Pengertian Efisiensi Efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau jumlah output per unit input. (Anthony, 2005). Dalam beberapa organisasi, efisiensi diukur dengan cara membandingkan biaya aktual dengan standar, dimana biaya-biaya tersebut harus

dinyatakan dalam output yang diukur. Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, setiap pusat tanggung jawab dalam hal ini adalah organisasi, harus efektif dan efisien dimana, organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang optimal. Suatu pusat tanggung jawab yang menjalankan tugasnya dengan konsumsi terendah atas sumber daya, mungkin akan efisien, tetapi jika output yang dihasilkannya gagal dalam memberikan kontribusi yang memadai pada pencapaian cita-cita organisasi, maka pusat tanggung jawab tersebut tidaklah efektif. Secara ringkas suatu pusat tanggung jawab akan bersifat efisien jika melakukan sesuatu dengan tepat, dan akan bersifat efektif jika melakukan hal-hal yang tepat Berdasarkan Ensiklopedi Umum Administrasi, efektivitas berasal dari kata kerja efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang dikehendaki dalam perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena mungkin hasil dicapai dengan penghamburan material, juga berupa pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Kata efektivitas sering diikuti dengan kata efisiensi, dimana kedua kata tersebut sangat berhubungan dengan produktivitas dari suatu tindakan atau hasil yang diinginkan. Suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Dengan demikian istilah efektif adalah melakukan pekerjaan yang benar dan sesuai serta dengan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Sedangkan efisien adalah hasil dari usaha yang telah dicapai lebih besar dari usaha yang dilakukan. Dari pengertian di atas, efektivitas dapat dikatakan sebagai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dari 2 (dua) sudut pandang. Sudut pandang pertama, dari

segi hasil maka tujuan atau akibat yang dikehendaki telah tercapai. Kedua dari segi usaha yang telah ditempuh atau dilaksanakan telah tercapai, sesuai dengan yang ditentukan. Dengan demikian pengertian efektivitas dapat dikatakan sebagai taraf tercapainya suatu tujuan tertentu, baik ditinjau dari segi hasil, maupun dari segi usaha yang diukur dengan mutu, jumlah serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan ukuran-ukuran tertentu sebagaimana yang telah digariskan dalam peraturan yang telah ditetapkan. II.2. Perpajakan II.2.1. Definisi Pajak Erly Suandy (2008) menyebutkan sebagai perbandingan mengenai definisi pajak, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi yaitu : Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja sebagai berikut : pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasajasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. sebagai berikut : pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa imbalan (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Jika melihat definisi pajak diatas maka dapat disimpulkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : a. Pajak merupakan pengalihan kekayaan dari orang/ badan ke pemerintah. b. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. c. Dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan pemerintah. d. Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun daerah. e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik. f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. II.2.2. Fungsi Pajak Erly Suandy (2008) mengelompokkan fungsi pajak menjadi sebagai berikut : a. Fungsi Budgetair/ Finansial Fungsi budgetair/ finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. b. Fungsi Regulerend/ Mengatur Fungsi regulerend/ mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu.

c. Fungsi Stabilitas Fungsi stabilitas yaitu pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. d. Fungsi Retribusi Pendapatan Fungsi retribusi pendapatan yaitu Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. II.2.3. Syarat Pemungutan Pajak Tidak mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, menurut Erly Suandy (2009) maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: a. Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang"

c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. d. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. II.3. Pendapatan Asli Daerah II.3.1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 pasal 3 yang dimaksud dengan Pendapatan

Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. II.3.2. Dasar hukum Pendapatan Asli Daerah Adapun dasar hukum yang ada kaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah secara kronologis adalah sebagai berikut : 1. Pasal 6 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pemerintah Daerah 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Perimbangan Keuangan dan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 3. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah II.3.3. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 pasal 157 menyebutkan bahwa sumber Pendapatan Daerah terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah

a. Hasil pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 2. Dana Perimbangan, 3. Pinjaman daerah, dan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1. Hasil Pajak Daerah Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, dari deviden dan penjualan saham milik daerah 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain pendapatan dari dinas atau Instansi daerah, pendapatan yang termasuk pendapatan asli daerah maupun pemberian pemerintah pusat, sumbangan pihak ketiga dan hasil penjualan pemerintah daerah.

II.4. Pajak Daerah II.4.1. Pengertian Pajak Daerah Mardiasmo (2011:93) menjelaskan bahwa pajak daerah adalah : Pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah (melalui Perda) untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud Pajak Daerah adalah: Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pernyataan berikut dapat dijelaskan bahwa pengertian pajak daerah adalah: 1. Pada hakekatnya tidak dapat perbedaan asasi antara pajak Negara dan pajak daerah mengenai prinsip-prinsip umum khususnya, misalnya mengenai subjek, objek pajak dan sebagainya. 2. Perbedaan yang ada hanyalah mengenai aparat pemungut dan pengguna pajak. 3. Pajak Daerah adalah yang dipungut oleh daerah berdasarkan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum politik, dimana balas jasanya tidak langsung diberikan kepada wajib pajak.

II.4.2. Jenis-Jenis Pajak Daerah Jenis pajak daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2009, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1. Pajak Propinsi, terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air. b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak pengambilan dan pemanfaat air bawah tanah dan air permukaan. e. Pajak Rokok 2. Pajak Kabupaten, terdiri dari : a. Pajak hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. b. Pajak restoran, adalah pajak atas pelayanan restoran, yaitu tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha boga atau catering c. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan

nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga d. Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang dan jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah e. Pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C, adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku g. Pajak Parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. h. Pajak Air Tanah, adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

i. Pajak Sarang Burung Walet, adalah pungutan daerah atas pengambilan sarang barang burung wallet, Sarang Burung Walet adalah sarang yang dihasilkan burung wallet spesies Collacalia j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah, perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri II.4.3. Hasil Retribusi Daerah Retribusi daerah menurut pasal 1 Undang-Undang RI No. 18 (2009:7) adalah Pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang probadi atau badan. Berdasarkan Undang-undang RI No. 18 Tahun 2008 Pasal 55 ayat

(2). Dijelaskan tentang pelaksanaan penerapan dari retribusi harus ditetapkan dengan peraturan daerah. II.5. Retribusi Daerah II.5.1. Pengertian Retribusi Daerah Definisi retribusi daerah menurut Mardiasmo (2011:14) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2009, Tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu: Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Disamping itu ada beberapa pengertian tentang retribusi, yaitu : 1. Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran pemakaian atau karena jasa yang diberikan oleh daerah (Halim, 2008 : 52). 2. Retribusi adalah pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan atau disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Suparmoko, 2007 : 85). 3. Retribusi adalah pungutan sumber daya ekonomi oleh pemerintah kepada warga negara dan digunakan untuk melaksanakan tugas pemerintahan atau melayani kepentingan masyarakat dalam hubungannya yang bersifat publik,

dapat diartikan sebagai dari pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Soelarno, 2007 : 202). 4. Retribusi adalah pembayaran dari rakyat kepada negara dimana bisa dilihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut (Suparmoko, 2007 : 92) 5. Retribusi adalah pungutan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau suatu badan karena jasa yang nyata dari pemerintah daerah. Jadi Retribusi dipungut apabila orang atau badan tersebut menggunakan atau memanfaatkan fasilitas atau jasa yang disediakan, apabila tidak maka orang tersebut tidak dipungut retribusi. II.5.2 Ketentuan Umum Retribusi Daerah Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan undangan pajak dan retribusi daerah yaitu meliputi : 1. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau permberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 2. Wajib retribusi

adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 3. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, koperasi yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 4. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 5. Jasa Umum adalah jasa yang diberikan atau disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 6. Jasa Usaha

adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 7. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 8. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi diwajibkan untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 9. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi. 10. Pemeriksaan

adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan retribusi. 11. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 12. Surat Setoran Retribusi Daerah yang dapat disingkat SSRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati. 13. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi 14. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang dapat disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 15. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang dapat disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. II.5.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Gambaran kegiatan ekonomi secara singkat dan sistematis dengan suatu informasi yang lengkap dan cocok untuk menganalisa struktur dan sistem perekonomian suatu daerah dapat diketahui melalui neraca ekonomi regional. Pendapatan regional mencakup seluruh transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Perhitungan pendapatan regional hanya dipakai konsep domestik, berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai faktor atau lapangan usaha yang melakukan berbagai kegiatan usahanya di suatu wilayah region (Provinsi atau Kotamadya) dimasukan tanpa memperhatikan pemilikan faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan balas jasa atau pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. Perkembangan PDRB antara lain mencerminkan struktur ekonomi suatu daerah sekaligus memberikan gambaran ketergantungan suatu daerah terhadap sektor ekonomi tertentu. PDRB juga memberikan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemampuan daerah untuk menggali serta memanfaatkan sumber yang tersedia. Ada tiga pendekatan perhitungan PDRB bila ditinjau dari segi yang berlainan, yaitu : 1. Segi Produksi : PDRB merupakan jumlah nilai tambah produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu jangka waktu tertentu.

2. Segi Pendapatan : PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktorfaktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 3. Segi pengeluaran : PDRB adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, perubahan stok dan netto (barang keluar dikurangi barang yang masuk pada suatu daerah). II.5.4. Jenis Retribusi Daerah Jenis Retribusi Daerah menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2009, tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, digolongkan menjadi tiga yaitu: 1. Retribusi jasa umum : adalah retribusi /jasa yang disediakan/diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan keputusan dan pemanfaatan umum, serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi jasa umum ditetapkan dengan peraturan pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2008, dengan criteria-kriteria sebagai berikut: a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa atau retribusi perizinan tertentu

b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraanya. f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial. g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Jenis-jenis Retribusi jasa umum adalah: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan. b. Retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan. c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil. d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat. e. Retribusi parkir di tepi jalan umum.

f. Retribusi pelayanan pasar. g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor. h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. i. Retribusi penggantian biaya cetak peta. j. Retribusi pengujian kapal perikanan. 2. Retribusi jasa usaha: adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta. Retribusi jasa usaha ditetapkan dengan peraturan pemerintah Nomor 66 Tahun 2008, dengan kriteria sebagai berikut: a. Retribusi Jasa usaha bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki atau dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha: a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah. b. Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan.

c. Retribusi tempat pelelangan. d. Retribusi terminal. e. Retribusi tempat parkir khusus. f. Retribusi tempat pesanggrahan/penginapan/villa. g. Retribusi penyedot khusus. h. Retribusi rumah potong hewan. i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal. j. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga. k. Retribusi penyebrangan di atas air. l. Retribusi pengolahan limbah cair. m. Retribusi penjualan produksi daerah 3. Retribusi perizinan tertentu: adalah retribusi atas kegiatan tertentu. Pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, saran atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi perizinan tertentu diharapkan dengan peraturan pemerintah Nomor 66 tahun 2001, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Jenis retribusi perizinan tertentu adalah: a. Retribusi izin mendirikan bangunan. b. Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin bangunan d. Retribusi izin trayek II.5.5. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi dan tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluarsa Dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 disebutkan bahwa pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa

pemerintah daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat efektif dalam proses pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama dengan badan-badan tertentu yang karena profesionalnya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi. Tata cara pemungutan retribusi daerah diatur sebagai berikut: 1. Retribusi dipungut dengan menggunakan surat ketetapan retribusi 2. Wajib retribusi apabila tidak membayar tepat pada waktunya akan dikenakan sanksi dan retribusi terutang yang tidak membayar akan ditagih dengan menggunakan surat tagihan retribusi daerah. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan oleh kepala daerah Sedangkan piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Penghapusan piutang retribusi daerah Kabupaten/Kota yang sudah kadaluwarsa dilakukan dengan keputusan

yang ditetapkan oleh Bupati atau Walikota. Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan pemerintah. II.5.6. Mekanisme Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pemungutan retribusi bertujuan untuk mendapatkan suatu hasil yang berbentuk uang yang merupakan sumber dana dari anggaran dan belanja daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang penangananya diserahkan kepada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah bekerja sama dengan Dinas lain yang telah ditunjuk. Hal tersebut sesuai dengan pengertian dari retribusi itu sendiri, dimana menurut Budi Rahardjo, (2008:27), mengatakan : Retribusi adalah suatu pungutan yang dilakukan pemerintahan karena seseorang (dan atau badan hukum) menggunakan jasa (dan barang) pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Sedangkan dalam pelaksanaan haruslah memakai sistem atau mekanisme yang baik dan benar agar apa yang menjadi tujuan dari penarikan retribusi tersebut dapat tercapai sesuai target yang ditentukan. II.5.7. Retribusi Terminal Retribusi Terminal, adalah penyediaan pelayanan umum yang ditentukan oleh Bupati/Walikota. Menurut PERDA Tingkat II Kabupaten Sidoarjo Nomor 03 Tahun 2011 Pasal 13 menyebutkan bahwa : Retribusi Terminal yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, fasilitas lainnya di lingkungan

terminal yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk pelayanan peron. Objek Retribusi Terminal meliputi : 1. Penyediaan tempat parkir kendaraan penumpang dan bis umum 2. Penyediaan tempat kegiatan usaha 3. Jasa penggunaan tempat untuk kendaraan angkutan penumpang umum termasuk mobil penumpang umum, bus umum dan taksi menginap; 4. Tempat kegiatan usaha penunjang lainnya antara lain: a. Kios, lahan los, lahan PKL dan lahan untuk reklame b. Fasilitas pos dan telekomunikasi c. Usaha penunjang lain yang ada kaitannya dengan penyelenggaraan terminal penumpang 5. Sarana kebersihan umum 6. Tempat istirahat awak kendaraan umum Tidak termasuk objek retribusi adalah pelayanan peron dan penyediaan fasilitas terminal yang dikelola oleh swasta.

Yang dimaksud dengan subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas dan pelayanan di lingkungan terminal. Sedangkan wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas dan pelayanan di lingkungan terminal dan/atau yang diwajibkan untuk membayar retribusi. II.5.8. Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum Menurut Kurniawan (2009:158-159) retribusi parkir tepi jalan umum adalah: 1. Parkir: adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor dan bersifat sementara 2. Tempat parkir: umum adalah tempat yang berada di tepi jalan atau halaman pertokoan yang tidak bertentangan dengan rambu-rambu lalu lintas dan tempat-tempat lain yang sejenis yang diperbolehkan untuk tempat parkir umum dan dipergunakan untuk menaruh kendaraan bermotor dan atau tidak bermotor untuk sementara

3. Tempat parkir khusus: adalah tempat khusus yang disediakan, dimiliki atau dikelola oleh pemerintah daerah, orang atau badan yang meliputi pelataran lingkungan parkir, taman parkir, gedung parkir atau sejenisnya 4. Tempat parkir insidentil: adalah tempat parkir yang diselenggarakan secara tidak tetap atau tidak atau tidak permanen karena adanya suatu kepentingan atau kegiatan fisik dan atau keramaian, baik mempergunakan fasilitas umum maupun fasilitas sendiri. 5. Petak parkir: adalah bagian-bagian dari tempat parkir untuk memarkir kendaraan yang ditandai dengan marka jalan. 6. Petugas parkir: adalah petugas yang diberi tugas mengatur penempatan kendaraan yang di parkir. 7. Wajib retribusi: adalah orangatau badan yang mendapatkan atau menikmati jasa pelayanan parkir 8. Objek retribusi:

adalah pelayanan penyediaan tempat parkir umum dan parkir khusus yang meliputi : a. Di tepi jalan umum yang diijinkan b. Pelataran atau lingkungan parkir yang merupakan halaman kantor instansi pemerintah daerah c. Halaman pertokoan d. Gedung parkir dan e. Tempat lain yang sejenis 9. Subjek retribusi: adalah setiap orang yang memanfaatkan tempat parkir umum dan tempat pakir khusus.