II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab VI Pengukuran Kelurusan, Kesikuan, Keparalellan, Dan Kedataran BAB VI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Perontok Padi 2.2 Rangka

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

Jurnal Teknika Atw 1

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

PUNTIRAN. A. pengertian

Sebuah benda tegar dikatakan dalam keseimbangan jika gaya gaya yang bereaksi pada benda tersebut membentuk gaya / sistem gaya ekvivalen dengan nol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dinding Penahan Tanah

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip Statika Keseimbangan (Meriam& Kraige, 1986)

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FISIKA XI SMA 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANG BANGUN MESIN ROL STRIP PLAT (RANGKA) PROYEK AKHIR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Mesin CNC turning

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

KAJI NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL LENDUTAN BALOK BAJA KARBON ST 60 DENGAN TUMPUAN ENGSEL - ROL

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

Latar belakang. Oleh: Sukendro. Bs Nrp

viii DAFTAR GAMBAR viii

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BANTU PEGANG (FIXTURE) UNTUK PROSES PENGELASAN SAMBUNGAN-T

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

DASAR-DASAR PENGELASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. ur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor N u harus memenuhi : N u. N n... (3-1)

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fase Fase Dalam Proses Perancangan Perancangan merupakan rangkaian yang berurutan, karena mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan dalam proses perancangan tersebut dinamakan fase. Fase-fase dalam proses perancangan berbeda satu dengan yang lainya. Setiap fase dari proses perancangan tersebut masih terdiri dari beberapa kegiatan yang dinamakan langkah-langkah dalam fase (Harsokoesoemo,2000). 1. Perencanaan Produk dan Penyusunan Spesifikasi Teknis Produk Ide produk yang akan dirancang dan dibuat, baik oleh bagian pemasaran maupun bagian-bagian lain dalam perusahaan. Dalam fase ini menghasilkan antara lain: a. Pernyataan tentang masalah / produk yang akan dirancang. b. Kendala - kendala yang membatasi masalah tersebut. c. Spesifikasi teknis. d. Kriteria keterimaan (acceptability criteria). e. Rancangan produk. Spesifikasi teknis bersifat dinamis yaitu dapat mengalami perubahan selama proses perancangan dan pembuatan produk berlangsung.

6 Spesifikasi teknis produk mengandung hal-hal berikut : a. Kinerja atau performance yang harus dicapai produk. b. Kondisi lingkungan, operasi seperti temperatur, tekanan yang akan dialami oleh produk. c. Kondisi pengoperasian dari produk. d. Jumlah produk yang akan dibuat. e. Dimensi produk. f. Berat produk. g. Ergonomi. h. Keamanan. Jika dalam spesifikasi tercantum waktu penyelesaian perancangan dan pembuatan, maka perlu dibuat jadwal penyelesaiaan setiap fase dan langkah dalam proses perancangan dan pembuatan produk. 2. Fase Perancangan Konsep Produk Tujuan dari fase perancangan konsep produk adalah menghasilkan alternatif produk sebanyak mungkin. Konsep produk yang dihasilkan fase ini masih berupa skema atau dalam bentuk sketsa. Pada prinsipnya, semua alternatif konsep produk tersebut memenuhi spesifikasi teknik produk. Pada akhir fase perancangan konsep produk, dilakukan evaluasi pada hasil perancangan konsep produk untuk memilih salah satu atau beberapa konsep produk terbaik untuk dikembangkan pada fase ketiga yaitu fase perancangan produk atau fase pemberian bentuk pada konsep produk.

7 3. Fase Perancangan Produk Fase perancangan produk terdiri dari beberapa langkah, tetapi pada intinya pada fase ini solusi alternatif dalam bentuk skema atau sketsa dikembangkan lebih lanjut menjadi produk atau benda teknis, yang bentuk material dan dimensi elemen-elemennya ditentukan. Jika terdapat lebih dari satu solusi alternatif maka harus ditentukan satu solusi terakhir yang terbaik. Fase perancangan produk ini diakhiri dengan perancangan detail elemen-elemen produk yang kemudian dituangkan dalam gambar-gambar detail untuk proses pembuatan. 4. Gambar dan Spesifikasi Pembuatan Produk Gambar dan spesifikasi pembuatan produk terdiri dari: a. Gambar semua elemen produk lengkap dengan bentuk geometrinya, dimensi, kekasaran permukaan dan material. b. Gambar susunan komponen (assembly). c. Gambar susunan produk. d. Spesifikasi yang memuat keterangan-keterangan yang tidak dapat dimuat dalam gambar. e. Bill of material dari semua komponen produk. B. Analisa Perancangan Struktur Dalam pembuatan suatu alat memerlukan tahapan perancangan yang dilakukan untuk keberhasilan pembuatan suatu alat. Tahap proses perancangan perlu diperhatikan analisa struktur, kesetimbangan gaya, dan titik berat dalam analisa

8 pendistribusian gaya-gaya yang akan bekerja pada alat yang dibuat. Analisa pendistribusian gaya-gaya bertujuan untuk mengetahui gaya yang akan bekerja pada alat yang dibuat sehingga tidak terjadi kegagalan produk. Analisa pendistribusian gaya dapat dilakukan dengan analisis struktur. Analisis struktur adalah ilmu yang menentukan efek dari beban gaya yang bekerja pada struktur fisik dan komponennya sehingga dapat dihitung deformasi struktur, tekanan gaya, tumpuan dan stabilitas gaya yang bekerja. Gambar 1. Sebuah batang yang mengalami defleksi karena pembebanan Pada gambar a merupakan suatu bidang yang belum ada gaya yang bekerja dan pada gambar b merupakan suatu bidang yang di berikan gaya. Dari gambar b dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut: (Beer dan Johnston.1987) (2.1) dimana : M = momen lentur I = momen inersia = tegangan Dari gambar 1 dapat diketahui tegangan suatu bidang yang diberikan gaya kerja. Tegangan berhubungan dengan deformasi (defleksi). Apabila suatu balok

9 dengan sumbu longitudinal lurus dibebani oleh gaya-gaya lateral, maka sumbu tersebut akan terdeformasi menjadi suatu lengkungan, yang disebut kurva defleksi balok. Perhitungan defleksi merupakan bagian penting di dalam analisis dan desain struktural. Mencari besar defleksi adalah hal penting dalam analisis struktur statis tak tentu. Defleksi juga penting dalam analisis dinamik, seperti pada penyelidikan getaran pesawat terbang atau respon sebuah gedung terhadap gempa. Defleksi kadang-kadang dihitung untuk menyelidiki apakah harganya masih dalam batas toleransi. Dalam desain mesin dan pesawat tebang, spesifikasi dapat membatasi defleksi untuk mencegah getaran yang tak dikehendaki. (Timoshenko,2002) Gambar 2. Kurva defleksi balok kantilever (sumber : Timoshenko,2002) Keseimbangan benda tegar adalah jika gaya luar yang beraksi padanya membentuk sistem gaya ekuivalen dengan nol, ini berarti sistem yang tidak mempunyai resultan gaya dan resultan kopel. Syarat perlu dan cukup untuk

10 keseimbangan suatu benda tegar dapat dinyatakan secara analisis dengan menuliskan: Ʃ F x = 0 ƩF y = 0 ƩM A = 0 (2.2) Karena arah sumbu koordinat dan kedudukan titik A dapat dipilih sembarang, persamaan di atas menunujukkan bahwa gaya luar yang beraksi pada benda tegar tidak menimbulkan gerak translasi pada benda itu dan tidak menyebabkan rotasi pada titik mana pun. Aksi setiap gaya luar individual ditiadakan oleh aksi gaya lainnya dari sistem itu. Perhitungan luas permukaan putaran dari suatu benda hasil putaran berhubungan langsung dengan penentuan titik berat. Penentuan titik berat suatu bidang memudahkan analisis bidang yang memikul beban terdistribusi dan perhitungan gaya yang dikerjakan pada permukaan. Gambar 3. Titik berat suatu bidang (Sumber : Beer dan Johnston,1987) Untuk menentukan titik berat digunakan persamaan sebagai berikut: (Beer dan Johnston,1987)

11 ƩM y : w = Ʃx (2.3) ƩM y : w = Ʃy (2.4) dimana : = luas bidang = luas bidang W= gaya yang diberikan pada bidang C. COSMOSXpress Sebuah struktur mesin atau bagian dari struktur mesin biasanya dirancang untuk menjalankan fungsinya dalam rentang waktu tertentu. Perancang suatu komponen mesin harus memperhitungkan proses tegangan-tegangan yang akan terjadi sehingga dapat diketahui komponen yang dirancang handal atau tidak. Analisis elemen hingga atau FEA (Fenite Element Analysis) adalah suatu teknik komputerisasi untuk memprediksi bagaiamana suatu benda akan bereaksi terhadap tekanan, getaran, panas dan defleksi dengan cara pembagian mesh struktur elemen hingga dianalisis secara matematis. Suatu teknik simulasi yang mengevaluasi perilaku komponen, peralatan dan struktur untuk kondisi pembebanan yang diberikan termasuk tekanan, getaran, suhu dan defleksi. Dengan menggunakan analisis metode elemen hingga, simulasi desain dapat membantu memprediksi kesalahan dan modifikasi yang dapat dilakukan pada setiap awal pengerjaan dan sebelum pengujian secara langsung. Penggunaan metode elemen hingga dalam produksi terutama dalam

12 tahapan pra pengujian akan dapat meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga kerja (kadkhodayan,2011). Salah satu kelebihan lain dari solidwork adalah dapat digunakan untuk menganalisis tegangan (stress analysis), dan defleksi yang dilakukan dengan bantuan COSMOSXpress. COSMOSXpress sendiri buatan dari Structural Research And Analysis Corp (Uthami,2010). Gambar 4 menunjukkan contoh tampilan COSMOSXpress yang diambil dari bahan struktural Gambar 4. Tampilan COSMOSXpress (sumber : Uthami,2010) D. Sambungan Dengan Menggunakan Las Pengelasan adalah salah satu cara menyambung pelat atau profil baja. Kalau diperhatikan, sebagian besar sambungan yang ada pada struktur baja menggunakan las, misalnya rangka, pagar besi, tangga besi. Proses pengelasan biasanya dikerjakan secara manual dengan menggunakan batang las (batang elektroda). Batang elektroda berbeda-beda tipenya tergantung kepada jenis

13 baja yang akan di las, di pasaran biasanya disebut las listrik. Pada konstruksi baja biasanya terdapat 2 macam las, yaitu : 1. Las tumpul dan 2. Las sudut. Las tumpul ialah bentuk sambungan dimana kedua bidang yang akan disambung berhadapan satu sama lain, tetapi sebelumnya dilakukan penyudutan (chamfering) sambungan tersebut untuk membentuk kampuh las agar didapatkan hasil sambungan pengelasan yang kuat (Suryana,1998). Sedangkan Las sudut adalah bentuk sambungan dimana kedua bidang sambungan diposisikan membentuk sudut kurang lebih 90 dengan sambungan las pada bagian luar bidang sambungan. Pada sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Bila pengelasan dalam tidak dapat dilakukan karena sempitnya ruang maka pelaksanaannya dapat dilakukan dengan pengelasan tembus atau pengelasan dengan pelat pembantu. Sambungan las sudut digunakan untuk membentuk penampang boks segi empat terangkai seperti untuk balok baja yang membutuhkan ketahanan terhadap torsi yang tinggi (Suryana,1998). E. Distorsi Sambungan Las Akibat Panas Selama proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan selama proses berjalan suhunya berubah terus sehingga distribusi suhu tidak merata. Karena panas tersebut, maka pada bagian yang dilas terjadi pengembangan termal.

14 Sedangkan bagian yang dingin tidak berubah sehingga terbentuk penghalangan pengembangan yang mengakibatkan terjadinya peregangan yang rumit. Kalau tidak dihindari, peregangan ini akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk tetap yang disebabkan karena adanya perubahan besaran mekanik. Tegangan sisa dan perubahan bentuk yang terjadi sangat mempengaruhi sifat dan kekuatan dari sambungan, karena itu usaha untuk mengatur dan mengurangi tegangan sisa dan perubahan bentuk harus mendapat perhatian utama. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, karena adanya pencairan, pembekuan, pengembangan termal, perpendekan dan penyusutan maka pada konstruksi las selalu terjadi perubahan bentuk yang sangat rumit. Walaupun demikian secara kasar perubahan bentuk yang terjadi masih dapat dipisah-pisahkan. Untuk las tumpul dan las sudut pengelompokan dari perubahan bentuk yang terjadi dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Perubahan bentuk pada lasan (sumber : Wiryosumarto,1985)

15 Faktor yang mempengaruhi terbentuknya deformasi las dapat dibagi menjadi dalam dua kelompok yaitu, kelompok pertama yang erat hubungannya dengan masukan panas pengelasan dan kelompok dua yang disebabkan oleh adanya penahan atau penghalang pada sambungan las. Faktor yang termasuk dalam kelompok pertama adalah masukan panas pengelasan (yang ditentukan oleh tegangan listrik, aliran listrik, kecepatan dan ukuran serta jenis elektroda), cara pengelasan, suhu pemanasan mula, tebal pelat, geometri sambungan dan jumlah lapisan dari lasan. Sedangkan yang tercakup dalam kelompok yang kedua adalah bentuk, ukuran serta susunan dari batang-batang penahan dan urutan pengelasan. Setiap logam yang dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan akan mengalami penyusutan. Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas. Ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas ini menurut istilah metalurgi dinamakan distorsi (Wiryosumarto,1985). F. Jam Ukur (Dial Indicator) Alat ukur yang dipergunakan untuk memeriksa penyimpangan yang sangat kecil dari bidang datar, bidang silinder atau permukaan bulat dan kesejajaran. Didalam dial indikator terdapat mekanisme yang dapat memperbesar gerakan yang kecil. Pada saat spindle bergerak sepanjang permukaan yang diukur, gerakan tersebut diperbesar oleh mekanisme pembesar dan selanjutnya ditunjukkan oleh jarum penunjuk.

16 Gambar 6. Dial indicator (Sumber : Djainul S.1992) Tingkat ketelitian dan kemampuan pengukuran dial indicator ditunjukkan pada panel depan. Sebagai contoh apabila pada panel depan tertulis 0,01 40 mm, berarti tingkat ketelitian dial indicator tersebut adalah 0,01 mm dan kemampuan untuk mengukur maksimal 40 mm. Pada panel depan terdapat jarum panjang dan jarum pendek yang berfungsi sebagai penghitung putaran. Apabila jarum panjang berputar satu kali, maka jarum pendek bergerak satu strip, artinya kalau jarum pendek menunjuk angka 1 berarti jarum panjang telah berputar satu kali putaran penuh. Pada dial indicator juga terdapat outer ring yang dapat berputar. Apabila outer ring diputar, maka skala pengukuran yang terdapat pada panel depan juga akan ikut berputar sehingga angka nol pada skala pengukuran dapat lurus dengan jarum panjang. Hal tersebut diperlukan pada saat menset nol sebelum melakukan pengukuran.

17 Gambar 7. Dial indicator lengkap dengan penyangga (Sumber :Djainul S.1992) 1. Cara membaca skala pengukuran pada Jam Ukur (Dial Indicator) Untuk mengetahui hasil pengukuran, dapat ditentukan dengan melihat posisi jarum panjang dan jarum pendek. Sebagai contoh dapat dilihat gambar berikut ini. Gambar 8. Skala pengukuran dial indicator (Sumber :Djainul S.1992) Posisi jarum panjang sedang menunjukkan garis ke 6, berarti hasil pembacaannya adalah 6 x 0,01 = 0,06 mm. Sementara jarum pendek sedang menunjuk garis ke 3, artinya jarum panjang telah berputar 3 kali. Dengan demikian hasil pengukuran tersebut adalah 3 + 0,06 = 3,06 mm.

18 2. Prosedur penggunaan Jam Ukur (dial indicator) (a) Posisi spindle dial indicator harus tegak lurus dengan permukaan yang diukur. (b) Garis imajinasi dari mata si pengukur ke jarum penunjuk harus tegak lurus pada permukaan dial indicator pada saat sedang membaca hasil pengukuran (c) Dial indicator harus dipasang dengan teliti pada batang penyangganya, artinya dial indicator tidak boleh goyang. (d) Putarlah outer ring dan stel pada posisi nol. Gerakkan spindle ke atas dan ke bawah, kemudian periksalah bahwa jarum penunjuk selalu kembali ke posisi nol setelah spindle dibebaskan. (e) Usahakan dial indicator tidak sampai terjatuh, karena terdapat mekanisme pengubah yang sangat presisi. (f) Jangan memberi oli atau grease diantara spindle dan tangkainya, karena akan menghambat gerakan spindle. 3. Pemeriksaan Kelurusan dengan Jam Ukur (Dial Indicator) Dengan menggunakan jam ukur maka bisa diketahui besarnya penyimpangan dari kelurusan suatu permukaan benda ukur. Karena setiap perubahan jarak yang dialami oleh sensor jam ukur akan ditunjukkan oleh jarum penunjuk jam ukur tersebut. Pemeriksaan kelurusan dengan jam ukur ini bisa digunakan untuk melihat kelurusan dalam arah horizontal (penyimpangan ke kiri atau ke kanan) dan kelurusan dalam arah vertikal (penyimpangan ke atas atau ke bawah). Agar pemeriksaan memberikan hasil yang teliti maka pelaksanaannya harus dilakukan di atas meja rata (surface table). Antara benda ukur dengan landasan jam ukur harus diberi pelat lurus (straight edge) atau yang sejenis

19 agar gerakan dari jam ukur tetap stabil sehingga tidak merubah posisi penekanan sensor terhadap muka ukur. Pada waktu meletakkan sensor pada muka ukur sebaiknya jarum penunjuk menunjukkan skala pada posisi nol. Seandainya muka ukurnya relatif panjang maka sebaiknya panjang muka ukur tersebut dibagi dalam beberapa bagian yang besarnya jarak tiap-tiap bagian tergantung pada pertimbangan si pengukur sendiri. Antara bagian satu dengan yang lain diberi tanda titik atau garis pendek/strip. Pada masing-masing titik inilah nantinya dapat digambarkan besarnya penyimpangan dari kelurusan muka ukur yang tidak lurus. Sebagai contoh dapat dilihat Gambar 9a dan 9b. Gambar 9a. Memeriksa kelurusan Gambar 9b. Memeriksa kelurusan untuk arah penyimpangan horizontal untuk arah penyimpangan vertikal (Sumber : http:staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengukuran%20kelurusan.pdf) Dalam menggambarkan besarnya penyimpangan kelurusan dalam bentuk grafik biasa dibutuhkan tanda minus (-) untuk penyimpangan negatif dan tanda plus (+) untuk penyimpangan positif. Untuk menentukan mana penyimpangan yang bertanda minus dan penyimpangan yang bertanda plus tergantung pada si pengukurnya sendiri. Biasanya yang banyak dilakukan oleh orang adalah

20 bahwa kalau penyimpangan ke arah atas atau ke kanan maka penyimpangan diberi tanda plus (+) dan sebaliknya bila terjadi penyimpangan ke arah bawah atau ke kiri maka penyimpangannya diberi tanda minus (-). Penyimpangan dengan tanda positif atau negatif bukan berarti bertanda positif (+) lebih baik dari pada yang bertanda negatif (-). Baik penyimpangan itu bertanda positif atau negatif, pengambilan keputusan didasarkan pada harga-harga batas yang diijinkan. Apabila hasil pemeriksaan ternyata melampaui harga-harga batas yang diijinkan maka dikatakan bahwa tingkat kelurusan dari muka ukur benda ukur adalah tidak baik atau rendah, tanpa memperhatikan apakah penyimpangannya ke arah yang bertanda plus (positif) atau ke arah yang bertanda minus (negatif). Secara grafis dapat dilihat sebuah contoh hasil pemeriksaan kelurusan yang sudah dinyatakan dalam bentuk garis, Gambar 10. Gambar 10. Grafik hasil pemeriksaan kelurusan permukaan benda ukur dengan menggunakan jam ukur. (Sumber : http:staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengukuran%20kelurusan.pdf) Dari Gambar 10, panjang muka ukur diambil misalnya 150 milimeter yang dibagi menjadi 15 bagian yang sama dengan panjang masing-masing bagian 10

21 milimeter. Dengan demikian ada 15 titik pemeriksaan yang pada tiap-tiap itulah dicantumkan harga pengukurannya. Dari harga-harga ini lalu dapat dibuat semacam grafik seperti tampak pada Gambar 10 tersebut. Dengan cara di atas nampaknya hanya cocok untuk pemeriksaan sisi muka ukur yang relatif sempit tanpa arahnya memanjang (bagian sisi tebal benda ukur). Seandainya muka ukur cukup lebar pada arahnya memanjangnya maka pemeriksaan kelurusan dapat dilakukan beberapa kali pada posisi yang berbeda-beda menurut pertimbangan yang lebih menguntungkan dalam proses pengukuran. Jadi, pemeriksaannya tidak hanya pada satu garis, melainkan bisa lebih dari satu garis. Pemeriksaan kelurusan dengan jam ukur tidak saja bisa dilakukan terhadap benda berbentuk balok, tetapi juga bisa digunakan untuk memeriksa kelurusan poros. Gambar 11 menunjukkan salah satu contoh pemeriksaan kelurusan poros. Analisis hasil pemeriksaannya bisa dilakukan seperti yang sudah dibicarakan di atas. Gambar 11. Pemeriksaan kelurusan poros dengan menggunakan jam ukur (Sumber : http:staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengukuran%20kelurusan.pdf)