BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia. Kinerja merupakan. organisasi (Nugroho dan Rohman, 2012: 1). Kinerja menurut Peraturan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

ANALISIS PENGARUH BELANJA LANGSUNG TERHADAP CAPAIAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. (Studi Kasus Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini semakin meningkat tuntutan masyarakat kepada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari masyarakat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap penganggaran, implementasi maupun pertanggungjawaban. Salah. Implementasi sejumlah perangkat perundang-undangan dibidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penganggaran partisipatif..., 1 Amaliah Begum, FE Universitas UI, 2009 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

I. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. maksimalisasi laba tetapi lebih kepada publik service orientif (Suhayati,2009).

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah pada era reformasi ini dituntut untuk melaksanakan. perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 42 TAHUN No. 42, 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kinerja anggaran pemerintah daerah selalu dikaitkan dengan bagaimana sebuah unit kerja pemerintah daerah dapat mencapai tujuan kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang telah direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Nugroho dan Rohman, 2012: 1). Kinerja menurut Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pengukuran kinerja suatu instansi pemerintah lebih ditekankan pada kemampuan instansi pemerintah dalam menyerap anggaran. Dengan kata lain, suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% (seratus persen) anggaran pemerintah, meskipun hasil hasil serta dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar (ukuran mutu) (Mahsun, 2006). 1

2 Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan satuan organisasi/kerja akan lebih dilihat dari kemampuannya, berdasarkan sumber daya yang dikelolanya, untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang telah dituangkan dalam rencana stratejik. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk di dalamnya informasi atas efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik suatu barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan, dan sejauh mana pelanggan merasakan kepuasan atas barang dan jasa yang diberikan), hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan (Fachruzzaman dan Norman, 2010). Implementasi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 membawa angin segar terhadap demokratisasi dan pembangunan di setiap daerah. Dengan adanya Undang-Undang tersebut berarti setiap daerah memiliki kewenangan yang untuk mengurus rumah tangga mereka sendiri-sendiri, termasuk di dalamnya kewenangan yang lebih besar dalam hal pembuatan anggaran. Meningkatnya kewenangan akan membawa implikasi bagi setiap daerah. Implikasi positif sudah jelas bahwa peningkatan kewenangan penyusunan anggaran yang lebih besar bagi setiap daerah akan memungkinkan daerah untuk membuat program yang lebih aspiratif bagi masyarakat di setiap daerah (Utomo, 2005).

3 Pemerintah daerah seharusnya dapat mengelola keuangannya, sehingga dana milik masyarakat dapat digunakan secara efektif dan efisien. Salah satu upayanya adalah menyusun budget atau anggaran sebagai acuan dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Anggaran merupakan bagian terpenting dari sistem pengendalian manajemen yang disusun organisasi dalam mencapai tujuan. Anggaran tidak hanya sekedar berupa angka-angka mati yang akan dilaksanakan pada periode berikutnya, tapi lebih dari itu merupakan representasi komitmen dari masing-masing pihak dalam organisasi untuk bekerja bersama mewujudkan rencanarencana jangka pendek guna mencapai tujuan jangka panjang (Unjaswati, Shita, 2009:49). Menurut Widodo (2011) anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi, dan efektifitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang, ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Anggaran adalah alat bagi Pemerintah daerah untuk mengarahkan dan menjamin

4 kesinambungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Anggarini dan Puranta, 2010). Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs. Untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja diperlukan tolak ukur kinerja setiap unit kinerja yang kemudian diterjemahkan melalui berbagai program dan kegiatan yang dapat ditentukan satuan ukur dan target kinerja serta analisis standar belanja (ASB). Analisa Standar Belanja (ASB) (Anggarini dan Puranto, 2010) merupakan standar atau pedoman yang dipergunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh setiap SKPD dalam satu tahun anggaran. ASB adalah pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang mempunyai tujuan untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis beban kerja dan biaya dari usulan program atau kegiatan yang bersangkutan dalam setiap SKPD. Beban kerja dan biaya merupakan dua komponen yang tidak terpisahkan dalam penilaian kewajaran pembebanan belanja. Hal ini berarti setiap daerah harus dapat menggali dana milik masyarakat semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah karena sumber utama APBD adalah pendapatan asli daerah itu

5 sendiri, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan pengeluaran dilakukan oleh daerah dalam bentuk belanja daerah (Vegirawati, 2012). Menurut Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 klasifikasi belanja menurut organisasi dirinci menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung yang merupakan belanja tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan dan belanja langsung merupakan belanja yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah yang dianggarkan pada belanja SKPD berkenaan. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana yang diatur dalam Undung-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah menetapkan bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan kewenangan wajib oleh daerah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggung jawab, yang pada intinya merupakan pengakuan/pemberian hak dan kewenangan setiap daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh suatu daerah. Tanpa

6 mengurangi arti serta pentingnya prakarsa daerah dalam penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat. Kesehatan (Mahmudi, 2005) merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi Undang-Undang Dasar. Dengan berkembangnya demokrasi dan reformasi serta kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan, maka masyarakat pengguna pelayanan kesehatan semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Masyarakat yang pengguna pelayanan kesehatan tidak terbatas pada mereka yang membeli tetapi juga masyarakat miskin yang mendapat pelayanan dari dana bantuan pemerintah. Dinas kesehatan yang berkedudukan sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas kesehatan yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Pengaruh Belanja Langsung Terhadap Capaian Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten).

7 B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah belanja pegawai berpengaruh terhadap capaian kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten? 2. Apakah belanja barang dan jasa berpengaruh terhadap capaian kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten? 3. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap capaian kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten? 4. Apakah belanja langsung berpengaruh terhadap capaian kinerja di Dinas Kabupaten klaten? C. TUJUAN PENELITIAN Sebagaimana uang diuraikan dalam rumusan masalah, penelitian ini memiliki tujuan: 1. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh belanja pegawaiterhadap capaian kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. 2. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh belanja barang dan jasa terhadap capaian kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. 3. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh belanja modal terhadap capaian kinerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.

8 4. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh belanja langsung terhadap capaian kinerja di Dinas Kabupaten Klaten. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Dengan melakukan penelitian ini maka peneliti diharapkan memberi manfaat sebagai pelatihan intelektual, mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep ilmiah khususnya ilmu akuntansi sektor publik. 2. Bagi akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wacana dalam pengembangan ilmu akuntansi sektor publik. 3. Pemerintah praktisi Hasil penelitian ini diharapkan diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran penelitian yang lebih jelas dan sistematis sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

9 Bab ini menjelaskan latar belakang yang mendasari munculnya masalah dalam penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai teori-teori yang melandasi penelitian serta menjelaskan penelitian terdahulu yang terkait, menggambarkan kerangka konseptual dan menarik hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi tentang metode penelitian yang digunakan meliputi jenis penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional serta metode analisis data. BAB IV : ANALISIS DATA dan PEMBAHASAN Dalam bab ini menjelaskan hasil dari analisis pengujian hipotesis dan pembahasannya serta hasil analisis data. BAB V : PENUTUP Bab ini menggambarkan tentang kesimpulan atas pembahasan masalah, keterbatasan penelitian serta saransaran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini.