PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

dokumen-dokumen yang mirip
WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATIKARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG. RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSl KEBAKARAN KABUPATEN KARANGASEM

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KABUPATEN KENDAL

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 12 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 10 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8

PROVINSI ACEH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN


Walikota Tasikmalaya

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2010

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2011 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) BUPATI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 204 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

128 Universitas Indonesia

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

PERATURAN BUPATI BENGKULU SELATAN NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PENCEGAH PEMADAM KEBAKARAN KOTA MEDAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

Powered by TCPDF (

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran berakibat pada timbulnya kerugian yang amat besar baik dalam bentuk korban manusia maupun harta benda yang dalam batas-batas tertentu tidak dapat dinilai dengan materi, sehingga diperlukan upaya penanggulangan secara komprehensif, efektif, dan responsif; b. bahwa dalam rangka penanggulangan bahaya kebakaran di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, diperlukan pengaturan yang berkenaan dengan pembinaan dan pengawasan terhadap penanggulangan bahaya kebakaran secara berkesinambungan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3903) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemba ran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemba ran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lemb aran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran; 8. Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; 9. Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan; 10. Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2012 Nomor 7) ; 11. Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2012 Nomor 11);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR dan BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Tanjung Jabung Timur. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah SKPD di lingkungan Pemerintah daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang penanggulangan kebakaran. 6. Instansi Pemadam Kebakaran yang selanjutnya disebut IPKadalah instansi Pemerintah Kabupaten yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran, serta penyelamatan jiwa dan harta benda. 7. Penanggulangan Kebakaran adalah berbagai kegiatan proteksi terhadap bahaya kebakaran yang bertujuan untuk dapat ditekannya semaksimal mungkin kerugian kebakaran termasuk korban jiwa dan luka-luka. 8. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran dan yang selanjutnya disebut RISPK adalah segala hal yang berkaitan dengan perencanaan tentang sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran dalam lingkup perkotaan lingkungan dan bangunan. 9. Potensi Bahaya Kebakaran adalah tingkat kondisi atau keadaan bahaya kebakaran yang terdapat pada objek tertentu tempat manusia beraktivitas. 10. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. 11. Sistem Proteksi Pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan

gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. 12. Sistem Proteksi Aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman serta digunakan pula dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran. 13. Sarana Penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. 14. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 15. Akses Pemadam Kebakaran adalah akses/jalan atau sarana lain yang terdapat pada bangunan gedung dan/atau Iingkungan bangunan gedung yang khusus disediakan untuk masuk petugas pemadam kebakaran. 16. Tatagraha adalah kegiatan pemeliharaan pencegahan bahaya kebakaran melalui pengaturan denah pada bangunan, penyediaan peralatan yang benar, penanganan dan penyimpanan material secara benar, serta penyelenggaraan kebersihan dan kerapian pada bangunan. 17. Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah setiap ketentuan atau syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan kondisi aman kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya, baik yang dilakukan pada tahap perencanaan, perancangan, pelaksanaan konstruksi dan pemanfaatan bangunan. 18. Pengawasan dan Pengendalian adalah upaya yang perlu dilakukan oleh pihak terkait dalam melaksanakan pengawasan maupun pengendalian dari tahap perencanaan pembangunan bangunan gedung sampai dengan setelah terjadi. BAB II TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Penanggulangan bahaya kebakaranbertujuan untuk: a. mewujudkan keamanan bangunan gedung dan lingkungan agar aman terhadap bahaya kebakaran; b. mewujudkan kesiapan, kesiagaan, dan pemberdayaan masyarakat, pengelola bangunan, serta SKPD terkait dengan upaya menanggulangi bahaya kebakaran; c. meminimalisasi kerugian yang menyangkut keselamatan jiwa, kerusakan, harta benda, terganggunya proses produksi barang/jasa, kerusakan lingkungan dan gangguan ketentraman masyarakat; dan

d. melindungi jiwa dan harta benda terhadap bahaya kebakaran melalui pemenuhan persyaratan teknis, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun penggunaan bangunan. Pasal 3 Sasaran penanggulangan bahayakebakaran adalah: a. tercapainya kemudahan akses pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran; dan b. tercapainya koordinasi dan sinergisitas antar satuan kerja perangkat daerah dalam penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi: a. RISPK; b. potensi bahaya kebakaran; c. pencegahan bahaya kebakaran; d. penanggulangan kebakaran; e. pembinaan dan pengawasan; f. peran serta masyarakat; dan g. sanksi administrasi. BAB IV RENCANA INDUKSISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN Pasal 5 (1) Pemerintah Daerah wajib menyusun RISPK. (2) RISPK disusun berdasarkan: a. rekomendasi teknis dari SKPD terkait; b. RTRW pada bidang penanggulangan kebakaran; dan c. analisis risiko kebakaran dan bencana yang pernah terjadi. (3) RISPK, sekurang-kurangnya memuat: a. lingkup kegiatan RISPK; b. identifikasi resiko kebakaran; c. analisis kebakaran; dan d. rekomendasi penanggulangan kebakaran. (4) RISPK berfungsi sebagai pedoman untuk penanggulangan kebakaran dan bencana lain yang mengakibatkan kebakaran. (5) RISPK disusun untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, dan dapat dilakukan peninjauan kembali sesuai dengan kebutuhan. (6) RISPK ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 6 (1) Lingkup kegiatan RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a meliputi: a. pemeriksaan keandalan perkotaan, lingkungan bangunan dan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran; b. pemberdayaan masyarakat; dan

c. penegakan hukum. (2) Identifikasi risiko kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dilaksanakan untuk mendapatkan data dan informasi yang di diperlukan melalui survei dan observasi lapangan yang berkaitan dengan risiko kebakaran. (3) Analisis permasalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c, merupakan analisis terhadap kumpulan data dan informasi guna menentukan permasalahan penanggulangan bahaya kebakaran untuk digunakan sebagai bahan rekomendasi kegiatan penanggulangan kebakaran yang diperlukan. (4) Rekomendasi penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf d memuat: a. penyempurnaan kebijakan penanggulangan bahaya kebakaran dan pelaksanaannya; b. usulan kebutuhan IPK bidang penanggulangan kebakaran; c. pemantapan kompetensi sumber daya manusia dalam penegakan hukum; d. sarana dan prasarana penanggulangan bahaya kebakaran; dan e. penyempurnaan standar operasional prosedur termasuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. BAB V POTENSI BAHAYA KEBAKARAN Pasal 7 (1) Bahaya kebakaran dapat dibagi berdasarkan kategori kebakaran dan potensi kebakaran. (2) Kategori kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. ringan; b. sedang; dan c. berat. (3) Potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diklasifikasikan atas: a. potensi kebakaran kelas A; b. potensi kebakaran kelas B; c. potensi kebakaran kelas C; dan d. potensi kebakaran kelas 0 atau K. Pasal 8 Klasifikasi potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) ditetapkan berdasarkan objek potensi kebakaran, yang meliputi: a. bangunan gedung; b. pemukiman; c. sentra industri; d. kawasan perkantoran; e. sentra perdagangan; dan f. kawasan khusus.

Pasal 9 (1) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f, merupakan potensi bahaya kebakaran khusus yang terdiri atas: a. tempat penyimpanan bahan berbahaya; b. bangunan penting yang perlu dilindungi; dan c. bangunan-bangunan yang berdampak luas bagi kepentingan publik. (2) Bahan berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. bahan berbahaya mudah meledak; b. bahan gas bertekanan; c. bahan cair mudah menyala; d. bahan padat mudah menyala dan/atau mudah terbakar jika basah; e. bahan oksidator dan peroksida organik; f. bahan beracun; g. bahan radio aktif; h. bahan perusak; dan i. bahan berbahaya lainnya. (3) Bangunan penting yang perlu dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah bangunan-bangunan yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. (4) Bangunan-bangunan yang berdampak luas bagi kepentingan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi: a. bangunan kilang minyak dan gas; b. bangunan depo bahan bakar minyak dan gas; c. bangunan industri kimia dan bahan peledak; d. bangunan bandara, pelabuhan, rumah sakit dan pembangkit listrik; dan e. bangunan instalasi/fasilitas dengan risiko kebakaran tinggi lainnya. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria klasifikasi potensi bahaya kebakaran dan potensi bahaya kebakaran pada kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VI PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN Bagian Kesatu Umum Pasal 10 Dalam upaya mencegah terjadinya kebakaran perkotaan, lingkungan dan bangunan gedung, Pemerintah Daerah dapat membentuk program pencegahan kebakaran dan menyelenggarakan sistem proteksi kebakaran. Pasal 11 Program pencegahan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, ditetapkan dan diimplementasikan melalui manajemen penanggulangan kebakaran, yang meliputi: a. audit keselamatan kebakaran lingkungan; b. penyusunan dan penetapan organisasi; c. penyiapan sumber daya manusia; d. penyiapan standar operasional prosedur dalam rangka koordinasi dengan instansi lain;

e. penyiapan standar operasional prosedur IPK; dan f. penyusunan jadwal dan pelaksanaan kegiatan pelatihan kebakaran. Pasal 12 Sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal10, meliputi: a. akses pemadam kebakaran dan pasokan air untuk pemadaman kebakaran; b. sarana penyelamatan; c. sistem proteksi kebakaran pasif; d. sistem proteksi kebakaran aktif; e. utilitas bangunan gedung; dan f. pencegahan kebakaran pada bangunan gedung. Pasal 13 Bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. Bagian Kedua Akses Pemadam Kebakaran dan Pasokan Air untuk Pemadaman Kebakaran Paragraf 1 Akses Pemadam Kebakaran Pasal 14 (1) Pengelola dan/atau pemilik bangunan gedung wajib menyediakan akses pemadam kebakaran. (2) Akses pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. akses masuk ke lingkungan bangunan gedung; b. akses masuk ke dalam bangunan gedung; dan c. area operasional. Pasal 15 (1) Akses masuk ke lingkungan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a mencakup pengaturan: a. jalan lingkungan; dan b. jarak antar bangunan gedung. (2) Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memiliki jalur akses mobil pemadam kebakaran. (3) Jarak antar bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan berdasarkan tinggi bangunan gedung. Pasal 16 Akses masuk ke dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b, meliputi : a. sambungan pemadam kebakaran; dan b. akses ke bagian pintu masuk atau pintu lokasi bangunan gedung. Pasal 17 Area operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, meliputi : a. lebar dan sudut belokan harus dapat dilalui mobil pemadam kebakaran; dan

b. kekerasan jalan harus mampu menahan beban mobil pemadam kebakaran. Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis akses pemadam kebakaran diatur dalam Peraturan Bupati. Paragraf 2 Pasokan Air untuk Pemadaman Kebakaran Pasal 19 (1) Pengelola dan/atau pemilik bangunan gedung harus menyediakan sumber air di lingkungan bangunan gedung berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau reservoir air yang mudah dijangkau oleh unit pemadam kebakaran. (2) Sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disediakan untuk menjangkau seluruh bangunan gedung dan lingkungan bangunan gedung. (3) Penyediaan pasokan air untuk pemadaman kebakaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Sarana dan Penyelamatan Pasal 20 (1) Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal, wajib dilengkapi dengan akses evakuasi. (2) Akses evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. sistem peringatan bahaya bagi pengguna; b. pintu keluar darurat; dan c. jalur evakuasi. (3) Akses evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan: a. jarak tempuh; b. jumlah, mobilitas, dan karakter lain dari penghuni bangunan gedung; c. fungsi atau penggunaan bangunan gedung; d. tinggi bangunan gedung; dan e. arah sarana jalan keluar dari atas bangunan gedung atau dari bawah dasar permukaan tanah. (4) Penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas. (5) Akses evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditempatkan secara khusus dan terpisah dengan memperhitungkan: a. jumlah lantai bangunan gedung yang dihubungkan oleh jalan ke luar; b. sistem proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan gedung; c. fungsi atau penggunaan bangunan gedung; d. jumlah lantai yang dilalui; dan e. tindakan petugas pemadam kebakaran. (6) Penyediaan akses evakuasi dilaksanakan sesuai peraturan perundangundangan.

Bagian Keempat Sistem Proteksi Pasif Pasal 21 (1) Bangunan gedung wajib dilengkapi dengan sistem proteksi pasif. (2) Sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. kemampuan stabilitas struktur dan elemennya; b. konstruksi tahan api; c. kompartemenisasi atau pemisahan; dan d. proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. (3) Sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diterapkan pada rumah tinggal. Pasal 22 (1) Sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), terdiri atas: a. pintu dan jendela tahan api; b. bahan pelapis interior dalam bangunan gedung; c. kelengkapan, perabot, dekorasi dan bahan pelapis yang diberi perlakuan pada bangunan gedung dan struktur; d. penghalang api; e. partisi penghalang asap; f. penghalang asap; dan g. atrium. (2) Sistem proteksi pasif diselenggarakan sesuai dengan standar persyaratan teknis keselamatan jiwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Sistem Proteksi Aktif Pasal 23 (1) Bangunan gedung wajib dilengkapi dengan sistem proteksi aktif. (2) Ruang lingkup sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran; b. pengendalian asap; dan c. sarana penyelamatan kebakaran. (3) Sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diterapkan pada rumah tinggal. Pasal 24 (1) Sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), terdiri atas: a. sistem pipa tegak; b. sistem springkler otomatik; c. pompa pemadam kebakaran; d. penyediaan air; e. alat pemadam api ringan; f. sistem deteksi atau alarm pemadam kebakaran; g. sistem komunikasi; dan

h. ventilasi mekanik atau sistem pengendali asap. (2) Ketentuan teknis sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Program Pencegahan kebakaran Paragraf 1 Umum Pasal 25 Pencegahan kebakaran dilakukan melalui program pencegahan kebakaran yang terdiri atas: a. pemeriksaan dan pengujian; dan b. praktek tatagraha. Paragraf 2 Pemeriksaan dan Pengujian Pasal 26 (1) Pemilik, pengelola, dan/atau penghuni bangunan gedung bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian proteksi kebakaran. (2) Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengujian sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan wewenang SKPD terkait. (3) Pemeriksaan dan pengujian proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan pada saat pertama kali dipasang/digunakan, dan selanjutnya dilakukan secara berkala setiap enam bulan sekali. (4) Pemeriksaan dan pengujian proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diselenggarakan dengan memperhatikan persyaratan teknis keselamatan jiwa dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Praktek Tatagraha Pasal 27 (1) Pengelola bangunan gedung dan/atau penghuni bangunan dapat menyelenggarakan praktek tatagraha yang baik sesuai dengan persyaratan dasar tatagraha. (2) Persyaratan dasar tatagraha yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pengaturan denah dan penyediaan peralatan yang benar; b. penanganan dan penyimpanan material secara benar; dan c. kebersihan dan kerapihan. (3) Ketentuan teknis praktek tatagraha dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VII PENANGGULANGAN KEBAKARAN Pasal 28 (1) Setiap orang, badan, dan instansi Pemerintah wajib melaksanakan manajemen penanggulangan kebakaran dalam penyelenggaraan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung. (2) Manajemen penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. penanggulangan kebakaran perkotaan; b. penanggulangan kebakaran di lingkungan; dan c. penanggulangan kebakaran di bangunan gedung. (3) Program penanggulangan kebakaran ditetapkan dan diimplementasikan melalui manajemen penanggulangan kebakaran, yang meliputi: a. audit kesiapan sarana dan prasarana proteksi kebakaran; b. penyusunan dan penetapan organisasi, termasuk sistem komando tanggap darurat; c. penyiapan sumber daya manusia; d. penyiapan standar operasional prosedur; e. penetapan sekunder pelayananminimum; dan f. penyusunan jadwal dan pelaksanaan kegiatan pelatihan kebakaran termasuk evakuasi. (4) Program penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diselenggarakan oleh SKPD terkait. (5) Ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam RSPK yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati. Pasal 29 (1) Penanggulangan kebakaran yang terjadi di perbatasan dengan kabupaten lain dan kawasan khusus dapat ditanggulangi bersama. (2) Penanggulangan kebakaran bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui kerjasama antar daerah dan/atau dengan pengelola kawasan khusus. (3) Kerjasama antar daerah dan/atau dengan pengelola kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 30 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap setiap penyelenggaraan penanggulangan bahaya kebakaran, meliputi: a. pengembangan sistem penanggulangan kebakaran; b. sumber daya manusia; dan

c. jaringan kerja. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui: a. koordinasi secara berkala; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; c. pendidikan, pelatihan, dan pemagangan; dan d. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 31 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan proteksi dan penanggulangan bahaya kebakaran. (2) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat membentuk tim pengawa s yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. (3) Tim pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri atas personalia yang berasal dari SKPD terkait dan dapat menyertakan unsur masyarakat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Bupati. BAB IX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 32 Sanksi administrasi dapat dikenakan pada pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan dan teknis penanggulangan kebakaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 33 Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 merupakanwewenang SKPD terkait atau pejabat lain yang ditunjuk. Pasal 34 (1) Jenis sanksi administrasi meliputi: a. teguran tertulis; b. paksaan Pemerintah; dan c. denda administrasi. (2) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. penghentian sementara seluruh kegiatan dalam bangunan gedung; dan/atau b. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung. Pasal 35 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan penyelenggaraan proteksi kebakaran dapat dikenakan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1). (2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dapat dikenakan secara:

a. bertahap; b. bebas; atau c. kumulatif. (3) Untuk menentukan pengenaan sanksi administrasi secara bertahap, bebas atau kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pejabat yang berwenang mengenakan sanksi berdasarkan pada pertimbangan: a. tingkat atau berat-ringannya jenis pelanggaran;dan b. tingkat penaatan terhadap pemenuhan Perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam sanksi administrasi. (4) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati. Pasal 36 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai ketentuan teknis pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Ditetapkan di Muara Sabak Pada tanggal 2013 BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, H. ZUMI ZOLA ZULKIFLI Diundangkan di Muara Sabak Pada tanggal 2013 SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, H. SUDIRMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2013 NOMOR