INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

dokumen-dokumen yang mirip
Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. penyerapan dana yang dilakukan bank-bank yang ada di seluruh Indonesia.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

2014, No Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XII/2014

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

Otoritas Jasa Keuangan

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 145/PUU-VII/2009 Tentang UU Bank Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RechtsVinding Online

PUNGUTAN OJK TERHADAP BPJS

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

BAB II KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS PERBANKAN DI INDONESIA. A. Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.03/2010 TENTANG

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun melanda hampir

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

OPTIMALISASI PENGELOLAAN ASET DAN LIABILITAS UNTUK SUSTAINABILITAS BPJS KESEHATAN

Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Pengatur dan Pengawas Sektor Jasa Keuangan di Indonesia

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

Kebijakan. Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Jakarta, 25 Juni 2015

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN BANK INDONESIA DALAM FUNGSI MENGATUR DAN MENGAWASI BANK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 030/SKLN-IV/2006 DAN PERKARA 031/PUU-IV/2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

Transkripsi:

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikit mulai terusik dengan adanya pengajuan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi dalam Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014. Sebagaimana diketahui, tahun 2011 lalu dengan dibentuknya UU OJK telah melahirkan suatu lembaga yang independen yaitu OJK yang merupakan hasil dari suatu proses penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembagalembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK terhadap bank-bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Independensi OJK mulai dipertanyakan, salah satunya terdapat dalam permohonan uji materiil yang diajukan oleh Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi. Dalam permohonannya dinyatakan bahwa frasa independen atau independensi hanya dikenal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) melalui ketentuan Pasal 23D yaitu Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang. Independensinya hanya dikenal melalui turunan regulasi yang merujuk dan mengacu pada ketentuan Pasal 23D UUD Tahun 1945 yang menyatakan Bank Sentral independen tetapi OJK bukan turunan dan/atau lembaga operasional dari fungsi dan tugas Bank Sentral. Selanjutnya selain adanya pengajuan uji materiil UU OJK, persoalan lain yang muncul di awal lahirnya UU OJK adalah apakah OJK ini akan menjadi independen jika pungutan atau iuran ditetapkan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang diawasinya? Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi independensi OJK yaitu karena adanya pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Trend lembaga independen Salah satu trend yang berkembang saat ini adalah mendorong pemberian peran yang lebih besar kepada masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Kesemuanya ini diarahkan untuk mewujudkan checks and balances system dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, yang diaktualisasikan secara institusional dan disesuaikan dengan bidang-bidang kekuasaan negara. Artinya, pada setiap bidang kekuasaan negara yang sudah memiliki lembaga yang definitif secara struktural masih diperlukan lembaga lain 1

yang bersifat independen dan berstatus ekstra struktural. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan lembaga yang independen dan berstatus ekstra struktural adalah dengan memetakan kembali bidang kekuasaan negara mana yang membutuhkan peran lembaga di luar lembaga definitif yang telah ada dan kekuasaan negara mana yang tidak. Kegiatan pemetaan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi keberadaan kelembagaan independen yang berstatus ekstra struktural pemerintah dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan atau yang dikenal dengan istilah lembaga independen. Beberapa bentuk perwujudan lembaga independen tersebut berupa komisi independen (state auxiliary agencies), lembaga/badan pengatur independen (independent regulatory body) atau Quangos (Quasi-autonomous non governmental organizations) yang dapat berbentuk komisi (agency/commision), badan (body) atau dewan (board). Lembaga independen umumnya bersifat membantu/menunjang pelaksanaan kekuasaan negara tertentu baik di bidang eksekutif. Pada prinsipnya, lembaga-lembaga ekstra itu selalu diidealkan bersifat independen dan sering kali memiliki fungsi campuran yang semilegislatif dan regulatif, semiadministratif, dan bahkan semiyudikatif. Oleh karena itulah muncul istilah badan-badan independen dan berhak mengatur dirinya sendiri yang berkembang di berbagai negara. Akan tetapi, gejala umum yang sering kali dihadapi oleh negara-negara yang membentuk lembaga-lembaga ekstra itu adalah persoalan mekanisme akuntabilitas, kedudukannya dalam struktur ketatanegaraan, dan pola hubungan kerjanya dengan kekuasaan pemerintah, kekuasaan membuat undangundang, dan kekuasaan kehakiman. Independensi OJK dalam UU OJK Independensi dapat dimaknai sebagai suatu yang tidak tergantung, bebas atau merdeka dari pengaruh lain, serta bukan bagian dari pemerintah. Sehingga lembaga yang independen merupakan lembaga yang bebas dari pengaruh atau intervensi dari lembaga lain. Namun dengan tetap dibatasi oleh prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.independensi yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK merupakan amanat dari Pasal 34 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (UU BI), yang menyatakan bahwa tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. Dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) dinyatakan bahwa (1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi: (b) perintah suatu Undang- Undang untuk diatur dengan Undang- Undang, merujuk ketentuan dalam UU P3 tersebut tidaklah menyalahi karena UU OJK merupakan pelaksanaan amanat UU BI yang dibentuk secara konstitusional. Mengambil inti sari dari pernyataan Prof. Jimly Ashidiqqie dalam Rapat Dengar Pendapat Umum pembahasan RUU OJK tanggal 17 Oktober 2011, soal independensi ini memang 2

harus dikaitkan dengan prinsip check and balance. Independensi itu tidak ada yang mutlak, yang paling mutlak itu adalah kekuasaan kehakiman. Dari seluruh lembaga-lembaga independen, lembaga kekuasaan kehakiman adalah lembaga yang paling independen, tetapi tetap diperlukan check and balances. Dari cara pandang tersebut, lembaga tersebut tidak mutlak independensinya termasuk BI tetap harus ada check and balances-nya, bukan lembaga yang memiliki kebebasan yang tidak terbatas. OJK merupakan lembaga yang independensi fungsional. Fungsinya nanti adalah independen. Independensi fungsional dimaknai dalam independensi bahwa suatu lembaga bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrumen kebijakan yang ditetapkannya yang dianggap penting untuk mencapai tujuannya. Persoalan lainnya yang mempengaruhi independensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan (Pasal 34 an Pasal 37 UU OJK). Penetapan besaran pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pungutan atau iuran dikhawatirkan akan mengurangi independensi OJK. Dalam Penjelasan Pasal 37 UU OJK dinyatakan yang dimaksud dengan pungutan antara lain pungutan untuk biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penelitian dan transaksi perdagangan efek. Pungutan digunakan untuk membiayai anggaran OJK yang tidak dibiayai APBN. Pungutan OJK digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administrasi, dan pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya untuk penyesuaian biaya-biaya dimaksud terhadap standar yang wajar di industri jasa keuangan. Dalam Pasal 23A UUD Tahun 1945 yang mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan Negara diatur dengan Undang-Undang. Sejalan dengan hal tersebut, UU OJK memberikan kewenangan kepada OJK untuk memungut biaya dari industri jasa keuangan. Pungutan tersebut merupakan penerimaan OJK dan OJK berwenang untuk menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan tersebut secara akuntabel dan mandiri. Namun demikian, jika jumlah pungutan telah melebihi kebutuhan pembiayaan OJK, maka kelebihan tersebut disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara. Pembiayaan OJK berupa pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, pengaturannya juga telah dilakukan oleh peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang menyatakan bahwa bursa efek dapat mengenakan biaya pencatatan efek, iuran keanggotaan, dan biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang diberikan. Biaya dan iuran tersebut digunakan untuk kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bagi pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 3

tentang Akuntan Publik, juga mengenakan biaya bagi perizinan. Pungutan yang dilakukan oleh OJK harus dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai bentuk akuntabilitas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 38 Bab IX tentang Pelaporan dan Akuntabilitas UU OJK. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 38 UU OJK dinyatakan Laporan kegiatan yang disusun OJK antara lain memuat: pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada periode sebelumnya serta rencana kebijakan, penetapan sasaran dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang OJK untuk periode yang akan datang. Penyampaian laporan OJK kepada Presiden dan DPR dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja OJK selama tahun berjalan. Dengan adanya ketentuan mengenai pelaporan dan akuntabilitas dalam UU OJK artinya terdapat kontrol atau pengawasan oleh masyarakat melalui DPR dan adanya audit dari BPK. Independensi tak berlaku mutlak Apabila dilihat, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang independen tetapi keindependensiannya tidak berlaku secara absolut (mutlak). Begitu juga dengan OJK tidak mutlak sebagai lembaga yang independen. UU BI menegaskan di dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu BI adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. UU BI tidak berlaku keindependensian BI secara murni sebab pasal ini merupakan pasal pengecualian. UU OJK juga mengatur ketentuan pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat (2) terdapat pengecualian yaitu OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang- Undang ini. Independensi BI dan OJK tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), sebab kondisi ini dikategorikan tidak normal sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat (2) UU OJK yaitu dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. Sehingga dengan masuknya Menteri Keuangan dalam unsur FKSSK, keindependensian OJK tidak mutlak. Ini yang menjadi dari maksud Pasal 2 ayat (2) UU OJK. Dengan demikian, meskipun OJK lembaga yang independen tetapi keindependensiannya tidak berlaku secara absolut (mutlak). Sifat independensi yang melekat pada OJK, sejalan dengan asas independensi yang melekat pada tugas dan kewenangan OJK yang diartikan yaitu independensi dalam pengambilan 4

keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa sifat indenpedensi pada OJK juga dibatasi dengan prinsip check and balances yang tercantum dalam pengaturan mengenai pelaporan dan akuntabilitas yang terdapat dalam Pasal 38 UU OJK. Sehingga indepedensi OJK tidak berlaku secara absolut atau mutlak. * Penulis adalah Perancang Undang-Undang di Sekretariat Jenderal DPR RI 5