WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2011 TENT ANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terhadap perubahan dan penyesuaian paradigma dan praktek

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

LAPORAN KAJIAN EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NO. 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DIKOTA SEMARANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu kejadian luar biasa dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)

PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERHARAP, JATIM (INDONESIA) BEBAS DEMAM BERDARAH Oleh : Zaenal Mutakin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

Transkripsi:

SALINAN WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA PALU, Menimbang : a. bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit menular yang timbulnya mendadak secara cepat dalam waktu relatif singkat yang sangat berbahaya dan mematikan serta sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahnya; b. bahwa Kota Palu merupakan Daerah yang selalu terjadi penyakit Demam Berdarah Dengue yang kasusnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa; c. bahwa salah satu cara yang tepat untuk menanggulangi kasus Demam Berdarah Dengue adalah melalui pengendalian perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dan nyamuk Aedes Albopictus pada seluruh tatanan kehidupan masyarakat dengan memberantas nyamuk dan jentik nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Palu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3555); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALU dan WALI KOTA PALU MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Palu. 2. Pemerintah Daerah adalah Wali Kota dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah. 3. Wali Kota adalah Wali Kota Palu. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya di singkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi kesehatan di Kota Palu. 5. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan untuk memutus mata rantai penularan penyakit Demam Berdarah Dengue dengan cara melakukan pemberantasan nyamuk dan jentik nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Aibopictus. 6. Demam Berdarah Dengue yang selanjutnya disingkat DBD adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Aibopictus. 7. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue yang bermakna secara epidemiologis di wilayah Kota Palu.

8. Pemberantasan Sarang Nyamuk yang selanjutnya di singkat PSN adalah kegiatan untuk memberantas tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Aibopictus. 9. 3 M adalah kegiatan menguras, menutup tempat penampungan air bersih dan mengubur barang yang tidak terpakai/barang bekas. 10. 3 M plus adalah kegiatan 3 M ditambah pencegahan gigitan nyamuk, pengurangan tempat perkembangbiakan dan tempat peristirahatan nyamuk penular penyakit DBD. 11. Pemeriksaan Jentik Berkala yang selanjutnya disingkat PJB adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk dan jentik nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus oleh petugas kesehatan untuk mengetahui ada atau tidaknya jentik nyamuk pada tatanan masyarakat. 12. Juru Pemantau Jentik yang selanjutnya disebut Jumantik adalah warga masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk melakukan proses edukasi dan memantau pelaksanaan PSN 3 M Plus oleh masyarakat. 13. Jentik Nyamuk adalah stadium perkembangbiakan nyamuk mulai dari telur menetas sampai menjadi pupa. 14. Masyarakat adalah setiap warga beserta seluruh institusi/ organisasi/ perusahaan swasta dan Pemerintah yang ada di Daerah Kota Palu. 15. Surveilans adalah kegiatan pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan penyajian data secara terus menerus untuk mengetahui perkembangan suatu penyakit. 16. Penyelidikan Epidemiologi DBD merupakan kegiatan pencarian penderita atau suspect DBD lainnya dan pemeriksaan jentik ditempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. 17. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Palu yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan dalam bentuk kegiatan pokok serta membina peran serta masyarakat di Kota Palu. 18. Rumah Sakit adalah sarana pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan tingkat rujukan dan spesialis yang dikelola oleh Pemerintah Daerah maupun swasta. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi: a. pengendalian DBD; b. kerja sama; c. pembinaan dan pengawasan;

d. peran serta masyarakat; e. pembiayaan; f. sanksi administratif; g. penyidikan; dan h. ketentuan pidana. BAB III PENGENDALIAN DBD Bagian Kesatu Pencegahan DBD Pasal 3 Pencegahan DBD dapat dilakukan melalui upaya: a. promosi kesehatan; b. PSN 3 M Plus; c. PJB; dan d. Surveilans. Paragraf 1 Promosi Kesehatan Pasal 4 (1) Promosi kesehatan adalah upaya pencegahan DBD yang dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan, sosialisasi atau cara lainnya kepada seluruh lapisan masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan. (2) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab SKPD. Paragraf 2 PSN 3 M Plus Pasal 5 (1) Kegiatan PSN 3 M Plus dilakukan untuk memutus siklus hidup nyamuk penular DBD yang dilaksanakan paling singkat 1(satu) minggu sekali. (2) Pemutusan siklus hidup nyamuk penular DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh perorangan, pengelola, penanggung jawab atau pimpinan tempat kerja. (1) PJB wajib dilakukan oleh: Paragraf 3 PJB Pasal 6

a. Jumantik, yang bertugas setiap minggu dengan target pemeriksaan di semua rumah sesuai hasil kesepakatan yang berada di wilayah kerjanya; dan b. Petugas kesehatan/ petugas puskesmas, yang bertugas setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan target pemeriksaan 100 (seratus) rumah di setiap kelurahan yang dipilih secara sampling. (2) Pemeriksaan dan pemantauan oleh Jumantik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. memeriksa setiap tempat, media, atau wadah yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan mencatatnya di kartu jentik. b. memberikan penyuluhan dan memotivasi masyarakat; dan c. melaporkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kepada Lurah dan Camat. (3) Jumantik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibentuk disetiap Kecamatan dan Kelurahan. Paragraf 4 Surveilans Pasal 7 (1) Surveilans, terdiri dari: a. Surveilans aktif Rumah Sakit, dan; b. Surveilans berbasis masyarakat. (2) Surveilans aktif Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kewajiban rumah sakit melaporkan ke SKPD dalam waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam setiap suspect atau penderita DBD yang dirawat. (3) Surveilans berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kewajiban masyarakat atau Jumantik untuk melaporkan kepada petugas kesehatan di Kelurahan/ Puskesmas pembantu/ Puskesmas apabila menemukan suspect dan/atau penderita DBD dan menemukan jentik nyamuk di lingkungan rumah penduduk. Bagian Kedua Penanggulangan DBD Pasal 8 (1) Pemerintah Daerah melakukan upaya penanggulangan DBD. (2) Penanggulangan DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 7 (tujuh) tatanan meliputi: a. pemukiman; b. institusi pendidikan ; c. tempat kerja ; d. tempat umum ; e. tempat pengelolaan makanan ; f. sarana olahraga ; dan g. sarana kesehatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan 7 (tujuh) tatanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Wali Kota. Pasal 9 Penanggulangan DBD dapat dilakukan melalui upaya: a. penyelidikan epidemiologi; b. penanggulangan fokus; c. pengasapan/fogging; dan d. larvasidasi. Paragraf 1 Penyelidikan Epidemiologi Pasal 10 (1) Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan pelacakan suspect atau penderita DBD. (2) Penyelidikan Epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas kesehatan/ petugas Puskesmas. Paragraf 2 Penanggulangan Fokus Pasal 11 (1) Penanggulangan fokus merupakan kegiatan pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan/fogging, larvasidasi, penyuluhan dan PSN 3 M Plus. (2) Penanggulangan fokus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD setelah terdapat hasil penyelidikan epidemiologi dari Puskesmas yang menyatakan positif ditemukan adanya jentik. Paragraf 3 Pengasapan/ Fogging Pasal 12 (1) Pengasapan/fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD, dalam bentuk: a. pengasapan/fogging fokus; dan b. pengasapan/fogging massal pada saat terjadi KLB DBD. (2) Pengasapan/fogging massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada saat terjadi KLB DBD. (3) Pengasapan/fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas kesehatan.

(4) Masyarakat wajib membantu kelancaran pelaksanaan pengasapan/ fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumah dan lingkungannya. Paragraf 4 Larvasidasi Pasal 13 (1) Larvasidasi merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD yang dilaksanakan berdasarkan program rutin SKPD. (2) Wali Kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan larvasidasi untuk penanggulangan KLB DBD dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi. Pasal 14 (1) Masyarakat dapat melaksanakan kegiatan larvasidasi dan /atau menyediakan bahan kimia anti larva dianjurkan/ direkomendasi oleh SKPD. (2) Pengawasan dan pengendalian penggunaan bahan kimia anti larva untuk kegiatan larvasidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab SKPD. Bagian Ketiga Penanganan Penderita DBD Pasal 15 (1) Penanganan penderita DBD merupakan upaya pelayanan dan perawatan penderita DBD melalui: a. puskesmas; b. rumah sakit; dan c. institusi pelayanan kesehatan lainnya. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa rawat jalan/atau rawat inap. (3) Setiap Puskesmas, rumah sakit dan institusi pelayanan kesehatan lainnya wajib: a. memberikan pelayanan kepada penderita DBD sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang ditetapkan; dan b. menjaga lingkungannya agar terbebas dari jentik nyamuk. Bagian Keempat KLB DBD Pasal 16 (1) Penanggulangan KLB DBD dilakukan pada saat terjadi wabah atau KLB.

(2) KLB DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara resmi oleh Wali Kota. Pasal 17 (1) Dalam hal Daerah dinyatakan KLB DBD, semua penderita yang dinyatakan positif DBD dirawat di rumah sakit atau Puskesmas dan biaya perawatannya ditanggung oleh Pemerintah Daerah. (2) Biaya perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD. BAB IV KERJA SAMA Pasal 18 (1) Dalam hal pengendalian penyakit DBD yang penyebarannya melewati batas wilayah Daerah, maka Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah lainnya dengan berkordinasi Pemerintah Daerah Provinsi. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain melalui: a. koordinasi pencegahan dan penanggulangan; dan b. tukar menukar informasi (cross notification). (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dituangkan dalam perjanjian kerja sama. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 Pembinaan kepada masyarakat terhadap pemahaman dan peran serta dalam pengendalian penyakit DBD dilakukan oleh SKPD. Pasal 20 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD di lakukan secara bertingkat sebagai berikut : a. tingkat Daerah oleh Wali Kota; b. tingkat Kecamatan oleh Camat;dan c. tingkat Kelurahan oleh Lurah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan pengawasan pelaksanaan pengendalian penyakit DBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Wali Kota.

BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 21 (1) Setiap orang dapat turut berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan upaya pengendalian penyakit DBD sebagai bentuk perwujudan peran serta masyarakat. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. memberikan informasi adanya penderita DBD; b. membantu kelancaran pelaksanaan pengendalian penyakit DBD; c. menggerakkan motivasi masyarakat dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit DBD; dan d. melaporkan kepada Puskesmas, rumah sakit atau SKPD yang membidangi kesehatan jika ditemukan kejadian/kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa bantuan tenaga, keahlian, dana atau dalam bentuk lain. (4) Setiap orang, pengelola, penanggung jawab atau pimpinan tempat kerja wajib menjaga kesehatan lingkungannya dari jentik nyamuk Aedes Aegypti atau jentik nyamuk Aedes Albopictus. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 22 (1) Pembiayaan untuk menyelenggarakan kegiatan promosi kesehatan, pembinaan, pengawasan dan penggerakan masyarakat, penganggarannya dapat diusulkan oleh SKPD melalui APBD. (2) Pemerintah Daerah dapat menerima bantuan baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan pembiayaan dan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Wali Kota. BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 23 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (4) dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran tertulis diikuti pemberitahuan kepada masyarakat melalui penempelan stiker di pintu rumah; dan/atau

b. denda administratif paling banyak Rp. 225.000,- (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah). Pasal 24 Setiap petugas kesehatan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (3) dikenakan sanksi disiplin kepegawaian dan bagi petugas kesehatan yang berstatus non Pegawai Negeri Sipil dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 20, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.250.000 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Palu. Ditetapkan di Palu pada tanggal 25 Mei 2016 WALI KOTA PALU, ttd Diundangkan di palu pada tanggal 26 Mei 2016 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA PALU, HIDAYAT ttd DHARMA GUNAWAN MOCHTAR LEMBARAN DAERAH KOTA PALU TAHUN 2016 NOMOR 2 NOREG 15 PERATURAN DAERAH KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH: 02 / 2016 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, Muliati, SH.,MM Pembina Tkt.I (IV/b) NIP. 19650805 199203 2 014

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE I. UMUM Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular dengan tingkat penularan yang cepat melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Kasus DBD yang cenderung meningkat mengikuti pola peningkatan dari tahun ke tahun yang merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB), sehingga Kota Palu termasuk dalam kategori daerah endemis. Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (DD & DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mana dampaknya dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Mengingat vaksin dan obat untuk menyembuhkan DBD belum tersedia, maka cara yang dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangannya adalah dengan pengendalian vektor (nyamuk penular). Di Indonesia telah diketahui terdapat dua spesies nyamuk Aedes yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus, spesies pertama sebagai vektor utama dan yang kedua sebagai vektor sekunder. Pengendalian vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Untuk meningkatkan efektifitas program pengendalian secara terpadu, dipandang perlu melakukan program pengendalian nyamuk dan jentik nyamuk DBD melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Gerakan 3M dan/ atau Gerakan 3M Plus oleh semua Tatanan Masyarakat. Peningkatan kasus DBD, yang mengakibatkan bertambahnya jumlah penderita maupun wilayah terjangkitnya, disebabkan antara lain jumlah penduduk yang semakin padat, mobilitas penduduk yang tinggi, faktor musim dan penyimpangan pola hujan dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengantisipasi penularan jentik demam berdarah dengue. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi urusan pemerintahan konkuren dan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah penanganan bidang kesehatan, dan mengingat timbulnya wabah Kejadian Luar Biasa DBD yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti ini merupakan wabah Kejadian Luar Biasa yang timbul setiap tahun di Kota Palu, sehingga Pemerintah Daerah merasa perlu melakukan penanganan secara terpadu dan maksimal yang melibatkan tidak hanya unsur Pemerintah Daerah semata, namun juga diperlukan peran serta masyarakat dan pihak swasta. Peran serta masyarakat dan pihak swasta tidak hanya sebatas dalam rangka pencegahan disekitar lokasi kantor maupun lingkungan perumahan yang bersangkutan saja, akan

tetapi juga dapat mendukung program Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk memberantas dan memutus mata rantai penularan DBD, melalui pemberantasan nyamuk dan jentik nyamuk DBD yang terdapat pada semua Tatanan Masyarakat. Untuk terwujudnya keterpaduan penanganan pemberantasan nyamuk dan jentik nyamuk DBD dimaksud, perlu adanya dukungan pembiayaaan yang berkesinambungan dari Pemerintah Daerah. Selain dari pada itu perlu adanya suatu peraturan yang harus dipatuhi bersama oleh semua Tatanan Masyarakat, sehingga dalam pelaksanaannnya nanti dapat berjalan secara terkoordinasi, selaras dan saling mendukung, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu pengaturan mengenai Pengendalian Penyakit DBD di Kota Palu dengan Peraturan Daerah. II. Pasal Demi Pasal Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Yang dimaksud promosi kesehatan dengan cara lainnya meliputi: a. ceramah umum; pada acara-acara tertentu, misalnya pada hari kesehatan nasinonal. b. pidata / diskusi publik tentang kesehatan melalui media elektronik baik televisi maupun radio. c. simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan. d. tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab atau konsultasi tentang kesehatan. e. iklan kesehatan pada bill board, spanduk, poster, leaflet yang dipasang di pinggir-pinggir jalan. Pasal 5 Kegiatan pemutusan siklus hidup nyamuk dilaksanakan secara berkesinambungan dengan membasmi jentik nyamuk di seluruh tempat penampungan atau genangan air yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Pasal 6 Kegiatan PJB dilaksanakan dengan berpedoman pada Buku Petunjuk Teknis Pembinaan dan Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD oleh Masyarakat. Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Kegiatan penyelidikan epidemiologi digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan penanggulangan fokus. Penyelidikan Epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan/ petugas Puskesmas setelah menemukan kasus atau memperoleh informasi dari masyarakat dan rumah sakit mengenai adanya suspect atau penderita DBD. Pasal 11 Hasil penyelidikan epidemiologi menyatakan positif apabila dibuktikan dengan adanya penderita DBD lainnya, ditemukan jentik nyamuk, dan/atau lebih diantara 20 (dua puluh) rumah pada radius 100 (seratus) meter dari rumah penderita. Pasal 12 Pengasapan/fogging dapat dilaksanakan sebanyak 2 (dua) putaran dengan interval waktu 1 (satu) minggu dalam radius 200 (dua ratus) meter untuk penanggulangan fokus dan untuk KLB meliputi wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah KLB DBD. Kegiatan pengasapan/fogging dilaksanakan dengan berpedoman pada buku petunjuk pelaksanaan Penanggulangan Fokus DBD dan petunjuk Penggunaan mesin Ultra Low Volume ( ULV ) / mesin pengasapan. Ayat (3) Ayat (4)

Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Ayat (3) Yang dimaksud dengan institusi pelayanan kesehatan lainnya yaitu klinik pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah. Pasal 16 Ketentuan mengenai tata cara pernyataan keadaan KLB DBD dilaksanakan dengan berpedoman pada buku petunjuk pelaksanaan penanggulangan KLB dan wabah DBD. Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Ayat (3) Ayat (4) Nyamuk Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang memiliki ciri-ciri berbadan kecil berbintik hitam putih yang menggigit pada pagi hari antara jam 06.00 sampai dengan jam 10.00 dan sore hari pada jam 16.00 sampai dengan jam 18.00, dengan radius terbang 100 (seratus) meter.

Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Nyamuk Aedes aibopictus adalah nyamuk yang juga dapat menularkan penyakit DBD yang mempunyai kesamaan ciri dengan nyamuk Aedes aegypti dan hidup di kebun. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 2