MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH



dokumen-dokumen yang mirip
DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL AGRARIA. Nomor : Ba. 12/10812/75 Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 5 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1960 TENTANG PENGUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1957 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR: 3 TAHUN 1979 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1982 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

piutang yang dijamin dengan hak tanggungan telah lunas atau kreditur melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan. 68

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1980 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA PENYELENGGARAAN LANDREFORM

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 194 TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1974 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1977 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NO. 8 TAHUN 1974 TENTANG PELAKSANAAN PENEGASAN HAK ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1978 TENTANG FATWA TATA-GUNA TANAH MENTERI DALAM NEGERI,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 1973 TENTANG PELAKSANAAN PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

RGS Mitra 1 of 5 NO NORMA STANDAR MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS PRODUK KUALITAS SDM

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 2 TAHUN 1978 TENTANG BIAYA PENDAFTARAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 Tentang : Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1989 TENTANG KAWASAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL AGRARIA NOMOR 3 TAHUN 1968 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDIUM KABINET NOMOR 5/PRK/1965 DIREKTUR JENDERAL AGRARIA,

BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Otoritas Negara dalam Penguasaan Hak Atas Tanah

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2001 TENTANG

: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 14 TAHUN 2004

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 4 TAHUN 1989 (4/1989) TENTANG USAHA PERKEMAHAN WISATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 1 Nopember 1993

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH

Menimbang: Mengingat:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 Tentang : Pelaksanaan Undang Undang No. 11 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

SALINANN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENGHASILAN PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya daerah Tingkat II Yogyakarta)

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

Transkripsi:

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuha tanah dalam usaha-usaha pembangunan, baik yang dilakukan oleh instansi/badan Pemerintah maupun untuk kepentingan Swasta, khususnya untuk keperluan Pemerintah dirasakan perlu adanya ketentuan mengenai pembebasan tanah dan sekaligus menentukan besarnya ganti rugi atas tanah yang diperlukan secara teratur, tertib dan seragam. b. bahwa ketentuan yang diatur dalam Bijblad No. 11372 jo, 12476 yang mengatur tentang aparat yang melaksanakan pembebasan dan pemberian ganti rugi atas tanah yang diperlukan, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan keadaan pada dewasa ini dan oleh karenanya dianggap perlu untuk diganti dengan peraturan yang baru. Mengingat : 1. Undang-Undang No. 5 tahun 1960 (Lembaran Negara 1960-104); 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1972; 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1973. M E M U T U S K A N Menetapkan: PERTAMA : Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Yang dimaksud dengan Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. (2) Panitia Pembebasan Tanah adalah suatu Panitia yang bertugas melakukan pemeriksaan/ penelitian dan penetapan ganti rugi dalam rangka pembebasan sesuatu hak atas tanah dengan atau tanpa bangunan/tanam tumbuk di atasnya, yang pembentukannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah untuk masing-masing Kabupaten/Kotamadya dalam suatu wilayah Propinsi yang bersangkutan.

- 2 - (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Pembebasan Tanah berpedoman kepada peraturan-peraturan yang berlaku berdasarkan azas musyawarah dan harga umum setempat. (4) Harga umum setempat adalah harga dasar yang ditetapkan secara berkala oleh suatu Panitia sebagai dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1975 untuk sesuatu daerah menurut jenis penggunaannya. (5) Tanah-tanah yang dibebaskan dengan mendapatkan ganti rugi dapat berupa: a. tanah-tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1960. b. tanah-tanah dari masyarakat hukum adat. (6) Dalam penetapan ganti rugi sebagai dimaksud dalam ayat (5) di atas termasuk pula tanaman-tanaman dan bangunan-bangunan yang berada di atas tanah tersebut. BAB II PEMBEBASAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PEMERINTAH Bahagian 1 Susunan dan tugas panitia pembebasan tanah Pasal 2 (1) Susunan keanggotaan Panitia Pembebasan Tanah terdiri dari Unsur-Unsur : a. Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya sebagai Ketua merangkap anggota. b. Seorang pejabat dari Kantor Pemerintah Daerah Tingkat II yang ditunjuk oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan sebagai anggota. c. Kepala Kantor IPEDA/IREDA atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota. d. Seorang pejabat yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tanah tersebut sebagai anggota. e. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya apabila mengenai tanah bangunan dan/atau Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya jika mengenai tanah pertanian sebagai anggota. f. Kepala Kecamatan yang bersangkutan sebagai anggota. g. Kepala Desa atau yang dipersamakan dengan itu sebagai anggota. h. Seorang pejabat dari Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk oleh Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan sebagai Sekretaris bukan anggota. (2) Dalam hal-hal tertentu Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dapat mengetahui sendiri Panitia tersebut dalam ayat (1) di atas. (3) Gubernur Kepala Daerah dapat menambah anggota Panitia Pembebasan Tanah, apabila ternyata untuk menyelesaikan pembebasan tanah itu diperlukan seorang ahli. (4) Gubernur Kepala Daerah dapat membentuk Panitia Pembebasan Tanah Tingkat Propinsi dengan susunan keanggotaan dari instansi-instansi seperti dimaksud dalam ayat (1) di atas, sepanjang tanah yang dibebaskan itu terletak di wilayah beberapa Kabupaten/Kotamadya atau jika menyangkut proyek-proyek khusus.

- 3 - Pasal 3 Tugas Panitia sebagai dimaksud dalam pasal 2 adalah: a. mengadakan inventarisasi serta penelitian setempat terhadap keadaan tanahnya, tanam tumbuh dan bangunan-bangunan; b. mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman; c. menaksir besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada yang berhak; d. menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas tanah/bangunan/tanaman tersebut. Bahagian 2 Acara pembebasan tanah Pasal 4 (1) Panita Pembebasan Tanah seperti dimaksud dalam pasal 2, bekerja atas permintaan instansi yang memerlukan tanah. (2) Instansi yang memerlukan tanah harus mengajukan permohonan pembebasan hak atas tanah kepada Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuknya, dengan mengemukakan maksud dan tujuan penggunaan tanahnya. (3) Permohonan tersebut dalam ayat (2) harus disertai dengan keterangan-keterangan tentang: a. status tanahnya (jenis/macam haknya, luas dan letaknya); b. gambar situasi tanah; c. maksud dan tujuan pembebasan tanah dan penggunaan selanjutnya; d. kesediaan untuk memberikan ganti rugi atau fasilitas-fasilitas lain kepada yang berhak atas tanah. (4) Tanah-tanah yang akan dipergunakan oleh instansi yang bersangkutan harus diberi tanda batas yang jelas. (5) Pada gambar situasi tanah, harus dimuat semua keterangan yang diperlukan, seperti: tanda-tanda batas, jalan-jalan, saluran-saluran air, kuburan, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang ada. Pasal 5 (1) Setelah menerima permohonan dari instansi yang bersangkutan, maka Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk segera meneruskan permohonan tersebut kepada Panitia Pembebasan Tanah untuk mengadakan penelitian terhadap data dan keterangan-keterangan seperti yang dimaksud dalam pasal 4. (2) Jika dianggap perlu, Panitia Pembebasan Tanah dapat memanggil pihak-pihak yang bersangkutan untuk melengkapi data/keterangan seperti yang dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4. Pasal 6 (1) Di dalam mengadakan penaksiran/penetapan mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang

- 4 - hak atas tanah dan/atau benda/tanaman yang ada di atasnya berdasarkan harga umum setempat. (2) Dalam menetapkan besarnya ganti rugi harus diperhatikan pula tentang: a. lokasi dan faktor-faktor strategis lainnya yang dapat mempengaruhi harga tanah. Demikian pula dalam menetapkan ganti rugi atas bangunan dan tanaman harus berpedoman pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Pertanian setempat. b. bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah dan atau fasilitas-fasilitas lain. c. yang berhak atas ganti rugi itu ialah mereka yang berhak atas tanah/bangunan/ tanaman yang ada di atasnya, dengan berpedoman kepad ahukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan kebijaksanaan Pemerintah. (3) Panitia Pembebasan Tanah berusaha agar dalam menentukan besarnya ganti rugi terdapat kata sepakat di antara para anggota Panitia dengan memperhatikan kehendak dari para pemegang hak atas tanah. Jika terdapat perbedaan taksiran ganti rugi di antara para anggota Panitia itu, maka yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari taksiran masing-masing anggota. (4) Pelaksanaan pembebasan tanah harus dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. (5) Keputusan Panitia Pembebasan Tanah mengenai besar/bentuknya ganti rugi tersebut disampaikan kepada instansi yang memerlukan tanah, para pemegang hak atas tanah dan para anggota Panitia yang turut mengambil keputusan. Pasal 7 (1) Setelah menerima keputusan seperti dimaksud dalam pasal 6 ayat (5), maka instansi dan para pemegang hak atas tanah yang bersangkutan memberitahukan kepada Panitia Pembebasan Tanah tentang persetujuan atau penolakannya atas penetuan besar/bentuknya ganti rugi yang telah ditetapkan. (2) Jika terjadi penolakan seperti tersebut pada ayat (1) harus disertai pula dengan alasanalasan penolakannya. Pasal 8 (1) Panitia Pembebasan Tanah setelah menerima dan mempertimbangkan alasan penolakan tersebut dapat, mengambil sikap sebagai beriktu: a. Tetap kepada keputusan semula. b. Meneruskan surat penolakan dimaksud dengan disertai pertimbanganpertimbangannya kepada Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diputuskan. (2) Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mempertimbangkan dari segala segi, dapat mengambil keputusan yang bersifat mengukuhkan putusan Panitia Pembebasan Tanah atau menentukan lain yang ujudnya mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. (3) Keputusan Gubernur Kepala Daerah seperti tersebut pada ayat (2) disampaikan kepada masing-masing pihak yang bersangkutan dan Panitia Pembebasan Tanah.

- 5 - Pasal 9 (1) Bilamana telah tercapai kata sepakat mengenai besar/bentuknya ganti rugi seperti dimaksud dalam pasal 6 ayat (5), maka dilakukan pembayaran ganti rugi sejumlah yang telah disetujui bersama. Bersamaan dengan pembayaran ganti rugi itu dilakukan pula penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota Panitia Pembebasan Tanah, diantaranya Kepala Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan. (2) Pembayaran ganti rugi tersebut dalam ayat (1) harus dilaksanakan secara langsung oleh instansi yang bersangkutan kepada para pemegang hak atas tanah. (3) Pembayaran ganti rugi serta pernyataan pelepasan hak yang dimaksud dalam ayat (1) di atas, harus dibuat dalam satu daftar secara kolektif dalam rangka 8 (delapan). Pasal 10 (1) Apabila pembebasan tanah beserta pemberian ganti rugi telah selesai dilaksanakan, maka instansi yang memerlukan tanah tersebut diharuskan mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah kepada Pejabat yang berwenang seperti dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1972. (2) Permohonan tersebut harus disertai dengan surat-surat bukti pernyataan pelepasan hak dan pembayaran ganti ruginya. (3) Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya harus menyelesaikan permohonan tersebut menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1973. BAB III PEMBEBASAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN SWASTA Pasal 11 (1) Pemerintah Daerah setempat berkewajiban untuk mengawasi pelaksanaan pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi. (2) Pembebasan tanah untuk keperluan swasta pada azasnya harus dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemberian ganti rugi dengan berpedoman kepada azas musyawarah. BAB IV BIAYA-BIAYA UNTUK PANITYA PEMBEBASAN TANAH Pasal 12 (1) Para anggota dan Sekretaris Panitya Pembebasan Tanah tersebut dalam pasal 2 mendapat uang honorarium sebesar ¼ % (seperempat persen) dari jumlah harga taksiran ganti rugi untuk masing-masing anggota, dengan ketentuan untuk seluruh anggota maksimum sebesar 1½ % (satu setengah persen) atau dalam bentuk uang sebesar Rp. 1 000.000,- (satu juta rupiah). (2) Biaya-biaya transport dan lain-lain dibebankan kepada pemohon/instansi yang bersangkutan yang dipungut oleh Panitia dengan memberikan tanda penerimaan resmi.

- 6 - BAB V LAIN-LAIN Pasal 13 (1) Apabila pembebasan tanah oleh yang berkepentingan meliputi areal yang luas, dalam mana pelaksanaan pembebasan tanah tersebut mengakibatkan pemindahan pemukiman penduduk, maka pemberian izin pembebasan tanah disertai pula kewajiban bagi pihak yang memerlukan tanah untuk menyediakan tempat penampungan permukiman baru. (2) Kewajiban untuk menyediakan tempat penampungan dalam rangka pembebasan tanah tersebut dalam ayat (1) di atas merupakan keharusan disamping kewajiban pembayaran ganti rugi sebagai dimaksud dalam pasal 6. (3) Bagi mereka yang terkena ketentuan tersebut dalam ayat (1) di atas dan mempunyai minat untuk dipindahkan ketempat permukiman baru tersebut, maka pelaksanaan pemindahan berikut biaya-biaya yang diperlukan untuk itu, diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan. Pasal 14 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur dalam peraturan perundangan lain. KEDUA : Mencabut Bijblad No. 11372 jo Bijblad No. 12476 dan lain-lain peraturan perundangan yang berkenaan dengan Panitia Pembelian Tanah untuk keperluan Pemerintah. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, maka Keputusan ini akan dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 3 Desember 1975 MENTERI DALAM NEGERI, Ttd --------------------------------------------- CATATAN : (Amirmachmud) 1. Peraturan ini mencabut Bijblad 11372 jo. No 12476 dan Peraturan yang berkaitan dengan Panitia Pembebasan Tanah 2. Peraturan ini sudah dicabut dengan Keppres No. 55 Tahun 1993