MAKALAH ISLAM Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I 26 Maret 2014
Makalah Islam Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I Jaja Zarkasyi, MA (Rumah Moderasi Islam/Rumi)
Pesantren Gedongan. Itulah nama yang tertulis di pintu gerbang menjelang masuk dusun yang berjarak sekitar 15 Km dari pusat kota Cirebon. Berada di bawah wilayah administrasi Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon, Pesantren Gedongan menegaskan eksistensinya yang telah berumur tidak kurang dari 3 abad. Dan, walau waktu terus berjalan sering dengan bergeraknya roda peradaban, Pesantren Gedongan tetaplah eksis bersama nilai-nilai luhur yang diwariskan para ulama; tentang kesahajaan, tentang keseimbangan, tentang moderasi Islam. Tidak banyak yang tahu, di sebuah desa yang jauh dari keramaian Kota Cirebon, terdapat makam sosok sederhana yang telah mendedikasikan fikiran dan waktunya untuk membangun moderasi Islam, sebuah istilah yang menjadi bagian tak terpisahkan dakwah para wali sembilan atau wali songo. Di sinilah, sebuah bangunan sederhana menjadi penanda bahwa sang tokoh sederhana beristirahat dengan damai. Sementara, pada setiap jum at dan momen-momen tertentu, para santri, peziarah hingga para alumni yang pernah menimba ilmu
silih berganti berziarah, napak tilas atas apa yang penah dan diwariskannya kepada generasi muda. Inilah maqam KH. Muhamamd Sa id, dikenal dengan sebutan Mbah Sa id. Mbah Sa id adalah tokoh yang menjadi pusat eksistensi pesantren Gedongan, dari sebuah dusun yang gelap gulita di tengah hutan, menjadi pusat pendidikan Islam, bahkan melahirkan berbagai pencapaian spiritual yang diteruskan oleh para generasi sesudahnya. Memiliki nama lengkap KH. Muhammad Sa id, ialah yang pertama kali menetap di dusun kecil dan membangun peradaban baru, sebuah lembah pelatihan sekaligus pendidikan yang mengintegrasikan spiritualitas dan intelektualitas. Tidak banyak catatan yang dapat dibaca tentang kisah keturunan Sunan Gunung Djati ini. Namun pesantren Gedongan dengan berbagai keragaman warna manhaj, pemikiran dan lembaga kependidikan memberikan penggambaran luar biasa akan ketokohannya. Pesantren Gedongan adalah satu diantara pusat pendidikan Islam yang memberi warna akan
penguatan tradisi Islam berdampingan secara sejajar bersama tradisi lokal. Mbah Sa id bukanlah sebatas legenda atau kisah rakyat yang hanya dapat didengar dan diceritakan dari mulut ke mulut, yang mana mungkin akan banyak reduksi makna yang dapat membelokkan substansi ketokohannya, melainkan sosok yang ketokohannya dapat kita nikmati melalui berbagai hal yang tumbuh dan berkembang di Pesantren Gedongan. Sungguh teramat kecil jika ia hanya dikenal dengan berbagai karomahnya saja, karena manhaj, pemikiran dan langkah-langkahnya sungguh lebih jelas dan nyata menegaskan dedikasi dan loyalitasnya terhadap pengembangan moderasi Islam. Dalam kata lain, fakta dan data menunjukkan secara tegas bahwa ia adalah sosok agung yang mewariskan berbagai ijtihad yang memudahkan penerusnya memahami hukumhukum Islam, mewariskan pengalaman terbaik tentang integrasi spiritualitas dan intelektualitas, tentang keteguhan memegang Islam sebagai syariat. Mbah Sa id adalah perwajahan mentalitas, spiritualitas dan moralitas seorang mujaddid. Dedikasi
yang tak mengenal waktu dan tempat dalam membangun pesantren dengan beragam perjuangannya menegaskan bahwa sang pewaris risalah para nabi adalah sosok yang siap berjuang demi tegaknya Islam. Meski dalam keterbatasan, namun semua itu bukanlah alasan untuk meninggalkan umat dalam kegelapan dan kebodohan. Sebaliknya, segala keterbatasan ibarat pendakian yang harus dilewati dan pasti dapat dilampaui dengan tekad dan sikap istiqomah. Tak terbayangkan betapa beratnya mengajak masyarakat untuk belajar agama di tengah kebodohan dan kemiskinan yang luar biasa akibat penjajahan. Tentu, respon apatis dan sinis menjadi bagian dari perjalanan para pewaris risalah para nabi ini. Dalam berdakwah, Mbah Sa id menempatkan dirinya sebagai pusat aktifitas intelektual dan spiritual. Ia tidak hanya melakukan transformasi keilmuan yang bersifat teoritis, melainkan juga memberikan tauladan berupa karakter-karakter mulia dan agung. Ia menjadi pusat perputaran spiritual bersama di antara para santri, masyarakat dan siapapun yang hendak menggali Islam. Maka para salik pun berlomba mengambil spirit dari
entitas sang kyai, orang biasa menyebutnya ber-tabarruk atau ngalap berkah. Istilah ini merujuk pada aktifitas ruhani guna meraih spirit yang tersimpan di balik kepribadian sang kyai. Para santri dan pencari ilmu akan berlomba mendekatkan dirinya kepada pusat pergerakan spiritual ini, berharap dapat merasakan indahnya dunia spiritual seraya berharap mampu menggapainya kelak jika saatnya telah tiba. Sosok Mbah Sa id mencerminkan moralitas Islam sebagaimana tergambar dalam ajaran para nabi: shiddiq, amanah, tabligh, fathonah. Jujur dalam tutur kata dan perbuatan, amanah mengemban tugas tanpa pamrih dan penuh tanggung jawab, menyampaikan kebenaran walau itu sangat berat dan tidak menyembunyikannya demi motif politik mapun lainnya, serta cerdas dalam memposisikan diri sehingga diterima dan menjadi bagian dari sitem sosial di masyarakat. Pesantren Gedongan yang hingga kini masih eksis di tengah derasnya arus modernitas, menjadi penegas sentralnya pengaruh Mbah Sa id dalam membangun pondasi moderasi Islam dan moralitas pesantren dengan
mengintegrasikan aktifitas intelektualitas dan spiritualitas. Maka, pesantren menjadi jawaban dari berbagai bentuk kolonialisme pendidikan, ekonomi dan budaya. Saat akses pendidikan tak lagi dapat dirasakan oleh kalangan masyarakat rendah, pesantren berdiri sebagai solusi bagi transformasi keilmuan Islam dan karakter. Sang Kyai mewariskan kegungan karakter yang kemudian diteruskan oleh generasi sesudahnya. Nama Gedongan sendiri diambil dari sebutan untuk bangunan (jawa: gedong) yang pertama kali ditempati Mbah Sa id. Dari bangunan inilah Mbah Sa id menyebarkan Islam yang begitu agung dengan nilai-nilai moderasi Islam sebagaimana tergambar dalam sosoknya yang santun, moderat dan teladan bagi ummat. (bersambung) Sumber : bimasislam.kemanag.go.id/informasi/opini