PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH



dokumen-dokumen yang mirip
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSEDUR BERACARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PERKARA PHPU KEPALA DAERAH. Oleh : ABDUL FICKAR HADJAR, SH.,MH

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PUTUSAN Nomor 168/PHPU.D-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KETETAPAN Nomor 57/PHPU.D-VI/2008

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Muchamad Ali Safa at

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

Menimbang : a. Mengingat : 1.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI GORONTALO NOMOR : 01/Kpts/Pilgub/KPU-Prov-027/2011

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

2 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon

Panduan Teknis Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD

III. MEKANISME KERJA KPU PROVINSI, KPU KABUPATEN/KOTA, PPK, PPS KPPS DAN PPDP

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI MALUKU UTARA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI MALUKU UTARA. NOMOR: 22/Kpts/KPU Prov-029/TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA PENYELENGGARA PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETETAPAN Nomor 63/PHPU.D-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM

TAHAPAN PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 PUTARAN PERTAMA JADWAL

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

-2- dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010;

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 10/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 02 Tahun 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

-2- MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BULELENG. Nomor : 148/Kpts/KPU-Kab /TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 17/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 79/Kpts/KPU-Kab /2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2013

P U T U S A N. Perkara Nomor : 032/PHPU.A-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 79/Kpts/KPU-Kab /2015

TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2012

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

I. PARA PIHAK A. Pemohon Hi IDRUS MT MOPILI, SE. MM. Dan Drs. RISJON KUJIMAN SUNGE, M.Si. (Pasangan Calon Nomor Urut 1)

Transkripsi:

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, termasuk hasil pemilihan umum kepala daerah; b. bahwa penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dialihkan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi; c. bahwa hukum acara perselisihan hasil pemilihan umum yang berlaku belum mengatur mengenai perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah; d. bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 24, dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) sebagaimana telah berubah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-II/2004 tanggal 12 April 2005; 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Memperhatikan : Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi tanggal 23 Oktober 2008; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH 2

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Mahkamah adalah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2. Pemilihan Umum Kepala Daerah, yang selanjutnya disebut Pemilukada, adalah pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota. 3. Komisi Pemilihan Umum provinsi, yang selanjutnya disebut KPU provinsi, adalah penyelenggara Pemilukada provinsi. 4. Komisi Independen Pemilihan provinsi yang selanjutnya disebut KIP provinsi adalah penyelenggara Pemilukada Provinsi Aceh. 5. Komisi Pemilihan Umum kabupaten/kota yang selanjutnya disebut KPU kabupaten/kota adalah penyelenggara Pemilukada kabupaten/kota. 6. Komisi Independen Pemilihan kabupaten/kota yang selanjutnya disebut KIP kabupaten/kota adalah penyelenggara Pemilukada kabupaten/kota di Provinsi Aceh. 7. Pasangan Calon adalah pasangan calon peserta Pemilukada. 8. Permohonan adalah pengajuan keberatan terhadap penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada. 9. Pemohon adalah pasangan calon Pemilukada. 10. Termohon adalah KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota sebagai penyelenggara Pemilukada. 11. Panitera adalah Panitera Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pasal 2 Peradilan perselisihan hasil Pemilukada bersifat cepat dan sederhana, sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat. 3

BAB II PARA PIHAK DAN OBJEK PERSELISIHAN Pasal 3 (1) Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam perselisihan hasil Pemilukada adalah: a. Pasangan Calon sebagai Pemohon; b. KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota sebagai Termohon. (2) Pasangan Calon selain Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait dalam perselisihan hasil Pemilukada; (3) Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait dapat diwakili dan/atau didampingi oleh kuasa hukumnya masing-masing yang mendapatkan surat kuasa khusus dan/atau surat keterangan untuk itu. Pasal 4 Objek perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yang mempengaruhi: a. penentuan Pasangan Calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada; atau b. terpilihnya Pasangan Calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. BAB III TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 5 (1) Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada diajukan ke Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pemilukada di daerah yang bersangkutan; (2) Permohonan yang diajukan setelah melewati tenggat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi. 4

Pasal 6 (1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak 12 (dua belas) rangkap yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasa hukumnya yang mendapatkan surat kuasa khusus dari Pemohon; (2) Permohonan sekurang-kurangnya memuat: a. identitas lengkap Pemohon yang dilampiri fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan bukti sebagai peserta Pemilukada; b. uraian yang jelas mengenai: 1. kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon; 2. permintaan/petitum untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon; 3. permintaan/petitum untuk menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. (3) Permohonan yang diajukan disertai alat bukti. BAB IV REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG Pasal 7 (1) Panitera memeriksa persyaratan dan kelengkapan permohonan; (2) Panitera mencatat permohonan yang sudah memenuhi syarat dan lengkap dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK); (3) Dalam hal permohonan belum memenuhi syarat dan belum lengkap, Pemohon dapat melakukan perbaikan sepanjang masih dalam tenggat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) peraturan ini; (4) Panitera mengirim salinan permohonan yang sudah diregistrasi kepada Termohon, disertai pemberitahuan hari sidang pertama dan permintaan keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan; (5) Penentuan hari sidang pertama dan pemberitahuan kepada pihak-pihak dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak registrasi. 5

BAB V PERSIDANGAN Pasal 8 (1) Sidang untuk memeriksa permohonan dapat dilakukan oleh Panel Hakim dengan sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang hakim konstitusi atau Pleno Hakim dengan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi; (2) Proses pemeriksaan persidangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. penjelasan permohonan dan perbaikan apabila dipandang perlu; b. jawaban Termohon; c. keterangan Pihak Terkait apabila ada; d. pembuktian oleh Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait; dan e. kesimpulan. (3) Untuk kepentingan pembuktian, Mahkamah dapat melakukan pemeriksaan melalui persidangan jarak jauh (video conference); (4) Untuk kepentingan pemeriksaan, Mahkamah dapat menetapkan putusan sela yang terkait dengan penghitungan suara ulang. BAB VI Alat Bukti Pasal 9 Alat bukti dalam perselisihan hasil Pemilukada dapat berupa: a. keterangan para pihak; b. surat atau tulisan; c. keterangan saksi; d. keterangan ahli; e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi dan/atau komunikasi elektronik. Pasal 10 (1) Alat bukti surat atau tulisan terdiri atas: a. berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan suara dari Tempat Pemungutan Suara (TPS); 6

b. berita acara dan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari Panitia Pemungutan Suara (PPS); c. berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah suara dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK); d. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP provinsi atau kabupaten/kota; e. berita acara dan salinan penetapan hasil penghitungan suara pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota; f. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP provinsi; g. penetapan calon terpilih dari KPU/KIP provinsi atau kabupaten/kota; dan/atau h. dokumen tertulis lainnya. (2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah alat bukti yang terkait langsung dengan objek perselisihan hasil Pemilukada yang dimohonkan ke Mahkamah. (3) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibubuhi materai secukupnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 (1) Saksi dalam perselisihan hasil Pemilukada terdiri atas: a. saksi resmi peserta Pemilukada; dan b. saksi pemantau Pemilukada. (2) Mahkamah dapat memanggil saksi lain yang diperlukan, antara lain, panitia pengawas pemilihan umum atau Kepolisian; (3) Saksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri proses penghitungan suara yang diperselisihkan. 7

BAB VII RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM Pasal 12 (1) Rapat Permusyawaratan Hakim diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah pemeriksaan persidangan dipandang cukup; (2) Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara tertutup oleh sekurangkurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi; (3) Pengambilan putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara musyawarah untuk mufakat; (4) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai mufakat bulat, pengambilan putusan diambil dengan suara terbanyak; (5) Dalam hal pengambilan putusan dengan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, suara terakhir Ketua Rapat Permusyawaratan Hakim menentukan. BAB VIII PUTUSAN Pasal 13 (1) Putusan mengenai perselisihan hasil Pemilukada diucapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; (2) Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi; (3) Amar Putusan dapat menyatakan: a. permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 peraturan ini; b. permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/ 8

kota, serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Mahkamah; c. Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan. (4) Putusan Mahkamah bersifat final dan mengikat; (5) Putusan Mahkamah disampaikan kepada Pemohon, Termohon, dewan perwakilan rakyat daerah setempat, Pemerintah, dan Pihak Terkait; (6) KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota, dewan perwakilan rakyat daerah setempat, dan Pemerintah wajib menindaklanjuti Putusan Mahkamah sebagaimana mestinya; BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 14 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini ditentukan lebih lanjut oleh Rapat Permusyawaratan Hakim. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2008 9