BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENDEKATAN TEORITIS. 2.1 Tinjauan Pustaka Kebijakan Pemerintah dalam Hal Gender dalam Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TIPE REPONG DAMAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN DINAMIKA GENDER DALAM RUMAHTANGGA PETANI REPONG DAMAR

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

KONSEP GENDER & DATA TERPILAH MENURUT JENIS KELAMIN

BAB I PENGANTAR. masa yang akan datang. Selain sebagai sumber bahan pangan utama, sektor pertanian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISU AKTUAL GENDER DALAM RPI BADAN LITBANG KEHUTANAN

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

Nomor : 09 /MPP-PA/02/2011. Nomor : 03 /MEN LH/02/2011

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dalam Pembangunan Nasional;

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN Sejak tahun 2000 Pemerintah Indonesia telah menyadari adanya kesenjangan gender dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran publik.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PENDAHULUAN Latar Belakang

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

PENDAHULUAN Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin dikembangkan melalui antara lain peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai oleh menguatnya partisipasi aktif masyarakat, terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan SDA tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, serta modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Mengenai pengelolaan SDA, para ahli menyatakan bahwa salah satu sistem pengelolaan SDA yang dikembangkan komunitas petani di banyak negara di Asia adalah sistem agroforestri tradisional. Sementara di Indonesia, salah satu diantaranya dikenal sebagai repong damar 1 yang dikelola komunitas petani di Pesisir Krui, Lampung Barat (Lubis 1997; Michon dkk 2000). Menurut para ahli tersebut, repong damar merupakan sistem pengelolaan lahan dan/atau bentuk pertanian yang berkelanjutan. Disebut demikian, karena repong damar merupakan sistem agroforestri tradisional yang secara ekosistem dikembangkan rumahtangga petani sedemikian rupa, sehingga memiliki keragaman tanaman, dimensi sosial ekonomi dan ekologis yang mendukung bagi keberlanjutannya. Selama ini terdapat sejumlah ahli yang meneliti repong damar di Pesisir Krui tersebut. Lubis (1997) meneliti Repong Damar: Kajian tentang Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Lahan Hutan di Pesisir Krui. Penelitian tersebut mempelajari hubungan antara aspek-aspek ekonomis, sosial, kultural, dan ekologis terhadap keputusan petani Krui dalam pengelolaan hutan rakyat (repong damar). Tim Studi CIFOR, Watala dan Universitas Indonesia (1999) meneliti tentang Pengelolaan Repong Damar dan Ekonomi Rumahtangga di Pesisir Krui, Lampung Barat. Selanjutnya, Michon dkk (2000) dalam studinya yang berjudul Repong di Pesisir Krui, Lampung melaporkan secara mendalam 1 Repong damar adalah istilah lokal masyarakat Krui, Lampung Barat untuk menyebut bentangan areal agroforest damar atau kebun damar (Michon dkk, 2000)

2 berbagai dimensi repong, baik secara ekologis (termasuk keragaman hayati), ekonomis, dan sosial-budaya (termasuk sistem penguasaan lahan). Hal serupa dilakukan juga oleh Pramono (2000) dalam penelitiannya tentang Ketergantungan Masyarakat Repong Damar di Pesisir Krui, Lampung Barat, yang melaporkan karakteristik rumahtangga petani pengelola repong damar, khususnya dari aspek demografi sosial, penguasaan lahan serta aspek ekonomi rumahtangga. Terdapat sejumlah penelitian lain tentang repong. Wijayanto (2001) meneliti secara kuantitatif hubungan antara sejumlah variabel dari berbagai faktor dominan (sosial budaya, ekonomi-bisnis dan ekologi) yang mempengaruhi sistem keberlanjutan pengelolaan repong damar. Adapun Fikarwin (1996) dalam studinya mengenai Reduplikasi dan Koalisi Internal Rumahtangga, Proses Adaptasi Terhadap Perubahan Sistem Produksi dan Pasarisasi di Penengahan Krui Lampung Barat, melaporkan bahwa dalam proses pengelolaan repong damar, telah terbentuk pola pembagian kerja antara anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan, bahwa laki-laki banyak melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan produktif di bidang pertanian, sementara perempuan lebih banyak melakukan kegiatan produksi konsumsi. Kecuali pada penelitian Pramono (2000) dan Wijayanto (2001), pada penelitian selainnya kurang menjelaskan informasi berkenaan aspek gender dalam aktivitas pengelolaan repong. Padahal, sebagaimana yang dilaporkan oleh Boserup (1970) dalam Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa secara umum, lakilaki dan perempuan dalam rumahtangga petani bertanggung jawab dalam pengelolaan usahatani mereka yang bersifat subsisten; bahkan Dankelman (2001) dalam Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa perempuan pada rumahtangga di pedesaan berperan sentral dalam manajemen dan penggunaan sumberdaya alam pada tingkat lokal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Hal tersebut, dimungkinkan karena sebagaimana dinyatakan Mugniesyah (2007), rumahtangga petani merupakan entitas yang kompleks, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dari beragam generasi, akses dan kontrol mereka terhadap pengelolaan sumberdaya alam berhubungan dengan sistem kekerabatan dimana keluarga (rumahtangga) petani tersebut menjadi anggotanya.

3 Berdasarkan penjelasan di atas, diperlukan penelitian tentang analisis gender dalam pengelolaan repong damar di kalangan masyarakat Krui, Lampung Barat karena selama ini studi gender pada rumahtangga petani pengelola agroforestri tradisional lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa dengan sistem kekerabatan rumahtangga petani yang tergolong bilateral sebagaimana dilakukan Mugniesyah dan Mizuno (2001, 2003). Kedua peneliti melaporkan bahwa di kalangan rumahtangga petani lahan kering di Cianjur, Jawa Barat, laki-laki dan perempuan memiliki akses dan kontrol yang setara terhadap lahan usahatani huma-talun (agroforestri tradisional), karenanya keduanya memiliki kontribusi relatif setara, khususnya dalam curahan waktu, pengambilan keputusan, serta ekonomi rumahtangga. Hal yang sama dikemukakan Suharjito (2002) dalam penelitiannya tentang Pengelolaan Kebun-Talun Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Sosial Kultural dan Ekologi Masyarakat Pertanian Lahan Kering di Sukabumi, Jawa Barat, yang melaporkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama di dalam penentuan strategi adaptasi keluarga/ rumahtangga baik dalam hal pengaturan tenaga kerja, penguasaan sumber-sumber mata pencaharian, dan pengaturan alokasi sumberdaya ekonomi keluarga/ rumahtangga. Penelitian Analisis Gender dalam Rumahtangga Petani Repong Damar ini menjadi penting, untuk memperoleh informasi dinamika gender dalam pengelolaan repong damar pada sistem kekerabatan masyarakat Krui di Lampung Barat yang memiliki sistem kekerabatan patrilineal, lahan pertanian diwariskan hanya kepada anak laki-laki tertua atau sai tuha bakas yang umumnya dilakukan setelah kelahiran cucu laki-laki pertama dari anak laki-laki sulung (Lubis, 1997; Michon dkk, 2000). Namun demikian, sebagai pewaris tunggal harta keluarga, anak laki-laki sulung berkewajiban menyediakan rumah dan memberi nafkah adik laki-laki (menikah dan/atau belum menikah), serta saudara perempuan yang belum menikah. Dengan demikian, penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya, khususnya dalam hal dinamika gender pada rumahtangga petani yang berbentuk keluarga inti dan keluarga luas pada sistem kekerabatan patrilineal. Di samping itu, penelitian ini juga penting untuk mengidentifikasi ada tidaknya permasalahan atau isu gender dalam pengelolaan

4 repong damar yang berguna bagi pelaksanaan program pembangunan SDA yang responsif gender sebagaimana diamanatkan oleh Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang keharusan mengintegrasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam program pembangunan, serta oleh kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Umum diketahui bahwa rumahtangga petani itu heterogen, baik dalam hal sumberdaya rumahtangga maupun karakteristik individu dari anggota rumahtangganya. Dalam konteks masyarakat Krui yang mengelola repong damar, bagaimanakah karakteristik individu dan sumberdaya rumahtangga dan/atau keluarga luas mereka? Menurut Moser (1993) dalam Mugniesyah (2007), peranan gender dalam rumahtangga dan masyarakat dibedakan ke dalam tiga kategori yang disebutnya sebagai triple roles (tiga peranan), yaitu peranan reproduktif, produktif dan pengelolaan masyarakat. Di lain pihak, Moser (1993) dalam Mugniesyah, Puspitawati, dan Windarti (2003) dan Wigna (2003) menyatakan bahwa teknik analisis gender dapat digunakan untuk menganalisis ada tidaknya kesetaraan gender dalam rumahtangga, baik dalam hal alokasi peranan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja dalam melaksanakan ketiga peranan tersebut. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah alokasi peranan dan kekuasaan diantara anggota rumahtangga petani repong damar -laki-laki dan perempuan- dalam ketiga kategori peranan tersebut? Menurut Surbakti dkk (2001) dalam Mugniesyah, Puspitawati, dan Windarti (2003), ada empat faktor utama untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, yakni: akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Sehubungan dengan itu, apakah anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar laki-laki dan perempuan, memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan pengelolaan repong damar? Selanjutnya, di pihak lain selama ini pemerintah mengintroduksikan beragam program pengembangan SDA dan lingkungan termasuk di dalamnya program penyuluhan pertanian yang berhubungan dengan budidaya tanaman pangan maupun kehutanan. Sehubungan dengan itu, apakah

5 anggota rumahtangga petani repong damar, laki-laki dan perempuan, juga berpartisipasi dalam beragam program tersebut? Apakah akses dan kontrol, serta partisipasi mereka terhadap sumberdaya dan pengelolaan repong damar menfasilitasi mereka untuk memperoleh manfaat, baik sosial maupun ekonomi? Menurut temuan CIFOR, Watala dan Universitas Indonesia (1999), terdapat perbedaan tipe lahan repong dan fase produktif repong damar. Sehubungan dengan itu, apakah ada hubungan antara tipe lahan repong dan fase produktif repong damar dengan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari anggota rumahtangga petani, laki-laki dan perempuan, pengelola repong damar? Temuan tersebut juga melaporkan kecenderungan meningkatnya pola pencaharian nafkah ganda di kalangan rumahtangga petani pengelola repong damar, ditunjukkan oleh adanya mereka yang bekerja di sektor non pertanian, seperti dagang, pegawai pemerintah, dan sektor jasa lainnya. Dengan demikian, terdapat heterogenitas sumberdaya rumahtangga dan/atau keluarga luas menurut status umur repong dan pola pencaharian nafkah. Sehubungan dengan itu, apakah ada hubungan antara heterogenitas rumahtangga dan/atau keluarga luas tersebut dengan keempat faktor gender dalam pengelolaan repong damar tersebut di atas (akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat)? Para ahli menyatakan bahwa pengelolaan repong damar menghasilkan sistem usahatani berkelanjutan secara ekologis, namun sejalan dengan perjalanan waktu dan perubahan sosial yang mengikutinya, diduga terdapat permasalahan yang dihadapi anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan repong damar. Sehubungan dengan itu, permasalahan apa sajakah yang mereka hadapi dalam mengelola repong damar dewasa ini? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, sebagai berikut: 1. Profil rumahtangga, khususnya karakteristik individu dan sumberdaya rumahtangga dan/ atau keluarga luas petani pengelola repong damar.

6 2. Akses dan kontrol anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar, laki-laki dan perempuan, terhadap sumberdaya lahan dan aktivitas dalam pengelolaan repong damar. 3. Partisipasi anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar, laki-laki dan perempuan, dalam beragam program pembangunan, baik yang berhubungan dengan program pengelolaan SDA umumnya, maupun repong damar pada khususnya. 4. Manfaat yang diperoleh anggota rumahtangga dan/atau keluarga luas petani repong damar, laki-laki dan perempuan, atas akses dan kontrol mereka terhadap pengelolaan repong damar. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek-aspek gender dalam rumahtangga petani pengelola repong damar, khususnya dari faktor-faktor fisik (bentuk lahan dan fase produktif) repong damar dan faktor sumberdaya rumahtangganya. 6. Permasalahan yang dihadapi oleh anggota rumahtangga petani, laki-laki dan perempuan, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan repong damar. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori dalam konteks gender dan pembangunan pada umumnya, khususnya dalam memahami fenomena pengelolaan repong damar pada masyarakat Krui di Lampung Barat. 2. Bagi Pemda Tingkat II Lampung Barat, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat dan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan program penyuluhan bagi pemberdayaan rumahtangga petani pengelola repong damar yang responsif gender. 3. Bagi pihak lain, khususnya para peneliti bidang studi gender dan pembangunan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi gender dalam pengelolaan SDA pada umumnya, khususnya agroforestri di wilayah lainnya di Indonesia.