BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi.

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

I. PENDAHULUAN. Hal ini menunjukan ekosistem mangrove mengalami tekanan-tekanan

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi kesejahteraan masyarakat ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. pada penalaran verbal dan pemikiran logis, pada tugas-tugas yang hanya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

PENGARUH PELATIHAN PEDULI LINGKUNGAN TERHADAP EFIKASI DIRI SISWA DAERAH RAWAN ABRASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

Maksud dari pembuatan Tugas Akhir Perencanaan Pengamanan Pantai Dari Bahaya Abrasi Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

I. PENDAHULUAN. Desain Komunikasi Visual 1

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan pengetahuan tentang gejala alam (BSNP, 2006; Kemendikbud, 2016). Karena itu, Mata pelajaran Biologi khususnya pada jenjang SMA/MA dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Salah satu issu lingkungan hidup yang banyak diperbincangkan adalah potensi kerusakan hutan mangrove yang cukup besar, mencapai empatpuluh persen (Hendarto dalam Almadani, 2014). Luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 8,6 juta Ha yang terdiri atas 3,8 juta Ha terdapat kawasan hutan dan 4,6 juta Ha terdapat di luar kawasan hutan. Sementara itu, berdasarkan kondisi diperkirakan bahwa 1,6 juta Ha (44,73%) hutan mangrove di dalam kawasan hutan dalam keadaan baik dan 4,2 juta Ha (87,50%) hutan mangrove di luar kawasan dalam keadaan rusak (Departemen Kehutanan, 2012). Salah satu permasalahan kawasan pesisir di Kota Langsa adalah kerusakan ekosistem hutan mangrove. Kerusakan ini lebih diakibatkan oleh eksploitasi yang dilakukan sejumlah oknum setempat. Bahkan pemerintah setempat turut bertanggung jawab terhadap kerusakan hutan mangrove dengan lemahnya komitmen untuk mengambil penanganan terpadu. Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat, Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KUALA) berpendapat bahwa kerusakan 1

2 tersebut akan berdampak buruk terhadap kurang lebih 65 ribu jiwa penduduk pesisir Kota Langsa. Kerusakan hutan mangrove Kota Langsa merupakan permasalahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisirnya. Lembaga Pengelola Pesisir Meuseuraya (LP2M) Kota Langsa mengatakan kerusakan hutan mangrove di pesisir Kota Langsa sudah sangat memprihatinkan. Banyaknya masalah yang timbul akibat tidak ada satu aturan yang tegas kawasan mana yang dapat di manfaatkan dan yang tidak. Untuk menyelamatkan hutan mangrove di Kota Langsa sangat perlu ada suatu peraturan khusus tentang pembagian kawasan Hutan Lindung Mangrove, Hutan Produksi dan Hutan Areal Penggunaan. Luas hutan mangrove di Kota Langsa tersisa sekitar 17 ribu hektar (ha). Kawasan tersebut terbagi menjadi tambak konvensional. Areal penggunaan lain, Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Namun yang masih benar-benar hutan hanya sekitar 9 ribu ha. Banyak masalah terjadi yang berakibat pada kerusakan hutan mangrove di Kota Langsa. Meski konvensi lahan sedikit, namun aksi penebangan liar tidak dapat dihentikan. Sedikitnya 2000 masyarakat masing-masing menggantungkan hidup dari hasil produksi arang bakau. Setiap hari mereka menebang kayu bakau yang digunakan sebagai bahan baku membuat arang. Khususnya warga yang tinggal di lima desa di wilayah pesisir Kota Langsa, sehingga hutan mangrove yang ada makin rusak parah. Permasalahan lainnya adalah masyarakat tidak terima dituduh pelaku kejahatan pengrusak hutan mangrove. Pekerjaan sebagai penebang kayu bakau sudah dilakukan secara turun temurun jauh sebelum ada izin HPH PT. Bakau Selat Malaka tahun 1980 1990 melakukan penebangan di hutan mangrove

3 tersebut. Selain itu karena lokasi hutan bakau tersebut berada di wilayah desa-desa tempat tinggal warga, jadi secara adat dianggap sebagai hutan milik masyarakat setempat. Krisis lingkungan yang terjadi saat ini berakar pada kesalahan prilaku manusia dan kesalahan prilaku manusia berakar pada kesalahan cara pandang manusia tentang dirinya, alam dan hubungan antara manusia dengan alam atau tempat manusia dalam keseluruhan alam semesta. Oleh karena itu, krisis lingkungan hidup hanya dapat diatasi dengan melakukan perubahan fundamental pada cara pandang dan prilaku manusia (Keraf, 2010). Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui penanaman pemahaman, moral dan etika mengenai lingkungan. Salah satu pendekatan dalam mewujudkan hal tersebut adalah melalui jalur pendidikan (Dewi, 2009). Kawasan hutan mangrove di Kota Langsa yang memiliki arti penting bagi lingkungan tersebut rusak karena penebangan hutan mangrove untuk dijadikan area industri, pelabuhan, perumahan, tambak, arang, bahan bangunan, dan kayu bakar oleh penduduk setempat. Akibat dari kerusakan hutan mangrove ini menyebabkan terjadinya abrasi pantai oleh gelombang laut dan apabila pasang, air laut merendam desa. Setiap pasang naik, garis pantai terus mengalami abrasi mendekati perkampungan yang di huni sekitar 756 kepala keluarga. Reklamasi kawasan mangrove di Kota Langsa telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga mengakibatkan efek efek yang negatif terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya. Selain itu kehadiran saluran-saluran drainase mengubah sistem hidrologi air tawar di daerah mangrove yang masih utuh yang terletak kearah laut dan hal ini mengakibatkan dampak negatif.

4 Diperlukan upaya - upaya untuk menjaga kelestarian hutan mangrove pada daerah pesisir dan laut di Kota Langsa. Langkah yang dapat diambil diantaranya memasukkan nilai - nilai kepedulian terhadap hutan mangrove pada setiap siswa baik itu melalui pelajaran maupun membangun kebiasaan-kebiasaan peduli terhadap hutan mangrove. Bahkan dalam pembelajaran biologi, siswa tidak hanya mengkaji materi ekosistem mangrove, tetapi juga harus bisa menumbuhkan kepedulian untuk menawarkan solusi untuk memperbaiki persoalan hutan mangrove. Pemecahan masalah ekosistem mangrove dipengaruhi oleh pengetahuan siswa tentang mangrove dan Keterampilan proses sains dalam pembelajaran ekosistem terhadap kreatifitas. Pengetahuan ekosistem mangrove yang benar diharapkan dapat menjadi rujukan yang benar dalam mencari alternatif pemecahan masalah ekosistem mangrove yang dihadapkan kepadanya. Ketidaktahuan siswa SMA terhadap ekosistem mangrove dapat menghambat kemampuannya memecahkan masalah ekosistem mangrove. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ekosistem mangrove dengan kepedulian terhadap lingkungan pada siswa di beberapa SMA di Jokjakarta. Dari uraian diatas jelas bahwa pengetahuan ekosistem mangrove turut menentukan kemampuan memecahkan masalah lingkungan hidup. Seperti yang dikatakan Ausubel, dkk (1968), bahwa latar belakang penguasaan pengetahuan (konsep, prinsip, dan dalil) yang relevan dan jelas yang dimiliki peserta didik akan memudahkan dalam pemecahan masalah.

5 Selain itu, kemampuan memecahkan masalah lingkungan hidup juga dipengaruhi faktor kreatifitas. Torrance (1962) mengatakan, untuk meningkatkan kreatifitas dapat dilakukan beberapa strategi seperti berfikir divergen, mempertimbangkan berbagai sudut pandang alternatif, mengeluarkan ide yang tidak biasa serta memecahkan masalah. Menurut Guilford (1967), kreatifitas adalah kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Menurut Munandar (1995) kreatifitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsurunsur yang sudah ada sebelumnya. Semiawan (2009) mengatakan, kreatifitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Ketidakmampuan siswa SMA dalam memecahkan masalah lingkungan hidup dapat dikarenakan rendahnya kreatifitas. Fitriyanti (2009) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan berfikir rasional termasuk berfikir kreatif terhadap kemampuan memecahkan masalah lingkungan hidup. Arnyana (2009) mengungkapkan bahwa inovasi pembelajaran yang menuntut penyelesaian suatu masalah membutuhkan kemampuan berfikir kreatif. Dari uraian di muka, diduga bahwa untuk mampu memecahkan masalah ekosistem mangrove dibutuhkan kreatifitas siswa, dan untuk itu perlu didukung oleh pengetahuan siswa yang luas tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem. Mengingat minimnya informasi tentang pengelolaan ekosistem mangrove khususnya di kota Langsa, perlu

6 dilakukan penelitian yang menguji hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem terhadap kreatifitas dan pemecahan masalah pada ekosistem hutan mangrove pada siswa SMA se Kota Langsa. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang menghambat kemampuan siswa SMA se Kota Langsa dalam memecahkan masalah ekosistem mangrove yaitu: 1. Pengetahuan siswa SMA terhadap ekosistem mangrove masih rendah. 2. Keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem masih rendah. 3. Hutan mangrove yang terletak di Pemerintah Kota Langsa, Provinsi Aceh, mengalami kerusakan yang cukup parah. Kawasan hutan mangrove yang memiliki arti penting bagi lingkungan tersebut rusak karena penebangan hutan mangrove untuk dijadikan pelabuhan, perumahan, areal tambak, pariwisata, pembuatan arang, bahan bangunan dan kayu bakar oleh penduduk setempat. 4. Kreatifitas siswa SMA dalam memecahkan masalah pada ekosistem mangrove hidup masih rendah. 1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas permasalahan dengan jelas. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada: 1. Pengetahuan ekosistem mangrove dibatasi pada penguasaan materi lingkungan hidup yang diberikan pada materi ekosistem. Aspek yang di ukur adalah aspek

7 kognitif bloom yang meliputi pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan Kreasi (C6). 2. Keterampilan proses sains dibatasi pada Keterampilan mengamati, mengklasifikasikan, menginterpretasi data, meramalkan, berhipotesa, menerapkan konsep, berkomunikasi. 3. Kreatifitas dibatasi pada beberapa aspek yang di ukur yaitu fleksibilitas, originalitas, elaborasi, dan kefasihan. Seperti yang dikemukakan menurut Guilford (Munandar, 2009; Kauffman dan Stenberg, 2009). Fleksibilitas yaitu menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Originalitas yaitu mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik. Elaborasi yaitu senang mencari cara dan metode yang praktis dalam belajar. Kefasihan yaitu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. 4. Kemampuan memecahkan masalah ekosistem mangrove dibatasi pada kemampuan kognitif siswa SMA dalam memecahkan masalah ekosistem mangrove. Kemampuan ini mencerminkan seberapa jauh siswa SMA dapat memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana serta memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah tingkat pengetahuan siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang ekosistem mangrove memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kreatifitas siswa?

8 2. Berapa persen kontribusi pengetahuan siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang ekosistem mangrove terhadap kreatifitas siswa? 3. Apakah keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kreatifitas siswa? 4. Berapa persen kontribusi keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem terhadap kreatifitas siswa? 5. Apakah pengetahuan siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang ekosistem mangrove memiliki hubungan positif yang signifikan dengan pemecahan masalah mangrove? 6. Berapa persen kontribusi pengetahuan siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang ekosistem mangrove terhadap pemecahan masalah mangrove di Kota Langsa? 7. Apakah keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem memiliki hubungan positif yang signifikan dengan pemecahan masalah mangrove? 8. Berapa persen kontribusi keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem terhadap pemecahan masalah mangrove di Kota Langsa? 9. Apakah pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kreatifitas siswa?

9 10. Berapa kontribusi pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem terhadap kreatifitas siswa? 11. Apakah pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem memiliki hubungan positif yang signifikan dengan pemecahan masalah mangrove di kota Langsa? 12. Berapa kontribusi pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem terhadap pemecahan masalah mangrove di kota Langsa? 1.5. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengungkap fakta-fakta yang terkait dengan pengetahuan siswa SMA se kota Langsa tentang ekosistem mangrove, keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem, kreatifitas siswa SMA se kota Langsa, dan pemecahan masalah ekosistem mangrove di wilayah kota Langsa. Secara spesifik penelitian ini ditujukan untuk mengumpulkan dan melakukan pengujian hubungan fakta-fakta yang bekaitan dengan: 1. Tingkat pengetahuan siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang mangrove dengan kreatifitas siswa. 2. Kontribusi pengetahuan tentang mangrove terhadap kreatifitas siswa SMA se kota Langsa T.P 2015/2016.

10 3. Keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran dengan kreatifitas siswa. 4. Kontribusi keterampilan proses sains dalam pembelajaran terhadap kreatifitas siswa SMA se kota Langsa T.P 2015/2016. 5. Tingkat pengetahuan siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang mangrove dengan pemecahan masalah ekosistem mangrove di kota Langsa. 6. Kontribusi pengetahuan siswa SMA se Kota Langsa T.P 2015/2016 tentang mangrove terhadap pemecahan masalah mangrove di kota Langsa. 7. Keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran dengan dengan pemecahan masalah ekosistem mangrove di kota Langsa. 8. Kontribusi keterampilan proses sains siswa SMA se Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran ekosistem terhadap pemecahan masalah mangrove di kota Langsa. 9. Tingkat pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dengan kreatifitas siswa. 10. Kontribusi pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa SMA se Kota Langsa T.P 2015/2016 dalam pembelajaran terhadap kreatifitas siswa. 11. Tingkat pengetahuan siswa tentang mangrove dan keterampilan proses sains SMA di Kota Langsa T.P 2015/2016 dengan pemecahan masalah ekosistem mangrove di kota Langsa.

11 12. Kontribusi pengetahuan siswa tentang mangrove dan keterampilan proses sains se Kota Langsa T.P 2015/2016 terhadap pemecahan masalah mangrove di Kota Langsa. 1.6. Manfaat Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan siswa SMA se Kota Langsa mengenai permasalahan ekosistem mangrove dan cara mengatasinya. 2. Memotivasi siswa SMA se Kota Langsa untuk lebih peduli terhadap ekosistem mangrove. 3. Meningkatkan Keterampilan proses sains siswa pada permasalahan ekosistem mangrove dan cara mengatasinya. 4. Meningkatkan kreatifitas siswa SMA dalam memecahkan masalah ekosistem mangrove. 5. Memberikan kontribusi data bagi bank data pendidikan mengenai pengetahuan siswa tentang ekosistem mangrove, keterampilan proses sains, serta kreatifitas dalam pemecahan masalah ekosistem mangrove khususnya di wilayah kota Langsa. 6. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut bagi penelitian lain yang relevan. 7. Menambah wawasan keilmuan pada ekosistem mangrove. 8. Meningkatkan pengetahuan siswa SMA mengenai masalah ekosistem mangrove.